Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136256 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Layinna Khoirunisa
"Skripsi ini membahas mengenai tinjauan ganti rugi yang dapat diperoleh agen penjualan tiket maskapai penerbangan, pada saat putusan kepailitan dijatuhkan pada PT. Metro Batavia berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan studi kepustakaan. Metode penelitian tersebut dipakai untuk permasalahan; pertama teori tentang kedudukan hukum agen penjual tiket penerbangan terhadap PT. Metro Batavia yang diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 dan KUHPerdata dan kedua pengembalian uang deposit yang dapat diperoleh oleh agen dari PT. Metro Batavia yang pailit sesuai dengan ketentuan KUHPerdata dan UU No.37 Tahun 2004. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa: 1) pemerintah sebaiknya membuat regulasi khusus yang mengatur mengai hukum keagenan; 2) Uang deposit yang diwajibkan dalam perjanjian kerja sama keagenan tidak ditempatkan pada rekening atas nama salah satu pihak.

This Thesis discusses about compensation from an airline agent from PT. Metro Batavia based on the Book of the Law and the Civil Law Act Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Debt Payment Obligations Towing. This research is juridical-normative research to study literature. The research methods applied to the problem, the first theory of the state law realtors tickets to PT. Metro Batavia arranged in Law. 37 of 2004 and the Civil Code and the second deposit refunds can be obtained by agents from PT. Metro Batavia bankruptcy Civil Code and in accordance with the provisions of Law No.37 of 2004. Results of this study suggest that: 1) government should make a regulation about agency law, 2) Deposit money shall not be placed in an account in the name of one of the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52999
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Suwenli
"Skripsi ini membahas mengenai analisis yuridis pertimbangan hakim dalam putusan perkara 01/Pdt.Sus.Actiopauliana/2014/PN.Niaga.Jkt.Pstdan02/Pdt.Sus.Actiopauliana/2014/P N.Niaga.Jkt.Pst berdasarkan UUK-PKPU.dan perbandingan antara pengaturan Actio pauliana di Indonesia dengan Belanda dan Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat eksplanatoris. Actio pauliana menurut undang-undang adalah hak yang diberikan kepada seorang kreditor melalui kurator untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor terhadap harta kekayaan yang diketahui oleh debitor perbuatan tersebut akan merugikan kreditor.
Berdasarkan analisis pada putusan perkara putusan perkara nomor 01, majelis hakim sudah tepat dalam menerapkan hukum dan unsur-unsur actio pauliana, hanya saja dalam pembuktian unsur kerugian seharusnya perbuatan debitur merugikan karena hanya menguntungkan kreditur tertentu saja, Kemudian pada analisis putusan perkara nomor 02, masih permasalahan dalam penerapan hukumnya, terutama karena hakim terlalu berpatokan pada 'titel recht' milik tergugat, dan tidak melihat pada barang bukti lainnya yang menunjukkan adanya indikasi bahwa debitur bertujuan merugikan kreditur lainnya. Pengaturan Actio pauliana di Indonesia secara materil sama dengan di Belanda, hanya berbeda secara formil. Tetapi Indonesia bisa banyak belajar dari Pengaturan Actio pauliana di Amerika Serikat yang lebih membantu kurator dan pengadilan dalam menangani pembatalan perbuatan debitur pailit yang merugikan kreditur.

This thesis discusses the analysis of judicial consideration from the judge in the Court Judgement 01/ Pdt.Sus.Actiopauliana/ 2014/ PN.Niaga.Jkt.Pst and 02/ Pdt.Sus .Actiopauliana/ 2014/ PN.Niaga.Jkt.Pst under the UUK-PKPU.dan comparison between the regulation ofActio pauliana in Indonesia and the regulation of Actio paulianain the Netherlands and the United States. This research is a normative juridical research. The type of the research is explanatory.Actio pauliana is a statutory rights that are granted to a creditor through a curator to apply to the court for avoidance of all the action that are voluntarily done by the debtor towards the assets of the debtor that by such actions the debtors realize the debtors would harm the rights of the creditors.
Based on the analysis of court judgement number 01, the judge has applied the law and the elements of actio pauliana properly, but when proving the element of loss , the debtor action should be proven to have harm the creditors because his action gave benefit just to certain creditors, so that other creditors harmed. Then in the analysis fromcourt judgement number 02, there are still many problems in implementing the law, especially since the judge is too focused on the "title recht", and did not look at other evidence that indicates the debtor has real intents to harm the creditors right. The regulation of Actio pauliana in Indonesia is materially the same as in the Netherlands, differ only formally. But Indonesia can learn a lot from the regulation of Actio pauliana in the United States because it is more pratical for curator and judges in handling the avoidance of debtor action which intent to harm the creditors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trophysiani Mauren
"Perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan karena setiap orang membuat perjanjian terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut.Hukum yang mengatur tentang perjanjian merupakan bidang hukum yang sangat penting di era globalisasi terutama mendukung kegiatan di sektor perdagangan dan transaksi bisnis internasional.Para pelaku bisnis yang hendak melaksanakan perjanjian harus memahami tentang aturan hukum pelaksanaan perjanjian bukan hanya itu saja,melainkan para pihak harus memahami dengan seksama pentingnya asas-asas yang berkaitan dengan perjanjian diantaranya asas kebebasan berkontrak,asas pacta sunt servanda,konsesualisme dan itikad baik, diharapkan agar dapat memberikan kepastian hukum dan mencegah adanya permasalahan,kesewenang-wenangan yang akan terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif. Sengketa mengenai permasalahan perjanjian salah satunya pembatalan perjanjian pengaturan pembatalan perjanjian hukum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terutama dalam Pasal 1266 KUH Perdata syarat-syarat pembatalan harus terpenuhi yaitu perjanjian tersebut harus bersifat timbal balik,adanya wanprestasi yang dilakukan salah satu pihak dan pembatalan tersebut harus dimintakan kepada hakim,Pengenyampingan Pasal 1266 KUH Perdata masih menjadi kontroversi dikalangan ahli hukum maupun praktisi hukum karena terdapat beberapa alasan mengenai prosedur pengadilan,mengenai wanprestasi dianggap syarat batal suatu perjanjian.Perkara pembatalan perjanjian secara sepihak dapat digugat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum karena tidak memenuhi perjanjian,tidak didasari dengan alasan yang dibenarkan menurut kesepakatan yang merupakan perbuatan yang melanggar kewajiban hukum. Perkara-perkara mengenai pembatalan perjanjian secara sepihak sebagai perbuatan melawan hukum hendaknya dapat dijadikan yurisprudensi sehingga dapat menciptakan kekonsistenan hakim dalam menerapkan hukum,dan dalam membuat perjanjian para pihak memahami dan menetapkan asas-asas yang terikat dalam perjanjian diantaranya asas kebebasan berkontrak,konsesualisme,pacta sunt servanda,dan itikad baik agar terciptanya kepastian hukum dan berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh para pihak.

An agreement is the part of the law of contract since every single entities who conclude the agreement are bound to execute the clauses written thereunder. Nowadays contract law is considered as an important and vital part of law in this globalization era, especially in supporting commercial activities and international business transactions. Tradesmen and businessmen who seek to engage in business activities are intimately associated with ?agreements? or ?contracts? therefore these people should be familiar with laws and regulations in making contract. Not merely that, also they should understand thoroughly the principles in making contracts such as the freedom of contract principle, pacta sunt servanda principle, concensualism and good faith principles. These principles should be performed when making contract to ensure that the legal certainty is uphold as well as to avoid legal disputes and/or arbitrariness that may arise. The research method used here is a library research method which has the normative ? juridical nature.The dispute that may arises from a contract / agreement includes the termination of agreement matter. This matter is regulated under Article 1266 of Indonesian Civil Code where it is written that the requirements to terminate an agreement includes: it has to be reciprocal, a party does not fulfill his obligation and the termination should be requested to the Court. The application of Article 1266 of Indonesian Civil Code is still controversial amongst law experts and law practitioners since there are certain constraints concerning Court procedure and also practice shows people only consider unfulfillment of obligation / wanprestasi as the sole requirement to terminate an agreement. An unilateral termination of agreement may be disputed on the basis of unlawful act / tort pursuant to Article 1365 of Indonesian Civil Code since it is not based on the reasons agreed by the parties within the agreement that they consider against the law. To create a consistency in applying the law, disputes concerning unilateral termination of agreement as anunlawful act / tort should be regarded as a jurisprudence in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Wardhani
"ABSTRAK
Penjatuhan pernyataan pailit terhadap maskapai penerbangan Batavia Air
sangat memukul dunia bisnis di Indonesia. Salah satunya adalah mitra dari
maskapai penerbangan itu sendiri yaitu Travel Agent. Travel Agent bertugas
memasarkan jasa penerbangan dari maskapai. Dalam melaksanakan pemasaran
sekaligus penjualan tiket tersebut, Travel Agent terlebih dahulu harus
menyerahkan sejumlah deposit untuk dapat menerbitkan tiket (issued). Pailitnya
Batavia Air menyebabkan seluruh kekayaan maskapai tersebut berada dibawah
Kurator. Termasuk didalamnya adalah deposit yang telah diserahkan oleh pihak
Travel Agent. Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian yuridis normatif. Pemilihan metode ini dilakukan untuk
menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin
hukum guna menjawab permasalahan hukum yang dihadapi, yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa memang terdapat ketimpangan dalam perjanjian yang dibuat
antara travel agent dengan pihak maskapai selain tidak terpenuhinya asas- asas
yang ketentuan- ketentuan hukum yang berkaitan dengan bentuk isi dari
perjanjian keagenan tersebut sehingga tidak dapat memberikan perlindungan
terhadap Travel Agent.

ABSTRACT
The overthrow of statements in bankruptcy against Batavia Airlines hit
the business world in Indonesia especially the Travel Agent as partner in charge
of marketing the flight service. In carrying out its task, the travel agent must
submit a deposit in order to booked and issued the ticket to their customer. The
bankruptcy led to the company’s assets are in the authorities of the curator.
Including all the deposits of Travel Agent. Referring to the agreement they
created it are not setting about the returning of deposit in case the agreement
ended prematurely. This led to the Travel Agent cannot withdraw their deposits
back. The method that has been used in this research is juridical-normative to find
the rule of law, principles of law, and legal doctrines to answer the problem
encountered, which is done by examining the references or secondary data. The
final result of this research indicate that there was inequality in the agreement
made between the travel agent and the airline."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36020
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armellia Denetta
"Direksi dengan didasari itikad baik wajib menjalankan kepengurusannya sesuai dengan apa yang diamanatkan kepadanya oleh Perseroan sesuai dengan UUPT, anggaran dasar, serta keputusan RUPS. Suatu keputusan bisnis yang diambil oleh Direksi bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi Perseroannya. Bagaimana tanggung jawab Direksi dalam hal keputusan bisnis yang diambilnya merugikan atau mengakibatkan pailitnya Perseroan? Untuk menentukan tanggung jawabnya dapat dilihat dari apakah ada kesalahan atau kelalaian yang dilakukannya saat mengambil keputusan bisnis tersebut, yang dikaitkan dengan doktrin-doktrin modern dalam corporate law. Apabila terbukti keputusan bisnis tersebut adalah akibat dari kesalahan atau kelalaiannya, maka atas keputusannya yang menyebabkan kerugian Perseroan tersebut Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi oleh Perseroan melalui Pengadilan Negeri. Kemudian apabila keputusannya mengakibatkan pailitnya Perseroan sehingga harta Perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh utang-utangnya, maka Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban baik oleh Perseroan maupun Kreditur melalui Pengadilan Niaga. Hal demikian dilakukan semata-mata untuk memenuhi kekurangan pelunasan utang kepada para Kreditur.

Board of Directors are obliged to manage the Company based on good faith in accordance with the Company Law, the Articles of Association, as well as the resolution of the GMS. Business decisions made by the Board of Directors is solely to benefit the Company. How can Director be held responsible for business decisions that leads to loss or even banctrupcy to the Company? To determine the responsibilities of Directors can be review from whether there is an error or neglectance when making business decisions, that can be related with modern doctrines in corporate law. If proven, that the business decision is a result of errors or neglectance, then the decision which led to the loss of the Company's Board of Directors can be held personally by the Company through the District Court. Then if the decision resulted in the Company banctrupcy with no sufficient assets to pay off all of its debts, the Board of Directors may be held accountable by both the Company and the Lenders to the Commercial Court. It is solely done to meet the shortage of debt repayment to the creditors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Ajeng Anissa Widiatri
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis substansi penghasilan yang diterima oleh prinsipal dan kesesuaian dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus sengketa banding PT AG. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kepustakaan dan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data. Substansi penghasilan yang diterima prinsipal adalah royalti dan imbalan jasa teknik dan dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus sengketa banding tidak sesuai dengan maksud dari P3B serta konsep passive dan active income. Sehingga diperlukan penegasan definisi royalti dan kriteria agen tidak bebas dalam UU PPh dan pembenahan internal Pengadilan Pajak dalam menentukan Majelis Hakim yang memutus suatu sengketa.

This thesis aims to analyze substance of income received by principal and suitability of judges? basic considerations in deciding PT AG?s appeal dispute. This research was using qualitative approach with literature review and in-depth interview as data-collection technique. Income received by principal are royalties and fees for technical services and basic consideration of judges in deciding appeals does not appropriate with intent of tax treaty also passive and active income concepts. There should be clear definition about royalties and criteria of dependent agent in Income Tax Law and internal improvements by Tax Court in determining judges who decided disputes."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S652734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saiful Tenaya
"Kepailitan yang dialami oleh suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi udara, tidak hanya membawa dampak kepada perusahaan itu sendiri sebagai debitor dan para kreditornya, namun calon penumpang yang telah membeli tiket yang merupakan konsumen dari perusahaan tersebut juga ikut merasakan dampaknya. Begitu juga yang terjadi pada kepailitan yang dialami PT. Metro Batavia yang mengakibatkan ribuan calon penumpang yang telah membeli tiket menjadi batal diberangkatkan. Kedudukan para calon penumpang tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sehingga menyebabkan mereka tidak mendapatkan kepastian dalam hal pemenuhan hak dalam pembagian harta pailit yang dilakukan oleh kurator.
Dari penelitian kasus ini diperoleh hasil bahwa kurator dalam membagikan harta pailit kurang memperhatikan teori-teori terkait perjanjian yang dianut oleh hukum Indonesia yang membedakan antara konsumen dan kreditor dan juga pasal 36 ayat (1) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang memberikan ruang kepada kurator untuk menjamin posisi konsumen. Selain itu Indonesia juga belum memiliki Undang- Undang yang mengatur secara khusus mengenai kedudukan konsumen pada perusahaan yang dinyatakan pailit.
Dari uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan calon penumpang maskapai penerbangan dalam hal pembagian harta parusahaan pailit yang dilakukan oleh kurator. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang bersifat hukum atau berupa norma hukum tertulis.

Bankruptcy experienced by a company engaged in the field of air transport services not only has an impact to the company itself as its debtors and creditors, but also to the passengers who have bought their tickets as the consumers of the company that also shares the burden of the impact. This is what happened to PT. Metro Batavia which experienced bankruptcy that leads to the failure of thousands of passengers departure. The position of these passengers are not regulated in Law Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment, causing them to not get certainty in their right fulfillment of the bankruptcy property distribution by the curator.
The result of this case study shows that in the distribution of the bankruptcy property, the curator pays less attention to theories related to treaties adopted by Indonesian law which distinguishes consumers and creditors, and Article 36 paragraph (1) of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension Debt payments which gives space to the curator to guarantee the consumer's position. In addition to that, Indonesia has not had a law that specifically regulates the position of consumers in companies declared as bankrupt.
From the description above, this study aims to examine the position of airline passengers in the process of bankruptcy estate distribution by the curator. This study uses the normative legal research by examining legal literature or secondary data and written legal laws.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Aghnesia
"Pemenuhan Upah dan Hak-hak lainnya dari Buruh sebagai Utang Debitur Pailit yang tidak didahulukan dalam pembayarannya. Apabila meninjau pengaturan pasal 95 (4) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengatur bahwa upah dan hak lainnya dari buruh harus didahulukan dari piutang kreditur lainnya. Namun, terdapat juga Undang-Undang lain, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VI/2008. Atas dasar kedudukan buruh yang sangat rentan tersebut serta perundang-undangan yang tidak satu-kesatuan, sehingga diperlukan peran Hakim yang mengadili perkara pailit dan Pemerintah dalam menjamin terpenuhinya utang debitur pailit terhadap buruh.

Today, Fulfillment protection of worker?s salary and worker?s rights as a debtor?s debt in bankruptcy is not a priority for a debtor to pay. If we look at article 95 (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, explain that worker?s salary and its other rights must be prioritized from other creditor?s claim. But, there is other Undang-Undang like Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pmebayaran Utang, Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan which have been renewed by Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 and Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-VI/2008. Because of a weak bargaining position of a worker?s claim and the uncertainty of law itself, a judge who examine a bankruptcy case and government itself hold important role in fulfilling the worker?s claim of his salary and his other rights."
Universitas Indonesia, 2014
S54145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Priskilla Romauli
""ABSTRACT
"
Skripsi ini membahas mengenai syarat kepailitan di Indonesia yang terdapat dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dan juga syarat kepailitan di Singapura serta perbedaan diantara keduanya, dan bagaimana penerapan syarat-syarat tersebut pada kasus kepailitan PT Telkomsel. Pada bagian analisis akan dibahas mengenai penerapan syarat kepailitan dalam kasus kepailitan PT Telkomsel dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst dan juga Putusan Mahkamah Agung Nomor 704 K/Pdt.Sus/2012 dimana putusan pailit terhadap PT Telkomsel dibatalkan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan studi kepustakaan sebagai cara menganalisis kasus yang sudah dalam bentuk putusan pengadilan. Dari hasil penelitian, penulis mendapat kesimpulan bahwa perbedaan antara syarat kepailitan di Indonesia dan Singapura terkait jumlah minimal kreditor, jumlah minimal utang, dan keadaan tidak mampu membayar utang, serta bahwa penulis setuju dengan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kepailitan PT Telkomsel karena Majelis Hakim di Pengadilan Niaga kurang tepat dalam menerapkan syarat-syarat kepailitan.
"
"
"ABSTRACT
"
This thesis discusses the terms of bankruptcy in Indonesia contained in Article 2 paragraph 1 of Law Number 37 Year 2004 and also the condition of bankruptcy in Singapore and the difference between the two, and how the application of those conditions in the bankruptcy case of PT Telkomsel. In the analysis section will be discussed the application of bankruptcy requirements in the bankruptcy case of PT Telkomsel in the Commercial Court Decision Number 48 Bankrupt 2012 PN.Niaga.Jkt.Pst and also the Supreme Court Decision Number 704 K Pdt.Sus 2012 where the decision to put PT Telkomsel in bankruptcy is canceled. In this study, the author uses normative juridical research methods, with literature study as a way of analyzing cases that have been in the form of court decisions. The author concludes that the difference between bankruptcy requirements in Indonesia and Singapore is related to the minimum number of creditors, the minimum amount of debt, and the inability to pay the debt, and that the authors agree with the decision of the Supreme Court to cancel the bankruptcy of PT Telkomsel because the Panel of Judges in the Commercial Court did not apply the terms of bankruptcy appropriately."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reno Gandakusuma
"Skripsi ini membahas mengenai pembuktian sederhana dalam kepailitan, dengan studi kasus permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Multi Structure. Dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) telah diatur bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi. Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Apakah putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak permohonan pernyataan pailit PT. Multi Structure karena perbedaan jumlah utang telah sesuai dengan Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU?; 2. Bagaimana penerapan prinsip utang dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak permohonan pernyataan pailit PT. Multi Structure ditinjau dari pembuktian sederhana? Berdasarkan kasus yang dianalisis, pada akhirnya penulis memperoleh kesimpulan bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak permohonan pernyataan pailit terhadap PT. Multi Structure tidak sesuai dengan UUK-PKPU.

The focus of this thesis is on the summary proof in bankruptcy, with a case study the petition for a declaration of bankruptcy towards of PT. Multi Structure. In Law Number 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts (UUK-PKPU) in article 8 paragraph 4 has been regulated that the petition for declaration of bankruptcy shall be granted if there are facts or circumstances summarily proving that the conditions for a declaration of bankruptcy as reffered in article 2 paragraph 1 have been met. This research is a normative juridical with a descriptive tipology. Based on the problems, the writer proposed the main issues, which are: 1. Are whether the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial Court who refused the petition for a declaration of bankruptcy towards PT. Multi Structure because differences in the amount of debt in accordance with article 8 paragraph 4 UUK-PKPU?; 2. How the application of debt principle in the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial Court who refused the petition for a declaration of bankruptcy towards PT. Multi Structure in terms of summary proof? Eventually, the writer came to the conclusion that the decision of the Judges of the Central Jakarta Commercial Court who refused the petition for a declaration of"
2016
S62734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>