Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37798 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raedi Fadil Zulfahmi
"Secara garis besar skripsi ini akan membahas mengenai sejarah perkembangan teknologi dibidang industri pesawat terbang di Indonesia. Dunia dirgantara merupakan salah satu bidang yang mendapatkan perhatian khusus Pemerintah Indonesia. IPTN sebagai badan usaha milik negara mendapatkan tugas untuk menguasai teknologi tinggi tersebut. Untuk mengejar Technological Gap IPTN menggunakan konsep alih teknologi yang dinamakan Progressive Manufacturing Program. Melalui PMP Indonesia mampu menciptakan sebuah pesawat terbang sendiri bernama N-250 dalam jangka waktu 19 tahun. Konsep yang digunakan IPTN ini membuat Indonesia menjadi salah satu dari 15 negara yang mampu menciptakan pesawat terbang sendiri pada tahun 1995.

Generally this thesis will discuss about the history of the development of technology in the aircraft industry in Indonesia. World Aerospace is one of the areas that get the attention of Government Indonesia. IPTN as State-owned enterprises get the task to master high technology. To pursue the Technological Gap by IPTN using the concept of a technology called ' Progressive Manufacturing Program. Through the PMP Indonesia is able to create its own aircraft, the N-250 for a period of 19 years. The concept used by IPTN made Indonesia one of the 15 countries which are able to create his own aircraft in 1995."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
TA2258
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Ardjuna Ganesa
"ABSTRAK
Industri Pesawat Terbang sudah lama ditandai oleh kerjasama yang erat an tara swasta
dengan pemerintah. Pemerintah dari negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropah dimasa
yang lalu dan bahkan juga sekarang memberikan subsidi kepada industri pesawat terbangnya
serta terlibat langsung dalam kegiatan penjualan antara lain melalui kedutaan besarnya di luar
negeri.
Pemerintah dari berbagai negara di dunia menyadari manfaat melakukan investasi dalam
industri pesawat terbang karena limpahan ekonomi dan teknologinya menciptakan puluhan
industri baru dan ribuan peke1jaan baru. (Bartlett, Ghoshal 1995, 256).
Negara di Asia belakangan ini tidak mau ketinggalan dengan Amerika Serikat dan
Eropah dalam pengembangan industri pesawat terbang, yakni disamping IPTN negara sepe11i
Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Cina dan bahkan Malaysia juga ingin memiliki industri pesawat
terbang.
Seiring dengan . berjalannya waktu para produsen pesawat terbang tidak dapat lagi
mengandalkan pesawat terbang yang diproduksinya selama ini karena sudah mulai ketinggalan
zaman, dimana kebutuhan pesawat terbang dimasa mendatang menuntut pesawat terbang yang
lebih besar dan dengan kinerja yang lebih baik.
Pengembangan pesawat terbang baru membutuhkan biaya yang sangat besar yang
diperkirakan mencapai $ 20 juta per tempat duduk, yakni berdasarkan estimasi investasi
AIRBUS A-330 sebesar $ 2.5 miliar. Kebutuhan dana yang sangat besar ini membuat banyak
produsen pesawat terbang yang ragu-ragu mengembangkan pesawat terbang baru, dimana
beberapa diantaranya yang sudah memulai kegiatan rancang bangunnya ternyata akhirnya
membatalkan rencananya.
IPTN pada tanggal 10 Agustus 1995 telah berhasil melaksanakan terbang perdana
pesawat terbang N-250 yang merupakan pesawat terbang regional pertama di dunia yang
menggunakan kendali operasi _fly-by-wire, menggunakan mesin turboprop modern dengan
kecepatan high subsonic, menggunakan konsep pesawat terbang berbadan Iebar dan memiliki
konfigurasi sayap tinggi sehingga dapat beroperasi pada Iandasan pendek.
Masalah yang kami teliti adalah strategi yang perlu ditempuh oleh IPTN untuk merebut
pangsa pasar internasional maupun untuk memproteksi pasar dalam negeri agar dapat berupa
captive market dalam waktu cukup lama.
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, yakni menggunakan data sekunder yang
berasal dari berbagai majalah terbitan luar negeri dan berbagai buku baik yang diterbitkan di
dalam maupun luar negeri, kami menemukan akhir-akhir ini telah terjadi kolaborasi dari
beberapa industri pesawat terbang dari berbagai negara dengan tujuan untuk meningkatkan daya
saing (AIR), dilain pihak terdapat industri pesawat terbang yang mengalami kebangkrutan
(FOKKER) atau yang menghentikan produksi pesawat terbangnya (SAAB), sehingga dimasa
mendatang kami perkirakan produsen pesawat terbang regional yang semula jumlahnya sangat
banyak akan mengalami penciutan secara drastis, dimana kami perkirakan pesaing IPTN di pasar
internasional adalah AIR dan BOMBARDIER.
Dalam persaingan di pasar internasional kami menyimpulkan IPTN jauh Iebih lemah
dibandingkan pesaingnya terutama sekali dari segi posisi keuangan dan pangsa pasar. Posisi
keuangan sangat penting dalam industri pesawat terbang karena titik impas umumnya dicapai
karena menyangkut kurva belajar dan skala ekonomi serta efek berantai. dimana tidak heran hila
AIRBUS dalam menghadapi BOEING menggunakan strategi untuk memenangkan pangsa pasar
walaupun dengan resiko harus menjual dengan merugi.
Dengan menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix kami memilih strategi
IPTN berupa memasuki pasar internasional yang secara geografis dekat dengan Indonesia seperti
negara-negara Asean dan Australia dengan mengandalkan keunggulan teknis dan harga dari N-
250, dimana untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional IPTN harus memproteksi
pasar dalam negeri sehingga menjadi captive market sambil mengembangkan pasar dalam negeri
agar lebih banyak menggunakan pesawat terbang regional seperti N-250 karena lebih ekonomis
dibandingkan pesawat terbang besar dan dapat beroperasi pada landasan yang relatif pendek,
segera melaksanakan restrukturisasi IPTN, menghindari persaingan frontal dengan pimpinan
pasar, menjajagi aliansi strategik dengan pemilik modal berlimpah dan aliansi strategik dengan
satu atau lebih pabrik pesawat terbang luar negeri, mengusahakan mendapatkan peke1jaan
subkontrak dengan nilai signifikan dari BOEING dan AIRBUS.
Dalam melayani captive market Indonesia, IPTN harus berusaha secara terus menerus
berorientasi kepuasan pelanggan; antara lain, memperbaiki kwalitas, waktu penyerahan dan
harga dari produk dan jasanya sehingga dalam waktu relatif tidak lama sudah siap bersaing
tangguh dengan produk luar negeri dipasar Indonesia tanpa perlindungan seperti hambatan tarif
maupun non tarif.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S36246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
TA2447
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Prasetyo
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S36791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S36010
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Athar Ismail Muzakir
"Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi konsep kebijakan dalam mendorong upgrading teknologi Industri Pesawat Terbang yang memiliki tipologi Global Value Chain (GVC) Hierarki. Sejak era reformasi hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dukungan kebijakan terutama dalam perspektif tiga level hierarki proses kebijakan relatif lemah dibandingkan dengan periode orde baru. Padahal, sejak 2011-2013, terdapat sejumlah program pengembangan pesawat terbang yang berbasis pada penguasaan kemampuan pengembangan teknologi seperti pesawat N 219, program N 245 yang merupakan upgrading dari CN 235, dan Program Upgrading N 250 menjadi R-80.
Kegagalan Program N 250 IPTN menunjukkan bahwa keberhasilan program upgrading teknologi tidak hanya disebabkan oleh masalah lemahnya manajemen perusahaan, tetapi juga tidak adanya kesinambungan dukungan politik pemerintah. Karena kebijakan untuk mendorong upgrading teknologi bersifat kompleks dan problematis, baik terkait dukungan secara regulasi maupun political will dari pemerintah, maka penelitian ini menggunakan Soft Systems Methodology (SSM) untuk mengkonstruksi konsep kebijakan untuk mendorong upgrading teknologi pada GVC Industri Pesawat Terbang dengan mempertimbangkan systematically desirable dan culturally feasible.
Penelitian ini juga melakukan analisis komparatif khususnya dengan Embraer Brazil dalam program pesawat EMB 120 yang sekelas dengan pesawat N 250 IPTN. Penelitian ini memberikan empat rekomendasi: pertama, selain dukungan secara regulasi, dukungan secara politik dibutuhkan untuk keberhasilan program upgrading teknologi. Kedua, komunikasi dua arah antar level kebijakan nasional dengan level inter sektoral sangat diperlukan, khususnya dalam proses pengarusutamaan arah kebijakan iptek sektor dirgantara. Ketiga, Industri Dirgantara dalam hal ini IPTN/PT DI harus memperkuat value chainnya baik terkait kemampuan manajemen, produksi dan jejaring. Keempat, tipologi GVC Industri Pesawat Terbang yang efektif bagi program upgrading teknologi pesawat terbang adalah bukan hierarki murni, karena kemampuan lead firm dalam melakukan codifiability dan kemampuan supplier untuk memenuhi requirement dari lead firm yang dibutuhkan justru sangat tinggi. Penelitian lanjutan dapat difokuskan pada analisis konsep proses kebijakan sebagai hierarki pada dinamika tipologi GVC sehingga upgrading teknologi yang dilakukan dapat lebih efektif.

This research combines the concept of policy process as hierarchy and the concept of Global Value Chain (GVC) in reconstructing the concept of policy in upgrading technology in GVC of an aircraft industry with a hierarchical typology. Since the reformation order until the era of President Susilo Bambang Yudhoyono, policy support for aircraft industry is relatively weak compared to the period of the New Order. However, since 2011 until now, there has been a number of aircraft development programs that were based on technology development, both on-going and at the stage of planning, such as N 219 Air Craft Program, N 245 which is upgrading of CN 235 or R-80 which is upgrading of N 250.
Based on the failure of IPTN Indonesia, particularly the termination of N 250 program, which was not only caused by the poor management of the company as well as sectoral policy and national policy, but also by the lack of political commitment from the government. Because support for technology upgrade is very complex and problematical, either related to regulatory support or government political will, this research employs Soft Systems Methodology (SSM) to find the concept of policy for supporting technology upgrade in GVC- National Aircraft Industry which are both arguably desirable and also culturally feasible. This study provides an illustration of comparative analysis between EMB 120-Embraer Brazil and N 250 IPTN.
This paper recomends four conclusion: First, in addition to regulation support of the national development direction, political support from the government is also required. Second, a two-way communication is required between policy level and sectoral level, especially science and technology research sector, in the effort to mainstream aerospace technology development in the national development planning. Third, Aircraft Industry should also strengthen its value chain, especially improving the management system in terms of production, marketing and networking. Fourth, a GVC typology of aircraft industry which is effective for aircraft technology upgrade program is not completely hierarchical since lead firm codifiability and supplier competence in complying with the lead firm requirements are very high. For further research, the analysis of the concept of policy process as hierarchy for supporting technology upgrade with regarding to dynamic of typology of GVC could be conducted for carrying out technology upgrade effectively."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
D2068
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>