Ditemukan 199937 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Afif Haszaldy
"Kinerja perpindahan panas pada heat exchanger dapat ditingkatkan dengan mengurangi hidrolik diameter dan juga menggunakan fluida kerja yang memiliki konduktivitas termal lebih baik daripada konvensional (air) satu. Salah satu contoh aplikasi diameter hidrolik kecil penukar panas microchannel (MCHE). Merancang MCHE dan melakukan eksperimen investigasi kinerja transfer panas pada counter-flow MCHE dengan menambahkan nomor piring dan menggunakan air dan nanofluid SnO2-air dengan konsentrasi nanopartikel 1%, 3 sebagai cairan pendingin telah dilakukan dalam percobaan ini. Suhu fluida inlet di sisi panas dan dingin ditetapkan pada 50°C dan 25°C, sedangkan laju alir masuk diatur 100-300 ml / menit itu.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah pelat dan juga menambahkan nanopartikel konsentrasi dalam cairan dasar dapat meningkatkan kinerja transfer panas. Dalam jumlah tertinggi dari pelat dengan konsentrasi nanopartikel digunakan dalam penelitian ini, SnO2 air 1% nanofluid dapat menyerap panas lebih baik daripada air konvensional dilakukan dan dapat meningkatkan perpindahan panas keseluruhan koefisien MCHE lebih tinggi daripada air.
The heat transfer performance in heat exchanger can be enhanced by decreasing its hydraulic diameter and also using working fluid that has better thermal conductivity than the conventional (water ) one. One of the examples of small hydraulic diameter application is microchannel heat exchanger (MCHE). Designing the MCHE and doing experimental investigation of the heat transfer performance on counter-flow MCHE by adding the number of plate and using water and SnO2-water nanofluid with nanoparticle concentration 1%, 3 as coolant fluid has been done in this experiment. Inlet fluid temperatures in hot and cold side are set at 50°C and 25°C, meanwhile the inlet flow rate is set from 100 to 300 ml/minute. The experimental results show that the increase number of plate and also adding nanoparticle concentration in the base fluid can enhance its heat transfer performance. In highest number of plate with concentration of nanoparticle used in this experiment, SnO2-water 1% nanofluid can absorb heat better than conventional water do and can enhance the overall heat transfer coefficient of MCHE higher than water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47605
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ary Maulana
"Kinerja perpindahan kalor pada alat penukar kalor dapat ditingkatkan dengan mengurangi ukuran diameter hidrolik atau dengan menggunakan fluida kerja yang memiliki konduktivitas termal lebih baik dibandingkan dengan fluida kerja konvensional. Salah satu contoh penggunaan diameter hidrolik yang kecil adalah microchannel heat exchanger (MCHE). Pada penelitian ini, perancangan alat dan pengujian kinerja perpindahan kalor pada MCHE berkonfigurasi counter-flow dengan menggunakan fluida kerja air dan nano fluida Al2O3-air dengan konsentrasi 1%, 3%, dan 5% sebagai fluida pendingin telah dilakukan. Dalam pengujian, temperatur masuk fluida pada sisi panas dan sisi dingin MCHE diatur tetap pada temperatur 50°C dan 25°C, sedangkan debit aliran pada saluran masuk divariasikan dari 100 ml/menit hingga 300 ml/menit.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi partikel nano pada fluida dasar dapat meningkatkan kinerja perpindahan kalor fluida dasar tersebut. Pada konsentrasi partikel nano tertinggi yang digunakan dalam pengujian, nano fluida Al2O3-air konsentrasi 5% dapat menyerap panas sebesar 9% lebih baik dibandingkan air biasa dan dapat meningkatkan koefisien perpindahan kalor keseluruhan MCHE sebesar 13% lebih besar dibandingkan dengan air.
The heat transfer performance in heat exchanger can be enhanced by decreasing its hydraulic diameter or using working fluid that has better thermal conductivity than the conventional one. One of the examples of small hydraulic diameter application is microchannel heat exchanger (MCHE). Designing the MCHE and doing experimental investigation of the heat transfer performance on counter-flow MCHE by using water and Al2O3-water nanofluid with nanoparticle concentration 1%, 3%, and 5% as coolant fluid has been done in this experiment. Inlet fluid temperatures in hot and cold side are set at 50°C and 25°C, meanwhile the inlet flow rate is set from 100 to 300 ml/minute. The experimental results show that the increase of nanoparticle concentration in the base fluid can enhance its heat transfer performance. In highest concentration of nanoparticle used in this experiment, Al2O3-water 5% nanofluid can absorb heat 9% better than conventional water do and can enhance the overall heat transfer coefficient of MCHE 13% higher than water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43033
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Gerry Julian
"Heat exchanger merupakan bagian vital dalam sebuah perangkat elektronik yang dapat menjaga suhu optimum dari alat tersebut. Penelitian tentang microchannel heat exchanger telah sangat berkembang untuk aplikasi kearah pendingin elektronik pada satu dekade terakhir ini. Microchannel heat exchanger memiliki beberapa keunggulan yakni memiliki dimensi yang lebih kecil dan memiliki koefisien perpindahan kalor yang lebih baik daripada alat penukar kalor lainnya. Dalam pengujian ini, peneliti akan mencoba membuktikan performa dari koefisien perpindahan kalor dari microchannel heat exchanger tersebut beserta efek negatifnya. Peneliti akan mencoba menguji pengaruh pressure drop pada saluran microchannel heat exchanger. Kemudian dalam pengujian ini juga digunakan fluida kerja air,nano fluida Al2O3 1%, dan nano fluida SnO2 1% dengan fluida dasar air. Dari hasil pengujian ini didapatkan bahwa perpindahan kalor akan lebih baik jika menggunakan nano fluida sebagai fluida kerja pendingin.
Heat exchanger is a vital part in an electronic devices that can maintain the optimum operation temperature of that devices. Research on microchannel heat exchanger application has been highly developed on electronics cooling towards the last decade. Microchannel heat exchanger has several advantages which have smaller dimensions and heat transfer coefficient better than the other heat exchanger. The experiment also want to measure the pressure drop in microchannel. It used water, nanofluids Al2O3 1%,and nanofluids SnO2 1% as working fluids in cold side microchannel heat exchanger. Result from this research indicate that heat transfer would be better if we use nanofluids as cooling working fluids."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42955
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Anugrah H.
"Pada penelitian ini akan dipaparkan sebuah model penyelesaian secara numerik menggunakan MATLAB R2009a pada sebuah microchannel heat exchanger type evaporator, diameter hidrolik 1.46 mm dengan desain fin-louvered dan memiliki header. Microchannel heat exchanger merupakan salah satu teknologi terkini pada AC (Air Conditioning) yang mampu memberikan kinerja dan daya perpindahan kalor yang sangat besar. Model persamaan numerik yang digunakan merupakan persamaan yang telah digunakan pada penelitian penelitian sebelumnya dan akan diterapkan pada microchannel heat exchanger untuk menghitung besarnya nilai heat transfer coefficient yang menggunakan fluida refrijeran berupa propane ( ). Simulasi ini akan melakukan variable pada laju aliran massa refijeran dan diperoleh bahwa besarnya laju aliran massa fluida refrijeran akan berbanding lurus dengan besarnya heat transfer coefficient pada microchannel heat exchanger. Besarnya heat transfer coefficient pada laju aliran massa fluida refijeran 0.005 kg/s, 0.01 kg/s dan 0.02 kg/s berturut turut nilai heat transfer coefficient mencapai 335.7 ? 4059.4 W/m2 K, 335.6 ? 4020.6 W/m2 K, 335.3 ? 3965.9 W/m2 K. Adapun kualitas fluida refrijeran yang dihasilkan pada laju aliran massa refijeran tersebut adalah berturut turut 0.2664 ? 0.7571, 0.2653 ? 0.7560, 0.2647 ? 0.7541. Untuk laju aliran massa fluida refijeran yang sama pula diperoleh bahwa hubungan wall temperature akan berbanding terbalik.
In this research will be explain a numerical modeling use MATLAB R2009a in a microchannel heat exchanger type evaporator, hydraulic diameter 1.46 mm with fin-louvered design and with header. Microchannel heat exchanger was a recent technology in AC (Air Conditioning) that had high performance and high heat transfer. Numerical modeling used previous equations in last research and will be applied in microchannel heat exchanger to calculate heat transfer coefficient that used refrigeration fluid was propane ( ). This simulation will apply variable in refrigeration fluid mass flow and the result explain that refrigeration fluid mass flow is directly proportional with heat transfer coefficient pada microchannel heat exchanger. Heat transfer coefficient in refrigeration fluid mass refijeran 0.005 kg/s, 0.01 kg/s dan 0.02 kg/s berturut turut nilai heat transfer coefficient mencapai 335.7 ? 4059.4 W/m2 K, 335.6 ? 4020.6 W/m2 K, 335.3 ? 3965.9 W/m2 K and the quality of outlet condition are respectively 0.2664 ? 0.7571, 0.2653 ? 0.7560, 0.2647 ? 0.7541. For the same condition, the result relate inversely proportional with wall temperature."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65071
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Togar Mulia Surataruna
"Pemahaman terhadap aliran dua fase tidaklah cukup hanya dengan mempelajari teori-teori yang telah ada yang diajukan oleh ahli-ahIi perpindahan kalor. Pemahaman terhadap kondisi aliran akan sangat banyak dibantu dengan visualisasi iangsung terhadap fenomena-fenomena yang terjadi pada aliran dua fase itu sendiri. Untuk pengamatan fenomena tersebut, maka dirancang suatu untai uji dua iase yang dipergunakan untuk mengvisualisasikan kondisi-kondisi perubahan fase cair-uap dalam suatu aliran yang mengalir dalam media pipa yang mengalami pemanasan. Perencanaan dan perancangan yang dilakukan tidak terlepas dari kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul akibat faktor-faktor yang tidak diduga sebelumnya sebagai sumber kesalahan. Dari pengalaman-pengalaman yang ditemui pada perancangan, akan didapat usuian-usulan untuk penyempumaan untai uji."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S36283
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Angga Darmawan
"Teknologi fabrikasi dengan skala mikro saat ini tengah menjadi trend yang berkembang di dunia. Contoh yang nyata adalah pengembangan ukuran channel sebagai media heat transfer dan pengaturan fluida yang kini sudah menjadi microchannel. Salah satu pengembangan pada teknologi fabrikasi mikro yang merujuk pada konsep Green Manufacturing adalah menggunakan mikroorganisme sebagai cutting tools (biomachining) dengan menggunakan bakteri Aciditiobacillus ferroxidans yang menjadikan logam sebagai sumber energinya. Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa penambahan parameter pada proses biomachining seperti waktu pemakanan (72, 96, dan 120 jam) untuk mengetahui pengaruhnya terhadap profil dan tingkat kekasaran permukaan, serta kesesuaian geometri microchannel dalam proses manufaktur pada material tembaga. Benda kerja diberi pola microchannel melalui metode photolithography dan dimasukan ke dalam cairan medium kultur bakteri untuk dilakukan pemakanan. Data hasil pengukuran yang diambil dengan mesin SURFCOM menunjukan ukuran channel yang di dapatkan mencapai 200 μm. Selain itu, semakin lama waktu pemakanan, semakin besar pula kedalaman yang dihasilkan dimana didapatkan hasil rata-rata profil kedalaman 179,7 μm pada channel terluardan 42,6 μm pada channel dalam . Begitu juga pada tingkat kekasaran yang dihasilkan. Hal ini berbanding terbalik dengan kesesuaian ukuran microchannel yang dihasilkan, dimana semakin lama waktu pemakanan, semakin berkurang akurasi ukuran microchannel yang dihasilkan. Perbedaan karakteristik ini diharapkan mampu mendukung proses bomachining microchannel kedepannya.
Fabrication of micro-scale technology currently being a growing trend in the world. A real example is the development of the size of the channel as a medium of heat transfer and fluid settings which is now already a microchannel. One of the development on the technology of micro fabrication which refers to the concept of Green Manufacturing is the use of microorganisms as the cutting tools (biomachining) using bacteria Aciditiobacillus ferroxidans makes metal as a source of energy. In this study, done some addition of process parameters on biomachining as time consumption (72, 96, and 120 hours) to know its effects on the profile and level of surface roughness, as well as the suitability of the microchannel geometry in the manufacturing process on copper material. The workpiece is given the pattern of microchannel through photolithography method and entered into the liquid medium cultures of bacteria to do the eating. Results measurement data taken with the engine showed the channel size SURFCOM in the get reaches 200 μm. In addition, the longer the time consumption, the greater the resulting depth where also obtained average results profile depth of 179,7 μm on outer channel and 42.6 μm on the channel. Similarly, at the level of rudeness that is generated. It is inversely proportional to the size of the resulting microchannel suitability, where the longer the time consumption, diminishing the accuracy of microchannel size is generated. The difference of these characteristics are expected to support the process of microchannel bomachining future."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59445
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Gaizka Oktadiaz Gutama
"Energi terbarukan merupakan sumber energi alternatif yang tersedia melimpah di alam dan tidak akan pernah habis walaupun terus menerus digunakan. Pemanfaatan energi terbarukan juga diakibatkan karena efek yang ditimbulkan oleh emisi pembakaran energi fosil, membuat peneliti berfikir untuk mencari sumber energi alternatif yang lebih bersih dan aman bagi lingkungan. Salah satu pemanfaatan energi terbarukan adalah energi matahari yang dimanfaatkan untuk Solar Thermal Cooling System dengan menggunakan Evacuated Tube Solar Collector (ETSC) untuk mengkonversi energi matahari menjadi energi kalor yang dapat memanaskan heat transfer fluid tanpa menggunakan heater. Solar Collector adalah salah satu instrumen yang penting dalam Solar Thermal Cooling System dan sistem pemanas air. Penggantian heat transfer fluid dari air ke nanofluida dapat meningkatkan perpindahan panas. Peneilitian ini bertujuan untuk mengetahui performa Evacuated Tube Solar Collector dengan penggunaan nanofluida berbahan dasar nanopartikel berupa Multi Walled Carbon Nanotube (MWCNT) dalam pemanasan air yang berfungsi sebagai Heat Transfer Fluid. Peneliatian ini menggunakan standar pengujian yang memiliki banyak metode untuk menentukan performa dari sebuah solar collector yaitu Standar ASHRAE 93-2003, standard ini menggunakan single phase fluids dan memakai sistem close loop. Metode pengambilan data dilakukan dengan mempersiapkan measurement device yang berfungsi sebagai mikrokontroller untuk merekam data yang diperoleh dari tiga buah sensor thermocouple dimana sensor tersebut diletakkan pada inlet dan outlet solar collector manifold, serta diletakkan di dalam storage tank untuk mengukur air yang akan dipanaskan, selain itu data radiasi yang didapatkan pada percobaan ini didapatkan dari pyranometer. Pengambilan data dilakukan selama 6 jam denganflowrate sebesar 2.6 LPM dan sudut kemiringan Evacuated Tube Solar Collector sebesar 15°. Penelitian ini berlokasi di Depok, Jawa Barat dengan kondisi cuaca aktual pada bulan Juni-Juli 2023
Renewable energy is an abundant alternative energy source in nature that will never be depleted even with continuous use. The utilization of renewable energy is driven by the effects caused by the emissions of fossil fuel combustion, prompting researchers to seek cleaner and environmentally safe alternative energy sources. One of the applications of renewable energy is solar energy, which is harnessed for Solar Thermal Cooling Systems using Evacuated Tube Solar Collectors (ETSC) to convert solar energy into heat energy capable of heating the heat transfer fluid without the use of a heater. Solar collectors are crucial instruments in Solar Thermal Cooling Systems and water heating systems. The replacement of the heat transfer fluid from water to nanofluids can enhance heat transfer. This research aims to determine the performance of the Evacuated Tube Solar Collector using nanofluids based on Multi Walled Carbon Nanotubes (MWCNT) as the Heat Transfer Fluid in water heating. The research adopts testing standards that encompass various methods to determine the performance of a solar collector, namely the ASHRAE 93-2003 standard, which employs single-phase fluids and a closed-loop system. Data collection is conducted by preparing a measurement device functioning as a microcontroller to record data obtained from three thermocouple sensors placed at the inlet and outlet of the solar collector manifold, as well as inside the storage tank to measure the water to be heated. Additionally, radiation data obtained in this experiment is acquired from a pyranometer. The data collection is performed for a duration of 6 hours with a flow rate of 2.6 LPM and an inclination angle of the Evacuated Tube Solar Collector set at 15°. This research is conducted in Depok, West Java, under the actual weather conditions of June-July 2023."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rizkananda Salsabila Putri Moksen
"Kenaikan populasi tentunya juga akan mengalami peningkatan bangunan dan konstruksi. Sektor bangunan sendiri bertanggung jawab atas kurang lebih sepertiga dari total permintaan konsumsi energi yang dibutuhkan untuk menyediakan kondisi ruangan yang nyaman dengan sistem pemanas, pendingin, dan ventilasi. Penggunaan sistem pendingin udara yang berlebihan mengakibatkan adanya peningkatan konsumsi energi. Terlebih lagi untuk daerah tropis yang umumnya bersifat lebih hangat dan basah. Suhu dan kelembaban suatu ruangan kemudian bergantung kepada seberapa banyak panas yang masuk ke dalam ruangan (heat gain). Heat gain pada bangunan rumah kebanyakan berasal dari radiasi panas matahari yang masuk melalui atap. Heat gain dapat dikurangi salah satunya dengan teknik pendinginan pasif menggunakan Closed-Loop Pulsating Heat Pipe (CLPHP). Pada penelitian ini kinerja Sistem atap CLPHP diuji dengan menggunakan dua jenis fluida, air dan campuran air-etanol. Sistem atap CLPHP kemudian dibandingkan dengan kondisi ketika sistem atap tidak menggunakan CLPHP menggunakan metode eksperimen. Hasil dari eksperimen menunjukkan adanya penurunan suhu dari 34,1oC menjadi 30,4oC ketika sistem atap CLPHP dengan fluida campuran air-etanol digunakan. Sedangkan untuk sistem atap CLPHP dengan fluida air saja hanya mampu menurunkan suhu sampai 31,7oC. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan penggunaan CLPHP pada atap dapat meningkatkan kenyamanan termal pada ruang pemodelan dan kinerja CLPHP meningkat dengan menggunakan campuran fluida dengan titik didih lebih rendah dari air, yang dalam penelitian ini diwakili oleh penggunaan dari etanol.
The increase in population will also has an effect on an increase in buildings and construction. The buildings themselves are responsible for approximately one third of the total demand for energy consumption required to provide comfortable room conditions with heating, cooling and ventilation systems. Excessive use of air conditioning systems results in increased energy gain. Even more for the tropics which generally has warmer and wetter climate. The temperature and humidity of a room then depend on how much heat enters the room (heat gain). Heat gain in house buildings most often comes from solar heat radiation that enters through the roof. One of the ways to reduce heat gain is by using a passive cooling technique using a Closed-Loop Pulsating Heat Pipe (CLPHP). In this study, the performance of the CLPHP roofing system was tested using two types of fluids, water and a water-ethanol mixture. The CLPHP roof system was then compared with the condition when the roof system did not use CLPHP using the experimental method. The results of the experiment showed a decrease in temperature from 34.1oC to 30.4oC when the CLPHP roof system with a water-ethanol mixture was used. As for the CLPHP roof system with water fluid alone, it is only able to lower the temperature down to 31.7oC. Therefore, it can be said that overall, the use of CLPHP on the roof can increase thermal comfort in a modeling room and the performance of CLPHP is increase by using fluid mixture with lower boiling point than water, which in this study is represented by usage of ethanol."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Romi Putra
"Biomachining merupakan salah satu bentuk proses pemesinan dengan menggunakan bakteri lithotroph untuk menghilangkan material logam dari suatu komponen. Bakteri lithotroph sendiri merupakan jenis bakteri yang menggunakan material anorganik sebagai bagian dari metabolismenya dalam menghasilkan energi bagi siklus hidupnya. Jenis bakteri lithotroph yang dirujuk dalam penelitian ini adalah bakteri Acidithiobacillus ferrooxidans. Biomachining dapat dikategorikan sebagai bentuk dari pemesinan mikro serta dapat digunakan untuk meningkatkan kekasaran suatu permukaan logam. Tingkat kekasaran permukaan yang tinggi merupakan properti yang dapat dimanfaatkan dalam beberapa aplikasi teknologi. Salah satu bentuk aplikasi teknologi yang dapat memanfaatkan tingkat kekasaran yang tinggi adalah microchannel heat exchanger (MCHE). Peningkatan nilai kekasaran permukaan dari permukaan channel pada microchannel dapat meningkatkan performa dan koefisien perpindahan panas konveksi secara relatif signifikan. Hipotesa tersebut diuji dengan melakukan analisa numerik terhadap model microchannel yang memiliki nilai kekasaran permukaan yang dapat diproduksi melalui proses biomachining.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ahlul Halli
"Penanganan beban thermal pada dunia industri sangat diperlukan. Sistem alat penukar kalor bisa dikembangkan pada sisi fluida yang digunakan dan desain pipa yang digunakan. Respon dalam bidang thermal adalah maraknya kembali perhatian akan pentingnya alat penukar kalor (heat exchanger). Sebuah alat penukar kalor yang baik harus ditunjang oleh koefesien perpindahan panas yang baik. Koefesien perpindahan panas sendiri di pengaruhi oleh bilangan Reynolds. Dalam penelitian ini, dilakukan rancang bangun sebuah alat penukar kalor tipe double pipe dengan variasi pada pipa air panas, dimana pada pipa luar adalah pipa baja karbon memiliki koefisien perpindahan kalor konduksi 54 W/m.K dan memiliki dimensi panjang pipa 1 m, diameter luar (Ø out) 88.6 mm, dan diameter. dalam (Ø in) 85 mm dan pipa dalam adalah pipa baja karbon memiliki koefisien perpindahan kalor konduksi 54 W/m.K dan memiliki dimensi panjang pipa 1.2 m, diameter luar (Ø out) 30 mm, dan diameter dalam (Ø in) 28 mm. Bedasarkan pengujian didapatkan grafik kenaikan nilai koefisien perpindahan kalor sebanding dengan kenaikan bilangan Reynolds. Profil kotak memiliki nilai koefisien perpindahan panas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan profil bulat. Pada perbedaan jenis aliran sangat berpengaruh terhadap nilai koefisien perpindahan kalor profil bulat, sedangkan pada profil kotak tidak begitu terlihat perbedaannya.
Handling of thermal load on the industrial world is indispensable. Heat exchanger system can be developed on the side of the fluid used and the design of pipe used. Response in the thermal field is widespread concern about the importance of reheat exchanger (heat exchanger). A good heat exchanger must be supported by a good heat transfer coefficient. Heat transfer coefficient itself is influenced by the Reynolds number. In this study, carried out design and construction of an appliance type double pipe heat exchanger with a variation on the hot water pipes, where the outer pipe is carbon steel pipe has a conduction heat transfer coefficient of 54 W / mK and has dimensions of 1 m length of pipe, outer diameter (Ø out) 88.6 mm, and diameter in (Ø in) 85 mm and pipe in carbon steel pipe is a conduction heat transfer coefficient of 54 W / mK and has dimensions of 1.2 m length of pipe, outer diameter (Ø out) 30 mm, and diameter in (Ø in) 28 mm. Based on the obtained testing the graph increases the heat transfer coefficient is proportional to the increase in Reynolds number. Profiles box has a heat transfer coefficient values are higher if compared to the rounded profile. In different types of flow greatly affect the heat transfer coefficient value rounded profile, whereas the profile box is not so pronounced."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1699
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library