Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102073 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafika Fathni
"Laparotomi merupakan salah satu prosedur medis yang dilakukan secara manual dan menyebabkan banyak perlukaan, yang berisiko tinggi mengalami infeksi, yang dicegah dengan antibiotik profilaksis. Pemberian antibiotik profilaksis yang dilakukan secara empiris dapat menyebabkan banyak dampak negatif jika dilakukan tanpa pengkajian kerasionalan penggunaannya.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data penggunaan antibiotik profilaksis dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan indikasi, ketepatan obat, dan ketepatan dosis. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi dari rekam medis pasien yang menerima prosedur laparotomi pada bulan Januari - Desember 2012 secara retrospektif dengan desain cross-sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling. Populasi penelitian berjumlah 486 pasien, dan 161 pasien diterima sebagai sampel penelitian, dengan total administrasi antibiotik profilaksis laparotomi sebanyak 230 kali.
Hasil penelitian menunjukkan pola penggunaan antibiotik profilaksis yang kebanyakan diberikan adalah antibiotik profilaksis tunggal (57,14%), dan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah seftriakson dan sefotaksim (34,78%). Penggunaan antibiotik profilaksis yang memenuhi kriteria tepat indikasi adalah 54,78%, tepat obat 3,48%, dan tepat dosis 88,70%. Namun demikian, dari seluruh sampel penelitian tidak ada yang dapat dikategorikan rasional dilihat dari ketepatan indikasi, obat, dan dosis.

Laparotomy is a manual medical procedure which causes many wounds, and has a high infection risk. Surgical site infection is usually prevented by administration of prophylaxis antibiotics. Empirical administration of prophylaxis antibiotics without rationality study can cause many negative impacts.
The aim of this study was to collect prophylaxis antibiotics usage data and to evaluate rationality of the administration, observed from the accuracy of indication, medication, and dose. This retrospective cross-sectional study was done by collecting laparotomy prophylaxis antibiotics usage data from medical record of patients who had received laparotomy procedure on January - December 2012 using total sampling. Population of study included 486 patients, and 161 patients were accepted as samples of study, with total 230 times administration of laparotomy prophylaxis antibiotics.
The results showed that most of prophylaxis antibiotics were given as single type antibiotic (57.14%), and the most antibiotics used were ceftriaxone and cefotaxime (34.78%). Patients given prophylaxis antibiotics with rational indication were 54.78%, only 3.48% were given the appropriate medication, and 88.70% were given antibiotics with the right dose. However, among all samples, none was considered rational in terms of indication, medication, and dose accuracy.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Corry Shirleyana Putri
"Gangren kaki diabetik ialah salah satu bentuk komplikasi yang dialami oleh banyak pasien penderita diabetes melitus. Pemberian terapi antibiotik sudah menjadi hal yang umum untuk mengatasi infeksi gangren kaki diabetik. Terapi antibiotik yang rasional sangat diperlukan bagi penderita infeksi gangren kaki diabetik kerena diharapkan dapat mengurangi terjadinya resistensi bakteri dan mencegah dilakukannya tindakan amputasi, mengurangi biaya dan waktu lama perawatan pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien penderita gangren kaki diabetik yang di RSAL Dr. Mintohardjo pada tahun 2012, melalui penilaian ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis ketepatan pasien, dan tidak adanya interaksi obat. Peneliti melakukan pengambilan data melalui data sekunder berupa rekam medis pasien periode Januari–Desember 2012 dengan desain cross-sectional. Dengan menggunakan teknik total sampling, didapatkan 18 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian.
Pada hasil penyajian data secara deskriptif, penilaian ketepatan berdasarkan pemberian antibiotik pada pasien terdapat tepat dosis sebesar 27,78%, tepat indikasi 38,89%, tidak adanya interaksi obat 72,22%, tepat pasien 8,33%, dan tepat obat 13,89%. Pada penilaian terhadap jumlah pasien gangren kaki diabetik, terdapat 16,67% pasien sudah mendapatkan dosis yang tepat, 16,67% pasien mendapatkan antibiotik sesuai indikasi, 55,56% pasien tidak mengalami interaksi obat, 11,11% pasien mendapatkan terapi antibiotik tepat dengan kondisi pasien, dan 0% pasien mendapatkan antibiotik tepat obat. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa tidak ada pasien gangren kaki diabetik yang mendapatkan pengobatan antibiotik secara rasional.

Diabetic foot gangrene is one of complications happened in many patients with diabetes mellitus. Antibiotic therapy has become a common thing to overcome diabetic foot infection. Rational antibiotic therapy is necessary for patients with diabetic foot gangrene infection because it is expected to reduce the occurrence of bacterial resistance, prevent the amputation, reduce cost, and patient's length of stay time.
The purpose of this study was to obtain an overview rational usage of antibiotics in patients with diabetic foot gangrene in Naval Hospital Dr. Mintohardjo during 2012, through the appropriate indication, appropriate drug, appropiate dose, appropiate patient, no drugs interaction. Researcher collected secondary data from medical record during January-December 2012 and used cross-sectional design. By total sampling technique, there were 18 samples were obtained in accordance with inclusion criteria of study.
Appropriate assessment based on number of antibiotics given, showed 27,78% appropriate dose, 38,89% appropriate indication, 72,22% no drugs interaction, 8,33% appropriate patient, and 13,80% appropriate drug. Based on the number diabetic foot gangrene patients, there were 16,67% patients received appropriate dose, 16,67% received appropriate indication of antibiotics, 55,56% patients had no drugs interaction 11,11% patients received appropriate antibiotics as their own condition, and 0% patients received appropriate drug. Based on the result of, it was concluded that, there were no diabetic foot gangrene patients who received rational antibiotic treatment.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizah Nurrakhmani
"Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan sulitnya penanganan penyakit infeksi karena dengan meningkatnya penggunaan antibiotik yang tidak rasional, tingkat resistensi kuman terhadap antibiotik akan terus meningkat. Salah satu penyakit infeksi yang mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia adalah SIRS, yang mencakup sepertiga dari pasien yang dirawat di ICU. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) merupakan respons klinis terhadap rangsangan spesifik dan nonspesifik, yang disebabkan oleh faktor infeksi maupun non-infeksi. SIRS yang terjadi akibat infeksi perlu diberikan terapi antibiotik yang rasional. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik pada pasien SIRS di Ruang ICU RSAL Dr. Mintohardjo dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan tanpa interaksi obat.
Penelitian ini merupakan studi survey yang dilakukan dengan cara pengambilan data penggunaan antibiotik dari rekam medis pada periode 2012-2013 secara retrospektif dengan desain cross-sectional dan pengambilan sampel dengan teknik total sampling. Populasi penelitian bejumlah 148 pasien dan 35 pasien diterima sebagai sampel penelitian dengan total administrasi antibiotik sebanyak 91 kali dengan rincian sebagai berikut, antibiotik tunggal sebanyak 8 kali dan kombinasi 62 kali. Antibiotik yang paling sering digunakan adalah meropenem, sedangkan antibiotik yang paling sering dikombinasi adalah meropenem+metronidazol. Penggunaan antibiotik yang memenuhi kriteria tepat pasien sebanyak 100,00%, tepat indikasi 22.86%, tepat obat 2.86%, tepat dosis 74.29% dan tanpa interaksi obat 31.43%. Hasil secara keseluruhan pemberian antibiotik empiris pada pasien penderita SIRS dinilai tidak ada yang memenuhi kriteria rasional.

The irrationality of antibiotics usage can lead to difficulty in handling infectious diseases. This occurs due to the increased of antibiotics usage that are not rational will rising the level of resistance of germs to antibiotics. One of the diseases that have a high prevalence of infection in Indonesia is SIRS, which covers one-third of the patients treated in the ICU. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) is a clinical response to specific and nonspecific insult, which are caused by infectious or non-infectious. SIRS caused by infection should be given a rational empirical antibiotic therapy. This study was conducted to determine the pattern of antibiotic usage in patients with SIRS in ICU Naval Hospital Dr. Mintohardjo and evaluation of the accuracy of precision patient, an indication of accuracy, precision medicine, precision dosing, and no drug interactions.
The study is a survey study done by collecting data from medical records of antibiotic usage in 2012-2013 with a retrospective methods, cross-sectional design and sampling with a total sampling technique. Population of study included 148 patients and 35 patients were accepted as samples of study. The study showed that the administration of antibiotics were given 91 times with the following details, a single antibiotic were given 8 times and the combination of antibiotic were given 62 times. The antibiotics most commonly used are meropenem, while most antibiotics are often combined meropenem + metronidazole. Patientd that giben empirical antibitocs with following criteria like right patients as much as 100.00%, 22.86% precise indications, 2.86% right drug, the right dose 74.29% and 31.43% with no drug interactions. There is no rationality in empirical antibiotics usage for patient with SIRS in Naval Hospital Dr. Mintohardjo.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S54925
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fibya Indah Sari
"Bedah merupakan salah satu prosedur medis yang dilakukan secara manual dan menyebabkan banyak perlukaan dan berisiko tinggi menyebabkan infeksi Adanya infeksi harus ditangani dengan antibiotika empiris yang tepat dan rasional. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data penggunaan antibiotika empiris pada pasien pascabedah di Ruang ICU RSAL Dr Mintohardjo selama periode 2012 2013 dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan pasien ketepatan indikasi ketepatan obat ketepatan dosis dan interaksi obat. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik empiris dari rekam medis pasien pascabedah dengan metode retrospektif dengan desain cross sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan tekniktotal sampling. Populasi penelitian berjumlah 299 pasien dan 35 pasien diterima sebagai sampel penelitian. Pada penilaian terhadap jumlah pasien pascabedah terdapat 100 pasien mendapatkan terapi antibiotik tepat dengan kondisi pasien 11 43 pasien mendapatkan antibiotik sesuai indikasi 0 pasien mendapatkan antibiotik tepat obat 85 71 pasien sudah mendapatkan dosis yang tepat dan 51 43 pasien tidak mengalami interaksi obat. Sehingga dapat disimpulkan pengobatan antibiotik empiris pada pasien pascabedah di RSAL Dr Mintohardjo tidak rasional.

Surgery is a manual medical procedure which causes many wounds and has a high infection risk Patient who has infection must be given antibiotic immediatelyand rationally. The aim of this study was to collect empiric antibiotics usage data in Intensive Care Unit of Naval Hospital Dr Mintohardjo 2012 2013 and to evaluate rationality of the administration through the appropriate patient appropriate indication appropriate drug appropriate dose and drugs interaction. This retrospective cross sectional study was done by collecting empiric antibiotics usage data from medical record of postoperative patients on 2012 2013 using total sampling. Population of study included 299 patients and 35 patients were accepted as samples of study. Appropriate assessment based on number of postoperative patients showed 100 appropriate patient 11 43 appropriate indication 0 appropriate drug 85 71 appropriate dose and 31 43 no drugs interaction. It was concluded that empirical antibiotic treatment in postoperative patients in Naval Hospital Dr Mintohardjo were irrational."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S54986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Septia Bintang Kinanti
"Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis yang biasa terjadi karena disebabkan oleh infeksi atau obstruksi. Pemberian antibiotik dapat menurunkan resiko infeksi pada luka operasi.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data penggunaan antibiotika empiris pada pasien apendisitis di Ruang Perawatan RSAL Dr. Mintohardjo selama tahun 2014 dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis dan interaksi obat.
Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik empiris dari rekam medis pasien apendisitis dengan metode retrospektif dengan desain penelitian cross- sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling.
Populasi penelitian berjumlah 130 pasien, dan 111 pasien diterima sebagai sampel penelitian. Pada penilaian terhadap jumlah pasien apendisitis, terdapat 100% pasien mendapatkan terapi antibiotik tepat dengan kondisi pasien; 83,78% pasien mendapatkan antibiotik sesuai indikasi; 100% pasien mendapatkan antibiotik tepat obat; 97,30% pasien sudah mendapatkan dosis yang tepat, dan 100% pasien tidak mengalami interaksi obat. Sehingga dapat disimpulkan pengobatan antibiotik empiris pada pasien apendisitis di RSAL Dr. Mintohardjo hampir semua rasional.

Appendicitis is an inflammation of the appendix vermiformis commonly happened because it is caused by an infection or obstruction. Antibiotics can reduce the risk of infection in the surgical wound.
This study aimed to obtain empirical data on the use of antibiotics in patients with appendicitis at Inpatient Unit Hospital Dr. Mintohardjo. This research was conducted to obtain data on the use of empiric antibiotics in appendicitis patients at Inpatient Unit Hospital Dr. Mintohardjo during 2014 and evaluate rationality of the administration through the appropriate patient, appropriate indication, appropriate drug, appropriate dose, and drugs interaction. This retrospective cross-sectional study was done by collecting empiric antibiotics usage data from medical record of appendicitis patients on 2014 using total sampling.
Population of study included 130 patients, and 111 patients were accepted as samples of study. Appropriate assessment based on number of appendicitis patients, showed 100% appropriate patient, 83,78% appropriate indication, 100% appropriate drug, 97,30% appropriate dose, and 100% drugs interaction. It can be concluded that empirical antibiotic treatment in patients with appendicitis at RSAL Dr. Mintohardjo most of all is rational.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S60761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fithrotul Aini
"Bedah ortopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memulihkan kondisi disfungsi muskuloskeletal.Infeksi Luka Operasi (ILO) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implan. Salah satu cara pencegahan ILO adalah dengan menggunakan antibiotik profilaksis. Namun, penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi antibiotik yang sangat merugikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan mengevaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis bedah ortopedi di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat periode tahun 2012. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dan metode retrospektif dengan mengambil dan mengumpulkan data dari dokumen rekam medis pasien yang menjalani operasi ortopedi selama tahun 2012. Sebanyak 163 sampel yang diperoleh terdiri dari laki-laki 73% dan perempuan 27% dengan rentang usia dibawah 12 tahun 9,8%, 12-25 tahun 23,3%, 26-65 tahun 28,9% dan diatas 65 tahun 8,0%. Antibiotik profilaksis yang sering digunakan adalah seftriakson 87,8%, gentamisin 3,7%, sefotaksim 3,7%, sefoporakson 1,2%, siprofloksasin 1,2%, fosfomisin 0,6%, meropenem 0,6%, dan vankomisin 0,6%. Sebanyak 55,8% antibiotik yang diberikan sudah tepat waktu, sedangkan sebanyak 93,9% antibiotik tidak tepat obat. Terdapat 8 kasus ILO (4,9%) dari seluruh pasien bedah ortopedi yang mendapat antibiotik profilaksis. Jenis mikroorganisme yang paling sering ditemukan di RSAL Dr. Mintohardjo, Jakarta, adalah Eschericia coli (23,08%), Coliform (18,62%), Staphylococcus aureus sp. (18%). Pseudomonas Sp. (12,15%) dan Alkaligenes Sp (9,31%). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis bedah ortopedi di RSAL Dr. Mintohardjo tidak rasional. Hasil yang diperoleh dari uji kai kuadrat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis antibiotik profilaksis yang digunakan dengan kondisi pasien pasca operasi.

Orthopedic surgery is a surgery to recover muskuloskeletal dysfunction. The Surgical Site Infection (SSI) is an infection of the surgical wound or organ / space that occurs within 30 days after surgery or within 1 year if an implant there. One way to prevent SSI is by using prophylaxis antibiotics. However, improper use of antibiotics can lead to antibiotic resistance wich is very harmfull. The purpose of this study was to collect data and evaluate the rational use of prophylaxis antibiotic in orthopedic surgery at RSAL Dr. Mintohardjo Central Jakarta in 2012. The study was designed cross sectional and conducted retrospectively by taking and collecting data from the medical record document of patients who were undergoing orthopedic surgery during 2012. A total of 163 samples consisted of men 73% and women 27% with an age range under 12 years 9.8%, 12-25 years 23.3%, 26-65 years 58.9% and over 65 years 8.0%. Prophylaxis antibiotics which common used were ceftriaxone 87.8%, gentamycin 3.7%, cefotaxime 3.7%, cefoporaxone 1.2%, siprofloksasin 1.2%, fosfomycin 0.6%, meropenem 0.6%, and vancomycin 0.6%. A total of 55.8% of these prophylaxis antibiotics were given on time, and 93.9% of them were not appropriate drugs. There were 8 SSI cases or 4.9% of all orthopedic surgical patients who received prophylaxis antibiotics. The types of microorganisms which most frequently found at RSAL Dr. Mintohardjo Central Jakarta was Eschericia coli (23.08%), Coliform (18.62%), Staphylococcus aureus sp. (18%). Pseudomonas Sp. (12.15%) and Alkaligenes Sp (9.31%). From these results we could concluded that the use of prophylaxis antibiotics in orthopedic surgery RSAL Dr. Mintohardjo was irrational. Data were tested by chi square test and the results showed that there were a relationship between the types of antibiotic used with patient’s condition after surgery."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S52658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Najwa Rokhmah
"Kejadian infeksi luka operasi menjadi salah satu jenis infeksi nosokomial yang sering banyak terjadi di beberapa negara. Belum maksimalnya penggunaan antibiotik profilaksis ditandai dengan penggunaannya yang tidak sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan secara nasional maupun internasional mengakibatkan meningkatnya resiko kejadian infeksi luka operasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai dan mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik profilaksis bedah terhadap kejadian infeksi luka operasi yang dievaluasi selama 23 hari di RS Marzoeki Mahdi Bogor. Penelitian menggunakan desain penelitian cross sectional. Pengambilan sampel secara total sampling dan retrospektif dengan menggunakan data sekunder (rekam medis). Sampel penelitian sebanyak 577 rekam medis pasien sejak Januari 2013-Desember 2013.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat 6 kejadian infeksi luka operasi (1,04%) dengan penggunaan antibiotik profilaksis tidak sesuai dengan Kepmenkes no 2046 tahun 2011. Tidak terdapat hubungan antara jenis dan waktu penggunaan antibiotik terhadap kejadian infeksi luka operasi serta tidak terdapat hubungan antara faktor resiko dengan kejadian infeksi luka operasi.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa kejadian infeksi luka operasi di RS Dr H Marzoeki Mahdi cukup rendah dibandingkan penelitian lain yang pernah dilakukan dan tidak terdapat pengaruh signifikan antibiotik profilaksis serta faktor resiko terhadap kejadian infeksi luka operasi.

Surgical site infection is one of nosocomial infection that frequently happened in some countries. Unappropriate used of prophylactic antibiotic signed by the used of antibiotic not accordance with local or international guidelines and it caused surgical site infection increase.
This study aim to assesed and evaluated factors that affect antibiotic prophylactic use to surgical site infection in Marzoeki Mahdi Hospital Bogor. The design of this study cross sectional with total sampling, and data collected retrospectively. Sample of this study are 577 patient from January 2013- December 2013.
The result showed surgical site infection occur in 6 patients (1,04%), the used od prophylactic antibiotic is not appropriate Kepmenkes No 2046. There is no relationship between types and duration of prophylactic antibiotic to surgical site infection cases and also there is no relation between risk factors and surgical site infection cases.
In this study we can conclude incidence of surgical site infection in Dr. H. Marzoeki Mahdi Hospital was low and there is no significant relation between prophylactic antibiotic used and risk factors with surgical site infection cases.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T42543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryman Utama Suryadinata
"Penggunaan antibiotik yang salah atau irasional dapat menyebabkan terjadinya kasus Antibiotic Resistance (ABR). Salah satu proses dalam mengendalikan ABR yaitu dengan melakukan evaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik dengan alur Gyssens. Rumah Sakit X saat ini berupaya untuk terus memenuhi standar pelayanan kesehatan yaitu tentang penggunaan antibiotik yang rasional. Metode untuk mengevaluasi rasionalitas yang digunakan adalah dengan metode Gyssens. Kemudian, beberapa hasil yang menarik akan diverifikasi dengan tim pada saat diskusi dilakukan. Sampel yang dikumpulkan sebanyak 307 kali penggunaan antibiotik. Terdapat 7,5% penggunaan antibiotik yang sesuai dengan pedoman dan penggunaan antibiotik terbanyak pada golongan Cephalosporin generasi 3 (Ceftriaxone) dan Beta Lactam (Ampisilin Sulbaktam).
Penyebab terjadinya ketidaksesuaian dan dalam penggunaan antibiotik adalah belum adanya standar pedoman penggunaan antibiotik pada seluruh kelompok diagnosa penyakit, beberapa antibiotik tidak tersedia di rumah sakit, beberapa kebijakan dan program belum berjalan maksimal. Dampak tersebut dapat menyebabkan potensi terjadinya resistensi, penurunan efektivitas obat bahkan dapat meningkatkan biaya pengobatan. Beberapa solusi harus segera dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan cost saving dan hal ini dapat berpengaruh terhadap pembelian obat di rumah sakit termasuk pada mengurangi potensi risiko lainnya yang dapat muncul. Hal tersebut memiliki tujuan akhir yang sama yaitu kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya yang terkendali.

Irational antibiotics usage could drive into Antibiotics Resistance (ABR) which could be control by doing the evaluation of antbiotic usage. Nowdays, Hospital X is very concern to improve their quality of services by pushing rational usage of antibiotics. This reasearch will evaluate the rationality of antibioic useage with Gyssens algorithm, and cntinue by some discussion with the team for verification the interesting results. The total sample is 307 cases of antibiotic used. There are 7,5% rational cases of antibiotics usage which Cephalosporin 3 generation (Ceftriaxone) and Beta Lactam (Ampicillin Sulbactam) were the most frequent delivered.
Those irational antibiotic usage caused by there was no antibiotics used guideline for therapy especially for antibiotics therapy, some kind of antibiotics are not available in hospital and some internal regulations and programs were not working properly which could drive to antibiotics resistance, inefficient of the treatment and also increase the treatment cost. The hospital should do some improvement to prevent the resistance, which could give some benefits such as increase cost saving of the treatment, decrease the purchasing level and minimum risk of potential incident. All of those things just to reach the best quality with the controlled cost of healthy services.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Tilaqza
"ABSTRAK
Sekitar 50% peresepan antibiotik tidak rasional berdasarkan data dari WHO,
dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan morbiditas, mortalitas, biaya
pengobatan, efek samping dan resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi pola peresepan antibiotik dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan peresepan antibiotik yang rasional di seluruh puskesmas kecamatan kota
Depok. Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Sampel
penelitian terdiri dari seluruh dokter, tenaga kefarmasian, resep antibiotik per oral
dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) periode Oktober
– Desember 2012. Analisis data dilakukan dengan uji chi square dan analisis
regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis diketahui pola peresepan antibiotik
yang paling banyak diresepkan berdasarkan jenis antibiotik adalah amoksisilin
(73,5%) dan kotrimoksazol (17,4%), berdasarkan jenis penyakit adalah faringitis
akut (40,2%) dan ISPA tidak spesifik (25,4%), berdasarkan jenis kelamin pasien
adalah perempuan (54,4%), dan berdasarkan usia yakni antara 19-60 tahun
(45,4%). Dari 392 resep diketahui 56,1% tidak memenuhi kriteria kerasionalan
peresepan antibiotik yakni dalam hal pemilihan antibiotik (22,7%), durasi
pemberian (72,3%), frekuensi pemberian (3,2%), durasi dan frekuensi pemberian
(1,8%).Dokter yang pernah mengikuti pelatihan 2,014 kali lebih rasional
dibandingkan dengan dokter yang tidak pernah mengikuti pelatihan. Dokter
dengan masa kerja singkat (< 7 tahun) 3,952 kali lebih rasional dalam peresepan
antibiotik dibandingkan dengan masa kerja lama (> 7 tahun). Penelitian ini juga
menunjukkan peran tenaga kefarmasian dalam peresepan antibiotik rasional
belum bisa dilakukan karena kendala keterbatasan tenaga. Oleh karena itu perlu
dilakukan pelatihan kepada dokter dalam upaya meningkatkan peresepan
antibiotik yang rasional secara periodik dan penambahan tenaga kefarmasian agar
bisa melaksanakan peran dalam peresepan antibiotik rasional.
ABSTRACT
Approximately 50% of antibiotic prescribing is categorized as irrational according
to the data from the WHO, which will cause an increase in morbidity, mortality,
cost of medication, side effects, and resistance. The aim of this study was to
evaluate antibiotic prescribing patterns and factors associated with rational
antibiotic prescribing at public health care in Depok. Study design used a cross
sectional method. The sample consisted of physicians, pharmacists, oral antibiotic
prescriptions, and LPLPO from October to December 2012. Data were analyzed
by chi-square test and logistic regression analysis. Based on the results of
analysis, the most widely prescribed antibiotic pattern based on type of antibiotic
were amoxicillin (73.5%) and cotrimoxazole (17.4%), based on the type of
disease were acute pharyngitis (40.2%) and non-specific respiratory infection
(25.4%), based on the patient's gender was female (54.4%), and based on the age
was between 19-60 years (45.4%). About 56.1% of 392 prescriptions was found
not to meet the criteria for rational antibiotic prescribing in the case of antibiotic
selection (22.7%), duration of administration (72.3%), frequency of
administration (3.2%), duration and frequency of administration (1.8%).
Physicians who had attended training for rational drug use was 2,014 times more
rational than physicians who had never attended training. Physicians with short
working period (<7 years) was 3,952 times more rational in prescribing of
antibiotics compared to physicians with a longer working period (> 7 years). This
study also indicated that the role of pharmacist in rational antibiotic prescribing
could not be implemented due to the lack of pharmacist staff. Therefore,
periodically training is necessary for physicians in an effort to improve a rational
antibiotic prescribing in public health care. Additional staff of pharmacist in order
to carry out their role in rational antibiotic prescribing is also needed."
Lengkap +
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T38415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Indrawati
"Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis pengendalian persediaan antibiotik pada tahun 2011 di RSIA Budi Kemuliaan. Desain penelitian yang digunakan Cross Sectional dengan pendekatan kualitatif untuk menganalisis unsur-unsur yang berpengaruh pada efektifitas pengendalian dan pendekatan kuantitatif digunakan untuk melakukan analisis ABC antibiotik pada tahun 2011. Hasil yang didapat dari penelitian ini untuk analisis ABC nilai indeks kritis, kelompok A terdiri dari 8 item obat atau 6,25 % dari seluruh item antibiotik, kelompok B 58 item atau 45,31% dan kelompok C 48,44% atau 62 item antibiotik Untuk evaluasi Formularium, 28 item antibiotik dalam kelompok C dapat dihilangkan. Efektifitas pengendalian belum tercapai, dikarenakan kebijakan yang ada belum cukup dan belum dibakukan menjadi pedoman yang disosialisasikan serta dievaluasi secara rutin dan belum dibakukannya prosedur-prosedur yang berkaitan dengan pengendalian persediaan, serta sistem informasi yang tersedia belum menunjang proses pencatatan dan pelaporan.

The aim of this research is to analyze antibiotics stock control in Budi Kemuliaan Hospital in 2011. This was a cross-sectional study using qualitative approach to analyze some factors influencing control effectivity and quantitative approach to analyze ABC antibiotics in 2011. The result of this study, using ABC analysis of critical index point, showed that Group A consisted of 8 drug items or 6.25% of total antibiotics items, Group B consisted of 58 items (45.31%) and Group C consisted of 62 items (48.44%). Twenty eight itemsin Group C could be deleted from Budi Kemuliaan Hospital?s drug formularium lists.The effectivity of stock control had not been achieved yet because the policy regarding stock controlhad not been established adequately andhad not became a guidance to be socialized and evaluated routinely;there were many procedures of drug stock control had not became SOP (Standard Operating Procedure); and the excellence information system that supported good documentation had not been available yet."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31235
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>