Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190889 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajar Reyhan Apriansyah
"Skripsi ini membahas mengenai dua permasalahan. Pertama, mengenai ruang lingkup operating cost recovery dalam Production sharing contract merupakan masuk kedalam ruang lingkup keuangan negara atau tidak. Kedua, jika sebuah proyek diduga fiktif dan biaya proyek dibebankan pada operating cost recovery dapat dikatakan sebagai kerugian keuangan negara atau tidak menurut Pasal 1 angka 12 UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Berdasarkan hal tersebut, kasus bioremediasi PT. Chevron Pacific Indonesia menjadi objek dalam penelitian skripsi ini. Kasus bioremediasi ini diduga merugikan keuangan negara oleh aparat penegak hukum. Namun, ketidak cermatan aparat penegak hukum mengatakan kasus ini sebagai kerugian keuangan negara penting untuk diteliti dan dianalisis dengan cermat.

This thesis will cover two problems: First, whether the scope of operating cost recovery in the Production sharing contract is to be considered as the scope of state financial scope or not; Second, if an allegedly fictitious project and project costs are charged to the operating cost recovery can be regarded as the country's financial losses or not, according to Article 1 no. 12 of Law No. 1 Year 2004 on State Treasury. Based on this, the case of bioremediation of PT. Chevron Pacific Indonesia become the object of study of this thesis. This bioremediation case is allegedly cost the state finance loss by law enforcement officers. However, the incautious act of law enforcement officials' by saying this case as a state financial loss is important to be researched and analyzed further."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S53281
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Tonggo Piona Marito
"Pengembalian biaya operasi dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi merupakan hak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang disepakati sebagai salah satu persyaratan dalam kontrak bagi hasil production sharing contract . Permasalahan yang akhir-akhir ini berkembang dalam pengembalian biaya operasi kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi adalah terkait penggelembungan biaya yang diklaim oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama KKKS . Pelanggaran ini diperkuat dengan adanya temuan penggelembungan biaya remunerasi Tenaga Kerja Asing dalam cost recovery berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 52/AUDITAMAVII/PDTT/12/2015 atas Perhitungan Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi Tahun 2014 Wilayah Kerja Rokan pada SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama KKKS PT Chevron Pacific Indonesia. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan tujuan mengkaji permasalahan pembebanan biaya remunerasi Tenaga Kerja Asing dalam cost recovery berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010, Pedoman Tata Kerja Nomor 018/PTK/X/2008, Peraturan Menteri Keuangan Nomor No. 258/PMK.011/2011, dan Global Expatriate Policy Kontraktor Kontrak Kerja Sama KKKS .
Operating cost recovery in Oil and Gas Upstream Business Activities is a stipulated Contractor rsquo s right as one of the requirements in production sharing contract. Recently, the operating cost recovery issues in Oil and Gas Upstream Business Activities is related to the distension of cost recovery claimed by the Contractor. The violation of operating cost recovery is enhanced by the distention of the imposition of foreign employee rsquo s remuneration based on the Audit Report of Indonesian Supreme Audit Institution Number 52 AUDITAMAVII PDTT 12 2015 of production sharing calculation year 2014 in Contract Area Rokan between Special Task Force for Upstream Oil and Gas Business Activities SKK Migas and Contractor PT Chevron Pacific Indonesia. In process of writing this thesis, writer is using legal research method to analyse the issues based on the Government of Indonesia Regulation Number 79 Year 2010, Work Procedure Manual of SKK Migas Number 018 PTK X 2008, Ministry of Finance of Republic of Indonesia Regulation Number 258 PMK.011 2011, and Contractor Global Expatriate Policy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66763
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Ayudya Gakawidya
"Termin fiskal adalah salah satu faktor yang teramat penting dipertimbangkan untuk keputusan investasi di dalam minyak dan gas. Royalty, cost recovery, contractor share, domestic market obligation, investment credit, first tranche petroleum, dan tarif pajak (tax) mempunyai pengaruh yang signifikan untuk keputusan investasi. Karya akhir ini menganalisa dan membandingkan termin fiskal PSC di Indonesia, PSC Non Cost Recovery, dan PSC di Malaysia. Dalam rangka menganalisa keuntungan dan kerugian dari setiap termin fiskal diperlukan analisis ekonomi dengan data lapangan yang sama dengan aplikasi dari termin fiskal yang berbeda. Termin fiskal yang umum digunakan dalam analisis karena investor biasanya dapat menegosiasikan termin spesial dengan pemerintah.
Informasi pada karya akhir ini sangat berguna bagi pemerintah ketika menginginkan termin fiskal yang kompetitif dibandingkan dengan termin fiskal di negara lain dalam hal ini Malaysia sejak Malaysia mengirimkan staf-staf Petronas untuk belajar di Indonesia namun hasilnya Malaysia lebih sukses dibandingkan di Indonesia dan yang terutama adalah mengatasi masalah di Indonesia sekarang ini yaitu masalah cost recovery yang semakin meningkat sedangkan produksi dan harga minyak semakin menurun. Analisis mendalam termin fiskal tersebut adalah sangat penting untuk industri minyak dan gas sehingga akan menambah pengetahuan dasar dari industri ini. Kesimpulan dan rekomendasi dibuat dari pengaruh perbedaan termin fiskal dari cash flow dan profitability perusahaan minyak dan gas dan pengaruhnya terhadap kebijaksanaan pemerintah.

Fiscal Regimes is one of the most important factors to be considered for investment decisions in oil and gas industry. Royalty rate, cost recovery, contractor share, domestic market obligation, investment credit, first tranche petroleum and tax rate have a significant effect on the investment decisions. The paper examines and compares the fiscal regimes PSC in Indonesia, PSC Non Cost Recovery and PSC in Malaysia. In order to analyze the advantages and disadvantages of each fiscal regime, the economic analysis of the same fields with the applications of those different fiscal regimes. Generic fiscal terms are used in the analysis since contractors usually can negotiate the special terms with governments.
The information of this paper is useful for the governments when they want to assess their fiscal regime competitiveness compared to other fiscal regime especially Malaysia since Malaysia delivered their Petronas?s staffs to learn in Indonesia but the result is now on Malaysia more success than Indonesia and the most important is to handle the current situations in Indonesia which are the cost recoveries are increasing but the productions and oil price are getting decrease. In depth analysis on fiscal regimes of those countries is very important for oil and gas industry and it will add to the knowledge base of this industry. Conclusions are made of the effects of these different fiscal regimes on oil and gas company cash flow and profitability and how they affect government policy."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26373
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Puspitasari
"Dalam Kontrak Bagi Hasil (KBH) Industri Hulu Migas terdapat biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) sebagai komponen dalam penghitungan bagi hasil antara Pemerintah dan Kontraktor. Terdapat kebijakan pembatasan pembebanan remunerasi tenaga kerja asing dalam cost recovery yang diatur dengan PMK No.258/PMK.011/2011. Demikian, menjadi bahasan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan latar belakang penetapan batasan biaya remunerasi tenaga kerja asing dalam cost recovery dan menjelaskan hambatan dalam pembebanan remunerasi tenaga kerja asing dalam cost recovery. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan & studi lapangan dengan wawancara. Hasil penelitian ini adalah latar belakang kebijakan tersebut dibuat adalah pelaksanaan wewenang Menteri Keuangan dalam menetapkan batasan biaya operasi yang dapat dikembalikan berdasarkan PP No.79 Tahun 2010 Pasal 12(3). Demikian, hal tersebut merupakan perwujudan dalam pelaksanaan Pasal 31D Undang-Undang Pajak Penghasilan. Hambatan dalam pembebanan remunerasi tenaga kerja asing adalah adanya inkonsistensi peraturan, ketidakpastian hukum, lemahnya pengawasan internal dan hambatan dalam implementasi peraturan oleh instansi terkait.

In The Production Sharing Contract (PSC) Upstream Oil and Gas Industry are operating cost can be refunded (cost recovery) as a component in the calculation of profit-sharing between the government and the contractor. There are restrictions on the imposition of the remuneration policy of foreign workers in the regulated cost recovery PMK No.258/PMK.011/2011. Similarly, a discussion in this study. The purpose of this study was to determine the background of the determine restrictions foreign labor remuneration expenses in cost recovery and to determine the obstacle in the imposition of foreign labor remuneration in cost recovery. The research method used is descriptive qualitative research a literature study of data collection technique and field studies with interviews. The result of this study are the background is the implementation of the policy is the authority of the Minister of Finance in setting restrictions operating cost can be returned by PP No.79 Tahun 2010 Pasal 12(3). Similarly, it is a manifestation of implementation of Pasal 31D Undang-Undang Pajak Penghasilan. Barrier in the imposition of foreign labor remuneration is the inconsistency rules, legal uncertainty, weak internal control and constraints in the implementation of regulations by relevant agencies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44448
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Muhammad
"Kebijakan pemerintah untuk cenderung menswadanakan rumah sakit pemerintah, perkembangan Iptek kesehatan, mangkin tingginya tuntutan masyarakat, serta meningkatnya sistem pembayaran oleh pihak ketiga menyebabkan rumah sakit pemerintah tidak dapat terus bertahan sebagai unit sosial semata tetapi harus bergeser ke arah unit sosial ekonomi. Konsep sosioekonomi menyadarkan administrator rumah sakit akan perlunya informasi biaya, narnun sistem informasi akuntansi yang ada belum memenuhi kebutuhan tersebut. Informasi biaya di perlukan dalam kebijakan pengelolaan keuangan guna lebih memandirikan rumah sakit yaitu cost recovery, cost containment, pricing yang cost based dan crosssubsidi.
Tujuan dari penelitian ini untuk melihat kemampuan RSUP Persahabatan dalam upaya cost recovery melalui pengelolaan biaya operasional dan pemeliharaannya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengumpulan data serta penelusuran biaya operasional/pemeliharaan tahun anggaran 1993/1994 pada unit rawat inap RSUP Pereahabatan. Analisia cost recovery dilakukan dengan membandingkan biaya satuan operasional/pemeliharaan di unit rawat inap dengan tarip akomodasi + visite yang berlaku dan di dapatkan bahwa kemampuan cost recovery RSUP Persahabatan masih belum baik oleh karena masih 80,76 % tarip akomodasi + visite unit rawat inap berada di bawah biaya satuan operasional/pemeliharaan.
Upaya memperbaiki cost recovery dapat di lakukan dengan pricing yang cost based, namun sebelum melakukan perubahan tarip perlu di lakukan dahulu upaya optimalisasi BOR pada unit rawat inap yang belum optimal sehingga optimalisai BOR akan menambah kwantitas layanan yang pada ujungnya biaya satuan akan menurun lebih mendekati tarip yang berlaku. Disarankan rumah sakit memperbaiki infrastruktur sistem informasi akuntansi manajerial oleh karena infonnasi biaya ini akan tentu di butuhkan guna pengambilan keputusan lingkup manajemen keuangan.

The government tactical decide to self hospital finance government, The growth of Health science and technology, The increase of public claim, and the increase of third party payment or prospective payment system cause hospital can?t stand as social function continuously, but must move into the social economic function. The social economic function be conscious the hospital administrator to cost information, however the Hospital accounting information system not fulfill yet that require. The cost information required to tactical finance management for self hospital government as cost recovery, cost containment, cost based pricing and crossubsidy mechanism.
The purpose of the research to inspect hospital ability for cost recovery undergo operational and maintenance budget The research is description research with data collection and cost finding operational and maintenance 1993/1994 budget in inpatient department Cost recovery analysis to make compare unit cost with price, the result hospital ability to cost recovery is'nt good, there are 80,78 % price of accommodation + visited under operational and maintenance unit cost.
The effort of cost recovery can do with cost based pricing but before to change the price must to make bed occupancy optimalization where inpatient department occupancy not optimal yet Optimalization can make quantity increase and unit cost be decrease last near current price. Suggestion to improve infrastructure hospital accounting managerial because cost information is need continuously for finance managerial decision.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjetjep Muljana
"ABSTRAK
Industri minyak dan gas bumi yang merupakan tulang punggung pembangunan
Indonesia, dikelola oleh Pertamina bersama dengan Kontraktor Asing dalam bentuk
Kontrak Production Sharing, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, ?Undang
Undang No.44/PRP/1960 dan No.8/1971. Dalam kontrak tersebut Kontraktor Asing
membiayai semua operasi perminyakan yang akan diganti dan hasil minyak/gas yang
dihasilkan, sedang sisanya akan dibagi antara Pertamina dan Kontraktor Asing dengan
rasio yang ditentukan dalam kontrak.
Dalam melaksanakan bisnisnya, Kontraktor Asing dan Pertamina melaksanakan
pengendalian biaya melalui prosedur program kerja dan anggaran, pelaporan
keuangan dan statistik, serta pengadaan barang dan jasa. Sistem pengendalian biaya
yang digariskan oleh Pertamina bertujuan mengendalikan biaya seefisien mungkin
bagi kepentingan Pertamina sesual dengan misi yang ditetapkan dalam Undang
Undang No.8/1971. Sedangkan ?X? Petroleum Company (sebagai salah satu
kontraktor yang menjadi tempat penelitian) melaksanakan sistem pengendalian
biayanya sesuai ketentuan dan kantor pusatnya, yang kemudian dijabarkan dan
disesuaikan dengan sistem yang ditentukan Pertamina.
Dengan adanya perbedaan misi antara Pertamina dan Kontraktornya, maka
pelaksanaan sistem pengendalian biaya tidak dapat berjalan secara optimal dan tujuan
agar biaya dapat dikeluarkan secara efisien tidak sepenuhnya dapat dicapai.
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan pada ?X? Petroleum Company, ada
beberapa hal dalam sistem pengendalian biaya yang dapat diperbaiki agar sistem ini
bekerja secara optimal baik bagi kepentingan Pertamina maupun Kontraktornya.
Kesimpulan dan saran bagi perbaikan sistem pengendalian pada Kontrak Production
Sharing adalah sebagai berikut:
1. Secara umum sistem pengendalian biaya pada Kontrak Production Sharing tidak
disesuaikan dengan perkembangan lingkungan yang kadang bergejolak
(misalnya perkembangan harga minyak). Untuk itu sebaiknya dibuat sistem yang
dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan tidak kaku.
2. Perlakuan akuntansi yang digabung dengan negosiasi bisnis dapat
mengakibatkan rancunya sistem pengendalian biaya, sebaiknya perlakuan
akuntansi tetap mengacu kepada Standard Akuntansi Keuangan sedangkan
insentif bisnis dapat diberikan dalam bentuk lain. Dengan demikian pengendalian
biaya tidak dipengaruhi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu.
3. Saat ini Pertamina hanya menerima laporan keuangan dan Kontraktor, sehingga
Pertamina tidak mengetahui sistem alokasi biaya yang dilaksanakan
Kontraktornya dan mengakibatkan salah interpretasi. Hal ini dapat diatasi bila
Pertamina menerapkan Accounting Procedure yang terdapat dalam kontrak, yaitu
menentukan daftar perkiraan (Chart of Accounts) serta sistem alokasi biayanya
bagi seluruh Kontraktor di Indonesia.
4. Perbedaan kepentingan antara Pertamina dan Kontraktornya dalam hal-hal
tertentu dapat menghambat lancarnya operasi. Hal ini hanya dapat ditanggulangi
dengan keterbukaan antara Pertamina dan Kontraktor dalam merumuskan tujuan
perusahaan balk jangka panjang, menengah maupun pendek dalam bentuk
program kerja dan anggaran.
5. Pengukuran kinerja dengan cara benchmarking melalui laporan operasional
statistik kurang dapat dipergunakan karena kniteria maupun kiasiflkasi biayanya
belum seragam. Untuk ¡tu sebaiknya semua Kontraktor Production Sharing
dipertemukan dan bersama-sama membuat bench marking, agar dapat dihasilkan
suatu tolok ukur yang benar dan perbaikan yang menuju kearah efisiensi biaya
dapat dllaksanakan dengan Iebih akurat.
6. Persetujuan pengeluaran biaya melalui anggaran, AFE (Authorization For
Expenditure) dan penetapan lelang yang sering memerlukan waktu yang lama
membuat anggaran sebagai salah satu sistem pengendalian biaya tidak dapat
melaksanakan fungsinya dan . perencanaan sering tertunda dan mengakibatkan
membesarnya pengeluaran biaya. Hal ini hams segera ditunggulangi dengan
mengurangi waktu dan jenjang tingkat persetujuan.
7. Keppres No.16 tahun 1994 beserta semua petunjuk teknis pelaksanaan yang
bertujuan untuk mengetatkan pengeluaran biaya, ternyata dapat juga
mengakibatkan bertambah besarnya biaya yang disebabkan oleh adanya syarat
kandungan lokal yang memberikan toleransi harga yang lebih mahal dan
prosedur penunjukan pemenang lelang yang berjenjang dan makan waktu. Hal ¡ni
hams segera ditanggulangi dengan tidak sepenuhnya menerapkan Keppres no.16
tahun 1994 terhadap Kontraktor Production Sharing, atau segera menetapkan
peraturan yang bersifat debirokratisasi dan deregulasi untuk menyederhanakan
rantai persetujuan pengadaan barang dan jasa, agar biaya clapat ditekan serendah
mungkin."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Yuliati
"Peningkatan efisiensi dan efektifitas pada perusahaan jasa konstruksi salah satunya dapat dilakukan dengan pengendalian biaya, mutu, dan waktu. Biaya merupakan salah satu faktor yang terpenting untuk dikendalikan pada saat pelaksanaan, agar tidak terjadi cost overrun.
Pengendalian terhadap biaya proyek terdiri dari biaya tenaga kerja, material, subkon, kondisi umum dan overhead. Komponen biaya material adalah satu komponen biaya proyek yang sering Input dari proses pengendalian. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi penyebab dominan terjadinya penyimpangan dalam manajemen biaya material, sehingga dapat diketahui pola hubungan antara penyebab dan kinerja komponen biaya material yang terdiri dari : biaya pembelian, biaya pengangkutan, biaya penyimpanan dan biaya pemborosan dan penggunaan.
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian, maka hipotesa yang akan dibuktikan melalui penelitian ini adalah : Apabila sumber penyebab terjadinya cost overrun tidak diantisipasi dalam manajemen biaya material, maka kinerja biaya proyek akan menurun."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T14661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Budiarso
"Dalam pelaksanaan proses konstruksi, percepatan waktu penyelesaian proyek dari rencana awal sering ditemui untuk mengembalikan ke kondisi yang normal akibat keterlambatan atau membuat kondisi yang lebih baik untuk mempercepat penyelesaian proyek konstruksi tersebut. Metode least- cost scheduling merupakan cara yang sering digunakan dalam mengoptimalisasikan biaya dan penjadwalan dari sebuah proyek konstruksi.
Metode least-cost scheduling menurut Brian J Dregar(1992) pada dasarnya mengkaji hubungan antara waktu selesainya suatu bagian pekerjaan dengan biaya proyek yang bertujuan meyakinkan klien, meningkatkan cara pencapaian mutu, mencapai batas waktu yang telah ditentukan, mengendalikan pengeluaran biaya, dan mengembangkan minimum-cost schedule sesuai dengan permintaan klien dan komitmen proyek.
Namun menurut Stevens (1990), solusi least cost tidak dapat dibuktikan secara absolut karena durasi aktivitas maupun biaya tidak dapat diketahui secara pasti diawal. Diguakan pendekatan probalistik setelah tahapan deterministik dengan metode least-cost scheduling. Setelah melakukan pendekatan studi kasus pada Proyek Pembangunan Flyover Arif Rahman Hakim, Depok, yang mewakili kondisi diperlukannya percepatan, didapat biaya optimum sebesar Rp. Rp. 1,725,811,984.00 pada durasi normal pelaksanaan yaitu 67 hari.

During planning and execution of construction project, it often becomes necessary to escalate the duration of the project in order to adjust to the original schedule, due to time overrun or to simply finished the project ahead of schedule. A widely use technique for reducing the duration of a project in term of project schedule and cost optimalization is commonly referred to a least-cost scheduling.
According to Brian J Dregar (1992), least-cost scheduling method, basically is to examine relation between finishing time from certain activity duration with project cost to assure owner, increased the project quality, finished the project according to time schedule, control the cost project, and to gain minimum-cost schedule according to the owner?s demand and project goal.
But, According to Stevens (1990), there is no absolute, provable least-cost solution, because the activity durations and cost values cannot be precisely known in the beginning. The probabilistic approach were used after deterministic with least-cost scheduling technique.
After case study approach at Arif Rahman Hakim?s Flyover project, Depok, which represent the condition that need to be shorten, the result the optimum cost Rp. 1,715,811,984.00 in normal duration that is 67 days."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35753
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edrial Sulistiyo
"Pada proyek Revitalisasi Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta terjadi kasus yang unik pada masa pelaksanaan proyek. Pemilik proyek yakni Angkasa Pura II terkena dampak finansial dari wabah COVID 19 yang melanda dunia, hal ini menyebabkan diberhentikannya proyek Revitalisasi Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta yang sedang berjalan. Keadaan menjadi tidak menguntungkan bagi kontraktor yakni PT. ADHI Karya, yang pada saat itu telah mengadakan 70 % dari unit MEP dan struktur Baja dalam rangka penyelesaian proyek. Maka dilakukan diskusi bersama antar kedua pihak dalam rangka titik temu untuk kejelasan status proyek Revitalisasi Terminal 2 ini agar tidak menimbulkan kerugian bagi keduanya. Solusi yang diambil adalah kelanjutan bagi proyek Revitalisasi Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta dengan analisis lingkup pekerjaan optimasi agar Angkasa Pura II dapat optimal dalam mengeluarkan biaya proyek dan juga ADHI Karya dapat mengajukan progress pada material yang secara 70% suda berada di proyek. Hal ini menjadi tantangan bagi ADHI Karya untuk memberikan strategi dalam penerapan batasan lingkup pekerjaan optimasi. Menjadi penting untuk diperhatikan batasannya adalah dalam rangka menjaga target tepat biaya proyek yang telah di tentukan pada awal proyek. Maka disinilah muncul sistemasi kendali biaya proyek untuk menanggulangi perubahan lingkup pekerjaan yang pada akhirnya muncul lebih dari satu kali dalam rangka pemenuhan Revitalisasi Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta.

In the Soekarno Hatta Airport Terminal 2 Revitalization project, a unique case occurred during the project implementation period. The project owner, namely Angkasa Pura II, was financially affected by the COVID 19 outbreak that hit the world, this led to the termination of the ongoing Soekarno Hatta Airport Terminal 2 Revitalization project. The situation became unfavorable for the contractor namely PT. ADHI Karya, which at that time had procured 70% of the MEP and Steel structure units in order to complete the project. So a joint discussion was held between the two parties in the framework of a common ground for clarity on the status of the Terminal 2 Revitalization project so as not to cause harm to both. The solution adopted is a continuation of the Soekarno Hatta Airport Terminal 2 Revitalization project with an analysis of the scope of work optimization so that Angkasa Pura II can be optimal in disbursing project costs and also ADHI Karya can submit progress on materials that are 70% already in the project. This is a challenge for ADHI Karya to provide a strategy for implementing optimization work scope limitations. It is important to pay attention to the limitations in order to maintain the right project cost targets that have been determined at the start of the project. So this is where the project cost control system emerged to cope with changes in the scope of work which eventually appeared more than once in the context of fulfilling the Revitalization of Terminal 2 of Soekarno Hatta Airport."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wishnu Jati Wikantyasa
"ABSTRAK
Dampak-dampak negatif yang terjadi pada pelaksanaan proyek konstruksi bisa menyebabkan tidak tercapainya : mutu, walau dan biaya sesuai dengan perencanaan. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi penyebab terjadinya dampak negatif tersebut selanjutnya diambil tindakan koreksi. Peralatan merupakan unsur pendukung utama dalam pelaksanaan suatu proyek sehingga perlu dikendalikan supanya tidak terjadi cost overrun. Indikator penyebab terjadinya cost overrun pada manajemen peralatan dibagi menjadi 5 kategori, yaitu : biaya kepemilikan, biaya operasional, biaya pemeliharaan, biaya perbaikan dan biaya pengelolaan (overhead). Berdasarkan hasil survey, indikator biaya operasional mempunyai sumber resiko cost overrun paling banyak Dalam penelitian ini analisa yang dilakukan adalah analisa tingkat resiko yang dilanjutkan dengan analisa statistik dengan bantuan program SPSS 11.0, untuk mencari dampak signifikan kemudian dilakukan simulasi dengan program Crystall Ball, untuk mencari probabilitas terjadinya cost overrun dad dampak signifikan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada indikator biaya kepemilikan, indikator biaya operasional dan indikator biaya pengelolaan mempunyai dampak signifikan yang sama, yaitu : meningkatnya biaya perbaikan karena kapasitas alas tidak sesuai, profit menurun karena tingginya biaya sewa, profit menurun karena lemahnya sistem administrasi dan penjamin kontrak dan penundaan pelaksanaan kegiatan konstruksi karena tingginya frekuensi perbaikan perbaikan alat. Untuk indikator biaya pemeliharaan, dampak yang signifikan adalah : arus kas mengalami perubahan karena kesalahan dalam merencanakan perkiraan anggaran biaya yang terlalu rendah untuk peralatan, rneningkatnya biaya perbaikan karena kapasitas alat tidak sesuai, dan penundaan pelaksanaan kegiatan konstruksi karena tingginya frekuensi perbaikan perbaikan alat. Sedangkan untuk indikator biaya perbaikan dampak yang signifikan adalah : arus kas mengalami perubahan karena kesalahan dalam merencanakan perkiraan anggaran biaya yang telalu rendah untuk peralatan, meningkatnya tingkat kerusakan alat karena kapasitas alat tidak sesuai, meningkatnya biaya perbaikan karena kapasitas alat tidak sesuai, dan profit menurun karena lemahnya sistem administrasi dan penjamin kontrak.

ABSTRACT
The negative effects of construction a project can make failure to achieve: quantity, time and cost, that have been planned It's necessary to identify& the reason of negative effect for determine the corrective action. Equipment is main support of construction project so they need to be controlled the indicator cost overrun of the equipment management consist of the own cost, operational cost, maintenance cost, repair cost and overhead cost. According survey result, Indicator of operation cost has the most cost overrun risk resource. This thesis use risk level analysis, statistic analysis with SPSS software, then simulation with Crystal Ball Software to find probability of cost overrun. The result indicates that the indicator of own cost, operation cost and overhead have same significant effect. That are the increasing of repair cost because equipment capacity isn't compatible, decrease of profit because highly rent cost, decrease of profit because the weakly of administration system and contract guarantor, and delay of construction project because the highly frequency repair of equipment. For the indicator of maintenance cost, the significant effects are the change of cash flow because the lower budget, increase of repair cost because equipment capacity isn't compatible, and delay of construction project because the highly frequency repair of equipment. Then the significant effect for indicator of repair cost are the change of cash flow because the lower budget, increase of equipment breakage level because equipment capacity isn't compatible, increase of equipment repair cost because equipment capacity isn't compatible, and decrease of profit because the weakly of administration system and contract guarantor."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T10216
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>