Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178009 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Permadi Heru Prayogo
"Penelitian ini membahas tentang budaya kontrol lingkungan di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara dan observasi lapangan. Penelitian ini membandingkan keadaan ruang penyimpanan pada Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Di dalam penelitian ini, pengukuran keadaan ruangan menjadi salah satu cara untuk melihat hal-hal yang telah dilakukan oleh keraton dalam menjaga keadaan lingkungan ruang penyimpanan. Ditemukan dalam penelitian ini bahwa kontrol lingkungan dalam penyimpanan naskah masih belum dilakukan dengan baik. Budaya keraton adalah salah satu latar belakang atas tindakan penyimpanan naskah di dalam keraton. Kearifan lokal menjadi salah satu bentuk tindakan yang dilakukan dalam menjaga ruang penyimpanan. Tindakan yang dilakukan antara lain berbentuk peng-ukup-an, hal tersebut dilakukan untuk menciptakan ruangan yang bebas dari serangga. Kendala-kendala yang menjadi penghambat kegiatan pemeliharaan ruang juga disebabkan oleh budaya keraton.

This thesis discusses about environment control culture in Kasepuhan palace and Kanoman palace. This study is a qualitative research. Method of collecting data is conducted through interviews and field observations. This study compares condition of storage space at Kanoman and Kasepuhan palace. Measurement of the condition of the room is one way to look at how thing have been done by these two palaces in maintaining the environmental condition of storage space. This study found that enviroment control in the storage room is still not done well this is due to the background culture of the palace. Indigenous approach is done to keep the storage space namely peng-ukup-an (giving certain scent) done, in order to free from insects. The constraints in enviroment control activities is caused by palace’s culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imron Heriyanto
"Penelitian ini membahas tentang kraton di masa kini. Dalam penelitian ini ditunjukkan sebuah proses adaptasi yang dilakukan oleh kraton terhadap keadaan sosial dan kebudayaan yang telah berubah dari kondisi awalnya. Penelitian mengenai hal ini akan dilihat secara spesifik pada momentum penyelenggaman kegiatan Upacara Panjang Jimat di Kraton Kasepuhan Cirebon Jawa Barat.
Penelitian ini dibangun dalam perspektif antropologis, dengan menggunakan pendekatan khasnya, yaitu metode kualitatif. Melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam, sebagai teknik utama pengumpulan datanya, penelitian ini berusaha menggali informasi mengenai keadaan obyektif kraton pada saat ini, baik mengenai sisi materialnya maupun aktivitas-aktivitasnya yang kemudian dihubungkan dengan keadaan lingkungan fisik, sosial, dan kebudayaan di sekitarnya yang telah dan sedang berubah. informasi mengenai hal tersebut dilihat secara holistik dan dalam perspektif lokal.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa perubahan sosial dan kebudayaan yang telah dan sedang terjadi di lingkungan Cirebon telah mempengaruhi situasi dan kondisi Kraton Kasepuhan. Perubahan sosial dan kebudayaan tersebut, di antaranya, telah mempengaruhi keseragaman tata cara hidup tradisional. Kraton sebagai institusi yang terlahir dari tradisi lama, pun tidak luput dari pengaruh perubahan tersebut.
Sebagai sebuah langkah adaptasi terhadap keadaan lingkungan di sekitarnya, kini Kraton Kasepuhan telah membangun sebuah pola baru kehidupan sosial dan kebudayaan yang ditata menurut kerangka kerja struktur sosial dan kebudayaan yang berubah-ubah. Kehadiran Yayasan Kraton Kasepuhan di institusi tradisional ini, telah membawa angin perubahhan. Penerapan tata kerja birokrasi modern di yayasan ini, bersamaan dengan masih berlakunya sebagian kecil dari tata kerja birokrasi tradisional yang ada, telah membuat kraton tidak lagi hadir sebagai sebuah institusi ekseklusif melainkan justru hadir sebagai sebuah institusi yang terbuka; sebuah institusi yang dapat diajak bekerja sama oleh institusi manapun. Keberadaan Yayasan Kraton Kasepuhan sebagai organisasi berbadan hukum formal tersebut semakin mengukuhkan identitas Kraton Kasepuhan pada masa kini. Fenomena tersebut jelas sekali terlihat dalam penyelenggaraan kegiatan Upacara Panjang Jimat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2649
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah
"Regalia Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman adalah benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dan merupakan benda-benda yang pada umumnya selalu dikenakan oleh raja untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaannya. Regalia Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman ini terdapat pada bangunan Museum benda_benda Pusaka yang berada pada masing-masing keraton tersebut. Penelitian sebelum ini hanya membahas mengenai fisik bangunan keraton dan beberapa pusaka tertentu dan kedua keraton tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman dari segi jenis, jumlah, penggunaan bahan, pemilihan wrna, dan penggunaan motif hias. Dan jika terdapat persamaan dan atau pun perbedaan, maka hal tersebut merupakan kesimpulan dari penelitian ini. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, dilakukan langkah kerja yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama yang dilakukan yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan studi pustaka dan studi lapangan. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data (pembahasan) yang dilakukan dengan jalan melakukan tabulasi dan perbandingan terhadap jenis, jumlah, penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias pada regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Langkah terakhir adalah menafsirkan hasil pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah penelitian dilakukan, maka dapat diketahui bahwa regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan mempunyai jenis dan jumlah yang lebih banyak. Begitu pula pada penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias, regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan menggunakan bahan, warna, dan motif bias yang lebih bervariasi dibandingkan regalia yang dimiliki oleh Keraton Kanoman. Berdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa sebuah pusat pemerintahan yang lebih tua (besar) dalarn hal ini Keraton Kasepuhan memiliki jenis dan jumlah regalia yang lebih banyak, begitu pula pada penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias, dibandingkan regalia yang dimiliki oleh sebuah pusat pemerintahan yang lebih muda (kecil), dalam hal ini Keraton Kanoman. Dan hal ini secara implisit menunjukkan bahwa Keraton Kasepuhan mempunyai tingkat kekuasaan yang lebih tinggi dari Keraton Kanoman."
2000
S12020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Pande Sulistyas Agustina
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat objektifikasi yang terjadi pada perempuan penari dalam praktik budaya seni tari Joged Bumbung. Metode yang digunakan adalah etnografi feminis, yang bertujuan untuk melihat operasi gender dan distribusi kekuasaan yang terjadi di dalam masyarakat dan budaya di dalamnya. Ditemukan bahwa perempuan penari dalam kasus ini, terobjektifikasi secara seksual karena adanya sistem budaya patriarki, dan diperparah karena mekanisme pasar kapitalis. Temuan ini kemudian dilihat menggunakan perspektif feminis
radikal sebagai teori utama dalam menjelaskan fenomena yang ditemukan dan perspektif feminis sosialis sebagai teori pendukungnya
ABSTRACT
The purpose of this research is to see the objectification of woman dancer in the
traditional dance, Joged Bumbung. The method used in this research was feminist
ethnographic that was used to see the gender operation and the distribution of
power happened in the society and the culture within. It was that women dancer in
this case, was objectified sexually because of the patriacrchy system, and worsen
by the capitalistic market. This findings was analyzed using the radical feminist
perspective as the main theory and socialist feminist perspective as the supporting
theory.;The purpose of this research is to see the objectification of woman dancer in the
traditional dance, Joged Bumbung. The method used in this research was feminist
ethnographic that was used to see the gender operation and the distribution of
power happened in the society and the culture within. It was that women dancer in
this case, was objectified sexually because of the patriacrchy system, and worsen
by the capitalistic market. This findings was analyzed using the radical feminist
perspective as the main theory and socialist feminist perspective as the supporting
theory.;The purpose of this research is to see the objectification of woman dancer in the
traditional dance, Joged Bumbung. The method used in this research was feminist
ethnographic that was used to see the gender operation and the distribution of
power happened in the society and the culture within. It was that women dancer in
this case, was objectified sexually because of the patriacrchy system, and worsen
by the capitalistic market. This findings was analyzed using the radical feminist
perspective as the main theory and socialist feminist perspective as the supporting
theory.;The purpose of this research is to see the objectification of woman dancer in the
traditional dance, Joged Bumbung. The method used in this research was feminist
ethnographic that was used to see the gender operation and the distribution of
power happened in the society and the culture within. It was that women dancer in
this case, was objectified sexually because of the patriacrchy system, and worsen
by the capitalistic market. This findings was analyzed using the radical feminist
perspective as the main theory and socialist feminist perspective as the supporting
theory.;The purpose of this research is to see the objectification of woman dancer in the
traditional dance, Joged Bumbung. The method used in this research was feminist
ethnographic that was used to see the gender operation and the distribution of
power happened in the society and the culture within. It was that women dancer in
this case, was objectified sexually because of the patriacrchy system, and worsen
by the capitalistic market. This findings was analyzed using the radical feminist
perspective as the main theory and socialist feminist perspective as the supporting
theory.;The purpose of this research is to see the objectification of woman dancer in the
traditional dance, Joged Bumbung. The method used in this research was feminist
ethnographic that was used to see the gender operation and the distribution of
power happened in the society and the culture within. It was that women dancer in
this case, was objectified sexually because of the patriacrchy system, and worsen
by the capitalistic market. This findings was analyzed using the radical feminist
perspective as the main theory and socialist feminist perspective as the supporting
theory.;The purpose of this research is to see the objectification of woman dancer in the
traditional dance, Joged Bumbung. The method used in this research was feminist
ethnographic that was used to see the gender operation and the distribution of
power happened in the society and the culture within. It was that women dancer in
this case, was objectified sexually because of the patriacrchy system, and worsen
by the capitalistic market. This findings was analyzed using the radical feminist
perspective as the main theory and socialist feminist perspective as the supporting
theory.;The purpose of this research is to see the objectification of woman dancer in the
traditional dance, Joged Bumbung. The method used in this research was feminist
ethnographic that was used to see the gender operation and the distribution of
power happened in the society and the culture within. It was that women dancer in
this case, was objectified sexually because of the patriacrchy system, and worsen
by the capitalistic market. This findings was analyzed using the radical feminist
perspective as the main theory and socialist feminist perspective as the supporting
theory., The purpose of this research is to see the objectification of woman dancer in the
traditional dance, Joged Bumbung. The method used in this research was feminist
ethnographic that was used to see the gender operation and the distribution of
power happened in the society and the culture within. It was that women dancer in
this case, was objectified sexually because of the patriacrchy system, and worsen
by the capitalistic market. This findings was analyzed using the radical feminist
perspective as the main theory and socialist feminist perspective as the supporting
theory.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S60601
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nalada Paramatatya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi (1) bagaimana ragam hias keramik tempel yang ada pada keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman di Cirebon; (2) apakah terdapat persamaan dan perbedaan dari corak ragam keramik tempel dari kedua keraton tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedua keraton memiliki keramik yang sama, yaitu keramik dari Belanda maupun keramik dari Cina. Perbedaan keramik di antara kedua keraton yaitu bahwa jumlah keramik Belanda lebih banyak di Kasepuhan dibandingkan di Kanoman, sedangkan keramik Cina lebih banyak di Kanoman. Jenis ragam hias yang terbanyak di Kasepuhan adalah Pemandangan alam dan Jesuit ware, sedangkan di Kanoman didominasi oleh Flora dan Fauna. Warna keramik yang paling banyak di Kasepuhan adalah Biru-putih Eropa, sedangkan di Kanoman adalah warna-warna lebih cerah, Bentuk keramik paling banyak di Kasepuhan adalah bentuk tegel, sedangkan di keraton Kanoman adalah piring dan tutup cepuk.

This study is to identify how the decorative patterns of ceramics and tiles in both palace of Kasepuhan and Kanoman, and also similarities and differences of decorative patterns in both palaces. The results show that both ceramics that were found in both palaces are from the Dutch and Chinese ceramics. The differences between both palaces are that amounts of Dutch ceramics were higher in Kasepuhan than Kanoman, while Chinese Ceramics were higher in Kanoman than Kasepuhan. Decorative type that were most found in Kasepuhan is a landscape, and followed by Jesuit ware. In Kanoman, the most ceramics that were found is flora, and followed by fauna. The dominant color in Kasepuhan is Blue and white Europe and for Kanoman is polycrom. The form of ceramics for Kasepuhan is tile and Kanoman are plates and popple."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44047
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Qolbi Izazy
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang pernikahan sebagai model pemertahanan identitas etnik keturunan Arab di Kelurahan Panjunan, Cirebon Jawa Barat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode observasi dan wawancara. Hasil penelitian menyebutkan bahwa prosesi pernikahan merupakan salah satu cara pemertahanan identitas etnik keturunan Arab di Kelurahan Panjuan Cirebon. Adapun dalam prosesi pernikahan yang masih menjadi penggambaran identitas etnik Arab ada pada seluruh rangkaian pernikahan seperti pengenalan calon, midad, lailatul henna, akad nikah dan resepsi pernikahan. Hanya saja prosesi yang masih dipertahankan telah mengalami proses asimilasi kultural atau proses akulturasi.

ABSTRACT
This thesis discusses marriage as an identity model retention of Arab descent at Panjunan, Cirebon. This study is a qualitative method using observation and interviews. The result shows that the wedding procession is one of the preservation ways Arab descent ethnic identity at Panjunan, Cirebon. As the wedding procession is still a depiction of Arab ethnic identity on the whole set of the wedding such as bride and groom or matchmaking, midad, lailatul henna, ceremony and wedding reception. However procession retained, has absorbed the process of."
2014
S53308
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yustina Hastrini Nurwanti
"The toponym of the kampongs Daengan and Bugisan is closely related to the history and the role of Daeng and Bugis troops in the Keraton Yogyakarta. In Javanese language, adding the ending /-an/ can follow a noun. Daengan comes the noun “Daeng” followed by/-an/.The same is true with Bugisan which comes from the noun “Bugis” followed by /-an/.This paper discusses the history of the kampongs Daengan and Bugisan. It is expected that this paper may become a historical reference for the younger generation and the society in general."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2008
400 JANTRA 13:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arintia Diah Martiana
"Beberapa penelitian mengenai budaya fan menunjukkan bahwa demokratisasi kebudayaan tengah terjadi. Demokratisasi kebudayaan adalah proses transformasi perilaku konsumen, keberkuasaan konsumen atas media, juga hubungan hirarkis antara produsen dan konsumen. Selama proses transformasi ini berlangsung, produsen dan konsumen memiliki kekuasaan yang semakin setara terhadap media melalui budaya partisipasi. Fenomena ini juga terpantau pada masyarakat Jepang bilamana hubungan dialogis antara produsen dan konsumen ini mulai terjadi pada beberapa fandom di Jepang. Dengan menggunakan metode projected interactivity, penelitian ini berupaya mendefinisikan hubungan antara produsen dan fan dalam fandom grup musik Jepang, Sound Horizon, sebagai salah satu fandom yang menunjukkan gejala demokratisasi kebudayaan.

Some studies on fan culture indicated that the democratization of culture is taking place. Democratization of culture is a transformation in consumer rsquo s behavior, consumer rsquo s authority upon media, and the hierarchical relationship between producer and consumer of media. During this transformation, producer and consumer are approaching an equal standing in front of media through the participatory culture. This phenomenon is also taking place in Japanese society, where the dialogical producer fan relationship is observable in some Japanese fandoms. By employing the projected interactivity methodology, this research leads to a greater understanding of producer fan relationship within a fandom for the Japanese musical band, Sound Horizon, as one of the Japanese fandoms which show the signs of democratization of culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S66027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Kustiaty
"ABSTRAK
Benedict mengatakan bahwa kebudayaan Barat menekankan "dose", sedangkan kebudayaan Jepang adalah kebudayaan yang menekankan "malu". "Halu" (dalam bahasa Jepang disebut "haji"), adalah reaksi atas kritik atau pandangan orang lain, dalam masyarakat Jepang menjadi suatu pertimbangan penting dalam menata pola kelakuan { Benedict, 1948:104-106).
Sakuta yang mengkritik pandangan Benedict tentang "haji no bunka" atau kebudayaan "malu" Jepang mengatakan bahwa sebenarnya malu bagi orang Jepang atau "haji" tidak hanya disebabkan oleh adanya kritik orang lain saja, melainkan berasal dari adanya perhatian yang khusus dari orang lain, tidak peduli apakah berupa kritikan ataupun pujian. Apabila orang Jepang dalam posisi diperhatikan maka akan "hajiru" atau merasa malu. (Sakuta Koichi, 1972, 200-207). Dikatakannya bahwa Benedict hanya melihat malu orang Jepang dari satu sisi saja, yaitu malu karena adanya tekanan atau kritik dari "kokai" atau umum yang disebut "kochi" atau malu umum. Adapun terhadap argumentasi Benedict yang menyimpulkan bahwa Kebudayaan Jepang adalah kebudayaan malu, Sakuta kurang puas, karena nenurutnya Benedict masih perlu menyusun suatu konsep malu yang lebih tepat untuk dapat mencakup bentuk gejala malu sebagai reaksi atas pujian. Hal ini disebabkan karena orang Jepang akan merasa malu bukan hanya ketika mandapat kritikan dari orang lain melainkan "wareware wo hajisaseru no wa isshuu tokubetsu no tsushi de aru" , yang berarti bahwa, "yang menimbulkan rasa malu itu adalah adanya perhatian khusus". Demikian menurut Sakuta, sehingga apa yang dikemukakan Benedict dianggap belum tentu dapat menjawab atau menerangkan berbagai bentuk gejala malu yang ditampilkan orang Jepang. Selanjutnya Sakuta mengatakan bahwa ada 2 kriteria "haji" yaitu "kochi" atau "main publik" yang timbul karena kehadiran orang lain dan "shuchi" atau "malu pribadi" muncul dari diri sendiri, yang disebabkan karena keadaan lingkungannya, atau .dalam kedudukannya bila dibandingkan dengan orang lain, walaupun sebenarnya belum tentu hal tersebut dianggap "haji" oleh orang lain (shikono kui chigai). (Sakuta Koichi, 1972; 296). "
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>