Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176761 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tania Widya Putri
"Agreement on Agriculture (AoA) merupakan perjanjian pertanian yang merupakan bagian dari perjanjian mengenai aspek khusus dari Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1995. AoA bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. AoA menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan perdagangan di bidang pertanian termasuk pengaturan mengenai impor beras, terutama yang menyangkut akses pasar, bantuan domestik dan subsidi eskpor. Kesepakatan internasional yang disepakati Indonesia khususnya dalam bidang perdagangan beras tidak hanya diatur oleh AoA namun Indonesia juga memiliki kesepakatan impor beras yang berlaku secara regional yang diatur dalam AFTA. Sebagai anggota WTO, Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan akses pasar dan mengurangi subsidisubsidi yang mendistorsi perdagangan melalui Schedule of Commitment masingmasing negara yang sudah dituangkan ke dalam peraturan nasional Indonesia. Dalam menjalankan komitmen-komitmennya pada AoA khususnya dalam menjalankan komitmen untuk membuka akses pasar, Indonesia mengalami dampak baik maupun buruk bagi keadaan beras di Indonesia. Dari uraian diatas,penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh AoA terhadap pembukaan akses pasar khususnya pada sektor impor beras di Indonesia.

Agreement on Agriculture (AoA) is an agreement that explores the field of agriculture and it is a part of special aspect agreement from the World Trade Organization (WTO). It is immediately enforced, right after January 1st 1995 after the ratification of the WTO Agreement in Marrakesh. The purpose of the AoA is
to reform public policies regarding agricultural products in order to create a fair and market-oriented agricultural trade system. AoA sets out some implementing regulation of international trade in the field of agriculture that includes some regulations regarding rice import, especially concerning market access, domestic
support and export subsidies. Indonesia, up until now, has participated in many international agreements involving the trade of rice. Beside what is regulated under the AoA, Indonesia also has some commitments involving rice imports under the ASEAN Free Trade Agreement (AFTA). Based on the AoA and AFTA,
WTO Members, including Indonesia, has agreed to increase their market access and reducing subsidies that can distort the practice of international trade. Those commitments had been set out in the Schedule of Commitment of each country,
including Indonesia. In applying its commitments regarding rice import under AoA, especially to open its market access, Indonesia has both negative and positive impacts on the availability of rice in Indonesia. Therefore, this research is
pursued to find out the implications of the AoA with regards to the opening of Indonesia’s market access, especially in the sector of rice import in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabil Afifa
"Industri kreatif menjadi salah satu fenomena yang berkembang seiring dengan masifnya globalisasi. Perkembangannya begitu masif sehingga mulai diperhatikan dalam kajian studi Hubungan Internasional. Salah satunya adalah dalam proses diplomasi ekonomi yang berlangsung, dengan industri kreatif ini menjadi salah satu keunggulan kompetitif yang dapat bersaing di pasar global. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kelola industri kreatif yang berpengaruh terhadap diplomasi ekonomi Indonesia dengan sub sektor mode sebagai studi kasus. Dipilihnya Indonesia adalah karena adanya kedekatan antara isu ekonomi kreatif dengan diplomasi ekonomi yang dilakukan. Sementara sub sektor mode dipilih karena menjadi salah satu kontributor tertinggi dalam industri kreatif Indonesia. Dalam melakukan analisis, penulis menggunakan kerangka konsep governance dalam industri kreatif dan juga diplomasi ekonomi. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penulis menemukan bahwa tata kelola industri kreatif ini berpengaruh dalam diplomasi ekonomi. Pengaruh ini terlihat dari masuknya industri kreatif ke dalam ranah politis, di mana menjadikan sub sektor mode sebagai isu non- tradisional dalam pelaksanaan diplomasi ekonomi. Tentunya hal ini tidak terlepas dari aktor-aktor sub sektor mode selain pemerintah dalam tingkat domestik Indonesia. Selain itu, juga terdapat aspek-aspek lain yang mempengaruhi berjalannya diplomasi ekonomi tersebut yang berkaitan dengan tata kelola industri kreatif Indonesia itu sendiri seperti konteks hubungan internasional, ekonomi politik internasional, hingga perekonomian itu sendiri.

Creative industry become one of the phenomenon that develops along with the massive globalization. Its development was so massive that it began to be noticed in studies of International Relations. For example is the ongoing economic diplomacy process, with creative industry become one of the competitive advantages that can compete in the global market. This paper aims to analyse the relationship between creative industry governance with Indonesia's economic diplomacy in the fashion sub-sector. The choice of Indonesia was due to the closeness between the issues of the creative economy and the economic diplomacy undertaken. While the fashion sub-sector was chosen because it is one of the highest contributors to Indonesia's creative industry. In conducting the analysis, the author use the framework of governance in the creative industries and also economic diplomacy. Based on the analysis that has been done, the author find that the governance of creative industries is influential in Indonesia's economic diplomacy. This influence can be seen from the significant of the creative industry have to the political sphere, which makes the fashion sub-sector as a non-traditional issue in the implementation of economic diplomacy. Of course this is inseparable from the actors of the fashion sub-sector besides the government at the Indonesian domestic level. In addition, there are also other aspects that affect the course of economic diplomacy relating to the governance of Indonesia's creative industry itself such as dynamic in international relations, international political economy, and of course the economy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso
"Hubungan Australia - Indonesia berjalan sejak masa awal kemerdekaan Indonesia. Hubungan antara Indonesia dengan Australia semakin meningkat bersamaan dengan kepentingan ekonominya di berbagai bidang. Hubungan Indonesia - Australia pada masa pasca perang dingin mengalami perubahan bersamaan dengan berubahnya tata dunia internasional dari bipolar ke multipolar. Perubahan-perubahan ini mendorong Australia berperan secara aktif di IGGI, APEC, ARF, IMF dan organisasi-organisasi multilateral lainnya.
Perkembangan hubungan Australia dari waktu ke waktu perlu dianalisis akibat dari perubahan eksternal dan internal di Indonesia dan Australia serta lingkungan dunia secara global. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui perkembangan hubungan di bidang ekonomi antara Australia dan Indonesia berdasarkan tinjauan kebijakan ekonomi Indonesia di sektor perdagangan dan industri, yang dijalankan kedua negara tersebut.
Teori yang dipergunakan adalah mengenai konsep kebijakan publik dan hubungan ekonomi antar negara. Metode penelitian adalah desain penelitian deskriptif dan analisis data menggunakan pendekatan kualitatif/historis. Dalam hal ini subjek atau pokok penelitian adalah kebijakan-kebijakan ekonomi Indonesia di sektor perdagangan dan industri yang dilakukan akibat hubungan antara Australia - Indonesia dan metode pengumpulan data melalui analisis data sekunder. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Australia memiliki kepentingan yang cukup besar di bidang ekonomi di Indonesia. Hubungan Australia dari waktu ke waktu tetap berkisar pada masalah ekonomi dan tidak jauh pula dari masalah politik. Oleh karena itu, peranan Australia yang semakin aktif di dunia internasional dapat digunakan untuk mengambil inisiatif dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan mempertimbangkan hubungan antara Indonesia - Australia, dimana dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian dan peranannya di badan-badan organisasi multilateral."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulhajnie Wildayanti Limpas
"Setelah lima tahun perjanjian Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), pihak Indonesia kemudian berinisiatif untuk mengajukan General Review (GR) di tahun 2013. Pengajuan GR pertama kali dilakukan oleh pihak Indonesia dengan alasan perjanjian IJEPA tidak memberikan hasil yang maksimal dan merugikan bagi Indonesia. Pemerintah Jepang saat itu tidak langsung menyepakati pengajuan tersebut dengan alasan Jepang ingin Indonesia untuk mengganti beberapa peraturan kementerian keuangan yang dianggap tidak sesuai dengan komitmen Indonesia dalam perjanjian. Kemudian pertanyaan yang muncul dari masalah ini adalah bagaimana proses GR IJEPA berlangsung hingga Indonesia memutuskan untuk mengubah kesepakatan dan melanjutkan perjanjian. Pertanyaan ini dijawab menggunakan kerangka teori two level game dari Robert D. Putnam dengan tujuan untuk melihat bagaimana proses dari GR IJEPA hingga keputusan melanjutkan perjanjian IJEPA. Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Causal Process Tracing. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pada tingkat domestik, meskipun terdapat perbedaan kepentingan diantara Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan, semua pihak dapat mencapai kesepakatan untuk menjalankan GR-IJEPA, yaitu dengan mengubah beberapa peraturan perjanjian agar dapat menguntungkan pihak Indonesia. Pada tingkat internasional Indonesia akhirnya tetap melanjutkan perjanjian IJEPA dan melakukan GR-IJEPA dengan beberapa tawaran dari pihak Indonesia yang akhirnya disepakati Jepang dan persetujuan penambahan pos tariff sebagai solusi dari perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang diminta oleh Jepang.

After five years of the Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) implementation, Indonesia took the initiative to propose a General Review (GR) in 2013. The GR proposal was first made by the Indonesian government on the grounds that the IJEPA agreement did not provide maximum results and was detrimental to Indonesia. The Japanese government, at that time, did not immediately agree to the proposal because Japan wanted Indonesia to amend several Ministry of Finance regulations deemed inconsistent with Indonesia's commitments in the agreement. The research question in this thesis is "How was the process of GR IJEPA until Indonesia decided to modify and continue the agreement?" The research question will be answered using a two-level game theory, by Robert D. Putnam, to see the process of GR-IJEPA and the decision of Indonesia to continue the agreement betweent two country. This study used a qualitative method with the Causal Process Tracing approach. This study found at the domestic level the Ministry of Industry, the Ministry of Trade, and the Ministry of Finance agreed to implemented GRIJEPA to change several agreement regulations in order to gain the benefit from the agreement. At the international level, Indonesia finally agreed to continued the agreement and continuing GR-IJEPA with several offers from Indonesia which finally agreed by Japan, and the approval of additional tariff posts as a solution the amendment to the Minister of Finance Regulation (PMK) that requested by Japan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdy N.J. Piay
"Tesis ini membahas mengenai pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh pelaksanaan proses internasionalisasi terhadap terjadinya perubahan-perubahan pada tingkat domestik. Proses internasionalisasi pada prinsipnya merupakan suatu proses yang sangat wajar dilakukan oleh setiap negara di dunia dengan melihat kenyataan bahwa perekonomian global mengarah pada terbentuknya tatanan yang didasarkan pada perdagangan bebas. Hal ini akan semakin relevan apabila dikaitkan dengan tujuan WTO sebagai lembaga dunia untuk menciptakan perdagangan dunia yang bebas. Respon positif yang dapat diberikan ialah dengan melakukan proses internasionalisasi atau membuka perekonomian domestik terhadap perekonomian global yang secara teoritis akan mendorong kemampuan bersaing negara tersebut.
Secara teoritis, proses Internasionalisasi melalui liberalisasi ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah seharusnya diimplementasikan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi liberal yang menjadi prinsip utama perekonomian dunia. Kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia pada intinya sudah berada pada jalur yang benar, yaitu menuju liberalisasi ekonomi.
Terlepas dari kenyataan tersebut, masih banyak negara terutama negara berkembang yang melakukan berbagai langkah proteksi atas pengaruh desakan arus "liberalisme ekonomi" dari luar didorong oleh tujuan untuk memberikan kesempatan perkembangan industri domestik. Namun langkah menghambat desakan "mainstream" perekonomian dunia sebenarnya dapat diterjemahkan juga sebagai langkah menghambat proses internasionalisasi dan konsekuensi logis dari langkah tersebut adalah terjadinya bias atau perbedaan antara perekonomian domestik dan perekonomian dunia. Deviasi atau penyimpangan tersebut pada suatu tingkatan tertentu dapat menjadi penyebab terjadinya perubahan domestik baik ekonomi maupun politik bahkan lebih jauh lagi dapat menjadi salah satu faktor utama yang mendorong terjadinya instabilitas domestik.
Proses internasionalisasi yang dilakukan oleh Indonesia selama ini secara tidak disadari telah meningkatkan tingkat integrasi perekonomian Indonesia dengan perekonomian global. Di lain pihak, karena tingkat interdependensi dalam sistem perekonomian global yang sangat tinggi, maka krisis moneter yang bermula di Thailand telah meluas ke Indonesia. Namun oleh karena Implementasi proses internasionalisasi yang setengah-setengah, tidak adanya suatu grand strategy dalam perekonomian serta sistem politik yang cenderung otoriter, maka krisis ekonomi yang melanda Indonesia tersebut telah membawa dampak meluas hingga terjadinya krisis politik yang mencapai puncaknya pada jatuhnya rezim orde baru.
Dalam menganalisa permasalahan yang dihadapi, penulis menggunakan kebijakan dalam bidang perdagangan dan mobilitas modal serta tingkat perubahannya sebagai indikator internasionalisasi ekonomi oleh karena kedua indikator tersebut dapat menjelaskan sejauh mana perekonomian Indonesia sudah terinternasionalisasi."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Alifa
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dampak ketidakpastian terhadap fleksibilitas institusi internasional dalam kasus kerja sama perdagangan Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) antara Tiongkok dengan Taiwan. Kerja sama antara Tiongkok dengan Taiwan menarik untuk diteliti karena kedua negara tersebut dapat menjalin kerja sama dalam sebuah institusi, meskipun hubungan politik antara keduanya kerap dipenuhi oleh ketegangan. Penelitian ini menggunakan teori rational institution design yang menjelaskan bahwa negara merancang institusi internasional sesuai dengan hambatan yang dimilikinya. Teori rational institution design menggagas bahwa ketidakpastian sebagai hambatan kerja sama menyebabkan terbentuknya institusi internasional yang fleksibel. Metode process-tracing digunakan untuk meraih penjelasan mengenai mekanisme kausal antara ketidakpastian dan fleksibilitas institusi internasional dalam proses pembentukan ECFA. Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa ECFA dirancang dengan fleksibilitas untuk menghadapi ketidakpastian mengenai politik domestik di Taiwan, secara khusus adalah pergantian kekuasaan di Taiwan yang berdampak pada perkembangan hubungan lintas selat Taiwan. Melalui rangkaian negosiasi, Tiongkok dan Taiwan memilih untuk merancang ECFA dengan fleksibilitas sebagai perjanjian sementara yang tidak memiliki batas waktu penyelesaian serta memasukkan ketentuan pemutusan kontrak ke dalam rancangan ECFA. Rancangan institusi tersebut dipilih oleh Taiwan dan Tiongkok dengan mempertimbangkan perlawanan terhadap ECFA dari partai oposisi Taiwan, karena keduanya tidak dapat memastikan apa yang dilakukan oleh partai oposisi terhadap ECFA apabila partai oposisi berkuasa di Taiwan.

ABSTRACT
This thesis explains the impact of uncertainty on the flexibility of international institution within the case of trade cooperation between China and Taiwan in Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA). Cooperation between China and Taiwan is a considerably interesting subject, because they managed to establish a cooperation agreement despite their constrained political relations. I utilized rational institution design theory as an analytical framework in assessing how states design international institution based on the cooperation barriers they face. The theory suggested that uncertainty as cooperation barrier led to the formation of flexible institution. Process-tracing method was applied in this research to acquire explanation of causal mechanisms between uncertainty and the flexibility of ECFA. Findings in this research show that the flexibility possessed by ECFA is a response to uncertainty about Taiwans domestic politics, particularly power shift in Taiwan that gives significant impact on the development of cross-Strait relations. Throughout a series of negotiations, China and Taiwan decided to design ECFA with some degree of flexibility as an interim agreement that does not specify any deadline and ECFA also includes termination clause. The institutional design is chosen because China and Taiwan needs to consider resistance from Taiwanese opposition parties towards ECFA, as they are uncertain about what the opposition will do to ECFA once they are in power. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkar, Ali Mohamad
"Krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997-1998 mengakibatkan perubahan posisi tawar-menawar pada dua tingkat, yaitu: pertama, pada level internasional, yaitu antara lembaga-lembaga keuangan internasional terhadap Pemerintah Indonesia dan kedua, pada tingkat domestik, yaitu antara kubu liberal terhadap kubu nasionalis dan kubu populis. Masing-masing perubahan pada dua level analisis yang berbeda ini memberikan sumbangan yang menentukan arah perubahan kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia pada masa krisis ekonomi.
Berbeda dengan berbagai penelitian terdahulu mengenai kebijakan perdagangan Indonesia, penelitian ini lebih banyak menyentuh dimensi politik dalam perubahan kebijakan. Artinya, penelitian ini lebih banyak berusaha menyelami masalah pergulatan antar berbagai kekuatan yang memiliki kepentingan dan ideologi yang bertentangan dalam rangka memperebutkan pengaruh atas kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia.
Dalam penelitian ini, krisis ekonomi merupakan prakondisi yang diasumsikan mendahului dan mengakibatkan perubahan konfigurasi power, baik di tingkat internasional (Indonesia vis-a-vis lembaga keuangan internasional) maupun domestik (antara kubu liberal, nasionalis dan populis). Adapun perubahan konfigurasi power yang disebabkan krisis ekonomi tersebut pada gilirannya mengakibatkan perubahan kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Data-data mengenai krisis ekonomi, perubahan konfigurasi power dan perubahan kebijakan perdagangan diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, jurnal-jurnal, media massa maupun terbitan-terbitan lainnya. Seluruh data yang terkumpul dianalisis dan dilaporkan secara kronologis. Artinya, setiap gejala yang muncul dan keterkaitan antar gejala akan dijelaskan secara mendalam dan terperinci, serta dituangkan dalam laporan penelitian yang tersistematisasi berdasarkan urutan kejadian.
Penelitian ini menemukan bahwa dari rangkaian langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah Indonesia dalam mengatasi krisis ekonomi, jelas terlihat besarnya pengaruh lembaga keuangan internasional dan kelompok liberal dalam proses liberalisasi reformasi ekonomi Indonesia pada masa krisis ekonomi 1997-1998. Isi MEFP I (31 Oktober 1997), MEFP II (15 Januari 1998) dan supplementary MEFP III (10 April 1998) yang diajukan Pemerintah Indonesia memperlihatkan keberhasilan lembaga-lembaga keuangan internasional memaksakan liberalisasi lebih lanjut terhadap perekonomian Indonesia.
Sebagai hasil kajian, penelitian ini secara meyakinkan menyimpulkan bahwa perubahan kebijakan ekonomi Indonesia, termasuk di bidang perdagangan, ke arah sistem ekonomi pasar hanya akan terjadi apabila krisis ekonomi dapat menjadi momentum bagi kekuatan-kekuatan internasional dan kubu liberal di dalam negeri untuk menekan Pemerintah Indonesia agar mengadopsi kebijakan yang lebih liberal."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T8039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geovanie, Jeffrie
Jakarta: CV Simplex, 1995
337 GEO a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wicaksono
"IMF merupakan organisasi internasional yang tujuan utamanya adalah menjaga kurs mata uang dunia agar tidak mengalami gejolak yang dapat mengganggu perdagangan internasional. Syarat utama yang diajukan lembaga ini untuk memulihkan perekonomian suatu negara yang sedang mengalami krisis adalah liberalisasi ekonomi. Akan tetapi dalam kasus Indonesia, pemerintah Indonesia cenderung untuk tidak melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh lembaga ini. Atas dasar ini maka pokok permasalahan di dalam tesis ini adalah mengapa pemerintah Orde Baru tidak serius untuk melaksanakan syarat-syarat yang diajukan IMF.
Penelitian di dalam tesis ini bertujuan untuk melihat bagaimana interaksi antara negara dengan organisasi internasional. Sejumlah teori yang digunakan sebagai alat bantu analisa dalam tesis ini difokuskan pada interdependensi, organisasi internasional dan kepentingan nasional suatu negara. Teori-teori tersebut pada intinya mengemukakan bahwa ada dua kepentingan yang berbeda di dalam hubungan interdependensi, yaitu kepentingan organisasi internasional dan kepentingan nasional suatu negara. Organisasi intemasional berkepentingan agar hubungan antar negara yang saling tergantung antara satu dan lainnya tidak menjadi rusak karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan yang telah disepakati. Namun demikian, dalam hubungan interdependensi peran organisasi internasional dipandang perlu karena tanpa adanya lembaga ini, setiap negara akan dengan mudah melanggar peraturan yang telah disepakati. Akan tetapi di sisi lain setiap negara memiliki kepentingannya sendiri yang harus dipertahankan dan diperjuangkan. Dalam konteks ini, tuntutan IMF kepada pemerintah Indonesia untuk meliberalisasikan perekonomiannya merupakan variabel penyebab dari sikap pemerintah yang menolak untuk melaksanakan tuntutan tersebut.
Penolakan ini disebabkan oleh karena tuntutan tersebut bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia, yaitu pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik.
Dari berbagai fakta yang dianalisa, dapat ditarik kesimpulan bahwa liberalisasi ekonomi menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi dan mengganggu stabilitas politik. Pertumbuhan ekonomi ditujukan tidak saja untuk mensejahterakan seluruh masyarakat, tetapi yang lebih penting di dalam pertumbuhan ekonomi tersebut terdapat kepentingan lainnya yaitu menciptakan stabilitas politik, dengan cara membagi-bagikan hasil dari pertumbuhan itu yang kepada bagian-bagian utama dari elit politik.
Artinya melalui pertumbuhan ekonomi, pemerintah berusaha untuk menjaga kesetiaan dari para pendukung utamanya.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Trisna Ramahadi
"Pada awal Juli 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang membuat roda perekonomian dalam negeri menjadi lumpuh. Krisis ini pulalah yang mendorong Indonesia untuk meminta bantuan lembaga internasional. IMF dalam hal ini sebagai Lembaga Keuangan Internasional memberikan bantuan dana serta membahas bersama langkah-langkah pemulihan krisis ekonomi tersebut, guna menstabilkan kembali roda perekonomian di Indonesia. Pengambilan langkah-langkah dalam pemulihan krisis ini dilakukan melalui negosiasi di antara kedua belah pihak. Negosiasi ini tertuang kedalam suatu nota kesepakatan bersama yang disebut Letter Of Intent (LOI). Selama krisis moneter terjadi hingga tahun 2000, tercatat 15 buah LOI telah disepakati oleh IMF.
Dengan diterapkannya LOI di Indonesia maka diberikan pula syarat-syarat dalam bentuk program yang harus dijalankan oleh Indonesia. Program-program tersebut dikenal dengan Program Penyesuaian Struktural (SAPs). Di dalam SAPs, IMF memberikan beberapa kebijakan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia guna memperoleh bantuan dana. Program ini menyentuh seluruh sektor kehidupan di Indonesia, salah satunya adalah kebijakan pembangunan kehutanan.
Mengingat SAPs IMF yang diterapkan di Indonesia begitu..luas dan permasalahan yang dibahas begitu universal, uraian mengenai SAPs terhadap kebijakan pembangunan kehutanan di Indonesia, maka dalam penulisan ini dibatasi pada kurun waktu 1999-2000 dengan permasalahan lebih ditekankan pada pengaruh serta dampak yang diberikan SAPs didalam kebijakan kehutanan di Indonesia.
Adanya perbedaan sikap, tujuan yang ingin dicapai serta strategi yang dijalankan oleh masing-masing pihak dalam pelaksanaan LOI, menimbulkan kenyataan bahwa terdapat ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di dalam kebijakan pembangunan kehutanan di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>