Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215568 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sartika Anissa Suciati
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecantikan wajah dan ekspresi senyum terhadap kesediaan laki-laki untuk berbohong dalam preferensi pemilihan pasangan hidup. Pada penelitian ini kecantikan wajah yang dilakukan pada pilot study hingga didapatkan material berupa tiga foto perempuan sebagai calon pasangan partisipan. Untuk melihat pengaruh perilaku nonverbal, peneliti menggunakan ekspresi senyum sebagai representasi keramahan, keterbukaan, dan perilaku prososial.
Dalam mengukur kesediaan laki-laki untuk berbohong, peneliti menggunakan alat ukur dari Rowatt, Cunningham, dan Druen (1999) dalam bentuk kuesioner. Partisipan dalam penelitian ini adalah Mahasiswa UI berusia 18-24 tahun, heteroseksual, tidak sedang menjalani hubungan romantis, dan termotivasi dalam mencari pasangan dengan jumlah partisipan 107 orang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari kecantikan wajah terhadap kesediaan laki-laki untuk berbohong dengan F (1,71, 179,80) = 48,98 , p <0,05, η2= 0,32, tetapi tidak dengan ekspresi senyum. Interaksi antara kecantikan wajah dan ekspresi senyum juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesediaan laki-laki untuk berbohong. Oleh karena itu, kecantikan wajah adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi laki-laki untuk berbohong dalam preferensi pemilihan pasangan hidup.

This study examined the impact of facial beauty and smiling expressions towards males’ willingness to lie about their life partner preference. In this study, facial beauty is measured on the pilot study, resulting items in the form of female photos as the potential partner of the participant. To examine the impact of nonverbal behaviour, researcher used smiling expression as representation of friendliness, openness, and prosocial behaviour.
In measuring males willingness to lie, the researcher used an instrument from Rowatt, Cunningham, and Druen (1999) in quesionaire. Participants of this study are students from University of Indonesia, within the age range of 18-24, heterosexual, not currently in a romantic relationship, and motivated to find a romantic partner. Total participants are 107 subjects.
The result of this study shows that there is a significant influence on facial attractiveness to males’ willingness to lie with F (1,71, 179,80) = 48,98 , p< 0,05, η2= 0,32, but not with smiling expressions. Interaction effect between facial beauty and smilling expression. Thus, it is concluded that facial beauty is a factor that can influence males to lie in their life partner preference.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52752
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pravitasari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dorongan untuk mendapatkan jawaban dan ketidakpastian terhadap preferensi pemilih dalam pemilihan kandidat gubernur. Dorongan untuk mendapatkan jawaban diukur dengan menggunakan kuesioner Need for Closure Scale, sedangkan ketidakpastian dioperasionalisasikan dengan keberadaan informasi mengenai potensi kandidat penantang dan prestasi kandidat petahana. Preferensi partisipan terhadap kedua kandidat diukur dengan skala yang digunakan oleh Tormala, Jia, dan Norton (2012), yaitu terdiri dari item penilaian positif dan negatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara ketidakpastian terhadap preferensi pemilih F(1, 36) = 4.46, p < .05. Akan tetapi, tidak ditemukan pengaruh dorongan untuk mendapatkan jawaban terhadap preferensi pemilih (β = .0773, t(36) = .45, ns). Meskipun begitu, skor rata-rata preferensi individu dengan dorongan untuk mendapatkan jawaban yang rendah menunjukan bahwa mereka menilai penantang lebih positif daripada petahana.
Pada akhirnya disimpulkan bahwa dalam penelitian ini partisipan mempertimbangkan kandidat dengan prestasi sebagai kandidat yang lebih mengesankan dibandingkan kandidat yang digambarkan memiliki potensi. Partisipan juga menunjukan adanya preferensi umum untuk memilih kandidat petahana sebagai kandidat gubernur.

This study examined the impact of need for closure and uncertainty towards candidate preference. Need for closure (NFC) was measured using Need for Closure Scale, while uncertain information was operasionalized by the presence of information about challenger’s potential and incumbent's achievement. Participant's preference towards incumbent and challenger was measured by preference scale which was used before in Tormala, Jia, and Norton (2012). In that scale, preference was divided into two kind of evaluation: possitive assessment and negative outcome.
Result show that uncertainty is a significant influence on candidate preference F(1, 36) = 4.46, p < .05, yet there is no significant effect between NFC level towards candidate preference (β = .0773, t(36) = .45, ns). In spite, the mean of preference score from participant with low NFC shows that they value challenger better than incumbent.
In the end, it can concluded that participants recognized that candidate with achievement was more objectively impressive and showed a general preference for achievement rather than potential in their voting decision.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S53438
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ismail Salahudin
"ABSTRAK
Penyakit HIV/AIDS telah menimbulkan masalah fisik, sosial, dan emosional terhadap individu yang terinfeksi dan pasangannya. Pasangan ODHA memiliki prevalensi mengalami gejala depresi dengan keluhan fisik, yaitu sebesar 12,7%. Terdapat hubungan antara cinta, komunikasi, dan keintiman fisik terhadap kepuasan dalam perkawinan. Depresi pada pasangan ODHA berhubungan dengan kepuasaan terhadap perkawinan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis adanya perbedaan kepuasan perkawinan pasangan ODHA HIV negatif yang mengalami gejala depresi dengan pasangan ODHA yang tidak mengalami gejala depresi.
Metode. Desain penelitian adalah cross-sectional. Sampel adalah 52 orang pasangan sah ODHA usia 18-60 tahun yang menjalani rawat jalan di Poli Infeksi Tropis RSUP. DR. Kariadi Semarang dan memenuhi kriteria inklusi penelitian. Teknik pemilihan sampel menggunakan metode consecutive sampling. Status depresi diukur dengan instrumen beck depression inventory (BDI) dan kepuasan perkawinan diukur dengan ENRICH marital satisfaction scale (EMS). Pengolahan dan analisis data menggunakan program SPSS. Uji analisis hubungan menggunakan uji chi-square.
Hasil. Subjek penelitian yang tidak mengalami depresi 78,8% dan yang mengalami depresi 21,2% terdiri dari ringan 9,6%, sedang 11,6%, dan berat 0%. Tidak didapatkan subjek penelitian yang tidak puas terhadap perkawinannya, 55,8% sangat puas dan 44,2% puas. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kepuasan perkawinan pasangan ODHA HIV negatif disertai gejala depresi dan tanpa disertai gejala depresi (p=0,595). Terdapat perbedaan bermakna antara kepuasan perkawinan pasangan ODHA HIV negatif disertai gejala depresi dan tanpa disertai gejala depresi dalam komunikasi (p = 0,021), resolusi konflik (p = 0,025), penggunaan aktivitas santai/luang (p = 0,025), dan hubungan seks (p = 0,007).
Simpulan. Tidak terdapat perbedaan antara kepuasan perkawinan pasangan ODHA HIV negatif disertai gejala depresi dan tanpa disertai gejala depresi. Namun demikian, terdapat perbedaan bermakna antara kepuasan perkawinan pasangan ODHA HIV negatif disertai gejala depresi dan tanpa disertai gejala depresi dalam komunikasi, resolusi konflik, penggunaan aktivitas santai/luang, dan hubungan seks."
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Anggraeni
"Komitmen pernikahan sebagai motivasi untuk melanjutkan hubungan dalam pernikahan dan kewajiban moral dalam mempertahankan pernikahan (Johnson, Caughlin, & Huston, 1999). Johnson, dkk., membagi komitmen menjadi tiga, yaitu personal komitmen, moral komitmen, dan struktural komitmen. Ketiga komitmen pernikahan ini, dapat dibedakan berdasarkan tipe pasangan. Tipe pasangan terbagi menjadi empat, yaitu tradisional, terpisah, independen, dan campuran (Fitzpatrick, 1988). Kedua konstruk ini belum banyak diteliti di Indonesia, terutama pada pasangan taaruf.
Penelitian ini menggunakan 62 partisipan atau 31 pasangan yang menikah melalui taaruf, dengan menggunakan alat ukur Relational Dimensional Inventory (RDI) dikembangkan oleh Fitzpatrick (1988, dalam Rubin, Palmgreen & Sypher, 1991). Sedangkan alat ukur komitmen pernikahan dikembangkan oleh Johnson, Caughlin, & Huston (1999). Hasil penelitian ini, membuktikan bahwa tidak ada perbedaan komitmen secara signifikan berdasarkan tipe pasangan yang menikah melalui taaruf.

Marital commitment as motivation to continue the marital relationship and the moral obligation to maintain marriage (Johnson, Caughlin, & Huston, 1999). Johnson, et all., divide into three commitments specifically personal commitment, moral commitment, and structural commitment. The marital commitment, can be distinguished by couples type. Couples type are divided into four types, that is traditional, independent, separate, and mixed couples. Both of these constructs have not been studied in Indonesia, especially in arranged marriage (taaruf) couples.
This study used 62 participants or 31 married couples by arranged marriage (taaruf). The measurement of couples type is Relational Dimensional Inventory (RDI) developed by Fitzpatrick (1988, in Rubin, Palmgreen & Sypher, 1991). While the marital commitment used inventory marital commitment developed by Johnson, Caughlin, & Huston (1999). This research proves that these are no significant differences regarding couples type in arranged married (taaruf) couples.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Happy
"Pengemudi sepeda motor usia dewasa menengah (40-65 tahun) dikenal sebagai pengemudi yang paling sedikit mengalami kecelakaan dan juga paling jarang melakukan perilaku mengemudi berisiko terutama mengebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan peran normlessness trait dan persepsi risiko dalam menghambat pengemudi motor usia dewasa menengah untuk mengebut. Sampel penelitian ini adalah 150 orang pengemudi sepeda motor dewasa menengah (40-65 tahun).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa normlessness trait dan persepsi risiko tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan mengebut. Penelitian selanjutnya ada baiknya mencermati pengaruh faktor internal yang lain seperti penurunan kondisi fisik, kognitif dan persepsi terhadap perilaku mengebut pada pengemudi usia dewasa menengah.

The middle adulthood (40th up to 65th year old) motorcyclists was found fewer doing risky driving behavior, especially speeding, than younger motorcyclists. This study specifically aims to prove the influence of normlessness trait and risk perception as internal factor inhibits speeding behavior the middle-adulthood motorcyclist. The sample was 150 old drivers (whose age is 40-65 years old).
The results showed that normlessness trait and the perception of risk has no influence on the speeding decision-making. The next study ought to considering the influence of others internal factors such as the decline in physical, cognitive, and perception ability for speeding in middle-adulthood motorcyclist.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52517
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Didit Hersanto Putra
"Manusia sering menghadapi kondisi dimana ia harus melakukan sebuah pertaruhan, yakni pada sebuah kondisi yang hasilnya ditentukan oleh kejadian acak dan manusia dapat mengalami kekeliruan dalam menilai berbagai hal saat dihadapkan pada kejadian acak. Terlebih lagi pada remaja yang memiliki kecenderungan untuk bertindak dengan penuh resiko, potensi kerugian yang akan diderita oleh remaja menjadi lebih besar. Salah satu kekeliruan yang mungkin dialami adalah hot-hand fallacy, yakni kecenderungan seseorang untuk menganggap peluang terjadinya suatu kejadian semakin membesar setelah ia mengalaminya sebanyak beberapa kali secara berturut-turut. Hot-hand fallacy dapat terjadi karena dipicu beberapa hal, salah satu pemicunya adalah persepsi seseorang terhadap kendali yang dimilikinya. Semakin seseorang menganggap dirinya memiliki kendali, maka ia akan semakin cenderung mengalami hot-hand fallacy.
Di sisi lain, terdapat sebuah fenomena yang disebut illusion of control, yakni persepsi adanya kendali pada kejadian yang sebenarnya ditentukan secara acak. Karena salah satu pemicu hot-hand fallacy adalah persepsi adanya kendali, dan illusion of control memunculkan persepsi tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya pengaruh illusion of control terhadap kemunculan hot-hand fallacy pada remaja. Penelitian dilakukan kepada 55 subyek dengan metode eksperimen. Subyek diminta untuk bertaruh mengenai kartu yang akan keluar (merah atau biru) dan dilihat besar taruhannya saat menghadapi rentetan kemenangan serta kekalahan. Pada kelompok eksperimen partisipan bisa memilih kartu yang hendak dibuka, sedangkan pada kelompok kontrol tidak. Dari hasil penelitian ini akhirnya diketahui bahwa illusion of control memiliki pengaruh signifikan terhadap kemunculan hot-hand fallacy pada remaja.

As human, we often find ourself in a condition where we have to gamble. Meanwhile, gambling is still considered as a social pathology. Whereas if we refer to the scientific definition of gambling, there are many gambling activity in our daily life and adolescence has the most tendency to take risky decision, gambling included. The result of gambling activity is determined randomly, and human have a certain bias and fallacies when they face random events. One of those fallacies is the hot-hand fallacy, a tendency to assume that a streak will be more likely to continue. Hot-hand fallacy can be triggered by many things, including the perception of control upon the situation. The more someone assume that they have control; they are more likely to experience hot-hand fallacy.
There are also a phenomenon called the illusion of control, which defined as the perception of control over objectively chance-determined events. Perception of control is one of the trigger of hot-hand fallacy, and illusion of control could make someone perceive control upon the situation, therefore the researcher hypothesized that illusion of control may have influence upon the emergence of hot-hand fallacy on adolescence and do this research to test that hypothesis. Fifty five subjects are participating in this experiment, and they are given a gambling task where they have to gamble on which card would appears next (red or blue). The participants of experimental group may choose which card to open, while the participants of control group may not. This research found that there is a significant influence of the illusion of control to the emergence of hot-hand fallacy in adolescent.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Richa Mandasari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran fear of intimacy dalam hubungan romantis pada dewasa muda yang mengalami perceraian orangtua. Fenomena yang seringkali terjadi pada dewasa muda yang mengalami
perceraian orangtua ketika menjalani hubungan romantis adalah kesulitan untuk mempertahankan hubungan dan memiliki fear of intimacy. Penelitian ini
merupakan penelitian yang menggunakan metode kuantitatif. Partisipan penelitian
ini adalah dewasa muda yang mengalami perceraian orangtua dan sedang menjalani hubungan romantis. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur fear of
intimacy dalam hubungan romantis adalah Fear of Intimacy Scale (FIS) yang terdiri dari 34 item yang sudah diadaptasi. Hasil penelitian dari 104 orang
partisipan menunjukkan bahwa mayoritas memiliki tingkat fear of intimacy yang rendah dalam hubungan romantis.

ABSTRACT
This research aims to have a description on fear of intimacy towards romantic relationship in young adult who have experienced parental divorce. When facing romantic relationship, young adult who have experienced parental divore are often difficult to survive and also have a fear of intimacy. This research is using quantitative methods. The participants of this research are young adult who have experienced parental divorce and currently is in romantic relationship. Fear of intimacy are measured by Fear of Intimacy Scale (FIS) that consists of 34 adapted items. The result from 104 participants shows that majority of research participants have low level of fear of intimacy."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54086
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Swastika Pranasari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perceived ease of use terhadap repurchase intention pada konsumen belanja online. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa yang pernah berbelanja online, dengan jumlah 289 partisipan. Perceived ease of use dan repurchase intention diukur dengan menggunakan alat ukur Perceived Ease of Use dan alat ukur Repurchase Intention yang dikonstruksi oleh Chiu, Chang, Cheng, dan Fang (2008).
Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa perceived ease of use memiliki pengaruh yang signifikan terhadap repurchase intention. Dengan demikian, penting bagi penjual produk atau jasa secara online untuk mengembangkan situs atau aplikasi belanja online yang dapat dengan mudah digunakan oleh konsumen belanja online.

This research aimed to find the influence of perceived ease of use on repurchase intention among online shopping consumer. Participants of this research were undergraduate students who have online shopping experience, with the amounts of 289 participants. Perceived ease of use and repurchase intention were measured using Perceived Ease of Use and Repurchase Intention measurement items made by Chiu, Chang, Chen, dan Fang (2008).
The main result of this research showed that perceived ease of use has significant impact on repurchase intention among online shopping consumer. Therefore, it is important for online retailers to develop their site or application which can be easily used by online shopping consumer.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S53704
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>