Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21995 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lenny Syarlitha Virgasari Sriyanto
"Keadilan restoratif (restorative justice) pada intinya mengutamakan partisipasi langsung para pihak yang berkepentingan dalam menyelesaikan perkara pidana, menjunjung tinggi nilai perdamaian, rekonsiliasi, serta pemenuhan kewajiban dan kepentingan para pihak secara sukarela. Sebagai pendekatan baru dalam hukum pidana, keadilan restoratif memiliki prinsip-prinsip yang dapat diintegrasikan ke dalam hukum pidana konvensional, misalnya dalam hal pemidanaan. Salah satu bentuk pemidanaan yang berpotensi untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan restoratif dalam pelaksanaannya adalah pidana bersyarat. Sesuai dengan hasil penelitian, putusan-putusan pidana bersyarat, baik secara umum maupun seperti yang terdapat dalam Putusan Nomor: 307 K/Pid.Sus/2010, Putusan Nomor: 732 K/PID/2010, Putusan Nomor: 43/Pid.B/2012/PN.Kb.Mn., Putusan Nomor: 229/Pid.B/2012/PN.Stb., dan Putusan Nomor: 243/Pid.B/2011/PN.Dmk., telah menerapkan prinsip-prinsip keadilan restoratif, akan tetapi belum secara keseluruhan. Selain itu, putusan pidana bersyarat yang tepat untuk menjadi bentuk penerapan keadilan restoratif hendaknya memuat prinsip-prinsip keadilan restoratif dan memaksimalkan ketentuan mengenai syarat umum dan syarat khusus seperti yang tercantum dalam Pasal 14a dan 14c KUHP.

Restorative justice essentially prioritizes direct participation of stakeholders in resolving the criminal case, upholding the values of peace, reconciliation, and the fulfillment of obligations and interests of the parties voluntarily. As a new approach in criminal law, restorative justice has principles that can be integrated into conventional criminal law, for example in terms of punishment. One form of punishment that has the potential to apply the principles of restorative justice in the criminal execution is conditional sentencing. In accordance with the results of the study, conditional sentences, both in general and as contained in Decision Number: 307 K/Pid.Sus/2010, Decision Number: 732 K/PID/2010, Decision Number: 43/Pid.B / 2012/PN.Kb.Mn., Decision Number: 229/Pid.B/2012/PN.Stb., and Decision Number: 243/Pid.B/2011/PN.Dmk., has applied the principles of restorative justice, but not on the whole. Moreover, conditional sentences which want to be an appropriate form of restorative justice should contains the principles of restorative justice and maximizing the provision of general and special terms and conditions as set out in Article 14a and 14c of the Indonesian Penal Code.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dormian
"ABSTRAK
Kejahatan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia di dunia.
Segala aktifitas manusia baik politik, social dan ekonomi, dapat menjadi kausa
kejahatan. Sehingga keberadaan kejahatan tidak perlu disesali, tapi harus selalu
dicari upaya bagaimana menanganinya. Berusaha menekan kualitas dan
kuantitasnya serendah mungkin, maksimal sesuai dengan situasi dan kondisi yang
ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pidana ganti kerugian
telah difungsikan sebagai syarat khusus dalam praktek pengadilan selama ini, dan
bagaimana semangat Restorative Justice diwujudkan dalam kebijakan formulasi
pidana ganti kerugian bagi korban sebagai syarat khusus dalam putusan pidana
bersyarat. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normative, diperoleh
gambaran bahwa secara yuridis, Indonesia telah merumuskan adanya lembaga
pidana bersyarat dalam induk hukum pidananya (KUHP) dan pidana ganti
kerugian (KUHAP). Namun penerapan pidana ganti kerugian sebagai syarat
khusus dalam putusan pidana bersyarat selama ini kurang difungsikan. Adanya
berbagai kendala di lapangan dianggap sebagai hambatan dalam penerapan pidana
bersyarat tersebut. Kendala tersebut baik berada pada pembinaan, kendala yuridis
dan perundang-undangan, kendala teknis dan administrasi, maupun kendala
sarana dan prasarana. Terdapat tiga model perumusan formulasi pidana bersyarat
yaitu sistem continental dan sistem common law. Pada sistem continental, pidana
tetap dijatuhkan, hanya saja pelaksanaannya ditiadakan dengan syarat-syarat
tertentu. Sedang pada common law system terdakwa hanya dinyatakan bersalah
sedangkan pidananya ditunda. Adapun KUHP menganut system campuran dengan
sistem continental lebih dominan sebagai model ketiga. Restorative Justice sendiri
muncul sebagai upaya untuk menanggulangi kejahatan dan tindakan kepada para
pelakunya perlu diusahakan berbagai cara agar tercapai tujuan pemidanaan seperti
mencegah dilakukannya tindak pidana, memasyarakatkan terpidana,
menyelesaikan konflik, memuIihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa
damai dalam masyarakat; dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana,
ternyata telah mengilhami para hakim dalam mengambil putusan pidana ganti
kerugian sebagai syarat khusus dalam putusan pidana bersyarat. Maka dengan
dirumuskanlah Konsep KUHP sebagai salah satu usaha penal reform (legal
reform) mampu merumuskan pidana bersyarat dan pidana ganti kerugian sebagai
salah satu alternative pemidanaan dengan semangat Restorative Justice.

ABSTRACT
Crime is present not only in the majority of societies of one particular species but
in all society that is not contronted with the problem of criminality. It is form
changes : the act thus caracterize are not the same every where : but every where
and always, there have been men who have behaved in such a way as to draw
upon then selves penal repression. (Emile Durkneim, 1971 : 6) This research aim
to know how far suspended sentence using approach of normative obtained that
by rule Indonesia have formulated the existence of conditional sentence in the
criminal law mains (KUHP), but in practice less is functioned. As for KUHP
embrace mixture system with system of continental more dominant. As effort to
overcome badness and act to the perpetrator need various means is performed by
effort to target of centencing like prevention of crime, finishing conflict, curing
balance, delivering to feel peace in society, and free to feel guilty at punished. To
support that thing is, hence formulated by concept of KUHP as one of the effort
penal reform. Conception KUHP formulate various alternative sanction having the
character to avoid of short term sentence for example social servis order and
probation as substitution of custodial sentence. This thesis discusses the issue of
criminal sentencing in personal reparation to the victim as the special condition in
probation sentencing in Indonesia. The research which is judicial normative in
nature and utilizes data gathering methods of literature review including primary
legal material, secondary legal material, secondary legal material, tertiary legal
material, as well as empirical research through in depth interviews with competent
sources. Restorative justice is a theory of justice that emphasizes repairing the
harm caused by criminal behaviour. It is best accomplished when the parties
themselves meet cooperatively to decide how to do this. This can lead to
transformation of people, relationships and communities. Meanwhile, the basic
used by the judge at Tangerang District Court, Koto Baru District Court in
awarding sentence with probation in special condition of restitution is primarily
for creating a sense of justice for both the convict and the victims alike. Where the
judges are ready making the sentencing base on Restorative Justice as how they
treat the victims to have a restitution for what they have lost because of what
criminal do to them."
Universitas Indonesia, 2013
T35442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Agus Mahendra Iswara
"Dalam perkembangan hukum pidana dikenal Keadilan Restoratif yaitu keadilan yang berorientadi pada pemulihan kekeadaan semula (restorasi). Dalam Hukum Adat Bali dikenal beberapa aturan yang mengatur menganai Tindak Pidana Adat Bali. Permasalahan adalah : Bagaimana Implementasi penerapan nilai-nilai Restorative Justice melalui mekanisme Mediasi Penal dalam penyelesaian Tindak Pidana Adat Bali? Pada umumnya penyelesaian suatu perkara pidana menggunakan mekanisme peradilan formal (Sistem Peradilan Pidana) akan tetapi untuk menciptakan keharmonisan dalam masyarakat yaitu untuk menciptakan keseimbangan lahir dan batin yang sesuai dengan tujuan Hukum Adat Bali, maka penyelesaian dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai Restorative Justice pantas dikedepankan. Salah satu bentuk penerapan Keadilan Restorative adalah dengan menggunakan mekanisme Mediasi. Mediasi pada umumnya dikenal sebagai salah satu bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam hukum perdata, namun dalam perkembangannya mediasi dapat dilakukan dalam perkara pidana yang dikenal dengan Mediasi Penal. Dalam Masyarakat Adat Bali yang berlandaskan nilai-nilai agama hindu, nilai-nilai Restoratif dapat dipergunakan dalam penyelesaian perkara-perkara adat. Dalam masyarakat adat bali terdapat lembaga-lembaga adat seperti Subak, Banjar, Desa Pekraman, Majelis Desa Pekraman dan sebagainya. Lembaga-lembaga adat ini berperan penting dalam membantu menyelesaikan suatu perkara-perkara adat yang terjadi dalam masyarakatnya. Dalam Masyarakat Adat Bali suatu perkara adat diselesaikan secara berjenjang dimulai dari penyelesaian secara intern kekeluargaan, kemudian penyelesaian diselesaikan ditingkat Banjar, jika gagal dilanjutkan dengan bantuan bendesa adat (Desa pekraman), apabila desa pekraman gagal dilanjutkan ke Majelis Desa Pekraman (MDP) yang diselesaikan pada awalnya tetap dengan mediasi (mejelis alit desa pekaraman), kemudian bila gagal dilanjutkan dengan sabha kertha (peradilan adat oleh Majelis madya desa pekraman), dan tingkat bandingnya oleh Majelis Utama Desa Pekraman. Dalam penyelesaian perkara adat juga terdapat sutau sinergi (kerjasama) antara Sub sistem peradilan Pidana (Kepolisian dalam bentuk Polisi masyarakat) bekerjasama dengan Lembaga adat (Banjar, Desa Pekraman, dan Majelis Desa Pekraman) yang kita kenal sebagai Model Hybrid Justice System. Penerapan model Hybrid Justice System masih berfungsi dengan baik dalam penyelesaian perkara-perkara pidana umum yang ringan maupun Tindak Pidana Adat Bali. Model Hybrid Justice System merupakan salah satu model dari penjabaran nilai-nilai Restorative Justice.

In the development of criminal law known restorative justice the justice recovery-oriented reconstruction (restoration). Customary law in Bali known some rules that govern Traditional Balinese about the crime. The problem is: How does the implementation of the application of Restorative Justice through the mechanism of mediation in the settlement of penal Criminal Adat Bali? In General, completion of a criminal to use the mechanism of formal judicial (criminal justice system) but to create harmony in society, namely to create the balance of birth and inner purpose in accordance with the customary law of bali, then finishing by using a values approach to Restorative Justice deserved the most noteworthy. One form of application of restorative justice is to use the mechanisms of mediation. Mediation is generally known as a form of alternative dispute resolution in civil law, but in its development of mediation can be done in criminal cases, known as penal of mediation. In indigenous communities, based on the Balinese hindu values, restorative values can be used in the settlement of cases of indigenous peoples. In bali there are indigenous institutions of indigenous peoples such as Subak, Banjar, Desa Pekraman, Majelis Desa Pekaraman (MDP) and so on. This indigenous institutions played an important role in helping solve a customs matters taking place within society. In the case of indigenous peoples indigenous to bali a tiered basis resolved starting from the resolution of internal kinship, then completed the present settlement of Banjar, if failed to proceed with the help of Bendesa adat (Desa Pekraman), in the Desa pekraman failed to proceed to the Majelis Desa Pekraman who settled at first stick with mediation (mejelis alit desa pekraman), then when it failed to proceed with the sabha kertha (indigenous justice by the Majelis Madya Desa Pekraman), and the level of the appeal by Majelis Utama Desa Pekaraman. In the settlement, there is an indigenous case synergies (of cooperation) between Sub criminal justice system (police, in the form of the police community) in collaboration with the Institute for indigenous peoples (Banjar, Desa Pekraman, and Majelis Desa Pekraman) that we know as a Model of the Hybrid Justice System. The application of model the Hybrid Justice System still works fine in the settlement of criminal cases of mild or general criminal adat bali. Model of the Hybrid Justice System was one of the models from the translation of the values of restorative justice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yory Fernando
"Viktimisasi lanjutan yang dialami korban tindak pidana khususnya dalam perkara penipuan terjadi karena pengambilalihan sudut pandang posisi korban oleh negara yang mengakibatkan terbatasnya peran korban dan menyulitkan korban memperjuangkan hak-haknya dalam proses peradilan pidana. Terkait hal tersebut sebenarnya Polri telah menerbitkan peraturan yang diharapkan dapat mengakomodir kepentingan korban dalam proses peradilan, yaitu SE Kapolri No. SE/8/VII/2018 dan Perpol No. 8 Tahun 2021 yang didalamnya mengadopsi nilainilai keadilan restoratif. Namun peraturan-peraturan tersebut memungkinkan timbulnya konflik norma hukum dan proses pelaksanaannya yang masih menjadi tanda tanya besar mengingat mekanisme yang ditawarkan merupakan mekanisme baru dalam sistem peradilan pidana. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan tiga pertanyaan penelitian yaitu, bagaimanakah eksistensi pendekatan keadilan restoratif dalam proses penyelesaian perkara pidana pada tahap pra-ajudikasi? Bagaimanakah aspek legalitas penerapan keadilan restoratif dalam peraturan internal yang diterbitkan Kepolisian Negara Republik Indonesia? Bagaimanakah pelaksanaan penyelesaian perkara penipuan di kepolisian jika mengacu kepada Perpol No. 8 Tahun 2021 yang mengatur penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif? Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif dengan melakukan studi dokumen dan wawancara terarah dengan narasumber penelitian hukum ini yaitu anggota Kepolisian yang pernah menangani perkara penipuan dengan pendekatan keadilan restoratif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa telah banyak model penerapan keadilan restoratif pada tahap pra-ajudikasi di berbagai negara yang dapat dicontoh oleh penegak hukum di Indonesia, namun perlu dipahami bahwa peraturan Polri merupakan perwujudan peraturan kebijakan sehingga perannya terbatas. Meskipun peraturan internal Polri dapat menjadi pisau bermata dua, namun berdasarkan studi lapangan yang dilakukan penulis ternyata sudah banyak aparat penegak hukum yang mengedepankan penyelesaian perkara dengan mekanisme keadilan restoratif yang mengacu pada peraturan Polri tersebut.

The continued victimization experienced by crime victims especially in fraud crimes, occurs because the state takes the victim’s point of view, which makes the role of the victim limited and makes it difficult for victims to fight for their rights in the criminal justice process. Regarding this matter, the Police have actually issued regulations that can accommodate the rights and interests of victims in the judicial process, namely the Circular Letter of the Head of the Indonesian National Police Number. SE/8/VII/2018 and Regulation of the Indonesian National Police Number 8 of 2021 which adopts the values of restorative justice. However, these regulations can cause conflict of legal norms and the implementation process which is still a big question mark considering that the mechanism offered in these regulations is a new mechanism in the criminal justice system. Based on this background, the authors formulate three research questions, first, how is the existence of a restorative justice approach in the process of resolving criminal cases at the pre-trial stage? Second, what are the legal aspects of applying restorative justice in the regulations issued by the Indonesian National Police? third, how is the implementation of the settlement of fraud cases in the police when referring to Regulation of the Indonesian National Police Number 8 of 2021 which regulates case settlement with a restorative justice approach? This legal research is a normative legal research by conducting document studies and focused interviews on the source of this legal research, namely members of the Police who have handled fraud cases with a restorative justice approach. Based on this research, it can be concluded that there have been many models of applying restorative justice at the pre-trial stage in various countries that can be emulated by law enforcement in Indonesia, but it should be understood that the Indonesian National Police Regulation is the embodiment of policy regulations so that its role is limited. Although the internal regulations of the Indonesian National Police can be a doubleedged sword, based on field studies conducted by the author, it turns out that there are many law enforcement officers who put forward the settlement of cases with a restorative justice mechanism that refers to the internal regulations of the Indonesian National Police."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Wiroprayogo
"Skripsi ini membahas mengenai diversi yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) berdasarkan pendekatan keadilan restoratif sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2012. Pembahasan dilakukan dengan menganalisis teori mengenai perilaku delikuensi anak yang kemudian dapat menghasilkan anak yang berhadapan dengan hukum, diversi, dan pendekatan keadilan restoratif, serta peran serta Balai Pemasyarakatn sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2012.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bertujuan untuk meneliti kepastian hukum berdasarkan studi kepustakaan (dokumen atau penelitian kepustakaan) dan hukum positif yang ada, serta dengan wawancara dengan narasumber yang mengatakan bahwa Balai Pemasyarakatan tidak mempunyai fungsi diversi secara penuh, dan diversi yang dilakukan tidak menyeluruh memenuhi aspek-aspek dalam pendekatan keadilan restoratif.

This thesis deals with the diversion is done by Balai Pemasyarakatan (Bapas) based on restorative justice approaches in accordance with The Juvenille Justice System Act Number 11 of 2012. The matters are done by analyzing the theories about the behavior of delinquent children who can then produce children who are dealing with the law, diversion, and restorative justice approaches, as well as the role of Balai Pemasyarakatan (Bapas) based on The Juvenille Justice System Act Number 11 of 2012.
This research is juridical normative research that aims to examine the legal certainty based on the study of librarianship (the document or research libraries) and the existing positive law, as well as with interviews with the speakers, conclude that Balai Pemasyarakatan (Bapas) has no function fully versioned, and not done thorough fulfilling aspects of restorative justice approaches.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56722
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Furqon Saibatin Singajuru
"Pada tahun 2022 terkait penempuhan cara restorative justice dalam berbagai kasus yang terjadi di wilayah Polres Cilegon dalam laporan nomor LP/B/169/III/2022/SPKT/CLG/BTN 30 Maret 2022 terkait pasal 351 KUHP terkait kasus tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh Dodi Kusnadi terhadap Ahmad Khatib di wilayah kewenangan Polres Cilegon. Desain penelitian ini menggunakan analisis eksploratif. Penelitian ini merupakan penelitian yang mengeksplorasi penerapan restorative justice pada kasus penganiayaan. Pendekatan kasus akan digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis berdasarkan standar atau pedoman yang umum dalam praktik hukum. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Keadilan Restoratif dalam penyelesaian tindak pidana penganiayaan laporan nomor LP/B/169/III/2022/SPKT/CLG/BTN dipandang sebagai inovasi yang efektif dalam penyelesaian perkara dan dilakukan sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku termasuk Pasal 5 Perpol 8 tahun 2021, yang didalamnya memuat persyaratan materiil untuk dapat melaksanakan keadilan restorative, yaitu tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat, tidak memberikan dampak pada konflik social, tidak berpotensi menimbulkan perpecahan, tidak bersifat radikalisme dan separatism, bukan pelaku residivis, serta bukan merupakan tindak pidana terorisme, tindak pidana korupsi, tindak pidana terhadap keamanan negara dan tindak pidana terhadap nyawa orang. Namun dalam penerapan restorative justice, Polri harus melihat keadaan korban penganiayaan secara holistik, karena hukuman dan konsekuensi dari sanksi tidak sebanding. Oleh karena itu, Polri dituntut untuk secara arif menelaah adanya penganiayaan secara komprehensif agar kejadian serupa tidak terjadi kembali, ada efek jera dalam proses penerapannya

In 2022 regarding the implementation of restorative justice methods in various cases that occurred in the Cilegon Police area in report number LP/B/169/III/2022/SPKT/CLG/BTN 30 March 2022 regarding article 351 of the Criminal Code regarding cases of criminal acts of abuse committed by Dodi Kusnadi against Ahmad Khatib in the Cilegon Police area. This research design uses exploratory analysis. This research is research that explores the application of restorative justice in cases of abuse. A case approach will be used to obtain data that will be analyzed based on standards or guidelines that are common in legal practice. The findings of this research indicate that the application of Restorative Justice in resolving criminal acts of abuse report number LP/B/169/III/2022/SPKT/CLG/BTN is seen as an effective innovation in resolving cases and is carried out in accordance with applicable legal rules including Article 5 of the Perpol 8 of 2021, which contains material requirements to be able to implement restorative justice, namely not causing unrest and/or rejection from the community, not having an impact on social conflict, not having the potential to cause division, not being radicalism and separatism, not being a recidivist perpetrator, and not being a criminal act of terrorism. , criminal acts of corruption, criminal acts against state security and criminal acts against people's lives. However, in implementing restorative justice, the National Police must look at the condition of victims of abuse holistically, because the punishment and consequences of sanctions are not comparable. Therefore, the National Police is required to wisely examine the abuse in a comprehensive manner so that similar incidents do not happen again, there is a deterrent effect in the implementation process."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiyarto Makmur
"Pada hakikatnya negara menjamin perlindungan, pribadi, keluarga dan masyarakat yang diwujudkan dengan pembangunan serta pembaharuan hukum yang konsisten serta responsif pada kondisi maupun kebutuhan masyarakat. Dalam pembaharuan hukum termasuk hukum pidana harus mempertimbangakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga memiliki karakteristik tersendiri, terletak pada subyek yang spesifiknya yaitu pelaku sekaligus korbannya berada dalam satu lingkup rumah tangga. Pada umumnya penyelesaian suatu perkara pidana menggunakan mekanisme peradilan formal (Sistem Peradilan Pidana). Dalam perkembangan hukum pidana dikenal Keadilan Restoratif yaitu keadilan yang berorientasi pada pemulihan kekeadaan semula (restorasi).
Tesis ini membahas tentang penerapan restorative justice sebagai upaya penyelesaian tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui proses penanganan tindak kekerasan dalam rumah tangga di Polres Metro Jakarta Pusat, bagaimana mekanisme penerapan restorative justice dalam menanganai perkara KDRT, serta mengetahui kendala penegak hukum khusunya penyidik dalam menyelesaiakan perkara KDRT terkait dengan penerapan restorative justice tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Polres Metro Jakarta Pusat, dimana warga kota Jakarta berada dalam berbagai suku dan budaya serta etnis yang beragam.
Hasil penelitian ini bahwa penerapan mediasi penal sebagai implementasi dari nilai-nilai restorative justice dalam kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di wilayah Polres Metro Jakarta Pusat oleh penyidik dilakukan mesikipun terdapat kendala hukum dalam penerapannya, hal ini dilakukan karena penyidik yang lebih mengedepankan keutuhan rumah tangga tersebut serta lebih memperhatikan faktor-faktor sosial dan psikologis anak dalam rumah tangga tersebut. Hingga penelitian ini selesai, pihak Polres Metro Jakarta Pusat follow up atau tindak lanjut perlindungan hukum terhadap korban sebagai upaya pencegahan dengan cara mewajibkan kepada pelaku kekerasan untuk wajib lapor. Selanjutnya dengan adanya delik aduan pada UU PKDRT menjadi dasar bagi penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Pusat untuk membuat kebijakan untuk menyelesaikan perkara kekerasan dalam rumah tangga dengan mediasi yang mendamaikan antara pihak korban dan pelaku serta keluarga dalam mencari solusi yang terbaik (win-win solution).

In principal, the country guarantees the protection of individual, family and community through the development of consistent and responsive law reform towards the conditions and needs of the community. In the law reform including criminal law, the values that exist in the community must be considered. Domestic Violence has its own characteristics in which the perpetrators and victims are within the same domestic sphere. Generally, the resolution of a criminal case employs the formal justice mechanisms (Criminal Justice System). In the development of criminal law, Restorative Justice which is restorationoriented justice is employed to restore a case into its normal state (restoration).
This thesis discusses the implementation of restorative justice as an attempt in adjudicating domestic violence. The purpose of this study is to investigate the handling of domestic violence in Central Jakarta Metro Police Resort, the mechanism of the implementation of restorative justice in domestic violence cases, and to find out the constraints that the investigating officers have in solving the cases of domestic violence associated with the implementation of restorative justice. This research uses descriptive qualitative method. The study was conducted at the Central Jakarta Metro Police Resort which in charge for residents coming from various cultures and ethnics living in the area.
The results of this study revealed that the application of penal mediation as an implementation of the values of restorative justice in the cases of domestic violence that occurred in the area of Central Jakarta Metro Police Resort conducted by the investigating officers is employed because the unity of the household is primarily put into attention by considering the social and psychological factors of children. Until the completion of this study, the Central Jakarta Metro Police Resort keeps on following up legal protection for victims as prevention by requiring the crime abuser to do compulsory report to the police office. Furthermore, with the abuse compliance on the Domestic Violence Law (UU PKDRT) as the base for the PPA Unit investigating officers at the Central Jakarta Metro Police Resort to make a policy to resolve domestic violence cases through mediation between parties both victims and perpetrators as well as families in finding the best solution (win-win solution).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rien Uthami Dewi
"Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah memberikan alternatif pemberian sanksi hukum bagi anak, yaitu berupa tindakan. Hal inilah yang harus dipertimbangkan oleh hakim sebelum menjatuhkan pidana penjara bagi anak pelaku tindak pidana. Harus dipikirkan dampak buruk yang terjadi jika terpaksa harus dijatuhi pidana penjara. Salah satu usaha yang dilakukan untuk meminimalisasi penggunaan pidana penjara bagi anak saat ini adalah dengan melontarkan ide 'Restorative Justice' terhadap pelaku tindak pidana. Usaha ini dapat dilakukan dengan model musyawarah pemulihan dengan melibatkan korban dan pelaku tindak pidana anak beserta keluarganya serta peran masyarakat. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana penjara bagi anak selain berpedoman pada keyakinan hakim, dalam memutus perkara anak wajib mempertimbangkan adanya penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh petugas kemasyarakatan dari BAPAS (Balai Pemasyarakatan), yang didalamnya berisi data mengenai diri pribadi si anak juga berisi saran atau kesimpulan dari pembimbing kemasyarakatan terhadap tindak pidana yang telah dilakukan oleh anak tersebut. Kebijakan hukum pidana dalam upaya meminimalisasi penggunaan pidana penjara bagi anak adalah dengan melakukan upaya-upaya melalui tahap formulasi, aplikasi, dan eksekusi dalam pemberian perlindungan untuk meminimalisasi penggunaan pidana penjara bagi anak. Upaya meminimalisasi penggunaan pidana penjara bagi anak, dapat dilakukan dengan pendekatan restorative justice. Restorative justice dipandang sebagai model penghukuman modern yang lebih manusiawi bagi anak-anak. Prinsip restorative justice merupakan hasil eksplorasi dan perbandingan antara pendekatan kesejahteraan dengan pendekatan keadilan. Hakim dalam menjatuhkan putusan/ vonis terhadap anak harus mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan yang disusun atau dibuat oleh Petugas Penelitian Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan. Kenyataan di lapangan, menunjukkan bahwa Hakim hampir tidak menggunakan penelitian kemasyarakatan ketika menjatuhkan pidana terhadap anak. Putusan Hakim cenderung mengarah pada pemberian sanksi pidana berupa penjara terhadap anak.

The Act No. 3 year 1997 on Juvenile Court have given alternative of sanction to the child, that is crime commited sentence of child of. It is not good if then happened if cannot help fallen by prison crime. Utilized research method here is approach ofsociologic juridical to know effort of minimize utilization of imprisonment to child to done child with field study and bibliography. Obtained to be data to be analyzed with decomposition descriptively and prescriptive. One of the effort done for the minimize utilization of imprisonment to child in this time by throwing idea 'Restorative Justice' to perpetrator of doin an injustice. This effort can be done with cure deliberation model by entangling victim and perpetrator of child doing an injustice along with its and also role of society. Factors becoming consideration of judge in punish imprisonment to child beside guide at confidence of judge, in judging the case of child is obligrd to consider the existence of research of made by social officer from Balai Pemasyarakatan (BAPAS), what in it contain data concerning personal self the child, conclusion or suggestion of counselor of social officer. Penal policy in the effort of minimize utilization of imprisonment to child by phase of formulas, application and execute. Effort of minimize utilization of imprisonment to child can be conducted with approach of restorative justice. Restorative justice is modern punishing model which is more of humanity to children. Principal of restorative justice represent result of comparison and explores between approach of prosperity with approach of justice. Judge in decision to child have to consider social report of made by social research officer. Fact of field, indicating that judge only just use social research when to give sanction of imprisonment to child. Decision judge tend to flange at give of crime sanction in the form of prison of child."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S430
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Dewa Gede Budhy Dharma Asmara
"Keadilan restoratif (restorative justice) dimaknai sebagai pemulihan keadaan korban dan masyarakat oleh terdakwa sebagai pemenuhan kewajibannya karena menginsyafi kesalahannya. Dalam praktik peradilan, masyarakat sering tidak puas atas putusan Hakim yang tidak mengakomodir konsep keadilan restoratif. Sesuai hasil penelitian, seharusnya dalam kasus ORLI MASUDARA Alias OLING dan ASMAN HUSIN Alias ASMAN dapat diterapkan konsep keadilan restoratif. Mengingat berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan Hakim dan hambatan yang dialaminya, direkomendasikan pengaturan konsep keadilan restoratif dalam KUHP berupa perluasan makna alasan pemaaf. Sebagai kebijakan pidana, terdakwa-terdakwa tersebut seharusnya dilepaskan dari tuntutan hukum/ onslag.

Restorative justice understood as a state of recovery of victims and the community by the defendant as the fulfillment of its obligations due to realizing the fault. In judicial practice, people often are not satisfied with the Judge's decision that does not accommodate the concept of restorative justice. The research result, in the case of ORLI MASUDARA Alias OLING and ASMAN HUSIN Alias ​​ASMAN should be apply the concept of restorative justice. Given the variety of factors that affect judgment and barriers experienced judge, recommended setting the concept of restorative justice in the Criminal Code in the form of expansion of the meaning of the forgiving ground. As a penal policy, both defendants should be released from prosecution/onslag."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aruan, Bonita Irene
"Penelitian ini menelaah tentang bagaimana konsep Keadilan Restoratif seharusnya dimaknai dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Masih dimaknainya konsep Keadilan Restoratif sekedar sebagai penghentian perkara serta adanya pemahaman oleh Aparat Penegak Hukum yang menilai bahwasanya mekanisme Keadilan Restoratif yang membuka ruang dialog antara korban dan pelaku secara langsung atau Victim-offender Mediation sebagai satu-satunya mekanisme untuk mencapai Keadilan Restoratif seringkali menjadi penghalang untuk dapat diterapkannya konsep Keadilan Restoratif secara tepat dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Disamping itu, adanya ketimpangan relasi kuasa yang nyata dan potensi terjadinya reviktimisasi terhadap korban sedianya juga menjadi faktor lain yang menjadi penghambat keberhasilan penerapan konsep Keadilan Restoratif. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, penelitian ini hendak membahas 3 (tiga) pertanyaan penelitian diantaranya: Pertama, mengenai bagaimana konsep Keadilan Restoratif dimaknai dalam penanganan suatu perkara pidana. Kedua, bagaimana seyogyanya konsep Keadilan Restoratif harus dimaknai dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Ketiga, bagaimana pengimplementasion konsep Keadilan Restoratif pada penanganan kasus kekerasan seksual oleh Aparat Penegak Hukum di Indonesia melalui putusan serta kasus aktual yang ditangani. Guna memperluas khazanah pengetahuan, penelitian ini juga akan turut melakukan analisis terhadap penerapan konsep Keadilan Restoratif di beberapa negara seperti Kanada, Victoria, Belgia dan Selandia Baru. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa prinsip Keadilan Restoratif sedianya masih dapat diterapkan dalam penanganan kasus kekerasan seksual dengan beberapa catatan sebagai berikut: Pertama, harus dipahaminya Keadilan Restoratif tidak hanya sebatas sebagai mekanisme penghentian perkara; Kedua, Victim-Offender Mediation (Mediasi Penal) bukanlah satu-satunya mekanisme Keadilan Restoratif yang dapat diterapkan dalam kasus kekerasan seksual dan tidak selalu dapat diterapkan dalam setiap penanganan kasus kekerasan seksual mengingat pada faktanya setiap korban kekerasan seksual memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda; dan Ketiga, fasilitator Keadilan Restoratif yang menangani kasus kekerasan seksual harus dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan mumpuni terutama berkaitan dengan dinamika kontrol dalam kekerasan seksual.

This research examines how the concept of Restorative Justice should be interpreted in addressing cases of sexual violence. The prevailing interpretation of Restorative Justice merely as case termination, coupled with the understanding by Law Enforcement Authorities that the Restorative Justice mechanism, which facilitates direct dialogue between victims and offender or also known as Victim-offender Mediation, is often seen as the sole mechanism to achieve Restorative Justice frequently acts as a barrier to the accurate implementation of the Restorative Justice concept in handling sexual violence cases. Additionally, the existence of power imbalances and the potential for revictimization of the victims are other factors that hinder the success of implementing the Restorative Justice concept. By conducting normative research, this study aims to answer three research questions. First, how the concept of Restorative Justice is interpreted in handling criminal cases. Second, how the concept of Restorative Justice should ideally be interpreted in handling sexual violence cases. Third, how the implementation of the Restorative Justice concept in handling sexual violence cases by Law Enforcement Authorities in Indonesia is carried out through decisions and actual cases handled. To expand the knowledge base, this research also analyzes the application of Restorative Justice concept in several countries such as Canada, Victoria, Belgium, and New Zealand. The results of this research show that Restorative Justice principles should still be applicable in handling sexual violence cases, with the following considerations: First, it is essential to understand that Restorative Justice is not merely a mechanism for case termination; second, Victim-offender Mediation is not the only Restorative Justice mechanism that can be applied in sexual violence cases, and it may not always be the right choice given the fact that every victim of sexual violence has different psychological conditions; and third, a Restorative Justice facilitator in handling sexual violence cases must be equipped with comprehensive knowledge and proficiency, especially regarding the dynamics of control in sexual violence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>