Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99695 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Yuniarini
"BRIC pertama kali dicetuskan oleh Jim O’Neil untuk memproyeksikan empat negara emerging market terbesar yang akan menyaingi peringkat PDB negara-negara maju dalam satu dekade mendatang. Pada tahun 2009, kepala negara keempat negara bertemu untuk mendiskusikan krisis finansial global yang saat itu terjadi. Pada perayaan Natal tahun 2010, Afrika Selatan mendapatkan undangan dari China untuk menghadiri KTT BRIC ketiga di Sanya, China. Masuknya Afrika dalam BRIC meninggalkan pertanyaan di antara analis ekonomi yang menyatakan bahwa Afrika Selatan tidak memiliki PDB dan populasi sebesar negara-negara BRIC.
Penelitian ini akan menjawab pertanyaan yang sama dengan geoekonomi sebagai kerangka konsep. Metode kualitatif akan digunakan untuk menjelaskan faktor geoekonomi kasus masuknya Afrika Selatan dalam BRIC dalam dua tingkatan analisis: negara dan sistem ekonomi politik internasional. Pada tingkatan negara, penelitian ini akan membahas rivalritas ekonomi Afrika Selatan dengan negara-negara di kawasan Sub Sahara Afrika dengan kepentingannya atas status pemimpin Afrika; dan China dengan negara rival negara di luar kawasan untuk mendapatkan sumber daya alam di Afrika. Terakhir, untuk mewujudkan sistem multipolar, BRIC menggunakan status Afrika Selatan sebagai negara berkembang untuk memperkuat posisi BRIC sebagai pendukung negara berkembang di forum internasional seperti G20.

BRIC, coined by Jim O’Neil, was projected to overtake the current developed countries’ GDP rank. In 2009, this term became a real forum where the four head of states of BRIC met to discuss the current global financial crisis. In Chirstmast, 2010, South Africa received China’s invitation to attend the third BRIC Summit in Sanya, China. South Africa admission to the club leaves question from economic analyst saying that South Africa does not have great GDP and huge population like the other four.
This research will answer the same question with geoeconomic as its conceptual framework. Qualitative method will be employed to explain the geoeconomics of South Africa admission to BRIC in two levels: state and international political economy system. Firstly, the research will analyse South Africa’s economic rivalry within Sub Saharan Africa regional to claim its leadership in the region as its interest to enter the BRIC club. Secondly, geoeconomy will be applied to analyse China’s energy, mineral, and precious stones rivalry in Africa. China’s attempt to win Africa’s resources is in line with South Africa’s interest to enter BRIC. Lastly, to create multipolar system, BRIC can utilize South Africa’s status as representative of Africa that can strengthen BRIC’s position as developing countries’ defender in international forum like G20.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46440
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sindy Yulia Putri
"ABSTRAK
Korea Selatan sebagai donor baru dalam kerangka kerjasama ODA telah
mewarnai wajah baru diplomasi ekonomi di Asia Tenggara dan Sub-Sahara
Afrika, yang selama beberapa dekade didominasi oleh Jepang dan Tiongkok. Pada
periode 2008-2013 di bawah kepemimpinan Presiden Lee Myung-bak, Korea
Selatan semakin agresif dalam menjalin kemitraan dengan Asia Tenggara dan
Sub-Sahara Afrika melalui pemberian Official Development Assistance (ODA).
Korea Selatan secara eksplisit meningkatkan proporsi dana ODA untuk kedua
regional tersebut. Penulis mencermati, bahwa pendistribusian ODA ke Asia
Tenggara dan Sub-Sahara Afrika tidak terlepas dari pertimbangan geoekonomi
dan geopolitik. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan, ?Apa pertimbangan
geoekonomi dan geopolitik yang melandasi Korea Selatan dalam pembentukan
peta distribusi ODA ke regional Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika periode
2008-2013??. Di dalam penelitian ini penulis berargumen, bahwa pembentukan
peta distribusi ODA Korea Selatan di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika
dilandasi oleh pertimbangan geoekonomi dan geopolitik. Kedua pertimbangan
tersebut berdifusi dan saling mempengaruhi satu sama lain, yang kemudian
memunculkan kebijakan ekonomi-politik di Asia Tenggara dan Sub-Sahara
Afrika. Untuk membuktikan argumen tersebut, penelitian ini akan menganalisis
beberapa hal, yaitu (1) kebijakan perdagangan dan FDI Korea Selatan di Asia
Tenggara dan Sub-Sahara Afrika, yang mencakup peningkatan jumlah FTA,
perdagangan di sektor agrikultur, industri, energi, serta proyek-proyek kelestarian
lingkungan, (2) kebijakan politik luar negeri Korea Selatan di Asia Tenggara dan
Sub-Sahara Afrika, seperti intensi untuk berperan sebagai pemimpin regional
dalam usaha pembangunan Asia Tenggara dan demokratisasi dalam mendorong
sistem perekonomian terbuka di Sub-Sahara Afrika

ABSTRACT
South Korea as an emerging donor in ODA platform has coloured economic
diplomacy in Southeast Asia and Sub-Saharan Africa, that has been dominated by
Japan and China for a few decades. In period 2008-2013 under President Lee
Myung-bak administrative, South Korea is increasingly aggressive in partnership
with Southeast Asia and Sub-Saharan Africa through the provision of Official
Development Assistance (ODA). South Korea explicitly increases the proportion
of ODA fund for both regional. The author has observed that the distribution of
ODA to Southeast Asia and Sub-Saharan Africa can?t be separated from
geoeconomic and geopolitic considerations. Then this phenomena raises a
question, ?What are geoeconomic and geopolitic considerations underlying South
Korea in the establishment of ODA distribution maps to Southeast Asia and Sub-
Saharan Africa in period 2008-2013??. In this research, the author argues, that the
establishment of ODA distribution maps to Southeast Asia and Sub-Saharan
Africa in period 2008-2013 is underlied by geoeconomic and geopolitic
considerations. Both of these considerations have been diffused and influence
each other, that bring out economic-politic policies in Southeast Asia and Sub-
Saharan Africa. To prove this argument, this research will analyze a few things,
namely: (1) Trade policy and FDI of South Korea in Southeast Asia and Sub-
Saharan Africa, which includes increasing the number of FTA, trade in
agriculture, industry, energy sector, and environmental sustainability projects or
green growth project. (2) South Korea?s foreign policies in Southeast Asia and
Sub-Saharan Africa, such as the intention to act as a leader in the development
efforts of Southeast Asia and democratization in encouraging an open economic
system."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risnaldi
"Pemberian Bantuan Kesehatan Pensiun (BKP) adalah salah satu program YKKBI, yang bentuknya merupakan self insurance dimana seluruh risiko keuangan ditanggung oleh YKKBI.Biaya BKP terus meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2010 sekitar Rp 169 milyar, dimana hampir 60 % nya digunakan untuk biaya rawat Inap di Rumah Sakit dan biaya obat di Apotek Langganan. Sejak tahun 2000 kenaikan Biaya BKP melebihi angka rata rata pertumbuhan pendapatan YKKBI yang merupakan sumber pendanaannya . Bidakara Medical Center (BiMC) merupakan embrio pendirian rumah sakit milik YKKBI, dengan model hospitality business (terpadu dengan hotel dan perkantoran Bidakara). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun analisis kelayakan pengembangan klinik Bidakara Medical Center dalam rangka pendirian rumah sakit di Jakarta Selatan tahun 2011. Setelah dilakukan penilaian dengan menggunakan TOWS matrik ,dimana dilihat pengaruh variabel eksternal dan internal didapat hasil posisi BiMC berada di Future Kuadran . Sedangkan dengan menggunakan IE matrik , dimana dinilai masing masing factor sukses kritisnya didapat hasil posisi BiMC berada di kuadran II. Dari matching dua matrik ini didapat kesimpulan Klinik BiMC layak untuk berkembang menjadi Rumah Sakit.

Bantuan Kesehatan Pensiun is one of YKKBI programs, which is a.self-insurance that all financial risks undertaken by YKKBI. Bantuan Kesehatan Pensiun (BKP) cost was increasingly every year. In 2010, BKP cost reached about 169 billions IDR, and almost 60% was used to pay hospitalization and pharmacy fee. Since 2000, BKP cost was beyond YKKBI growth income rate as its funding source. Bidakara Medical Center (BiMC) is an embryo of YKKBI hospital with hospitality business model which is integrated with office and hotel of Bidakara. The aim of this research is to analysis feasibility of developing BiMC to be a hospital in South Jakarta year 2011. Through TOWS matrix analysis, the effects of internal and external variables were assessed and the result was BiMC position is in the Future Quadrant. Through IE matrix, every critical success factors were evaluated and resulted in an outcome that BiMC is in the Quadrant II. Finally, by matching these two kinds of matrix, the conclusion is that BiMC can be developed into a hospital."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28921
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Feki Anrizal
"Tugas karya akhir ini membahas mengenai strategi Vietnam dalam menjaga keamanan Laut Tiongkok Selatan pada tahun 2011. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk membahas dan menganalisa strategi Vietnam dalam menjaga keamanan Laut Tiongkok Selatan pada tahun 2011. Strategi yang dilakukan Vietnam salah satunya dengan kerja sama pertahanan dengan Amerika Serikat melalui penegasan MoU pada tahun 2011. Kerja sama tersebut bertujuan untuk meningkatkan kekuatan militer Vietnam guna menjaga keamanan di Laut Tiongkok Selatan dari negara-negara yang bersengketa terutama Tiongkok, selaku pemilik kekuatan militer terbesar di kawasan tersebut. Hal ini menuntut Vietnam melakukan kerja sama pertahanan dengan Amerika Serikat sebagai strategi extended deterrence dalam menjaga keamanan Vietnam di Laut Tiongkok Selatan.

This thesis discusses Vietnam's efforts in maintaining the security in the South China Sea in 2011. This study uses explanative and qualitative methods. It to discuss and analyze strategies how Vietnam maintain the security in the South China Sea in 2011. One of the strategies is defense cooperation with United States through the signing of the MoU in 2011. The defense cooperation was expected to help to improve Vietnam’s military strength in order to maintain the security of the South China Sea against the threats produced by other claimants policy, especially China as the largest military forces in the region. Vietnam’s policy to embrace United States extended deterrence, in part was a reaction to China’s military posture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This PIBR volume examines a number of idiosyncratic elements in the internationalization strategies of BRIC MNEs and, in particular, in their relationship with home country policies."
United Kingdom: Emerald, 2016
e20469348
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Nonitehe, Christin Viesta
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti penyebab terjadinya kemerdekaan Sudan Selatan pada tahun 2011 yang lalu. Sudan Selatan adalah negara termuda di dunia karena baru dinyatakan kemerdekaannya pada tanggal 9 Juli 2011, pukul 00.00 waktu setempat, setelah melalui proses referendum atau jajak pendapat di antara warga Sudan Selatan yang dimulai pada tanggal 9 Januari 2011. Latar belakang mengapa sampai akhirnya diadakan referendum Sudan Selatan adalah satu hal yang menarik untuk dikaji karena banyak konflik yang terjadi di belakangnya. Jadi, penulisan artikel ini dimaksudkan untuk mengetahui mengapa akhirnya Sudan Selatan melakukan referendum dan menganalisis perkembangan Sudan dan Sudan Selatan setelah terpisah satu sama lain.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian eksplanatif, dimana analisis tersebut penulis terapkan dalam menggambarkan dan menjelaskan mengenai terjadinya konflik di Sudan hingga melakukan referendum dan menjelaskan masa depan negara Sudan itu pasca referendum yang berlangsung. Hasilnya, analisis penulis adalah referendum Sudan Selatan lahir karena adanya konflik yang didasarkan pada ketidakadilan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap wilayah Sudan Selatan selama berpuluh-puluh tahun lamanya, dimana konflik tersebut juga bercampur dengan perselisihan paham antara warga Sudan Utara yang didominasi oleh ras Arab dan kaum muslim dan warga Sudan Selatan yang didominasi oleh ras Afrika dan kaum non-muslim.

This study aimed to investigate the cause of the independence of South Sudan in 2011. South Sudan is the newest nation in the world because the independence has been declared on July 9, 2011, at 00.00 local time, after going through the process of referendum began on January 9, 2011. Background on why a referendum of the SouthSudan is an interesting thing to study because it has so many conflicts behind. So, writing this article is to find out why South Sudan ended a referendum and analyzing the problems after Sudan and South Sudan separated from each other.
In this study, the authors used explanative research, which the authors apply this analysis to describe and explain the conflict in Sudan to conduct a referendum and explain future problems of Sudan's post-referendum. As a result, the analysis of the South Sudan referendum is because of a conflict based on unfair policy that made by the government, the South Sudan civil already feel it for decades. The conflict is also mixed with the disagreement between the Northern Sudanese Arab-dominated race (the Muslims) and the people of South Sudan which dominated by the African race (the non-Muslims)."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S44892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Utia Mulki
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi adanya perilaku herding secara keseluruhan, pada saat keadaan imbal hasil saham positif dan negatif, serta pada saat tingkat volatillitas tinggi dan rendah. Menggunakan data saham harian di negara BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan) pada tahun 1997-2017. Dengan melakukan penelitian mengenai perilaku herding yang ada di negara ini, diharapkan dapat membantu investor untuk melihat potensi risiko yang ada di negara tersebut. Menggunakan metode CSAD yang dikembangkan oleh Chang et al (2000), hasil penelitian menunjukkan adanya perilaku herding secara keseluruhan, pada saat keadaan imbal hasil positif dan negatif, serta pada tingkat volatilitas tinggi dan rendah di negara India, Cina, dan Afrika Selatan. Perilaku herding yang terjadi pada saat tingkat imbal hasil rendah dan tinggi menunjukkan bahwa investor cenderung merespon untuk mendapatkan keuntungan dibandingkan menghadapi kerugian investasi. Herding yang terjadi pada saat tingkat volatilitas rendah menunjukkan kurangnya informasi yang tersedia di dalam pasar, sehingga mengikuti keputusan investor melalui pergerakan harga saham menjadi salah satu pilihan keputusan investasi.

ABSTRACT
This research aims to examine the existence herding behavior in BRICS countries (Brazil, Russia, India, China, and South Africa) stocks market and asymetric herding behavior in 1997-2017 by using daily data of the stocks price. This research aims also to help the investors to know the potential risk in each BRICS countries as their reference to do the investment decisions. By using the CSAD method (Chang et al, 2000), the results shows that there is an existence of herding behavior in all period and asymetrically in India, China, and South Africa and mixed evidence in Brazil and Russia. Herding behavior occurs when the level of market return in positive and negative implies that the investors tend to response to the gain than facing the loss, that is why the investors tend to mimic other investors in order to save their value of the portoflio. When herding behavior occurs in high level of volatility it implies that the level of uncertainty in the countries are really high, so they tend to observe the market movement and mimic others. Herding behavior occurs in low level of volatility implies that there is insufficient information in the market so the investors ignore their prior information and tend to observe the big market movement as the references to their investment decisions."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melinda Agustina
"[ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang penyajian laporan keuangan pemerintah pusat dengan
studi banding pada 5 negara, yaitu Afrika Selatan, Amerika Serikat, Australia,
Selandia Baru, dan Indonesia sebagai objek utama penelitian. Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan melihat komponen
laporan keuangan pemerintah di masing-masing negara dan membandingkannya
dengan IPSAS serta membandingkan antara GFS dengan komponen dalam laporan
keuangan seperti pengklasifikasian pendapatan, beban, aset, liabiltias dan belanja
fungsional. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa penyajian laporan
keuangan pemerintah Indonesia sudah cukup baik jika dibandingkan dengan negara
lain dan standar Internasional, namun diperlukan peningkatan dalam beberapa hal
seperti kelengkapan standar akuntansi keuangan dan penyajian informasi nonkeuangan.
ABSTRACT
The focus of this study is to analyze the presentation of central government financial
statements in 5 countries, which are South Africa, United States, Australia, New
Zealand, and Indonesia as a main object of this study. This research is qualitative
descriptive. This research was conducted by analyzing the component of
government financial statement in each country and comparing them with IPSAS
and also comparing GFS with components in financial statements, such as
classification of revenue, expense, asset, liabilities, and expenditure. The result of
this research revealed that the presentation of Indonesian central government
financial statements is quite good compared to others and International standard,
but still needs some improvements on several things, such as financial accounting
standard and presentation of non-financial information.;The focus of this study is to analyze the presentation of central government financial
statements in 5 countries, which are South Africa, United States, Australia, New
Zealand, and Indonesia as a main object of this study. This research is qualitative
descriptive. This research was conducted by analyzing the component of
government financial statement in each country and comparing them with IPSAS
and also comparing GFS with components in financial statements, such as
classification of revenue, expense, asset, liabilities, and expenditure. The result of
this research revealed that the presentation of Indonesian central government
financial statements is quite good compared to others and International standard,
but still needs some improvements on several things, such as financial accounting
standard and presentation of non-financial information., The focus of this study is to analyze the presentation of central government financial
statements in 5 countries, which are South Africa, United States, Australia, New
Zealand, and Indonesia as a main object of this study. This research is qualitative
descriptive. This research was conducted by analyzing the component of
government financial statement in each country and comparing them with IPSAS
and also comparing GFS with components in financial statements, such as
classification of revenue, expense, asset, liabilities, and expenditure. The result of
this research revealed that the presentation of Indonesian central government
financial statements is quite good compared to others and International standard,
but still needs some improvements on several things, such as financial accounting
standard and presentation of non-financial information.]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S62281
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Armani Putri
"Meningkatkan harga produk hasil tembakau melalui pajak yang lebih tinggi dianggap sebagai cara paling efektif untuk mengendalikan konsumsi dan eksternalitas negatif yang ditimbulkannya. Indonesia termasuk salah satu negara yang memanfaatkan instrumen pajak, salah satunya PPN atas hasil tembakau, namun kenaikan PPN belum memberikan efek yang diharapkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tren kebijakan PPN atas penyerahan hasil tembakau sejak 20 tahun terakhir sesuai amandemen UU dan menganalisis konteks kebijakan Indonesia dengan kebijakan Negara Afrika Selatan dan Filipina. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan penelitian deskriptif dan teknik pengumpulan data studi literatur dan studi lapangan melalui wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan sejak 20 tahun terakhir, terjadi tren kenaikan tarif efektif berkisar rendah antara 0,2 -0,3, tren pemungutan dengan single stage levy, peralihan pengawas pelaksanaan penyetoran dari DJBC ke DJP, dan perubahan DPP untuk pemberian cuma-cuma. Secara teoritis, PPN bukan instrumen yang tepat untuk mengendalikan tembakau di samping cukai. Negara Afrika Selatan dan Filipina memungut PPN secara multi stage dan lebih memanfaatkan instrumen cukai dibandingkan PPN dalam mengurangi konsumsi tembakau, namun PPN dengan kenaikan sebesar 1 di kedua negara tersebut dapat berperan sebagai pungutan tambahan dalam membantu pengendalian tembakau.

Increasing the price of tobacco products through higher taxes is considered to be the most effective way to control the consumption of and the negative externalities caused by tobacco products. Indonesia is one of the countries that use tax as an instrument to curb tobacco consumption, one of them being VAT, but the increase of VAT hasn rsquo t given any desired effect yet. The purpose of this study is to analyze VAT policy trends in Indonesia over the last 20 years in accordance with the amendments to the Act and to analyze the Indonesian policy context with the policy of South Africa and Philippines. This study uses a qualitative approach with descriptive research objective and the data collection techniques of literature study and field study through in depth interview.
The result shows that since the last 20 years, there has been a trend of effective rate increase between 0,2 0,3 , the trend of levy with single stage system, the transfer of supervising authority from DJBC to DJP, and the slight change of tax base for ldquo pemberian cuma cuma rdquo . Theoretically, VAT is not suitable for controlling consumption, in addition to excise duty. South Africa and Philippines collect VAT on a multi stage basis and use excise as the main instrument, rather than VAT, to reduce tobacco consumption, but VAT with recent 1 increase in both countries can at as additional levies in helping tobacco control.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusi Puspitaningrum
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana peran negara dalam mendorong pertumbuhan ekonomi digital Afrika Selatan dalam kurun waktu 1990 hingga 2020 dimana pada awal tahun 1990 Afrika Selatan telah memulai perjalanan transformasi digitalnya. Dalam kurun waktu tersebut Afrika Selatan berhasil mencapai peningkatan yang signifikan dalam sektor digitalnya melalui berbagai penerapan kebijakan. Keberhasilan tersebut dibuktikan oleh ukuran-ukuran yang ditentukan dalam laporan tahunan Network Readiness Index. Atas dasar tersebut penulis melakukan penelitian dan analisis lebih jauh dalam melihat peranan negara sehingga ekonomi digital Afrika Selatan mengalami perkembangan yang signifikan dalam kurun waktu 1990 hingga 2020. Penulis menggunakan konsep digital economy untuk memahami dan menganalisis perkembangan ekonomi digital di Afrika Selatan. Lebih jauh dalam melihat peran negara, penulis menggunakan konsep democratic developmental state untuk menganalisis kebijakan Afrika Selatan dalam hal infrastruktur ICT, pendidikan, kesehatan serta konsensus antar aktor. Adapun peranan serta kebijakan-kebijakan yang dilakukan Afrika Selatan penulis dapatkan dari berbagai sumber data berupa dokumen dan laporan. Penelitian ini menemukan bahwa negara berperan dominan dalam proses pertumbuhan ekonomi digital di Afrika Selatan. Peran negara tersebut ditunjukkan melalui berbagai upaya kebijakan yang dilakukan dalam infrastruktur dan peningkatan kualitas sumber daya dimana seluruh strategi kebijakan tertuang dalam strategi pembangunan nasional jangka panjang serta partisipasi negara
This thesis discusses about how the state's role in driving South Africa's digital economy growth from 1990 to 2020, where in early 1990 South Africa started its digital transformation journey. During this time, South Africa achieved significant improvements in its digital sector through various policy applications. This success is evidenced by the measures specified in the annual Network Readiness Index report. On this basis, the authors conducted further research and analysis in seeing the role of the state so that the digital economy of South Africa experienced significant development from 1990 to 2020. The author uses the concept of digital economy to understand and analyze the development of the digital economy in South Africa. Furthermore, in looking at the role of the state, the author uses the concept of democratic developmental state to analyze South African policies in terms of ICT infrastructure, education and health, and consensus among actors. As for the roles and policies undertaken by South Africa, the authors obtained from various data sources in the form of documents and reports. This study found that countries play a dominant role in the process of digital economic growth in South Africa. The role of the state is demonstrated through various policy efforts carried out in infrastructure and improving the quality of resources where all policy strategies are contained in a long-term national development strategy as well as the participation of the state with other actors in forming collaborations in the digital sector."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>