Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160729 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitta Yustisia
"Anggaran berbasis kinerja merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang berorientasi pada kinerja, kebijakan ini bertujuan untuk menumbuhkan fleksibilitas pengelolaan anggaran dalam mencapai hasil yang optimal. Dalam hal ini, program dan kegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan dalam rencana. Badan Layanan Umum merupakan kebijakan yang dibuat pemerintah sebagai program dari Anggaran Berbasis Kinerja yang memiliki arti untuk mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat, pelaksanaan anggaran berbasis Badan Layanan Umum berawal dari dibuatnya Rencana Strategis Bisnis yang kemudian diimplementasikan ke dalam Rencana Bisnis dan Anggaran. Pada kebijakan Badan Layanan Umum ini pemerintah memberikan fleksibilitas kepada RSUP Fatmawati dalam mengelola keuangannya, akan tetapi pemerintah memiliki tanggungjawab kepada masyarakat untuk mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat dengan memberikan anggaran kepada RSUP Fatmawati. Anggaran yang diberikan oleh pemerintah hanya 20% dari dana APBN, hal tersebut menuai permasalahan dalam RSUP Fatmawati dan membuat RSUP Fatmawati menarik pendapatan dari jasa pelayanan dan lain-lainnya.

Performance-based budgeting is a policy made by government performanceoriented,this policy aims to foster flexibility in budget management to achieve optimal results. In this case, programs and activities should be directed to achieve the outcomes and outputs specified in the plan. Public Service Board is a policy made by the government as a program of Performance Based Budgeting that has meaning to the intellectual and the welfare of society, the implementation of the Public Service Board based budgeting starts from a Business Strategic Plan made then implemented in the Business Plan and Budget. In the Public Service Board's policy gives the government the flexibility to RSUP Fatmawati in managing its finances, but the government has a responsibility to the public to educate and welfare of the community by providing a budget to RSUP Fatmawati. Budget provided by the government only 20% of the state budget, it is reaping the problems in RSUP Fatmawati interesting and make revenue from services and others."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Almost all district public hospital already has their own formulary. The aims of study are to obtain percentage of noncompliance with the public hospital formulary, to obtain the average additional cost be paid by outpatients as a result of noncompliance with the hospital formulary, and to obtain the average of the outpatient?s
ability to pay for treatment. A cross sectional study has been carried out to 120 patients in RSU Kabupaten K and 100 patients in RSU Kabupaten B. Subjects of the study were adult outpatients
with TB, hypertension and diabetes. Data were collected by well-trained district public hospital staff in interviewing patients. The questioner was first tried out to patients at RSU Kota Jakarta Timur. Data were analyzed by cost analysis. Results of the study are
Difference in drug item with formulary in RSU Kabupaten K is 66,7% for TB, 96,6% for hypertension; where as in RSU Kabupaten B 44,8% for TB, 82,3% for hypertension and 76,7% for diabetes.Average additional cost that must be paid by outpatients per encounter in RSU
Kabupaten K is Rp 10.060 for TB, Rp 26.552 for hypertension; while in RSU Kabupaten B is Rp 5.818 for TB, Rp 8.956 for hypertension and Rp 15.218 for diabetes. The average outpatient?s ability to pay for treatment in RSU Kabupaten K is Rp 19.807 and in RSU Kabupaten B is Rp 15.301, which are both less than outpatient treatment cost per encounter."
[Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Puslitbang Farmasi Badan Litbangkes Depkes RI], 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sumiarsih Pujilaksani
"Peningkatan biaya pelayanan kesehatan merupakan permasalaban yang dihadapi oleh banyak negrua di belaban dunia. Di Indonesia, pada kurun waktu antara tahun 1995 1arnpai dengan tahun 2002, teloh teljadi kenaikan biaya pelayanan kesehatan yang !rastis. Biaya pelayanan kesehatan indonesia tahun 1995 tercatat 5.8 trilyun dan neningkat menjadi 41 ,8 tri1yun pada tahun 2002. Pengeluaran biaya pelayanan kesehatan li Amerika Serikat pada tahun 2011 nanti diperkirakan meneapai 2.8 trilyun usd, yang berarti naik dari 1.3 trilyun di tahun 2000.
Sehagai respons terhadap biaya pelayanan kesebatan yang terus meningkat, baik pemerintah ataupun perusahaan asuransi besar di berhagai negara mengembangkan berbagai upaya pengendalian biaya. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan nengembangkan sistem pembayaran prospektif sebagni altematif sistem pembayaran jasa per pelayanan (JPP).
Di Indonesia sistem pembayaran prospektif telah direrapkan oleh beberapa pihak penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan seperti PT. Jamsostek (persero) yang nenerapkan sistem pembayaran paket per hari (PPH) untuk kasus rawat inap, dan Dinas Cesehatan DKI Jakarta yang menerapkan sistem pemhayaran paket per diagnosis yang lisebut sebagai paket pelayanan kesebatan esensial (PPE).
Hasil yang diharapkan dari penerapan sistem pembayaran di atas adaloh biaya kasebatan menjadi lehih efisien ibandingkan dengan sistem JPP. Apakah sistem pembayaran tersebut efektif dalam 1engendalikan biaya rawat inap dibandingkan dengan sistem JPP l belum diketahui.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan di atas. Rancangan penelitian ini ada.iah penelitian survey yang analisisnya dilakukan ecara kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer berupa basil penelusuran okurnen rumah sakil. Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya illltuk kasus demam tphoid (tilus) dan demam berdarah denue (DBD) di kelas Ill RS X tahun 2005. Sampel enelitian adalah semua kasus tifus dan DBD yang dirawat di ke!as Ill yang tidak 1empunyai penyulit atau penyakit penyerta.
Penelitian ini melibatkan 437 kasus, yang terdiri dari 379 kasus DBD dan 54 asus tifus. Dari 437 kasus, ada sejumlah 298 merupakan jaminan Dinkes DKI, 92 kasus uninan PT. Jamsostek dan sisanya merupakan jaminan asuransi kesehatan atau erusahaan lain yang menerapkan sistem pembayaran JPP. Berdasarkan basil analisis cara univariat dan bivariat, didapatkan bahwa secara statistik ditemukan perbedaan ang signifikan antara lain hari rawat kasus DBD, pada kelompuk kasus yang dijumlah dengan sistem paket per hari dengan JPP. Berdasarkan hasil uji t independen antara kelompok sistem paket per diagnosis (PPE) dengan JPP, diperoleh basil adanya erbedaan yang signi:fikan antara rata-rata biaya rawat inap kelompok sistem PPE dengan PP. Hal ini berarti bahwa secara statistik terbukti sistem PPE yang diterapkan oleh tinkes DKI efektif untuk mengendalikan biaya rawat inap pada kasus tifus
Disarankan bagi universitas untuk beketjasama dengan organisasi profesi asuransi kesehatan, untuk melakukan penelitian serupa dengan ruang lingkup penelitian yang iperluas~ sebagai dasar pengembangan sistem pembayaran prospektif di Indonesia. Kepada Dinkes DKI Jakarta, disarankan agar seluruh tagihan rumah sakit dapat didokumentasikan secara lengkap dalam sistem data base sehingga dapat dimanfaatkan ntuk evaluas dan merubuat standar obat seperti yang dilaknkan oleh PT. Jamsostek sebagai tambahan usaha pengendalian biaya selain penerapan sistem pembayaran paket or diagnosis. Kepeda PT Iamsostek disarankan dapat meruperluas cakupan pelayanan kehatan dalam paket per hari, sehingga dapat lebih efektif. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Susi Mariana
"Survey BPS menunjukkan ballwa secara nasional, rata~rata biaya perbulan yang dikeluarkan rumah tangga untuk rawat jalan adalah Rp l5.667,00.- dan propinsi yang memiliki rata-rata biaya rawat jalan perbulan tertinggi adalah DKl Jakarta (Rp36.506,00.-). Sebenarnya biaya-hiaya tersebut dapat dikurangi hila masyarakat memiliki perilaku yang menguntungkan kesehatan dirinya dan keluarganya misalnya dengan menyusui bayinya secara ASI eksidusif srunpai 6 bulan tanpa makanan dan minuman lain kecuali obat dan vitamin, Pemerintah menargetkan penggunaan ASI eksklusif menjadi 80% pada tahun 2000 namun keoyataannya data SDKJ menUI1iukkan bahwa pada tahun 2002 terdapat hanya 39~5% ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif dan bayi Indonesia rata-rata hanya mendapat ASI eksklusif sampai usia I ,6 bulan saja. Bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 4-5 bulan hanya 14%. Penelitian yang dilakukan Yayasan HeUen KeUer Intemasional tahun 2002 menunjukkan bahwa persentase Jama pemberian ASI ekslusif di Jakarta selama 4-5 bulan hanya 3%.
Penelitian ini merupakan evaluasi ekonomi yang bertujuan metlhat gambaran dan perbandingan biaya pemberian AS! eksklusif dan pemberian susu fonnuia pada bayi umur 4 bulan, perbandingan dan perbedaan biaya rawat jalan kedua kelompok tersebut temmsuk. pcrbt:daan frekuensi sakit, lama hari sakit, frekuensi rawat jalan antara kedua kclompok itu dan menghitung penghematan biaya rawar jalanflya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan stud! cross~secOonal, dengan jumlah sampEL minimum masing-masing kelompok adalah 21 orang bayi berumur 4 bulan yang datang ke praktek dokter spesialis anak RB Alvernia RaWlU!Iangun Jakarta Timur bulan Maret April2007.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biaya pemberian ASI eksldusif adalah Rp 2.164.219.- dan rata-rata biaya pemberian susu fonnula Rp 3.558.470.-. Sedangkan rata-rata biaya rawat jalan bayi dengan ASI eksklusif adalah Rp 98.720, dan rata-ratanya pada bayi dengan susu formula adalah Rp 165.857.- (rntio I : 1,7) Perhitungan cost saving adalah selisih antara cost without programe dan cost with programe yang besamya adalah Rp 1.461.388.-. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbadaan bermakna antam kedua biaya rawat jalan ini.
Rata-rata frekuensi sakit dan frekuensi rawat jalan pada bayi ASI eksldusif adalah 0,7 dan susu formula adalah 1,0. Sedangkan rata-rata lama bali sakit pada bayi dengan ASI eksklusif adalah 2 bali, dan susu formula adalab 4 bali. Hasil uji statistik menunjukkun tidak ada perbedaan bermakna frekuensi sakit, frekuensi rawat jalan dan lama hari sakit antara bayi dengan ASI eksklusif dan bayi dengun susu formula 0-4 bulan. Artinya semua perbedaan yang teljadi hanyalah by clumce atau faktor kebetulan belaka dan diduga disebabkan jurniah sampel yang kecil.
Akkirnya disarankan agar penelitian ini dapat diianjutkun oleh peneliti lain untuk menghitung cost benefit ASI eksklusif secara komperhensif baik rawat inap dan mwat jalan, dengan menggunakan opportunity cost yang sebenamya. Juga diharapkun penelitian ianjutan dengan sampel yang lebih besar dan variatif yang mungkin dapat rnenghasilkan uji statistik yang signifikan.

BPS survey shows that nationally, average month expenditure that domestic expend for outpatient is Rp. 15.667 .00.- and province that bas the highest average outpatient expenditure is DKI Jakarta (Rp. 36.506,00.-). Actually those costs could decreased if public has health benefit behavior and their family such as breast: feeding with exclusive ASI to 6 months without foods and other drinks except medication and vitamins, Government 1s targeting exclusive ASI to 80% in 2000 but apparently SDKI data shows that in 2002 there's only 39,5% mother who breastfeeding their children exclusively and averagely Indonesian baby only got exclusive ASI only until 1,6 months. Baby that got exclusive ASI for 4-5 months is only 14%. Research conducted International Hellen Keller Foundation year 2002 shows that exclusive ASI duration percentage in Jakarta for 4-5 months only 3%.
This research is an economical evaluation that aim to see description and equivalent cost of ASI exclusive t,-,}ver and giving formula milk to 4 months baby, equivalence and difference of outpatient cost those two groups include sick frequency difference. sick day duration. outpatient frequency between those two groups and calculating economize outpatient cost. Tills research conducted by using cross sectional study design, with minimal total sample from each groups are 21 babies with 4month ages that come to specialty doctor practice of children at RB Alvernia Rawamangun East Jakarta month March-April 2007.
Research result shows average exclusive ASI cost giver is Rp. 2.164.219 and average formula of milk giver is Rp. 3.558.470. While average outpatient cost of haby with exclusive ASI is Rp. 98.720, and average on baby with formula milk ir.Rp. 165.857 {ratio 1 : J, 7). Cost saving calculation is difference between costs without program and cost with program as much as Rp. l.46L388. Statistical test result shows that there is no significance difference between those two outpatient cost.
Average sick frequency and outpatient frequency on baby with exclusive ASI is 0,7 and formula milk is 1,0. While average sick duration on baby with exclusive ASI is 2 days, and formula milk is 4 days. Statistic test result shows that there is no significance difference of sick frequency~ outpatient frequency and sick duration between baby with exclusive ASI and baby with formula milk 0-4 months. It means all the difference that occurred is only by chance or completely coincidence and estimated cause by minor total samples.
Finally, suggested for other researcher continue this research to determine cost benefit of exclusive ASI comprehensively include inpatient and outpatient with using the real opportunity cost. Suggested too the continues research using a larger samples and more variative. so that maybe statistical test result become significant.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shepard, Donalds S.
Geneva: World Health Organization, 2000
338.473621 SHE a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Ali
"Implementasi Green Retrofit di Indonesia belum terlalu banyak walaupun sudah terdapat payung hukum PERMEN PUPR no.21 tahun 2021 sudah di bentuk, dan GBCI sebagai standar bangunan hijau yang lebih dulu berlaku sebelum PERMEN PUPR no.21 Tahun 2021 muncul. Berdasarkan data yang sudah ada, terdapat banyak masalah dalam menentukan keputusan pembangunan proyek green retrofit, salah satunya karena estimasi biaya yang kurang akurat. Integrasi BIM dan WBS Green Retrofit dirasa merupakan suatu solusi untuk meningkatkan akurasi pada proses estimasi biayanya. Penelitian ini akan mempelajari proses estimasi biaya pada proyek green retrofit hingga penerapannya menggunakan BIM untuk menghasilkan estimasi biaya proyek pada tahap perencanaan. Hasil dari penelitian ini di dapatkan bahwa model hubungan antara variabel WBS (X1) , BIM (X2), Proses estimasi biaya (X3) dan akurasi biaya (Y1) memiliki hubungan dan saling mempengaruhi dengan persamaan hubungan. Y= 0,114 + 0,119 X1 + 0,243 X2 + 0,632 X3. Adapun hubungan antar WBS tidak bersifat secara langsung, terhadap Akurasi biaya, melainkan berhubungan langsung terhadap proses estimasi dengan model persamaan X3= 1.092 + 0.387 X1 + 0.389 X2. Penerapan BIM pada penelitian ini bersifat quantity take off dengan proses Analisa harga di kombinasikan dengan Teknik manual di Microsost Excel.

There is not much implementation of Green Retrofit in Indonesia even though there is already a legal umbrella, PERMEN PUPR no.21 of 2021 has been formed, and GBCI as a green building standard was in effect before PERMEN PUPR no.21 of 2021 appeared. Based on existing data, there are many problems in determining the decision to build a green retrofit project, one of which is inaccurate cost estimates. It is felt that the integration of BIM and WBS Green Retrofit is a solution to increase accuracy in the cost estimation process. This research will study the cost estimation process for green retrofit projects and its application using BIM to produce project cost estimates at the planning stage. The results of this research show that the relationship model between the variables WBS (X1), BIM (X2), cost estimation process (X3) and cost accuracy (Y1) has a relationship and influences each other with a relationship equation. Y= 0.114 + 0.119 X1 + 0.243 X2 + 0.632 X3. The relationship between WBS is not direct, to cost accuracy, but is directly related to the estimation process with the equation model X3= 1.092 + 0.387 X1 + 0.389 X2. The application of BIM in this research is quantity take off with a price analysis process combined with manual techniques in Microsoft Excel."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Suparman
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S18175
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Teknik Renografi menggunakan Alat Renograf adalah salah satu modalitas pemeriksaan fungsi ginjal selain dengan pemeriksaan laboratorium dan teknik Sinar-X. Renograf IR-03 untuk pemeriksaan fungsi ginjal hasil rancangbangun BATAN telah dikonstruksi dan menjalani uji laboratorium di PRPN-BATAN Serpong dan uji klinis di RSUP DR.Sardjito Jogyakarta. Biaya yang berkaitan dengan pemakaian klinik Alat Renograf di rumahsakit telah dianalisis yang terdiri dari komponen nilai radiofarmaka dan nilai investasi alat Renograf. Perhitungan biaya radiofarmaka hippuran 131Iodine per tahun dengan estimasi jumlah pasien 2000 orang sebesar Rp. 30 juta, Total Direct Cost adalah Rp. 212,5 juta dan biaya modal satu Alat Renograf sebesar Rp. 250 juta. Nilai Titik Impas (Break Event Point) Investasi satu Alat Renograf adalah 1194 (0,597%) atau setara Rp. 209,475 juta, dengan biaya per prosedur adalah Rp. 85.000,-. Harga ini tergantung pada beberapa variable terutama volume (kapasitas pelayanan pasien).
Perhitungan analisis Cash-Flow untuk melihat seberapa jauh investasi tersebut menarik dan memberi prospek ke masa depan menunjukkan nilai Rate of Return yang diperoleh yaitu ROR ( i*) adalah 22,6%, jauh diatas suku bunga simpanan Bank saat ini yaitu <10%. Perhitungan analisa Payback Period menunjukkan nilai 1,818 tahun, sangat prospektif secara ekonomi. "
610 JKY 20:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrian Naili
"Puskesmas dalam melaksanakan 18 program pokoknya saat ini, membutuhkan biaya opernsional yang cukup banyak, pembiayaan puskesmas selama ini sebagian besar berasal dari pemerintab pusat dan daerah, seperti diketahui bahwa dana pemerintah dirasakan tidak mencukupi, hal ini juga disebahkan oleh pihak puskesmas khususnya dan dinas kesehatan kota umumnya tidak mampu menghitung kebutuhan biaya normative untuk masing-masing program, kekurangan dana tersebut tidak dapat diketahu seberapa kebutuhannya karena tidak pernah dilakukan analisis.
Tingkat kecukupan pembiayaan kesehatan biasanya dinilai dengan Cost Recovery yaitu perbandingan antara kontriusi biaya oleh pengguna pelayanan kesehatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelayanan tersebut. Informasi ini dirasakan semakin penting dengan salah satu persyaratan / kriteria puskesmas dijadikan unit swadana.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis dengan rancangan Cross Sectional."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4968
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Fadhillah
"Tujuan dari studi ini adalah untuk meneliti apakah innovation attributes dan consumer costs memiliki dampak terhadap consumer acceptance dan yang pada akhirnya mempengaruhi product adoption dari produk yang inovatif. Data untuk riset ini diperoleh dengan menggunakan teknik sample convenience sampling dimana warga Jabodetabek dan pengguna Mandiri E-toll card yang menjadi sample nya. Tes hipotesis dilakukan menggunakan structural equation modeling (SEM) yang diolah dengan software LISREL 8.50. Hasil dari riset ini menunjukan bahwa complexity memiliki pengaruh positif terhadap procedural costs, financial costs dan relational costs, lain halnya dengan compatibility yang memiliki pengaruh negatif terhadap relational costs dan relational costs yang menunjukan efek negatif yang signifikan terhadap product adoption. Di sisi lain, relative advantage dan compatibility tidak menunjukan hubungan positif yang signifikan terhadap product adoption sementara procedural costs, financial costs dan complexity tidak menunjukan efek negatif yang signifikan terhadap product adoption dari Mandiri E-toll card.

The purpose of this study is to recognize how innovation attributes, and consumer costs impact the consumer acceptance, which eventually impacts of product adoption of innovative products. Convenience sampling was used, residents of the Greater Jakarta (Jabodetabek) and Mandiri E-toll card users are used as the samples for this research. The hypothesis were tested using structural equation models (SEM) using LISREL 8.50. The results show that complexity positively influence procedural costs, financial costs, and relational costs while compatibility negative influence relational costs and relational costs shows a significant negative effect towards product adoption. On the hand, relative advantage and compatibility did not show a significant and positive relationship towards product adoption while procedural costs, financial costs and complexity did not show significant and negative influence towards product adoption of E-toll Card. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>