Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176682 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jovanni Enralin
"Penelitian ini membahas tentang permasalahan akses terkait air bersih dan sanitasi pada permukiman kumuh perkotaan dengan contoh RW 3 Kelurahan Jembatan Besi Jakarta Barat. Upaya upaya warga dalam menghadapi permasalahan juga digambarkan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan permasalahan terhadap akses air bersih dan sanitasi juga menimpa masyarakat yang ada di perkotaan Upaya yang dilakukan warga dilakukan semata mata untuk tetap dapat memenuhi kebutuhannya akan air dan sanitasi. Tata kelola pembangunan serta pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor dominan dari munculnya permasalahan akses air bersih dan sanitasi di permukiman kumuh perkotaan.

This research discusses about water and sanitation access problems at slum area which is shown at RW 3 Kelurahan Jembatan Besi Jakarta Barat. Citizens efforts in dealing with access problems were also described in this research.
The results of this research showed that the water and sanitation access are also happened to the urban communities. These coping efforts were done solely to fulfill their needs for water and sanitation. Governance of development and population growth are the dominant factors from the emergence of water and sanitation access problems."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Muhammad Arifin
"Konsolidasi tanah perkotaan (KTP) di berbagai kota dan ibukota negara dunia sudah banyak berhasil dilaksanakan, namun hingga kini di Kota Jakarta masih belum terealisasi. Salah satu faktor penentu berhasilnya penetapan lokasi berawal dari adanya kesediaan, minat awal dan kesepakatan masyarakat. Sasaran utama KTP di wilayah perkotaan adalah dalam rangka peremajaan permukiman kumuh. Salah satu lokasi permukiman kumuh berat yang terdapat di Wilayah DKI Jakarta adalah RW 014 Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Kota Administrasi Jakarta Pusat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah masyarakat perkotaan di Jakarta, khususnya masyarakat yang bertempat tinggal pada kawasan permukiman kumuh berat di RW 014 Kelurahan Kebon Melati bersedia untuk menerima program KTP, berapa besar prosentase yang bersedia dan tidak bersedia, variabel-variabel apa saja yang berpengaruh dan apakah adanya jaminan mendapatkan satuan unit rumah susun, relokasi dan ganti rugi biaya relokasi berpengaruh positif terhadap kesediaan masyarakat untuk menerima program konsolidasi tanah perkotaan (dalam bentuk rencana pembangunan rumah susun).
Penelitian ini menggunakan pendekatan survei dengan menggunakan kuesioner yang berasal dari 100 sampel responden. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis regeresi berganda model logit untuk mengetahui variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap kesediaan masyarakat untuk menerima program konsolidasi tanah perkotaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesediaan masyarakat untuk ikut program KTP cukup tinggi, yakni sebesar 64%. Adapun variabel-variabel yang signifikan berpengaruh adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan, asal daerah, jumlah keluarga, luas tanah, jumlah lantai bangunan, lama tinggal, umur bangunan, jumlah kamar, adanya jaminan mendapatkan SHMRSS dan adanya jaminan ganti rugi biaya relokasi.
Untuk mendapatkan tingkat kesediaan yang lebih tinggi, perlu dilakukan berbagai upaya (misal kegiatan sosialisasi) yang lebih baik oleh pemerintah. Selain itu, pelaksanaan program KTP dalam bentuk rencana pembangunan rumah susun perlu pendekatan paradigma baru sehingga dapat dilaksanakan dan tepat sasaran.

Urban land consolidation (ULC/KTP) in various cities and the capital of the world countries have successfully implemented many, but until now in Jakarta is yet to be realized. One key success factor in determining of the location came from willingness, initial interest and agreement society. The main target KTP in the urban areas in order to rejuvenate the slums. One of the locations that are heavy slums in Jakarta area is RW 014 Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Central Jakarta Administration City.
The purpose of this study was to determine whether the urban community in Jakarta, especially people living in slum areas heavy in RW 014 Kelurahan Kebon Melati willing to accept the KTP program, how much percentage are willing and not willing, what are the variables that influential and whether the guarantee of getting the apartment unit, relocation and compensation costs relocation a positive effect on people's willingness to accept urban land consolidation program (in the form of public housing development plan).
This study uses a survey approach using a questionnaire derived from the 100 sample respondents. The analysis used is descriptive analysis and qualitative analysis regeression multiple logit models to determine the variables that influence thought on people's willingness to accept urban land consolidation program.
The results showed that the level of people's willingness to participate in the KTP program it is pretty high, which amounted to 64%. The variables that significantly influence are age, gender, occupation, region of origin, family size, land area, number of floors of the building, length of stay, age of building, number of rooms, the guarantee and the guarantee of getting SHMRSS and compensation relocation costs.
To get a higher level of willingness, to do various efforts (eg. socialization) better government. In addition, the implementation of KTP program in the form of public housing development plans need to approach a new paradigm that can be implemented and on target."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T36069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Rahmani Rijadi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5307
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Afner Heliard
"ABSTRAK
Kondisi sosial ekonomi penduduk yang rendah, kesulitan mendapatkan perumahan atau lahan yang layak untuk tempat tinggal di kota-kota besar telah mendorong orang untuk tinggal di daerah genangan pasang.
Makin besar jumlah penduduk, makin rendah tingkat sosial ekonomi penduduk, dan makin sulit mendapatkan lahan atau rumah layak untuk dihuni, semakin besar tekanan penduduk untuk tinggal di daerah genangan pasang. Pada mulanya mereka menimbulkan pencemaran kecil pada lingkungan, lama kelamaan lingkungan semakin padat dan pada akhirnya menjadi daerah pemukiman kumuh genangan pasang.
Masalah yang dihadapi penduduk yang tinggal di daerah pemukiman kumuh genangan pasang ialah:
1. Banyak penduduk bermukim di daerah yang digenangi air pasang.
2. Penduduk yang bermukim di daerah genangan pasang terpapar pada lingkungan kumuh antara lain : limbah rumah tangga, kotoran, sampah, bau dan lain-lain.
3. Lingkungan kumuh genangan pasang tersebut mempengaruhi kesehatan penduduk.
Penyakit-penyakit yang banyak diderita penduduk pada umumnya ialah penyakit-penyakit yang berkaitan dengan air dan kotoran seperti penyakit diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), dan penyakit kulit.
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelahan literatur yang berkaitan dengan penyakit-penyakit air dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kotoran dan lingkungan kumuh dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
1. Lingkungan kumuh dengan genangan pasang mempengaruhi tingkat kesehatan penduduk.
2. Lingkungan kumuh dengan genangan pasang mempengaruhi ciri masalah kesehatan khas, yaitu penyakit-penyakit yang berkaitan dengan air dan kotoran seperti:
· diare
· penyakit kulit
· Infeksi Saluran Penafasan Akut (ISPA)
3. Makin tinggi genangan pasang pada lingkungan kumuh, makin tinggi kasus kesakitan penduduk.
4. Makin lama genangan pasang pada lingkungan kumuh, makin tinggi kasus kesakitan penduduk.
Untuk menguji kebenaran hipotesis tersebut di atas telah dilakukan penelitian dan analisis data hasil penelitian sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat jumlah kasus kesakitan lebih tinggi di daerah genangan pasang (RW 05) daripada jumlah kasus kesakitan di daerah tidak tergenang pasang (RW 011). Uji statistik chi-square juga menunjukkan perbedaan nyata kasus kesakitan di daerah genangan pasang dibanding kasus kesakitan di daerah tidak tergenang pasang. Dengan kata lain bahwa ada pengaruh genangan pasang pada lingkungan kumuh terhadap tingginya kasus kesakitan penduduk. Ini berarti bahwa hipotesis I memenuhi atau dapat diterima.
2. Hasil penelitian kasus kesakitan diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), penyakit kulit dan TBC menunjukkan angka kesakitan lebih tinggi di daerah genangan pasang (RW 05) dibanding kasus kesakitan di daerah tidak tergenang pasang (RW 011). Analisis ReZative Risk (RR) untuk keempat jenis penyakit tersebut menunjukkan risiko menderita sakit jauh lebih tinggi di daerah genangan pasang daripada mereka yang tinggal di daerah tidak tergenang pasang. Hasil uji. Chi-square untuk masing-masing jenis penyakit tersebut juga menunjukkan adanya perbedaan nyata antara kasus kesakitan penduduk di daerah genangan pasang dengan kasus kesakitan penduduk di daerah tidak tergenang pasang. Dengan demikian hipotesis II memenuhi atau dapat diterima.
3. Analisis statistik untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat ketinggian pasang pada lantai rumah dengan banyaknya kasus kesakitan dalam keluarga, menunjukkan adanya hubungan nyata. Analisis statistik adanya hubungan antara tingkat ketinggian pasang pada halaman/jalanan dengan banyaknya kasus kesakitan dalam keluarga juga menunjukkan hubungan nyata. Dengan demikianhipotesis III memenuhi atau dapat diterima.
4. Analisis statistik untuk mengetahui adanya hubungan antara lama genangan pasang pada lantai rumah dengan banyaknya kasus kesakitan dalam keluarga, menunjukkan adanya hubungan nyata. Analisis statistik untuk mengetahui adanya hubungan antara lama genangan pasang pada halaman/jalanan dengan banyaknya angka kesakitan dalam keluarga juga menunjukkan hubungan nyata. Dengan demikian hipotesis IV memenuhi atau dapat diterima.
Kesimpulan hasil analisis dan uji statistik atas hasil-hasil penelitian ialah bahwa ada pengaruhgenangan pasang pada lingkungan kumuh terhadap tingginya kasus kesakitan penduduk.

ABSTRACT
Poor socio economic condition, poor housing and shortage of land for housing are problems faced people to live in tidal flood slum areas.
The rapid growth of the number of people living in the city has led to declining socio economic conditions. One is difficulty in getting an ideal house or land for housing.
Problems faced by people who live in tidal flood slum areas are as follows:
1. The majority of the people come from poor socio-economic condition.
2. They are affected by dirty water, refuses, wastes and bad smell.
3. Many of them infected by diseases that originated from dirty-Water, refuses and wastes.
Diseases which usually affects the people are related to dirty water, refuses and wastes, such as diarrhea, acute respiratory infection, skin diseases and tuberculosis.
From the result of short observation and literature studies, we can formulates hypothesis as below:
1. Tidal flood in slum areas affects health.
2. Tidal flood in slum areas causes specific diseases as:
· diarrhea
· skin diseases and
· acute respiratory infections.
3. The higher the level of tidal flood from the floor base of the house and surfaces of the garden/street in slum areas, the more the member of the family suffers from diseases.
4. The longer the time of tidal flood on the floor of the house and the garden/street in slum areas, the more the member of the-family suffer from diseases.
The research was carried out to test the hypothesis. The findings are as follows.
1. The results of research shows that prevalent rate of epidemic diseases in tidal flood slum areas is higher than the prevalent rate in non tidal flood slum areas. A Chi-square test also shows a significant difference.
2. The rate of specific diseases such as diarrhea, acute respiratory infections, skin diseases and tuberculosis shows that the diseases are higher in tidal flood slum areas than those in non tidal flood slum areas. Relative Risk (RR) analyses for those four diseases, shows that illness risk are higher in tidal flood slum areas than those in non tidal flood slum areas. The chi-square test for the four diseases also shows the significant differences between sickness in tidal flood slum areas and sickness in non tidal flood slum areas.
3. There is also a significant correlation between the level of height of tidal flood on the floor of the house with the rate of sickness among the member of the family. A significant correlation is also found between the level of height of tidal flood on the surface of the garden/street and the rate of sickness among-the member of the family.
4. The length of period of tidal flood on the floor of the house also. correlated with the rate of illness among the family- member. The same result was also found between the length of period of tidal- flood on the land surface/garden and the street.
The general conclusion derived from the research, that tidal flood does affect health of the people in slum areas.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farisa Bela Dina
"Indonesia khususnya DKI Jakarta adalah daerah endemis DBD. Pemberantasan Aedes sp. paling efektif dilakukan pada stadium larva. Larva Aedes sp. banyak ditemukan pada container tempat penampungan air (TPA) terutama di daerah padat penduduk.
Penelitian ini berdesain cross sectional analitik observasional dan bertujuan mengetahui keberadaan larva Aedes sp. pada berbagai container TPA dan sebaran jenis container TPA di RW 03 (daerah dengan ukuran rumah besar dengan jarak berjauhan) dan RW 07 (daerah dengan ukuran rumah kecil dan jarak berdekatan) Kelurahan Cempaka Putih Barat.
Penelitian dilakukan pada Maret 2010 dengan single larval method pada seratus rumah warga RW 03 dan RW 07. Pada RW 03 ditemukan 232 TPA, tujuh jenis TPA (terbanyak bak mandi), dan sembilan belas TPA positif larva. Pada RW 07 ditemukan 177 TPA, delapan jenis TPA (terbanyak bak mandi), dan sepuluh TPA positif larva. Uji Chi square menunjukkan nilai p = 0,321.
Jumlah TPA positif larva lebih banyak di RW 03 (8,18%) dibandingkan di RW 07 (5,64%) tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna pada keberadaan larva Aedes sp. di TPA pada kedua RW. Dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara kepadatan penduduk dan keberadaan larva Aedes sp.

Indonesia, especially DKI Jakarta is an endemic area of dengue haemorrhagic fever. Eradication of Aedes sp. is most effectively done in larvae stadium. Aedes sp. larvae is commonly found in water reservoirs especially in densely populated areas.
This analytical observasional cross sectional study is conducted to examine the presence of Aedes sp. larvae inside of various water reservoirs in RW 03 (low densed populated area) and RW 07 (high densed populated area) Kelurahan Cempaka Putih Barat.
The study is conducted on March 2010 using single larval method in 100 houses of RW 03 and RW 07. In RW 03 there are 232 water reservoirs and 7 types of water reservoir (most common found is tub). Nineteen water reservoirs are larvae positive. In RW 07 there are 177 water reservoirs and 8 types of water reservoir (most common found is tub). Ten water reservoirs are larvae positive. Chi square test results in p = 0,321.
The number of larvae positive water reservoirs is higher in RW 03 (8,18%) than in RW 07 (5,64%) but there is no significant difference of the presence of Aedes sp. larvae in water reservoirs in both RW. The conclusion is there is no correlation between density of populations and presence of Aedes sp. larvae.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fatina Risinda
"Perempuan, sebagai salah satu bagian dari masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh perkotaan seringkali tidak disadari bahwa perempuan tidaklah hanya mengemban peran sebagai seseorang yang mengurus dalam rumah, melainkan tiga (triple role) yakni peran reproduktif yaitu melahirkan dan membesarkan anak; peran produktif yaitu sebagai pencari nafkah tambahan; dan peran sosial dan kemasyarakatan (community management) (Moser: 1988; 1993, dikutip dalam Miraftab, 1995). Dari kondisi keuangan dan tempat tinggal, membentuk peran dan kegiatan perempuan yang kemudian berpengaruh kembali terhadap bentuk ruang yang dilakukan perempuan untuk menjalankan kegiatan sehari-harinya. Namun, seringkali hal ini tidak terperhatikan, dan kepentingan perempuan menjadi dikesampingkan. Padahal perempuan ini juga turut menghadapi tantangan yang sering melanda permukiman kumuh, seperti penggusuran dan relokasi. Penulisan ilmiah ini pun mengacu pada pengungkapan kegiatan sehari-hari perempuan yang bertempat tinggal di permukiman kumuh, peran, serta ruang berkegiatannya. Hal ini kemudian dikaitkan dengan penggusuran, dan pendapat perempuan-perempuan ini terhadap penggusuran. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada perempuanperempuan yang bertempat tinggal di permukiman kumuh. Kajian teori juga dilakukan untuk menjadi dasar analisis terhadap studi kasus. Melalui metode pengumpulan data yang dilakukan, penulis bisa mendapatkan data untuk kemudian dianalisis dan bertemu dengan kesimpulan sesuai dengan tujuan penulisan.

Women, as part of the society that lives in the city slums, often did not get much attention that they are not only have role as someone that caring the house and family, but actually have triple role. The triple role is reproductive role, the childbearing and rearing responsibilities; productive role, as primary or secondary income-earners; and social role in community management (Moser, 1988; 1993, citated in Miraftab, 1995). Economic and settlement condition make women have their role and activity. This affected their own space to do all their activity. But this is often being missed and women's needs is being forgotten. Whereas, this women also faces many challenge in slums, like eviction and relocation. This writting then pointing to express the role and daily activity of women in slums, and also their space of activity. Then, it will be analised with a challenge in slums like eviction and with women's opinion about it. Observation had been done with some of interview with some women that live is slums. Literature study had been done too, to be the base of case study analysis. With the data research method, writter can get data that can be analised to become a conclusion."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42631
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yusnelti
"ABSTRAK
Salah satu karakteristik kota adalah jumlah penduduk yang makin banyak dan tingginya kepadatan penduduk. Hal ini menimbulkan dampak terhadap daya dukung kota berupa ketidakseimbangan antara ruang yang dibutuhkan dan jumlah penduduk yang meningkat. Pertumbuhan penduduk kota, terutama dari arus pendatang tidak hanya menyebabkan kota menjadi berkembang, tetapi juga menimbulkan permasalahanpermasalahan baru. Umumnya di negara berkembang, kaum pendatang mempunyai tujuan untuk mencari pekerjaan.
Bertumpuknya penduduk di kota menimbulkan permasalahan yang cukup rumit, baik dari segi fisik maupun non fisik, serta mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan daerah sekitarnya, dan merupakan salah satu sebab timbulnya kawasan-kawasan kumuh di perkotaan.
Secara umum, permukiman kumuh diartikan sebagai kawasan hunian yang tidak layak huni berkaitan dengan kesehatan masyarakat khususnya pada penyakit yang sering berjangkit selama di permukiman. Cermin dari permukiman kumuh diantaranya daerah yang tidak terencana, tidak teratur, dan bersifat informal, kepadatan permukiman yang tinggi serta kondisi lingkungan yang buruk.
Dalam era pembangunan dewasa ini, upaya perkembangan perumahan rakyat mendapat perhatian yang besar dari berbagai pihak pemerintah sebagai upaya mewujudkan salah satu kebutuhan dasar masyarakat yaitu papan.
Dalam perencanaan perkembangan hingga saat ini perkembangan ekonomi masih menonjol, sedangkan pertimbangan kesehatan, khususnya kesehatan masyarakat tampaknya masih belum mendapat perhatian.
Penelitian ini mencoba memberikan gambaran tentang kondisi permukiman kumuh dalam hubungannya terhadap kesehatan masyarakat dari segi lingkungan sosial, lingkungan fisik, sanitasi lingkungan dan pola penyakit yang sering terjangk`it di lingkungan permukiman kumuh. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1 Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah permukiman kumuh.
2 Hubungan variabel-variabel permukiman kumuh terhadap variabel kesehatan masyarakat.
3 Berbagai upaya dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat di permukiman kumuh.
Lokasi penelitian adalah Kelurahan Penjaringan di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, ditentukan berdasarkan purposive sampling. Dalam Kelurahan ini diambil 3 Rukun Warga (RW) yang merupakan wilayah yang paling padat penduduknya. Selanjutnya untuk menentukan banyak sampel tiap-tiap RW digunakan cara proposional random sampling yang seluruhnya berjumlah 130 responden.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara berdasarkan kuesioner, wawancara mendalam dengan masyarakat setempat, serta observasi langsung kelapangan. Sedangkan data sekunder di peroleh dari lapangan dan literatur penunjang yang didapat dari instansi terkait.
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan rumus Chi-square yang diteruskan dengan Uji Coefficient Contingency, disertai pula dengan analisis kualitatif.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel-variabel permukiman kumuh mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat
dilihat dari faktor lingkungan sosial, yaitu faktor jenis pekerjaan, crowding index dan jenis pelayanan kesehatan,akan tetapi tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat dari faktor pendidikan dan pendapatan. Masyarakatnya mayoritas berpendidikan, pendapatan masih dalam taraf rendah yaitu pendidikan SD, sedangkan pendapatan masyarakat setiap bulan sebagian besar antara Rp 50.000,-sampai dengan Rp 100.000,-.
Variabel lingkungan fisik mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat dilihat dari faktor keadaan saluran/got air rumahtangga, kondisi lingkungan jalan, kelembaban udara, sinar matahari, jumlah ruangan.
Variabel sanitasi perumahan lingkungan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesehatan masyarakat dilihat dari faktor, bau/aroma dari air saluran buangan rumahtangga, saluran pembuangan mandi, saluran pembuangan kakus, pembuangan sampah, dan sumber air minum dengan derajat hubungan cukup kuat: Sedangkan terhadap kesehatan masyarakat dari faktor, saluran pembuangan masak, saluran pembuangan air cucian tidak terdapat hubungan.
Dari hasil hubungan antara berbagai variabel tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa permukiman kumuh sangat erat hubungannya dengan kesehatan masyarakat.
Perlu dilakukan perlindungan dan peningkatan terhadap kesehatan masyarakat di permukiman kumuh ini, karena permukiman kumuh menurunkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan pencemaran lingkungan. Kurangnya diperhatikan lingkungan sosial, lingkungan fisik, dan sanitasi perumahan lingkungan oleh masyarakat serta kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan lingkungan di sekitar tempat tinggal akan menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.

ABSTRACT
One of the urban main characteristics is the fast growing number of population and its high density. This causes an impact on carrying capacity in terms of the imbalance between the needed space and the increasing population; particularly as rush of city's newcomers does not only imply city's development, but also generate new environmental problems. In most of developing countries, the main reason for people coming to the cities is seeking for employment. High concentration of people in the cities create complex environmental problems, either physically or non-physically, giving negative impact an the particular surroundings and constitutes one of the main causes for the existence of urban slums.
In general, slum settlement is understood as an urban settlement inappropriate to habitat in terms of the community's health, particularly the incidence rate of diseases. Slum settlement is mostly reflected in its involuntary existence, unorganized, informal by characteristics, highly dense, and bad condition. Even though slum settlement's lands are already determined their infrastructures are still inappropriate, with small alleys, muddy, far from appropriate latrines, bath and washing facilities, and lack of clean water.
In the development periods the Government has given much attentions to the development of public housing as one the Government's efforts in providing the community with shelter facilities.
Even in the national development planning the economic sector development constitutes the first priority, yet health sector, particularly community health development is still considered as insignificant.
The objective of the study is to identify and describe the conditions of slum settlement and its correlations with the community's health, in particular from the aspects of its social environment, physical environment, and environmental sanitation in terms of its disease frequency pattern. The specific objectives are:
Identify the social-economic condition of the community of slum settlement;
The correlations between slum settlement's variable to the community's health.
To provide solution efforts in increasing the community health status in slum settlement.
The areas studied are located in the Penjaringan Subdistrict, Northern part of Jakarta, which for this purpose was purposively taken, in which tree "Kelurahan" were determined as samples in terms of the densest population. Further, sample members were drawn proportional-randomly from each "Kelurahan", numbering 130 respondents.
Primary data collection was conducted by interviews using questionnaires as instrument, depth interviews with selected local respondents, and direct observation in the field. While secondary data were collected from related government agencies.
Data analysis was conducted quantitatively based on non-parametric statistic means, i.e. Chi-square, followed with coefficient contingency test and qualitative analysis.
From the analysis it? was identified that slum settlement's variables significantly correlate with those of the community's health viewed from their social environmental factors, i.e. kinds job, crowding index, and health service, but not significantly correlation with the community's health in terms of education, income, and number of family members. But field data eduction, people income majority education degree is SD (63,9%), indregree income Rp 100.000,- (37,7%).
correlate with the conmunity's health in terms of its factors, i.e. household's sewerage, neighbour hood's streets condition, air humidity, sunlight, and number of rooms with strong correlation, under lining the air humidity as the strongest factor; whereas ventilation received the weakest influence.
Settlement's environmental santitation has significant correlation with the community's health in terms of its factors, i.e. household's sewerage odour, bathroom's sewerage, waste disposal, and drinking water source, showing rather strong correlation. However, when correlated with cooking and washing waste water sewerages, there isn't any correlation to be found. In terms of latrine variable, strong correlation with the community's health has been observed as being exist.
From the variables relationship it was evident that slum settlement strongly correlate with the community's health. Further, there should be improvements in the field of community health in the slum areas, as slum conditions can degrade the community's health status and generate environmental pollution. Lack of attention in the fields of physical, social and sanitary environment could by all means decrease the quality of the community's health and the community's health status itself.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahju Tri Susilawati
"Kejadian luar biasa diare di Indonesia angkanya cukup tinggi lebih kurang 26 per 1000 penduduk per tahun. Prevalensi penyakit diare berkisar antara 20-49 penderita per 1000 anggota rumah tangga dan angka kematian pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 134 per 100.000 penduduk dan merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah pnemonia.
Pemukiman pinggir Sungai Ciliwung adalah salah satu wilayah yang potensial terjangkit penyakit diare akibat penduduknya padat, kumuh serta memilikki sarana air bersih buruk. Salah satu pemukiman Sungai Ciliwung adalah RW 10, 11 dan 12 Kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi dan hubungan kualitas Mikrobiologis sumber air bersih responden dan faktor lain seperti sarana kesehatan lingkungan, higiene ibu, imunisasi balita, kualitas gizi balita dan karakter sosial ekonomi responden terhadap terjadinya penyakit diare balita di lokasi penelitian. Desain penelitian responden terhadap terjadinya penyakit diare balita di lokasi penelitian. Desain penelitian ini adalah kasus-kontrol dengan perbandingan 1:1 dan jumlah 125:125. Kasus dipilih adalah balita yang datang ke posyandu dan menderita diare, sedangkan kasus dipilih adalah balita datang ke posyandu tidak diare dan berlokasi dekat dengan balita diare sebagai kasus. Analisis yang digunakan uji univariat, bivariat dengan uji chi-square dan uji multivariat dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian didapatkan hubungan bermakna dengan p<0,05 pada higiene ibu, kualitas gizi balita, sarana kesehatan lingkungan dan kualitas mikrobiologis sumber air bersih responden. Hasil uji multivariat dihasilkan model akhir yaitu: Logit y = 2,193 + (-1,248 Sarana Pembuangan Sampah)+(-2364 Sarana Jamban)+(-3831 Sarana Mnecuci) + 2,890 Sarana PAL + (-1,189 higiene ibu)+(-0,718 Kualitas Mikrobiologis Sumber Air Responden). Dalam model tersebut jika semua variabel kondisinya bagus akan memberikan resiko logit y 2,193 atau sebesar 0,78. Variabel dominan yaitu Sarana PAL dengan OR 17,987 pada CI 95% 2,514-127,295
Disimpulkan bahwa 86,5% kualitas mikrobiologis sumber air bersih responden buruk, namun tidak menjadi faktor dominan terhadap terjadinya penyakit diare balita karena dimungkinkan responden memasak airnya secara benar. Saran sebaiknya pihak-pihak terkait yang turut membantu pembangunan sarana kesehatan lingkungan pemukiman kumuh dan padat di perkotaan supaya mengikutkan warganya agar memiliki kepedulian dan pembangunan sarana tersebut tidak sia-sia.

Diarhoe diseease outbreak in Indonesia is very high, aroun 26 per 1000 people per year (Indonesia Health Profile, 2000). Diarhoe disease prevalence is around 20-49 per 1000 household member and moralitiy at age 1-4 years old ara 134 per 100.000, which is the second highest disease that causes death.
The diarhoe at children under 5 years old still high because there one still a lot of unhealthy resident in the urban area, like resident Ciliwung river, Kelurahan Bukit Duri RW 10, 11, and 12 which resident a crowded, dirty, and a few facilitu clean water cause poluted from microbiologis Ciliwung river.
The purpose of this study is to know the condition and the association of quality microbiologis source clean water, another factor ex; facility environment health, higiene mother children, imunisasi chiren, quality nutrition chidren and social economi household. This study is case-control with 125 case and 125 control. Case is children at age 1-5 years old and disease diarhoe. Control is children at age 1-5 years old which living near children disease diarhoe. This study did two weeks. Result of this study from univariat analysis, bivariat analysis with chi-square and multivariat analysisi with regresion logistic.
Bivariat analiysis test showed that there is significant relation between using of higiene mother children, quality nutrion children, facility environment health and quality water microbiologis, with OR 17,987 CI 95% of variabel dominant SPAL Finisihing model multivariat analysis showed logit y = 2,193+(-1,248 Facility garbage)+(-2,364 Facility latrien)+(3,831 facility wash)+2,890 Fasility gutter+(-1,189 higiene mother children)+(-0,718 quality microbiologis sourcer water respondent). It means good variability, which variabilt give point zero then prediction diarhoe disease children 0,78
It is concluded that quality mcrobiologis water with risk 0,448 althought 85,6% quality microbiologis water bad. This is cause respondent understand good cooking drinking water.
Need to be continuing study about quality microbiologis water by season to know spread diarhoe disease chidren at age 1-5 years old"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Suherwin
"Keberadaan kereta api di daerah perkotaan selain dapat menjadi sarana transportasi yang murah, cepat dan masal, dapat pula menimbulkan masalah bagi kesehatan masyarakat, terutama karena suara bising yang ditimbulkannya. Dampak bising kereta api dapat menyebabkan gangguan kesehatan non auditorik, yaitu gangguan kesehatan selain gangguan pada indera pendengaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi gangguan kesehatan non auditorik pada masyarakat yang tinggal di sepanjang jalur kereta api yang meliputi gangguan komunikasi, gangguan fisiologis yang terdiri dari peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, melambatkan fungsi organ pencernaan, serta timbulnya gangguan psikologis. Disamping itu ingin pula diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan kesehatan non auditorik tersebut.
Rancangan penelitian ini adalah cross sectional dengan populasi penelitian masyarakat yang tinggal disepanjang jalur kereta api di Kelurahan Jembatan Besi Kecamatan Tambora. Sampel yang terlibat dalam penelitian ini adalah orang dewasa yang berumur 17 tahun keatas yang paling sering tinggal di rumah, yang berjumlah 100 orang dan diambil dengan metode random sampling. Data diambil dengan wawancara, observasi dan melakukan pengukuran. Data-data yang terkumpul diolah dengan tahapan data coding, data editing, data structure, data the, data entry dan data cleaning. Selanjutnya dilakukan analisis univariat, bivariat dan multivariate, menggunakan SPSS for Windows.
Diketahui intensitas kebisingan rata-rata 70,7 dB pada umumnya bersumber dari kereta api. Umur responden rata-rata 45,3 tahun, responden terbanyak adalah wanita, lama tinggal rata-rata 30,9 tahun. jarak tempat tinggal dengan jalur kereta rata-rata 24,4 meter, waktu bising yang paling mengganggu umumnya Siang hari, suhu udara rata-rata 30,8°C dan kelembaban rata-rata 33%. Gangguan kesehatan non auditorik yang timbul terdiri dari gangguan komunikasi 53%, peningkatan tekanan darah 40% (lebih tinggi dari prevalensi hipertensi di Kelurahan Jembatan Besi dan Kecamatan Tambora), gangguan pencernaan 51%, gangguan psikologis 59%. Sedangkan peningkatan detak jantung tidak terjadi. Secara umum responden yang mengalami gangguan non auditorik sebanyak 79%.
Pada analisa bivariat ditemukan adanya korelasi yang bermakna antara gangguan kesehatan non auditorik dengan jarak tempat tinggal dengan sumber bising, sumber bising dan intensitas kebisingan. Sedangkan variabel lainnya seperti umur, jenis kelamin, lama tinggal, waktu bising, suhu dan kelembaban tidak menunjukan adanya hubungan dengan gangguan kesehatan non auditorik.
Pada analisis multivariat diketahui faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan non auditorik adalah jarak tempat tinggal dengan sumber bising, serta sumber bising. Yang berpeluang lebih besar adalah sumber bising (4,96 kali), sedangkan jarak tempat tinggal dengan sumber bising berpeluang 1,14 kali.
Selanjutnya untuk memastikan adanya hubungan sebab akibat perlu dilakukan penelitian sejenis dengan disain kasus kontrol atau kohort, serta meningkatkan jumlah variabel yang diteliti sehingga dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Daftar bacaan : 26 (1971- 2003)

Non Auditory Health Effect of Noise Exposure at Community Who Live Alongside the Railway in Jembatan Besi Sub-District, Tambora, West Jakarta, 2004The existence of train in urban area is a cheap, quick and mass transportation, on the other hand it can causes a lot of problems in community health , especially because of its noise. Noisy impact of train can cause non auditory health effect, which is health effect besides hearing system.
The aim of this research is to know health effect proportion of non auditory on community who live alongside the railway consist of communications trouble, physiological trouble such as increasing blood pressure, increasing heartbeat, slowing down digestive organ function, and also the incidence of psychological trouble. Besides that, would also like to know the factors influencing non auditory health effect.
The design of the research is cross sectional with population research is community who live alongside the railway in Sub-District of Jembatan Besi District of Tambora. The samples in this research are adult who is in the age of more than 17 years old and live in house frequently. The involving samples in this research are 100 respondents and taken with sampling random method. Data are taken by interview, observation and do measurement. The collected data are processed by step coding, editing, structuring, filing, entering and cleaning. Followed by data analysis of univariat, bivariat and multivariate with SPSS for Windows.
It is known that noise intensity in average is 70.7 dB. It is generally caused by train. The average age of respondent is 45.3 years old, most of respondent are woman, the average length of stay is 30.9 years, the average of residential distance with railways is 24.4 meters, noisy time which bother most is generally daytime, the average of temperature is 30.8°C and humidity is 33%. The arising non auditory effect consists of communications trouble 53%, increasing blood pressure 40% (is higher than hypertension prevalence in Sub-District of Jembatan Besi and District of Tambora), digestive trouble 51%, psychological trouble 59%. While increasing of heartbeat does not happen. Generally respondent suffering from non auditory trouble is 79%.
Bivariate analysis shows that there is a significant correlation between health effects on non auditory and the distance of residence, source of noise, and intensity of noise. While other variables like age, gender, length of stay, noisy time, humidity and temperature do not have significant correlation with health effects on non auditory.
Multivariat analysis shows that most influencing factors on the occurrence of health effects on non auditory are the distance of residence and also the source of noise. Variable having bigger opportunity is the source of noise (4.96 times), while the distance of residence has opportunity 1.14 times.
Furthermore, in order to ascertain the existence of causality need to be conducted by similar research with the design of case control or kohort, and also improve the amount of accurate variable so it that can describe the real condition.
References : 26 (1971 - 2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>