Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201941 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Niken Kumalasari
"Penelitian ini digunakan untuk melihat pengaruh dari pengalaman pelecehan seksual di tempat umum, coping respon yang digunakan, dan peran gender terhadap objektifikasi diri pada perempuan. Pengukuran pengalaman pelecehan seksual di tempat umum dilakukan dengan menggunakan modifikasi alat ukur Sexual Experiences Questionnaire (SEQ) (Fitzgerald et al, 1995) oleh Fairchild dan Rudman (2008), coping respon dengan alat ukur Coping with Harassment Questionnaire (CHQ) (Fitzgerald, Hulim, & Drasgow,1994) yang dimodifikasi oleh Fairchild dan Rudman (2008), peran gender diukur dengan Atittudes toward Women Scale (Spence dan Helmreich, 1972) dan objektifikasi diri diukur dengan modifikasi alat Objectified Body Consciousness Scale (OBCS) (McKinley & Hyde, 1996) oleh Fairchild dan Rudman (2008). Responden dalam penelitian ini adalah 140 perempuan dewasa muda yang tersebar di seluruh wilayah Jabodetabek.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh dari pengalaman pelecehan seksual di tempat umum terhadap objektifikasi diri. Namun terdapat pengaruh dari coping respon yang digunakan terhadap objektifikasi diri. Coping respon self blame atau menyalahkan diri sendiri memberikan sumbangan paling besar dibandingkan jenis coping yang lain. Selain itu terdapat juga pengaruh dari peran gender terhadap objektifikasi diri.

This study aims to find effect of experiencing public harassment, coping response, and gender role toward self objectification among adult women. Experiences of public harassment was measure using a modification instrument Sexual Experiences Questionnaire (SEQ) (Fitzgerald et al, 1995) by Fairchild and Rudman (2008), coping response using modification Coping with Harassment Questionnaire (CHQ) (Fitzgerald, Hulim, & Drasgow,1994) by Fairchild and Rudman (2008), gender role using instrument Atittudes toward Women Scale (Spence dan Helmreich, 1972) and self objectification using modification of Objectified Body Consciousness Scale (OBCS) (McKinley & Hyde, 1996) by Fairchild and Rudman (2008). Participants of this study are 140 adult women who lives in Jabodetabek.
The result shows that there is no significant effect of experiencing public harassment toward self objectification. However there is significant effect from coping response toward self objectification. In addition coping response self blame give huge contribution than others coping. The result also shows there is significant effect from gender role toward self objectification.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45871
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cintaka Bayu Venesa
"ABSTRAK
Hubungan interaksi antara laki-laki dan perempuan selalu saja menarik untuk
dibicarakan. Salah satu permasalahan yang timbul dalam interaksi antara lakilaki
dan perempuan adalah masalah pelecehan seksual. Pelecehan seksual dapat
teijadi pada siapa saja dan pada berbagai kesempatan. Pelecehan seksual dapat
teijadi di tempat umum, dalam kendaraan umum, di kantor, di sekolah, dalam
lingkungan militer, dalam keluarga dan berbagai kesempatan lainnya. Karyawati,
mahasiswi, ibu rumah tangga, pelajar, remaja, orang dewasa, anak-anak, laki-laki
maupun perempuan memungkinkan untuk menjadi korban pelecehan seksual.
Pada penelitian sebelumnya, disebutkan bahwa perempuan lebih sering merasa
mengalami pelecehan seksual dibandingkan dengan laki-laki. Dari hasil
penelitian juga diketahui korban pelecehan dapat mengalami akibat yang negatif
dari pengalaman pelecehan. Pada beberapa kasus, akibat yang dialami korban
pelecehan dirasakan sangal mengganggu kehidupan pribadinya.
Berbeda dengan korban pelecehan di tempat umum, korban pada pelecehan
seksual di sekolah muU tidak mau akan tetap bertemu dengan pelaku setelah
peristiwa pelecehan yang menyakitkan dan tidak diinginkan tersebut dialaminya.
Reaksi yang dipilih korban pada pelaku pelecehan juga sedikit banyak akan
mempengaruhi hubungan interaksi selanjutnya antara korban dengan pelaku.
Untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai pelecehan seksual yang terjadi dalam
lingkungan sekolah maka peneliti melibatkan pelajar putri SMP sebagai subyek
penelitian.
Suatu tindakan dipersepsikan sebagai bentuk pelecehan seksual karena tindakan
tersebut tidak diinginkan oleh korban yang merasa dilecehkan. Sebagian korban
berperilaku agresif, asertif dan non asertif ketika dilecehkan. Korban juga
memiliki kecenderungan menyalahkan diri sendiri, sementara yang lainnya tidak
menyalahkan diri sendiri. Peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai
reaksi yang ditunjukkan pelajar putri sebagai korban pada pelaku pelecehan
dalam lingkungan sekolah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuesioner
untuk mengetahui reaksi asertif, agresif dan non asertif yang ditunjukkan pelajar
putri ketika mengalami pelecehan seksual, dan skala untuk mengetahui reaksi
menyalahkan diri sendiri atau tidak menyalahkan diri sendiri. Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa temyata sebagian besar subyek (pelajar
putri) menampilkan perilaku agresif atau asertif ketika mengalami pelecehan
seksual di sekolah. Jumlah subyek yang menampilkan reaksi agresif (48,1 %)
sedikit lebih banyak dari jumlah subyek yang bereaksi asertif (39,4 %). Hanya
sedikit saja subyek yang memilih untuk bereaksi non asertif (12,5 %). Selain
reaksi asertif, agresif dan non asertif, peneliti juga tertank untuk mengetahui
reaksi menyalahkan diri sendiri yang mungkin dirasakan oleh subyek. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa temyata sebagian besar yang mengalami pelecehan di
sekolah, tidak menunjukkan reaksi menyalahkan diri sendiri (84,6 %). Pada
analisa mengenai hubungan antara perilaku asertif, agresif, dan non asertif yang
ditampilkan subyek dalam reaksi menyalahkan diri sendiri, diketahui bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku asertif, agresif dan non
asertif dalam reaksi menyalahkan diri sendiri pada pelajar putri berkaitan dengan
masalah pelecehan seksual disekolah.
Peneliti merasa masih banyak kekurangan pada penelitian ini. Bentuk pelecehan
yang dialami pelajar putri cukup beragam. Sebagian mengalami bentuk
pelecehan ringan, sedang dan berat Bentuk pelecehan yang berbeda
memungkinkan subyek untuk menunjukkan reaksi yang berbeda pula. Perbedaan
bentuk pelecehan ini kurang diperhatikan oleh peneliti dan mungkin
mempengaruhi subyek dalam menentukan reaksi asertif, agresif, non asertif serta
kecendemngan untuk menyalahkan diri sendiri."
2002
S2808
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurcahyo Budi Waskito
"ABSTRAK
Pelecehan seksual sebenarnya bukanlah fenomena sosial yang baru muncul
dalam masyarakat. Karena sejak jaman prasejarah hingga jaman Majapahit hal
tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan. Pada masa modem ini tepatnya sejak
dekade 70-an mulai muncul kesadaran mengenai pentingnya fenomena pelecehan
seksual untuk diperhatikan. Banyak penelitian yang meraaparkan fakta mengenai
peristiwa pelecehan ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual lebih banyak menimpa
kaum wanita dan interaksinya bersifet heteroseksual. Namun hanya sedikit peneliti
yang tertarik untuk menelaah sisi pelakunya. Ketika teijadi suatu pelecehan maka
terdapat dua pihak yang terlibat secara langsung yaitu si korban dan sang pelaku.
Penelitian yang ada selama ini jarang sekali meneliti fenomena pelecehan seksual
melalui sudut pandang pelakunya.
Terdapat beberapa pendekatan yang dipergunakan untuk menjelaskan
teijadinya peristiwa pelecehan seksual, dan salah satu yang dapat dipergunakan
adalah pendekatan psikologi sosial melalui proses atribusi. Atribusi merupakan proses
penyimpulan yang dilakukan seseorang untuk mengetahui penyebab yang berperan
bagi kemunculan suatu tingkah laku. Salah satu teori atribusi yang dapat menjelaskan
perilaku pelecehan secara komprehensif adalah teori Atribusi Kelley (1973). Dalam
teori ini dijelaskan mengenai skema dan model yang dapat dipergunakan individu
untuk menyimpulkan suatu peristiwa yang tergantung pada kepemilikan 3 informasi
yang lengkap yaitu informasi Distinksi, Konsistensi dan Konsensus.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses atribusi pelaku terhadap
perilaku pelecehan seksual yang dilakukannya. Selain itu dapat diketahui faktor apa
yang menjadi penyebab teijadinya pelecehan seksual berdasarkan sudut pandang
pelakunya. Melalui penelitian ini diharapkan penelitian dapat memberikan
Pemahaman yang berarti pada masyarakat mengenai pelecehan seksual terhadap
wanita sebagai suatu fenomena penlaku seksual antara pria dan wanita Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian "Bagaimana proses atribusi pelaku tindakan pelecehan seksual terhadap tingkah laku pelecehan seksual
yang dilakukannya ?"
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif melalui desain penelitian survey dan studi kasus. Dengan pendekatan dan
desain penelitian yang ada ditentukan 2 metode pengumpulan data, yaitu metode
survey kuesioner dan wawancara mendalam. Instrumen yang dipergunakan adalah
kuesioner pelecehan seksual, pedoman wawancara dan catatan lapangan. Karakteristik
sampel dari penelitian ini adalah pelaku pelecehan seksual yang begenis kelamin pria,
memenuhi kriteria pelaku yang ditetapkan dan menjadi ma^iswa di perguruan tinggi
di Jakarta dan sekitamya.
Pengambilan sampel dilakukan secara aksidental {accidental sampling karena
tema yang diteliti cukup sensitif bagi sebagian orang, metode ini lebih mudah, cepat
dan ekonomis digunakan dengan keterbatasan yang dimiliki. Jumlah sampel
penelitian kuantitatif sebanyak 298 pelaku mahasiswa dengan jumlah minimal N=30
sedangkan jumlah sampel pada penelitian kualitatif sebanyak 4 orang responden
dengan minimal N=l. Data yang berasal dari hasil kuesioner diolah dengan
menggunakan metode statistik deskriptif dalam bentuk persentase dan kemudian
dianalisis untuk didapatkan gambaran mengenai proses atribusi yang dilakukan
pelaku terhadap tingkah laku pelecehan yang dilakukannya. Sedangkan hasil kualitatif
diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode perbandingan antar kasus {analytic
comparison), dan penggambaran intra kasus {illustrative method).
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden melakukan bentuk
pelecehan "mengomentari wanita dengan panggilan, julukan atau siulan tertentu" dan
"Memandangi bagian tubuh wanita dari atas hingga bawah". Hanya sebagian kecil
responden yang melakukan pelecehan dalam bentuk menjanjikan kesenangan atau
memberikan ancaman yang dikaitkan dengan keinginan melakukan aktifitas seksual.
Perilaku pelecehan tersebut seringkali dilakukan oleh mahasiswa terhadap teman
wanitanya..
Berdasarkan teori Atribusi Kelley para pelaku cenderung mempergunakan
Skema Kausal dalam melakukan penyimpulan penyebab. Hal ini dikarenakan
sebagian besar dari mereka tidak memiliki informasi Distinksi, Konsistensi dan
Konsensus yang lengkap. Ketiga informasi tersebut sangat diperlukan untuk
melakukan proses atribusi jika menggunakan model Kovarian. Dengan menggunakan
skema tersebut para pelaku tidak mempergunakan informasi yang berkenaan dengan
dirinya, korban dan lingkungan tempat kejadian karena skema ini lebih memanfaatkan
konsep hubungan sebab-akibat yang sudah dimiliki sebelumnya dalam repertoar
ingatan pelaku. Berdasarkan proses atribusi yang dilakukannya sebagian besar pelaku
memberikan atribusi pada faldor korban sebagai penyebab tindakan pelecehan seksual
tersebut
Hasil studi kasus yang dilakukan p^ empat responden menunjukkan bahwa
para pelaku mengidentikkan cara berpakaian, daya tarik fisik dan bahasa tubuh dari
wanitalah yang berperan besar bagi teijadinya peristiwa tersebut. Pelaku pelecehan
seksual cenderung memandang wanita seba^ makhluk yang lemah. Mei^ka juga
cenderung memiliki memiliki pandangan tradisional mengenai peran gender wanita
Hasil yang diperoleh tersebut perlu ditelaah lebih lanjut lagi. Untuk itu perlu
dilakukan beberapa penelitian mengenai batasan dan bentuk tingkah laku pelecehan
seksual. Selain itu penelitian yang sama dengan menggunakan pendekatan atribusi
perlu juga dilakukan terhadap sampel pelaku yang lain seperti pelaku pelecehan di
lingkungan keija, di tempat umum dan sebagainya."
2002
S2904
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzik Lendriyono
"Keterlibatan anak-anak dalam dunia pekerjaan selain
merampas dan mengingkari hak-haknya, juga sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikisnya. Data dan SAKERNAS (Survey Angkatan Kerja Nasioflal) 1996-1997 yang juga didukung beberapa peneliti dari IPEC (International Programe on the Elimination of Child Labour) melalui BPS (Biro Pusat Statistik) menunjukkan bahwa, di Indonesia terdapat 2,5 juta anak yang aktif di bidang ekonomi. Diperkirakan jumlah tersebut semakin bertambah seiiring dengan krisis ekonomi yang semakin tidak jelas berakhirnya. Masuknya pekerja anak perempuan dalam pasar kerja,
telah melahirkan beberapa persoalan baru yang diantaranya adalah kecenderungan untuk dilecehkan secara seksual. Perlakuan tersebut dalam perkembangannya berpeluang untuk terjadinya pelacuran. Berdasarkan berbagai data yang ada, sedikitnya 30% dari pekerja seks di Indonesia adalah anak anak di bawah usia 18 tahun.
Di Taman Piaduk Prumpung-Jatinegara, juga terdapat
pekerja anak perempuan yang jumlahnya antara 100 - 200
anak. Mereka bekerja sebagai pelayan minuman. Sebagian di antara mereka teryata berprofesi sebagai pelacur yang berkedok sebagai pelayan minuman pula. Diperkirakan profesi tersebut muncul sebagai akibat dari pelecehan seksual dan tuntutan dalam lingkungan pekerjaannya selama ini. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan melakukan observasi secara langsung serta wawancara mendalam terhadap para informan, dapat diketahui bahwa sebagian besar dari mereka pernah mengalami pelecehan seksual. Pelecehan yang seringkali dialami dapat diketahui mulai dari bentuk pelecehannya, pelaku dan tempat serta kisah beberapa pelayan minuman, berkaitan dengan profesi
yang dijalaninya selama ini. Selain itu terdapat pula
faktor-faktor yang berpengaruh kuat sebagai penyebab mereka memasuki dunia prostitusi.
Analisa Teori Pertukaran Sosial yang digunakan untuk
membahas permasalahan di atas menyatakan bahwa, keberadaan para pelayan minuman hingga mereka mengalami pelecehan seksual, berkaitan dengan posisi Subordinasi yang terjadi dalam interaksinya. Meskipun reward yang didapatkan dan perlakuan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhannya, namun keberadaan mereka tidak mengalami perbaikan yang berarti. Kondisi ini kemudian memunculkan Perilaku Alternatif yang diharapkan dapat membantu menambah penghasilan dan yang diperolehnya selama ini.
Namun dalam perkembangannya, perilaku tersebut justru
menempatkan mereka dalam posisi yang lebih memprihatinkan. Mereka menjadi semakin sulit keluar dari dunianya Bermacam perlakuan dan penghasilan yang diperoleh dalam pekerjaan tersebut telah menjadi
kehidupannya. Padahal risiko dan pekerjaan lebih besar dari penghasilan yang diperolehnya selama inì.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abiel Marangkup Samuel
"Ruang publik sebagai bagian dari ruang urban memiliki peran untuk memfasilitasi masyarakat untuk berinteraksi dan beraktivitas di dalamnya. Namun, wanita, sebagai bagian dari masyarakat, tidak memiliki akses yang sama dengan pria terhadap ruang publik oleh karena sistem patriarki yang masih dianut oleh masyarakat Indonesia dan termanifestasi dalam elemen spasial yang hadir dalam ruang-ruang publik di Indonesia. Kondisi ini mengakibatkan tingginya angka kekerasan seksual sebagai salah satu bentuk objektifikasi yang menyerang kaum wanita sehingga menghasilkan ruang publik yang tidak aman bagi wanita. Studi dilakukan terhadap elemen-elemen spasial pada Taman Langsat dan Taman Sambas Asri untuk membandingkan tingkat keamanan yang ada pada kedua ruang publik. Elemen spasial akan membentuk visibilitas, aksesibilitas, dan surveilans yang ada pada taman dan pemenuhan semua aspek ini akan menghasilkan ruang publik yang aman bagi wanita dari kekerasan seksual. Hasil studi menunjukkan bahwa Taman Langsat memiliki keamanan dari kekerasan seksual yang lebih rendah dibandingkan Taman Sambas Asri. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kepekaan terhadap inklusivitas gender di dua periode yang berbeda. Oleh karena itu, ruang publik yang sudah ada perlu diintervensi sehingga dapat memfasilitasi seluruh masyarakat, khususnya wanita.

Public space as part of a city has a role to facilitate people to interact and do activities in it. However, women, as part of society, do not have the same access as men to public space because of the patriarchy system that is still adhered to by Indonesian society and is manifested in the spatial elements that are present in public spaces in Indonesia. This condition results in high rates of sexual violence as a form of objectification that attacks women, resulting in a public space that is not safe for women. A study was conducted on the spatial elements of Langsat Park and Sambas Asri Park to compare the level of security between the two public spaces. Spatial elements will shape the visibility, accessibility and surveillance of the park and the fulfillment of all these aspects will produce a public space that is safe for women from sexual violence. The result of the study shows that Langsat Park has lower safety from sexual violence than Sambas Asri Park. This shows that there is a difference in sensitivity towards gender inclusivity in two different periods. Therefore, existing public spaces need to be intervened so that they can facilitate the entire community, especially women."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Athirah
"Kemajuan teknologi informasi dan internet membuka peluang munculnya bentuk- bentuk baru dari pelecehan seksual terhadap perempuan. Media sosial seperti Twitter pun menjadi tempat bentuk baru pelecehan seksual marak terjadi. Meningkatnya penggunaan Twitter selama pandemi COVID-19 semakin memperbanyak kasus pelecehan seksual yang terjadi. Cyber flashing sebagai tindakan mengirim foto seksual eksplisit secara tiba-tiba dan tanpa persetujuan penerimanya menjadi salah satu bentuk pelecehan seksual yang difasilitasi teknologi serta terjadi di Twitter. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana cyber flashing dipraktikkan di Twitter. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mencakup observasi partisipan serta melibatkan perempuan pengguna Twitter yang menjadi korban dari praktik cyber flashing dalam wawancara mendalam. Praktik cyber flashing sebagai bentuk pelecehan seksual online menghambat perempuan dalam mewujudkan agensi mereka melalui ekspresi diri di Twitter. Penelitian ini juga melihat bagaimana perempuan memahami praktik cyber flashing serta bagaimana perempuan menanggapi praktik ini melalui tindakan resistensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan melakukan bentuk resistensi nontradisional dengan memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki di platform media sosial ini. Pada akhirnya, perempuan membentuk rasa aman dan mewujudkan agensi yang dimiliki dengan cara mereka sendiri.

Advances in information technology and the internet open up opportunities for the emergence of new forms of sexual harassment against women. New forms of sexual harassment are rife on social media platforms such as Twitter. The increasing use of Twitter during the COVID-19 pandemic has increased the number of sexual harassment cases. Cyber flashing is one of the sexual harassment forms that is facilitated by technology and occurs on Twitter. This research describes how cyber flashing is practiced on Twitter. This research employs a qualitative method that includes participant observation and involves women users who are victims of cyber flashing in in-depth interviews. The practice of cyber flashing as a form of online sexual harassment prevents women from exercising their agency through self-expression. This research also looks at how women perceive the practice of cyber flashing and how they respond to it through resistance. The findings show that women carry out non- traditional forms of resistance by utilizing the resources they have on this social media platform. Women ultimately create a sense of security for themselves and expresstheir agency in their own way."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiana Dwiyanti
"Skripsi ini membahas mengenai pelecehan seksual pada perempuan di tempat kerja dengan lokasi studi kasus di Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta. Ditulis dengan menggunakan perspektif kriminologi feminis, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi-partisipatoris yang memungkinkan peneliti untuk ikut merasakan apa yang dialami oleh subjek penelitian dan memahami langsung fenomena yang terjadi di dalamnya. Penelitian ini menggambarkan bentuk-bentuk pelecehan yang terjadi di Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta, faktor-faktor penyebab pelecehan seksual di Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta, dan resistensi dari para korban pelecehan seksual di kantor tersebut.

This thesis described the sexual harassment in the workplace with the Office of Study Sites in Jakarta municipal police. Written using feminist criminology perspective, this study used a qualitative approach with participatory observation method which enables researchers to come to feel what is experienced by the subject of research and understanding the phenomena that occurs directly in it. This study describes the forms of abuse that occur in the Office of DKI Jakarta municipal police, the factors that cause sexual harassment in the Office of DKI Jakarta municipal police, and the resistance of the victims of sexual harassment in the office."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Ariel Renara Pranata
"Transportasi umum harus menyediakan rasa aman dan nyaman bagi penggunanya. Tindakan pelecehan seksual di transportasi umum, khususnya di kota-kota metropolitan seperti Jabodetabek, masih merupakan masalah serius karena masih terjadi hingga hari ini. Mengingat pentingnya transportasi umum sebagai kebutuhan dasar untuk mobilitas dan aktivitas masyarakat, menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi pengguna menjadi suatu keharusan. Melalui analisis yang menggunakan crime pattern theory, ditemukan bahwa rutinitas penumpang yang menjadi korban sering kali beririsan dengan aktivitas pelaku yang memanfaatkan situasi tertentu untuk melakukan kejahatannya. Meskipun PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) telah mengimplementasikan beberapa strategi pencegahan kejahatan situasional, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya tersebut masih terdapat celah terhadap terjadinya pelecehan seksual apalagi berkaitan dengan kondisi khusus seperti terlalu padatnya kondisi gerbong kereta yang menjadi potensi terjadinya tindak pelecehan seksual serta fakta tentang masih rendahnya pelaporan kasus karena sistem pelaporan hingga penegakan hukum yang belum terlalu berorientasi pada korban.

Public transportation should provide a sense of safety and comfort for its users. Acts of sexual harassment in public transportation, especially in metropolitan cities such as Jabodetabek, are still a serious problem as they still occur to this day. Given the importance of public transportation as a basic need for mobility and community activities, creating a safe and comfortable environment for users is a must. Through analysis using crime pattern theory, it was found that the routines of passengers who become victims often overlap with the activities of perpetrators who take advantage of certain situations to commit their crimes. Although PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) has implemented several situational crime prevention strategies, the results of this study show that these efforts still have loopholes for the occurrence of sexual harassment, especially with regard to special conditions that are potential for sexual harassment and the fact that there is still a low level of case reporting because the reporting system to law enforcement is not very victim-oriented."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Febrianto
"Tugas karya akhir ini membahas pelecehan seksual yang dialami perempuan pekerja dalam ruang kerja online saat work from home pada masa pandemi COVID-19. Dengan menggunakan teori feminis radikal, tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana terjadinya kekerasan seksual berbasis jenis kelamin/gender yang difasilitasi teknologi terhadap perempuan pekerja selama WFH, apa yang menjadi latar belakangnya, dan menjelaskan perbedaan kekerasan seksual berbasis sex/gender di ruang fisik dengan ruang cyber. Tugas karya akhir ini menggunakan secondary data analysis untuk menganalisis data dari Never Okay Project dan South East Asia Freedom of Expression Network (2020) dan ditemukan bahwa kekerasan seksual berbasis gender terhadap perempuan pekerja dalam ruang cyber memiliki penyebab dasar yang sama dengan yang terjadi di ruang fisik karena teknologi mereproduksi hubungan hierarki gender. Meski begitu, pelecehan seksual yang dialami perempuan pekerja dalam ruang cyber saat pandemi COVID-19 menghasilkan dampak, kerentanan, dan ketidakberdayaan yang lebih buruk daripada pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja fisik pada umumnya.

The work of this final paper discusses sexual harassment experienced by women workers in the online workspaces when working from home during the COVID-19 pandemic. Using radical feminist theory, this paper aims to explain how technology-facilitated gender/gender-based sexual violence occurs against women workers during WFH, what is the background, and also explain the difference between sex/gender-based sexual violence in physical space and cyberspace. This final paper uses secondary data analysis to analyze the data from Never Okay Project and South East Asia Freedom of Expression Network (2020) and it is found that gender-based sexual violence against women workers in cyberspace has the same basic causes as those that occur in physical space because technology reproduces hierarchical gender relations. Even so, the sexual harassment experienced by women workers in cyberspaces during the COVID-19 pandemic resulted in a worse impact, vulnerability and helplessness that sexual harassment that occurred in the physical workplace in general."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Carina Putri Utami
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kekerasan seksual terhadap perempuan, khususnya dalam bentuk pemerkosaan, merupakan masalah serius yang terjadi di Indonesia. Meskipun demikian, masih belum tercipta kondisi yang mendukung bagi korban karena adanya penerimaan mitos pemerkosaan. Studi ini dilakukan untuk menguji peranan seksisme ambivalen dan objektifikasi seksual terhadap perempuan dalam memprediksi penerimaan mitos pemerkosaan pada mahasiswa laki-laki di wilayah Jabodetabek. Hasil menunjukkan bahwa seksisme ambivalen ? = 0,412, t 2, 272 =8,118.

Sexual violence against woman, particularly in the form of rape, is a serious problem that occurs in Indonesia. However, the condition for rape victim is still not supporting enough because of rape myth acceptance. This study is conducted to examine the role of ambivalent sexism and sexual objectification of women to predict rape myth acceptance among male college student in Jabodetabek region. The result shows that ambivalent sexism 0,412, t 2, 272 8,118."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>