Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178773 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisia Arrifianty
"WTO adalah salah satu organisasi internasional yang memiliki peranan terpenting dalam mengatur pelaksanaan praktik perdagangan internasional. Dalam praktiknya, seringkali perdagangan internasional terutama yang melewati batasbatas suatu negara, menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Sebagai contoh dari dampak-dampak negatif tersebut adalah masalah deforestasi, pemanasan global, dan juga overfishing. Karena hal tersebut lah WTO sering kali dikritik sebagai organisasi internasional yang environmentally-biased. Untuk menghadapi berbagai kritik tersebut, sebagai salah satu upaya perlindungan lingkungan hidup dalam hukum perdagangan internasional, pada perjanjianperjanian WTO dicantumkan ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan oleh masing-masing negara anggota untuk melaksanakan perlindungan lingkungan. Beberapa ketentuan-ketentuan dalam perjanjian WTO tersebut antara lain adalah ketentuan dalam Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Agreement) dan juga General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Namun, penerapan ketentuan-ketentuan tersebut seiring perkembangannya menimbulkan sengketa antara negara-negara anggota. Dengan demikian penting untuk mengetahui bagaimana hubungan antara perlindungan lingkungan dnengan hukum perdagangan internasional, pengaturan mengenai perlindungan lingkungan dalam menurut hukum WTO, dan juga perkembangan keterkaitan antara perdagangan internasional dengan perlindungan lingkungan hidup dalam sengketa-sengketa dagang WTO berdasarkan TBT Agreement dan juga GATT. Permasalahanpermasalahan tersebut akan dijawab melalui penelitian yuridis-normatif sehingga diperoleh simpulan bahwa WTO pada intinya sudah cukup mengakomodir kepentingan masing-masing negara anggota untuk melaksanakan upaya perlindungan lingkungan dengan ketentuan-ketentuan dalam TBT Agreement dan GATT, sepanjang suatu tindakan perdagangan internasional yang diterapkan, tidak menimbulkan distorsi bagi perdagangan internasional.

WTO plays an irrefutable role in supervising and regulating the practice of international trade. More often than not, international trade can be the cause of environmental degradation, such as forest degradation, global warming, and overfishing. For that matter, WTO is often criticized as an environmentally-biased international organization, due to the fact that there are still so few regulations in the WTO itself that rules on the issue of environmental protection. To face the growing criticisms from the international community, WTO had actually put some rules on many of WTO agreements, that can be imposed by its members as a means of protecting the environment. The two examples of the rules are the one incorporated under the Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Agreement) regarding products? standard (ecolabel and process and production methods) and the general exception on Article XX (b) and XX (g) of the General Agreement of Tariffs and Trade (GATT). Nonetheless, the imposition of these regulations can arise an international trade dispute among WTO Members. Therefore, it is important to understand the relationship between international trade and the issue of environmental protection, the regulations regarding environmental protection under WTO law, and the development of the correlation between international trade law and environmental protection in WTO disputes based on TBT Agreement and the GATT. These problems will be reviewed using a juridical-normative research method until it can be concluded that WTO indeed had provided its Members with some provisions on its multilateral trade agreements, mainly the TBT Agreement and the GATT, that actually can be used by its Members. The usage of those provisions can be carried out by all of its Members as long as it meets the requirements required under the specific provisions, and as long as they don?t create barriers on international trade.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhala, Raj
New York: Sweet and Maxwell, 2005
343.087 BHA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Artika Nuswaningrum
"Dalam perdagangan internasional, salah satu bentuk perlakuan yang wajib diberikan oleh negara anggota World Trade Organization ialah perlakuan berdasarkan prinsip National Treatment. Prinsip National Treatment dapat ditemukan pada berbagai perjanjian multilateral dalam WTO, salah satunya dalam Agreement on Technical Barriers to Trade. Persetujuan TBT rd. Namun berbeda dengan perjanjian multilateral dalam WTO lainnya, prinsip National Treatment dalam Persetujuan TBT tidak secara eksplisit diatur. Dengan menggunakan pendekatan normatif yuridis, penulis ingin mengetahui lebih lanjut unsur-unsur dari prinsip National Treatment dalam TBT Agreement serta penerapannya pada sengketa yang diselesaikan oleh Dispute Settlement Body-WTO. Penulis menyimpulkan bahwa meskipun tidak diatur secara eksplisit seperti perjanjian lainnya dalam WTO, perlakuan berdasarkan prinsip National Treatment dapat ditemukan pengaturannya dalam Pasal 2.1. Apabila seluruh unsur dalam pasal tersebut terpenuhi akan tercipta perlindungan berdasarkan prinsip National Treatment. Penulis menyarankan perlu adanya dokumen tambahan yang menjelaskan mengenai pengaturan-pengaturan yang tercantum dalam Persetujuan TBT, demi memudahkan penafsiran atas pengaturan tersebut.

In intertational trade realm, one of the principles that shall be upheld by World Trade Organization members is the National Treatment principle. National Treatment principle can be easily and explicitly found in numerous of WTO Agreements. But unlike another multilateral agreement in WTO, the Agreement on Technical Barriers to Trade does not explicitly regulate national treatment principle. This research is conducted with juridical normative approach, which author would like to find out the elements of National Treatment principle in TBT Agreement and its applicability in cases brought before the Dispute Settlement Body WTO. The author concludes that even though we can not find national treatment principle to be explicitly regulated in TBT Agreement, the protection based upon national treatment principle is used in Article 2.1. If every element in Article 2.1 is fulfilled it will create a protection based upon national treatment principle. The author suggests that a creation of document elaborating about the TBT Agreement is needed, as it will help to facilitate the interpretation of TBT Agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwana Firdaous
"Perdagangan regional (RTA) menjadi fenomena umum yang menyebar luas ke seluruh dunia. Gelombang besar inisiatif perdagangan regional terus berlajut sejak awal tahun 1990-an. Banyak negara memilih membuat komitmen di tingkat regional karena lebih mudah dilakukan daripada komitmen bidang yang sama di tingkat multilateral. RTA merupakan bagian dari sistem perdagangan global (multilateral trading sistem), namun dalam kenyataanya persyaratan Pasal XXIV GATT 1994 sering kali diabaikan. Beberapa kelompok regional memiliki persetujuan perdagangan barang, persetujuan perdagangan jasa, persetujuan investasi, dan kerjasama ekonomi, diantaranya adalah ACFTA. Liberalisasi ACFTA akan meningkatkan kinerja perdagangan antara negara anggota, namun karena China jauh lebih siap dengan daya saing lebih tinggi, menyebabkan pertumbuhan kinerja ekspor China akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN. Kementerian Perindustrian pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa liberalisasi ACFTA berdampak buruk terhadap kinerja beberapa industri nasional. Sektor elektronik merupakan salah satu sektor yang mengalami defisit neraca perdagangan paling buruk semenjak liberalisasi ACFTA. Penelitian ini mempergunakan kajian hukum normatif untuk memahami penerapan norma-norma hukum pengaturan RTA dalam kerangka WTO, sedangkan dalam kegiatan menggali dan mengkualifikasi fakta-fakta sebagai dipergunakan kajian empiris. Hasil penelitian ini adalah bahwa Pasal XXIV GATT 1994 memperbolehkan anggota WTO untuk perdagangan bebas dengan lebih cepat diantara anggota-anggota tertentu yang membentuk suatu kelompok. ACFTA bukan merupakan sistem terpisah, namun merupakan bagian dari sistem perdagangan global WTO, keduanya mengejar tujuan yang sama yaitu liberalisasi perdagangan secara substansial yang tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian-perjanjian WTO. Ketidakberhasilan Indonesia memanfaatkan liberalisasi ACFTA untuk meningkatkan kinerja perdagangan, khususnya sektor elektronik, mengakibatkan China akan memperoleh manfaat lebih besar dari liberalisasi ACFTA sebagai akibat daya saing industri mereka yang lebih tinggi. Dengan demikian, industri elektonik di Indonesia harus melakukan serangkaian perbaikan berupa investasi tenaga kerja, fisik dan teknologi untuk meningkatkan daya saing mereka dalam menghadapi produk dari China.

Regional Trade Agreement (RTA) to be a common phenomenon that widespread throughout the world. A surge of regional trade initiatives has continued since the early 1990s. Many countries have chosen to make a commitment at the regional level because it is easier to do than the same field commitments at the multilateral level. RTA is part of the multilateral trading system, but in fact the requirements of Article XXIV of GATT 1994 is often times overlooked. Some regional groups have consent of trade in goods, trade in services agreements, investment agreements, and economic cooperation, including the ACFTA. ACFTA liberalization will improve the performance of trade between member states, but because China is much better prepared with higher competitiveness, led to the growth of China's export performance will be much higher than the ASEAN countries. Ministry of Industry in 2010 revealed that the liberalization ACFTA adversely affect the performance of some of the national industry. The electronics sector is one sector that suffered the worst trade deficit since the liberalization of the ACFTA. The study used a normative legal studies to understand the application of legal norms within the framework of the WTO RTA arrangements, whereas in digging activities and qualify the facts as used empirical study. The result of this is that Article XXIV of GATT 1994 allows WTO members to trade freely with faster among certain members that form a group. ACFTA is not a separate system, but is part of the multilateral trading system the WTO, both pursuing the same goal of trade liberalization substantially subject to the provisions of the WTO agreements. The failure to take advantage of the liberalization of Indonesia in ACFTA to improve trading performance, particularly the electronics sector, China will result in a greater benefit from the liberalization of the ACFTA as a result of their industrial competitiveness higher. Thus, the electronic industry in Indonesia must make a series of improvements in the form of investment of manpower, physical and technology to improve their competitiveness in the face of the product from China.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gupta, K.R.
New Delhi: S. Chand, 1967
382.92 GUP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nira Sari Nazarudin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S25844
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Suhana Somawidjaya
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai konsep keamanan nasional (National Security) dalam kerangka liberalisasi perdagangan World Trade Organization yang diadopsi dalam Pasal XXI General Agreement On Tariffs And Trade dan Pasal XIV bis General Agreement On Trade Of Services, serta bagaimana konsep tersebut dapat mempengaruhi proses liberalisasi perdagangan yang bersifat hambatan terhadap liberalisasi perdagangan itu sendiri, dan bagaimana konsep tersebut menyebabkan pencapaian tujuan World Trade Organization yaitu kesejahteraan tidak akan tercapai sehingga aturan-aturan GATT dan GATS menjadi sia-sia dalam praktiknya

ABSTRACT
This thesis discusess the analysis of National Security concept in related to the trade liberalization framework on World Trade Organization (WTO) adopted by it rules in Article XXI General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) and Article XIV bis General Agreement on Trade in Services, studying how the concept affected the trade liberalization as an obstacle for trade liberalization itself, and how the concept doesn't support for reaching prosperity for all WTO members which is it?s a main purpose of World Trade Organization"
2016
T45601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Tio Serepina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S25896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Budisetiawan
"ABSTRAK
International Trade Organization yang direncanakan sebagai suatu organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional, gagal untuk berdiri karena keengganan Amerika Serikat untuk menandatangani piagam organisasi tersebut pada tahun l947. GATT, yang merupakan bagian dari ITO ternyata dapat terus hidup dan terus meningkatkan peranannya dalam mengatur lalu-lintas perdagangan internasional. GATT. memang bukan didirikan untuk menjadi suatu organisasi internasional, sehingga dalam perkembangan. selanjutnya GATT memerlukan perbaikan-perbaikan atau penambahan-penambahan agar dapat menjadi suatu organisasi internasional yang sempurna. Peningkatan tersebut tentu akan lebih memperkuat lagi posisi GATT dalam mengatur perdagangan internasional. Tekstil adalah satu jenis barang yang diatur secara tersendiri dengan suatu peraturan yang sering disebut dengan MFA yang dibuat berlandaskan GATT. Pengaturan perdagangan tekstil ini sebenarnya dimulai dari tahun 1961 dengan suatu perjanjian yang disebut STA yang kemudian diperpanjang dengan LTA dan pada akhirnya dirubah menjadi IFA pada tahun 1974. MFA ini diperpanjang terus sampai 1FA III yang berakhir pada tahun 1986. Indonesia yang merupakan negara pengekspor tekstil juga turut menandatangani HFA. Dalam forum MFA ini Indonesia dapat berjuang dalam perundingan untuk mendapatkan kuota ekspor yang besar karena pada umumnya negara-negara maju hanya memberikan kuota ekspor yang sangat kecil."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Griselda Megantami
"Perjanjian Fasilitasi Perdagangan adalah perjanjian WTO yang berisi ketentuan tentang penyederhanaan prosedur bea cukai, yang dibuat untuk meningkatkan aliran perdagangan internasional. Indonesia adalah salah satu dari banyak anggota WTO yang meratifikasi Perjanjian Fasilitasi Perdagangan. Tesis ini membahas implikasi hukum ratifikasi Perjanjian Fasilitasi Perdagangan WTO dengan Indonesia. Secara khusus, tesis ini membahas alasan ratifikasi Indonesia dari Perjanjian Fasilitasi Perdagangan bersama dengan implikasi hukum ratifikasi. Tesis ini disusun dengan menggunakan Metode yuridis normatif, yang dilakukan dengan menggambarkan ketentuan tercantum dalam Perjanjian Fasilitasi Perdagangan dan membandingkannya dengan ketentuan yang berkaitan dengan fasilitasi perdagangan dalam beberapa undang-undang dan peraturan di Indonesia. Tesis ini menyimpulkan bahwa sebagian besar ketentuan fasilitasi perdagangan dalam undang-undang tersebut dan peraturan di Indonesia sesuai dengan Perjanjian Fasilitasi Perdagangan, tetapi pada ketentuan fasilitasi perdagangan yang belum mengikuti Fasilitasi Perdagangan Kesepakatan, beberapa penyesuaian harus dilakukan. Tesis ini menyarankan Indonesia untuk melakukannya penyesuaian sehubungan dengan ketentuan fasilitasi perdagangan yang belum mengikuti Perjanjian Fasilitasi Perdagangan, karena dengan meratifikasi Fasilitasi Perdagangan

Trade Facilitation Agreement is a WTO agreement that contains provisions on simplifying customs procedures, which are made to increase the flow of international trade. Indonesia is one of the many WTO members to ratify the Trade Facilitation Agreement. This thesis discusses the legal implications of ratification WTO Trade Facilitation Agreement with Indonesia. Specifically, this thesis discusses the reasons for Indonesias ratification of the Trade Facilitation Agreement along with the legal implications of ratification. This thesis was prepared using a normative juridical method, which is done by describing the provisions contained in the Trade Facilitation Agreement and comparing it with
Provisions relating to trade facilitation in several laws and regulations in Indonesia. This thesis concludes that most of the trade facilitation provisions in the law and regulations in Indonesia are in accordance with the Trade Facilitation Agreement, but on trade facilitation provisions that have not yet followed the Trade Facilitation Agreement, some adjustments must be made. This thesis recommends that Indonesia make adjustments with respect to trade facilitation provisions that have not yet followed the Trade Facilitation Agreement, because by ratifying Trade Facilitation
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>