Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207775 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khairun Nisa
"Pengertian utang yang ada di dalam KUHP Perdata merupakan rujukan yang diimplementasikan kedalam UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Terkait utang yang sangat sederhana pembuktiannya yang diatur dalam UU Kepailitan tersebut, berimbas pada mudahnya suatu entitas hukum dapat dimohonkan pailit di pengadilan niaga. Bahkan atas suatu penerbitan Purchasing Order oleh distributor, yang tidak mendapatkan approval, hal tersebut dapat dikatakan sebagai utang dalam UU Kepailitan, karena tidak adanya batas yang disebut dengan “pembuktian utang sederhana”. Sedangkan, didalam KUHPerdata pada pasal 1457 dan 1458, suatu jual beli dianggap telah terjadi ketika adanya kesepakatan mengenai barang dan harga yang telah diperjanjikan sebelumnya, dimana antara pemenuhan hak dan kewajiban berimbang.
Penelitian ini membahas mengenai dua purchasing order yang diterbitkan oleh PT Prima Jaya Informatika, selaku distributor produk kartu prima yang dikeluarkan oleh PT Telkomsel, yang tidak mendapatkan approval dari PT Telkomsel, dimana akhirnya PT Prima Jaya Informatika menganggap hal tersebut sebagai utang. Atas dasar utang tersebutlah, dengan disertai kreditur lain, PT Prima Jaya Informatika mengajukan permohonan pailit ke pengadilan niaga Jakarta pusat, dimana pada tahap ini PT Telkomsel diputus pailit, namun PT Telkomsel mengajukan upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung, yang dalam keputusannya mencabut keadaan pailit PT Telkomsel. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui utang yang seperti apakah yang dapat diajukan permohonan pailit menurut ketentuan peraturan yang berlaku.

Understanding of existing debt in the Civil Code is a reference implemented into the Act 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment. Debt related to a very simple proof set forth in the bankruptcy laws, impact on the ease of an entity may be filed bankruptcy laws in the commercial court. In fact, on a purchasing order issuance by the distributor, who did not get approval, it can be considered as debt in the bankruptcy laws, the absence of limits called "proof of debt is simple". Whereas, in the Civil Code Articles 1457 and 1458 at a purchase is deemed to have occurred when the agreement on the goods and the price has been agreed previously, where the fulfillment of balanced rights and obligations.
This study discusses the two purchasing order issued by PT Prima Jaya Informatika, as the distributor of "prima" card products issued by PT Telkomsel, which did not get approval from PT Telkomsel, which ultimately PT Prima Jaya Informatics regarded it as a debt. On the basis of that debt, along with other creditors, PT Prima Jaya Informatika filed a bankruptcy petition to the central Jakarta commercial court, which at this stage PT Telkomsel disconnected bankruptcy, but PT Telkomsel filed an appeal in the Supreme Court, in a decision to revoke the bankrupt state of PT Telkomsel. The purpose of this study was to determine whether the debt as a bankruptcy petition may be filed in accordance with regulatory requirements.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putry Setia Ningsih
"Perjanjian Pengikatan Jual beli yang didalamnya terdapat pemberian kuasa yang dasar pemindahan hak atas tanah, termasuk kuasa karena akta perjanjian pengikatan jual beli tidak boleh dibuat untuk pelunasan hutang piutang. kuasa yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah adalah kuasa yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya dan melarang pejabat-pejabat Agraria untuk melayani penyelesaian status hak atas tanah yang menggunakan akta perjanjian pengikatan jual beli yang didalamnya terdapat surat kuasa sebagai bahan pembuktian pemindahan hak atas tanah.Dalam perkembangan hukum perjanjian, telah diakui azas kebebasan berkontrak sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata. Kebebasan berkontrak yang dikembangkan juga meliputi pemberian kuasa tetapi penegakan azas kebebasan berkontrak termasuk perjanjian pemberian kuasa, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Akta perjanjian pengikatan jual beli yang didalamnya terdapat surat kuasa yang digunakan untuk pelunasan hutang piutang ialah penyalah gunaan hukum yang mengatur pemberian kuasa dengan mengadakan pemindahan hak atas tanah secara terselubung dengan menggunakan akta perjanjian pengikatan jual beli yang didalmnya terdapat kuasa untuk pelunasan hutang piutang, adalah salah satu bentuk perbuatan hukum yang menggangu usaha penertiban status dan pengunaan tanah, sehingga karenanya perlu untuk segera dicegah.yang menjadi pokok permasalahan para pihak telah melakukan perbuatan hukum membuat akta perjanjian pengikatan jual beli yang didalamnya terdapat surat kuasa yang digunakan untuk pelunasan hutang piutang kemudian dibatalkan oleh pengadilan.untuk menjawab permasalah hukum kasus yang dimaksud dilakukan penelitian perpustakaan, yang dilakukan dengan menganalisis dengan teori-teori hukum dalam praktek pelaksanaanya berkenaan dengan permasalahan yang ada.dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa akta perjanjian pengikatan jual bell yang didalamnya terdapat surat kuasa yang digunakan untuk pelunasan hutang piutang melalui putusan pengadilan dinyatakan batal demi hukum.

A Binding Agreementon Sale-Purchase in which there is a transfer of authority on the transfer of land ownership, including authority occurred due to the Binding Agreement on Sale-Purchase should not be made and intended to settle any debt-loan affairs (particularly to payback a loan). An authority which essentially is a transfer of right of land ownership is an authority that hands over a right Co the receiver to control and use the land, as well as do legal conducts that is according to the law only possible done by the right owner, while at the same tim also prohibits the Agrarian officials to serve the settlement of the status of land ownership right which uses the binding Agreement on sale-purchase, in which there is an authority letter as the evidennce material of the right transfer of the land mentioned. Along with the progress of the law concerning agreement, the principle of freedom in making any contract which is in accordance to the law has been approved under the regulation of the Article 1338 of the Book of Civil Law. The freedom of making a contract that is developed also comprises the grant of authority, under the condition that it should not contradict with the positive law. The deed of the binding agreement on sale-purchase in which there is an authoritative letter that is used to settle a debt-loan affairs is considered as violation on the law that regulates the grant of authority, since it commits a transfer of land ownership secretly by using the binding agreement on sale-purchase, which contains the authority for the debt-loan settlement. Thus it is considered as a conduct that bothers the efforts for status settlement and land usage, the reason of which it should be prevented immediately. The main problem to be addressed here is that the parties concerned have conducted a legal conduct in form of the making of a binding agreement deed on sale-purchase which contains an authoritative letter that is used to settle a debt-loan affairs that is later cancelled by the court. In order to answer the problem mentioned, the writer applies a library study, specifically conducted by analyzing legal theories as well as their implementation regarding the problems mentioned. The outcome shows that the deed of a binding agreement on sale-purchase which contains an authoritative letter that is used to settle a debt-loan affairs, is cancelled by the court's decree for the sake of law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T20047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riskho Ceisar Wardiat
"Penelitian ini meneliti pengaruh persediaan perusahaan terhadap trade credit perusahaan dengan proksi account receivable dan account payable. Observasi dilakukan terhadap 100 perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama kurun waktu 2002-2012. Data yang digunakan merupakan data panel yang bersumber dari Datastream, Eikon dan laporan keuangan perusahaan. Dengan menggunakan model estimasi First Difference Generalized Method of Moment (GMM), didapatkan hasil bahwa persediaan perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap trade credit. Ditemukan pula bahwa pada kasus di Indonesia trade credit berperan sebagai komplemen dari sumber pendanaan bank.

This research examines the impact of inventory on trade credit. 100 manufacturing firms listed in Indonesia Stock Exchange are observed within period of 2002-2012. By using panel data of firm gathered from Datastream, Eikon and financial report and using First Difference Generalized Method of Moment (GMM) estimation model, research finds that inventory has a negative impact on trade credit. It also discovers that empirical evidence in Indonesia shows that trade credit is complement to financing from bank.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S55723
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faqih
"Utang merupakan salah satu opsi untuk Perseroan yang ingin mengembangkan usahanya, tetapi memiliki keterbatasan dana. Meskipun, terkadang utang itu tidak dapat dilunasi oleh debitornya. Sehingga, memaksa kreditor menempuh upaya hukum, di antaranya adalah gugatan wanprestasi, gugatan perbuatan melawan hukum, permohonan pernyataan pailit, dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang masing-masing memiliki tujuan dan akibat hukum yang berbeda. Menjadi masalah ketika para kreditor menghendaki untuk memberikan kesempatan bagi debitor untuk melunasi utangnya serta menlanjutkan usahanya, tetapi Pengadilan justru menolak dengan alasan nilai tagihan utang terlalu kecil. Hal tersebut ditemui pada kasus Putusan No. 446/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt Pst. Berdasarkan analisis hukum yang diuraikan, Majelis Hakim menyatakan bahwa seluruh syarat PKPU dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 (UUK-PKPU) telah terpenuhi. Namun, Majelis Hakim menolak permohonan tersebut dengan alasan UUK-PKPU tidak mengatur jumlah minimum tagihan, tetapi terdapat Perma No. 4 Tahun 2019 yang mengatur mengenai tata cara gugatan sederhana. Sehingga, oleh karena nilai tagihan pada kasus ini di bawah Rp500.000.000,00, Majelis Hakim menolak permohonan PKPU. Atas putusan tersebut, terdapat dissenting opinion yang menyatakan pemberian PKPU Sementara beralasan hukum untuk dikabulkan. Oleh karena itu, penulis membahas fenomena ini dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai upaya hukum yang tepat berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, pembahasan ini menjadi suatu hal yang memiliki urgensi karena dapat menjadi preseden atas kasus serupa. Dalam menganalisis kasus tersebut, penulis menyusun penelitian yang menerapkan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif, di mana penulis menganalisis kedudukan Perma No. 4 Tahun 2019 terhadap UUK-PKPU dan analisis penolakan PKPU yang ditinjau dari Asas Kelangsungan Usaha. Hasil dari penilitian ini adalah Perma No. 4 Tahun 2019 bukanlah peraturan pelengkap dan tidak relevan terhadap permohonan PKPU. Selain itu, pemberian PKPU merupakan implementasi dari Asas Kelangsungan Usaha yang mana dapat memberikan kesempatan bagi debitor untuk melanjutkan usahanya, serta melunasi utang-utangnya.

Debt is an option for companies that want to expand their business, but have limited funds. Although, sometimes the debt cannot be repaid by the debtor. Thus, forces creditors to take legal action, including lawsuits for default, lawsuits against the law, requests for bankruptcy statements, and requests for suspension of payment (PKPU), each of which has a different purpose and legal consequences. It becomes a problem when the creditors want to allow the debtor to pay off his debts and continue his business, but the Court refuses because the value of the debt invoice is too small. This was found in the case of Decision No. 446/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt Pst. Based on the legal analysis described, the Panel of Judges stated that all PKPU requirements in Law no. 37 of 2004 (UUK-PKPU), have been fulfilled. However, the Panel of Judges rejected the request because UUK-PKPU does not regulate the minimum amount of bills, but there is Perma No. 4 of 2019 which regulates the procedures for simple lawsuits. So, because the value of the invoice, in this case, was below IDR 500,000,000.00, the Panel of Judges rejected the PKPU request. Regarding this decision, there was a dissenting opinion that stated that the temporary PKPU had legal reasons to be granted. Therefore, the author discusses this phenomenon to provide information to the public regarding appropriate legal remedies based on the objectives to be achieved. In addition, this discussion becomes a matter of urgency because it can set a precedent for similar cases. In analyzing the case, the authors compiled a study using normative juridical methods with a qualitative approach, in which the authors analyzed the position of Perma No. 4 of 2019 against UUK-PKPU and an analysis of PKPU rejection in terms of the Going Concern Principle. The result of this research is Perma No. 4 of 2019 is not a complementary regulation and is irrelevant to the PKPU application. In addition, PKPU is an implementation of the Going Concern Principle which can provide opportunities for debtors to continue their business and pay off their debts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Kartika Fitriasma
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keabsahan secara formalitas akta notaris yang didalamnya terdapat dua perbuatan hukum yaitu perjanjian hutang piutang dan pengakuan hutang yang telah dibuat salinannya dalam bentk grosse akta dan untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab notaris dalam membuat akta perjanjian hutang piutang yang memuat dua perbuatan hukum. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan perjanjian hutang piutang yang memuat dua perbuatan hukum. Bentuk penelitian yang digunakan adalah preskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen (kepustakaan). Berdasarkan analisis hukum atas Putusan Pengadilan Negeri Nomor; 61/Pdt.G/PN.Skh, grosse akta untuk akta perjanjian hutang piutang Nomor 6 sebagaimana yang menjadi obyek gugatan di Pengadilan Sukoharjo terdapat klausula pengakuan hutang berupa pernyataan pengakuan hutang dan dalam salinan aktanya terdapat irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Esa" adalah tidak cacat hukum karena di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris dan peraturan perundang- undangan lainnya tidak terdapat larangan yang menjelaskan secara rinci mengenai pengakuan hutang yang dijadikan dalam satu akta perjanjian.

This thesis aims to discover how is the validity formally the notarial deed which contains two legal actions, which are a debt agreement and debt acknowledgement whose copy has been made in a form of a grosse deed and to understand how is the responsibility of a notary in drawing a debt agreement deed containing two legal actions. This research is a normative legal study which is descriptive to obtain a perspective on the implementation of a debt agreement containing two legal actions.The form of research used is prescriptive by using a secondary data source consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. The data collection tool used is a document study (library research).Based on the legal analysis on the District Court Decision Number: 61/Pdt.G/PN.Skh, the grossedeed for the debt agreement deed number 6 which becomes the claim object in Sukoharjo Court containing a debt acknowledgement clause which is a debt acknowledgement statement and in its deed copy there are some sections, such as ?For Justice Based on the Sole and Only God?, is not legally defective because in the Civil Code there is no prohibition explaining in details about the debt acknowledgement in the Law Number 30 of the year 2004 on the Regulations of the Notarial Position, which is put into one agreement deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqi Abdullah Hanif
"Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU). Merujuk pada UUKPKPU, definisi mengenai PKPU tidak dijelaskan secara eksplisit dan tegas, tetapi dalam UUKPKPU telah mengatur mengenai mekanisme untuk mengajukan permohonan PKPU. Adapun syarat untuk mengajukan permohonan PKPU adalah debitor memiliki minimal dua kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih yang dapat dibuktikan secara sederhana. Pembuktian sederhana menjadi syarat yang harus dipenuhi agar permohonan yang diajukan tersebut dapat dikabulkan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Niaga sebagaimana penjelasan Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU menguraikan bahwa yang dimaksud dengan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah fakta dua atau lebih kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar sedangkan mengenai besaran jumlah utang tidak menghalangi dijatuhkannya putusan. Namun demikian, kerap kali Majelis Hakim dalam menerapkan dan menafsirkan syarat pembuktian sederhana memiliki perbedaan penafsiran dikarenakan dalam UUKPKPU tidak mengatur mengenai parameter maupun sejauh mana batasan mengenai apa itu pembuktian sederhana. Maka dari itu, penelitian yang menggunakan metode yuridis-normatif ini bertujuan untuk menganalisis penerapan pembuktian sederhana dalam Putusan Nomor 42/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN Niaga Jkt.Pst yang merupakan perkara permohonan PKPU terhadap Commanditaire Vennootschap (CV) yang termasuk suatu badan usaha tidak berbadan hukum. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim memutuskan untuk menolak permohonan PKPU yang diajukan dengan pertimbangan bahwa pembuktian dalam perkara tersebut tidak sederhana dikarenakan masih diperlukan pembuktian lebih lanjut mengenai keterlibatan sekutu komanditer dalam munculnya utang terhadap kreditor. Dengan demikian, dapat disimpulkan berdasarkan analisis dalam penelitian ini yakni Majelis Hakim telah menggunakan ruang yang diberikan oleh UUKPKPU dalam menafsirkan pembuktian sederhana sebagai dasar atas penolakan permohonan PKPU walaupun terhadap pertimbangan hakim mengenai keterlibatan sekutu komanditer dalam kepengurusan CV memiliki kemungkinan kekeliruan dikarenakan tidak ada satupun bukti yang menunjukkan kepengurusan sekutu komanditer atas kemunculan utang.

The postponement of debt payment obligations (PKPU) is regulated in Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations (UUKPKPU). Referring to the UUKPKPU, the definition of PKPU is not explicitly and explicitly explained, but the UUKPKPU has regulated the mechanism for filing a PKPU application. The requirements for submitting a PKPU application are that the debtor has at least two creditors and does not pay in full at least one debt that is due and collectible which can be proven simply. Simple proof is a requirement that must be met so that the submitted application can be granted by the Panel of Judges at the Commercial Court as the explanation of Article 8 paragraph (4) of the UUKPKPU elaborates that what is meant by facts or circumstances that are proven simply are the facts of two or more creditors and the fact that the debt is overdue and unpaid, while the amount of the debt does not prevent a decision from being made. However, often the Judges in applying and interpreting simple proof requirements have different interpretations because the UUKPKPU does not regulate the parameters or the extent of the limits of what simple proof is. Therefore, this research that uses the juridical-normative method aims to analyze the implementation of simple proof in Decision Number 42/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN Niaga Jkt.Pst which is a PKPU application case against a Commanditaire Vennootschap (CV) which is an unincorporated business entity. In its decision, the Panel of Judges decided to reject the PKPU application submitted with the consideration that the proof in the case was not simple because further proof was still needed regarding the involvement of the allies in the emergence of debt to creditors. Thus, it can be concluded based on the analysis in this study that the Panel of Judges has used the space provided by the UUKPKPU in interpreting simple proof as the basis for the rejection of the PKPU application, although the judge's consideration regarding the involvement of the allied partners in the management of the CV has the possibility of error because there is no single evidence that shows the management of the allied partners for the emergence of debt."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Yunita
"[ABSTRAK
Penelitian ini secara umum membahas mengenai pengaruh tingkat hutang terhadap
kinerja perusahaan. Dengan menggunakan data perusahaan periode 2010?2014 pada
perusahaan non-keuangan, khususnya perusahaan manufaktur, yang terdafar di Bursa
Efek Indonesia. Data diolah menggunakan analisis regresi OLS dengan metode efek
tetap, menggunakan data panel yang merupakan gabungan dari data cross-section dan
time-series. Variabel independen pada penelitian ini adalah leverage. Sedangkan
variabel dependennya adalah kinerja perusahaan yang diproksikan dengan ROA. Dan
variabel kontrolnya adalah umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan interest. Hasil
penelitian menemukan bahwa tingkat hutang berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja perusahaan

ABSTRACT
In general, this research discussed about leverage effect on company?s performance.
Using firm data from 2010-2014 on non-financial firms, specifically manufacture
firms, that listing on Indonesia Stock Exchange. The data were running using OLS
regression analysis with fixed-effect model, using panel data which combination of
cross-section and time-series data. The independent variable in this research is
leverage. While the dependent variable is company?s performance which is represent
with ROA. And the control variable are age, size, and interest. The results shows that
leverage affect the company?s performance significantly., In general, this research discussed about leverage effect on company’s performance.
Using firm data from 2010-2014 on non-financial firms, specifically manufacture
firms, that listing on Indonesia Stock Exchange. The data were running using OLS
regression analysis with fixed-effect model, using panel data which combination of
cross-section and time-series data. The independent variable in this research is
leverage. While the dependent variable is company’s performance which is represent
with ROA. And the control variable are age, size, and interest. The results shows that
leverage affect the company’s performance significantly.]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61866
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fira Janice Natasha Sinuraya
"Dalam perjanjian utang piutang, Penjamin dilibatkan untuk menjamin utang Debitur. Selain daripada itu, Penjamin juga diminta untuk melepaskan hak istimewanya, khususnya Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). Dengan dilepaskannya hak tersebut, Kreditur dapat langsung menagih Penjamin jika Debitur Utama lalai dalam melaksanakan kewajibannya dan Penjamin dianggap sebagai Debitur akibat Penjamin secara tanggung renteng mengikatkan dirinya dengan Debitur Utama. Dari landasan inilah, banyak Kreditur memohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”) atas Penjamin dengan Debtur secara bersamaan ketika Debitur Utama lalai melaksanakan kewajibannya. Akan tetapi, di Pengadilan Niaga, terdapat diskursus mengenai bisa tidaknya Penjamin dilibatkan sebagai salah satu Termohon PKPU bersamaan dengan Debitur Utama sebagaimana dimuat di dalam Putusan Nomor 212/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. dan Putusan Nomor 57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas mengenai akibat hukum pelepasan hak istimewa oleh Penjamin, pertimbangan hakim dalam Studi Kasus Putusan Nomor 212/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. dan Putusan Nomor 57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst., dan analisis bisa tidaknya Penjamin yang melepaskan hak istimewa ditarik sebagai salah satu Termohon PKPU (Pasal 1832 KUHPer dan Pasal 254 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK-PKPU”)). Lebih lanjut, metode penelitian yang digunakan bersifat doktrinal, dimana pokok permasalahan akan dianalisis dan diteliti berdasarkan bahan pustaka guna memberikan penjelasan dan menarik kesimpulan terkait permasalahan tersebut. Setelah melakukan penelitian, Penulis memperoleh kesimpulan bahwa dengan dilepasnya hak istimewa Penjamin (Pasal 1831 KUHPer), Penjamin berkedudukan sebagai Debitur dan Penjamin dapat menjadi salah satu Termohon PKPU bersamaan dengan Debitur karena Pasal 1832 KUHPer serta Pasal 254 UUK-PKPU tidak menjadi penghalang ditariknya Penjamin dalam forum PKPU.

In a debt and credit agreement, the Guarantor is engaged to guarantee the Debtor's debt. Other than that, the Guarantor is also required to waive its privilege, in particular Article 1131 of the Civil Code (“KUHPer”). By waiving the privilege, the Creditor can directly collect the Guarantor if the Principal Debtor defaults in performing its obligations and the Guarantor is considered as the Debtor as the Guarantor is jointly and severally bound with the Principal Debtor. From this basis, many Creditors file a Suspension of Debt Payment Obligation ("PKPU") against the Guarantor and the Debtor simultaneously when the Main Debtor fails to perform its obligations. However, in the Commercial Court, there is a discourse on whether or not the Guarantor can be involved as one of the PKPU Respondents together with the Main Debtor as contained in Decision Number 212/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. and Decision Number 57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. Therefore, this thesis will discuss the legal consequences of the waiver of privilege by the Guarantor, the judge's consideration in Case Study of Decision Number 212/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. and Decision Number 57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst., and analysis of whether or not the Guarantor who waives its privilege can be withdrawn as one of the PKPU Respondents (Article 1832 of KUHPer and Article 254 of Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations ("UUK-PKPU")). Furthermore, the research method used is doctrinal, where the subject matter will be analyzed and researched based on library materials in order to provide explanations and draw conclusions related to these issues. After conducting the research, the author concludes that with the release of the Guarantor's privilege (Article 1831 KUHPer), the Guarantor has the status of a Debtor and the Guarantor can be one of the PKPU Respondents together with the Debtor because Article 1832 KUHPer and Article 254 UUK-PKPU do not prevent the withdrawal of the Guarantor in the PKPU forum. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Fathima Awanis
"Penulisan Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan mengenai kewenangan (legal standing) Pemegang Polis dalam hal pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pasal 223 UUK-PKPU hanya memberikan kewenangan untuk mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada Menteri Keuangan. Namun sejak lahirnya Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan amanat Pasal 55 ayat (1) UU OJK, kewenangan Menteri Keuangan beralih seluruhnya ke Otoritas Jasa Keuangan, termasuk untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepailitan dan PKPU. Penegasan kewenangan OJK untuk mengajukan kepailitan dan/atau PKPU tersebut juga diatur dalam ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian jo. Pasal 52 ayat (1) POJK Nomor 28 Tahun 2015. Dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst, diketahui bahwa Termohon PKPU merupakan PT. Asuransi jiwa Kresna yang merupakan perusahaan asuransi dan Pemohonnya adalah Pemegang Polis Asuransi PT. Asuransi Jiwa Kresna. Namun, Majelis Hakim dalam amar putusannya menyatakan mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pemayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Pemohon. Oleh karena hal tersebut, skripsi ini akan membahas mengenai kewenangan (legal standing) Pemegang Polis dalam mengajukan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi sekaligus menganalisis dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan PKPU PT. Asuransi Jiwa kresna melalui analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst.

This thesis is motivated by the existence of problems regarding the authority (legal standing) of the Policyholder in terms of submitting a Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU). Article 223 UUK-PKPU only grants permission to apply for a Suspension of Debt Payment Obligation (PKPU) to the Minister of Finance. However, since the enactment of the Law on the Financial Services Authority (OJK), in accordance with the mandate of Article 55 paragraph (1) of the OJK Law, the authority of the Minister of Finance has shifted entirely to the Financial Services Authority, including matters relating to bankruptcy and PKPU. Article 50 paragraph (1) of the Insurance Law juncto also regulates the affirmation of OJK's authority to file for bankruptcy or PKPU. Article 52 paragraph (1) of POJK Number 28 of 2015. In the Decision of the Commercial Court Number 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst, it is known that the Respondent for PKPU is PT. Kresna life insurance is an insurance company, and the applicant is the owner of the insurance policy of PT. Krishna Life Insurance. However, the Panel of Judges stated in their judgment that the Petitioner's application for the Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU) was granted. Therefore, this thesis will discuss the authority (legal standing) of the Policyholder in submitting a PKPU application to an insurance company as well as analyzing the basis for the consideration of the Panel of Judges in the PKPU decision of PT. Krishna Life Insurance through the analysis of the Commercial Court Decision Number 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Annisa
"Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dalam periode 2009 hingga 2014 Profitabilitas perusahaan dinyatakan dengan return on assets ROA Manajemen modal kerja diukur dengan menggunakan average collection period average payment period inventory turnover in days debt ratio firm size dan sales growth Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi Stata SE 10 Dari hasil pengujian diketahui terdapat pengaruh negatif signifikan antara average collection period average payment period inventory turnover in days debt ratio dan firm size terhadap profitabilitas perusahaan namun pengaruh negatif dan tidak signifikan ditemukan antara inventory turnover in days terhadap profitabilitas perusahaan Sedangkan sales growth memiliki pengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas perusahaan.

The aim of this study is to examine the relationship of working capital management and profitability of manufacturing firms listed on BEI during 2009 2014 Profitability is measured by return on assets while working capital management is measured by average collection period average payment period inventory turnover in days debt ratio firm size and sales growth Test data of this study conducted using Stata SE 10 The result found that average collection period average payment period inventory turnover in days debt ratio and firm size have negative significant impact on profitability but a negative and insignificant impact found between inventory turnover in days on profitability while sales growth has a positive significant impact on profitability."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S61327
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>