Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128724 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vitria Lazzarini Latief
"Picture Frustration Study (P-F) adalah instrumen yang dapat melihat reaksi seseorang ketika rnenghadapi situasi frustrasi. Instrumen yang disusun oleh Rosenzweig pada tahun 1944 ini, sekarang sudah tidak pemah lagi digunakan sementara tiap orang tidak pernah lepas dari keadaan iustrasi dan mengalami perasaan terganggu serta marah karena frustrasi. Perkembangan zaman yang terjadi dalam kurun waktu 50 tahun, tentunya turut mempengaruhi kondisi yang ada pada masyarakat. Selain itu situasi yang dapat menimbulkan frustrasi pada setiap orang tidaklah sama. Dennis (1967), menyatakan bahwa sumber-sumber frustrasi dapat
dikelompokan ke dalam tiga kelornpok utarna, yaitu situasi yang berkaitan dengan keadaan atau lingkungan, keharusan untuk hidup bersama orang lain, dan hal-hal yang bersifat personal. Dollard, dkk (dalam Meier, 1961) menyatakan bahwa rasa frustrasi seseorang akan menunculkan perilaku agresi. Menurut Renfrew (1997) dalam bertingkah laku agresi, seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sosial tapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah jenis kelamin. Laki-laki digambarkan sebagai sosok yang agresif dan kompetitif, sementara perempuan dianggap sebagai sosok yang harus banyak mengalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pennasalahan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada situasi frustrasi dari hasil elisitasi pada kelompok dewasa muda yang
analog dengan situasi hustrasi pada Rosenzweig Picrure Frustration (P-JU Study?
2. Situasi apa saia yang dimunculkan melalui elisitasi yang berkaitan dengan sumber
fustrasi keadaan atau lingkungan, keharusan hidup dengan orang lain serta situasi
yang berkaitan dengan hal-hal personal?
3. Bagaimanakah gambaran reaksi frustrasi laki-laki dan perernpuan pada kelompok
dewasa muda?
Penelitian dilakukan pada kelompok usia dewasa muda dengan subyek penelitian berjumlah 37 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen P-F dan kuesioner elisitasi situasi frustrasi. Untuk rnengetahui situasi hasil elisitasi yang analog dengan situasi P-F maka pada masing-masing situasi P-F dibuat tema gambar. Untuk mengetahui gambaran reaksi frustrasi laki-laki dan perempuan digunakan perhitungan distribusi frekuensi.
Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Situasi frustrasi dari hasil elisitasi memiliki analogi tema dengan 22 situasi
Hustrasi instrumen P-F. Situasi-situasi tersebut adalah situasi nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7,
8, 9,10,lI,13,14,l5,16,1'?,18,19, 2O,21, 22,23 dan 24.
2. Situasi-situasi frustrasi yang berkaitan dengan sumber frustrasi
a. Keadaan atau lingkungan, yang antara lain adalah: faktor alam, kondisi kendaraan umum dan pribadi, kondisi di jalan raya, berada di tempat rawan kejahatan, padat penduduk maupun konflik, berkaitan dengan alat, kenaikan harga dan PHK.
b. Keharusan hidup dengan orang lain, yaitu dalam berhubungan dengan teman, orang pada umumnya, pacar, orang yang posisinya lebih tinggi, berkaitan dengan kesalahan yang dibuat diri sendiri, serta dengan orang yang posisinya lebih rendah.
c. Hal-hal personal, adalah yang berkaitan dengan sifat dan kebiasaan, keadaaan fisik, kegagalan akademis atau pekerjaan serta hal-hal yang berhubungan dengan materi dan keluarga.
3. Gambaran reaksi frustrasi adalah sebagai berikut:
a. Reaksi frusitasi yang dominan digunakan oleh sebagian besar laki-laki dan perempuan adalah arah reaksi ekstrapunitif dan tipe reaksi ego-defense.
b. Reaksi frustasi yang paling sering dimunculkan oleh laki-laki dan perempuan pada 24 gambar P-F adalah E (ekstrapunitif dan ego-defense)
c. Reaksi fustrasi yang paling sering dimunculkan oleh laki-laki dan perempuan pada situasi P-F ego-blocking adalah E (ekstrapunitif dan ego-defense)
d. Reaksi frusuasi yang paling sering dimunculkan oleh laki-laki dan perempuan pada situasi P-F Superego-blocking adalah i (intrapunitif dan need-persistence)
Sara.11-saran yang diberlkan berdasarkan penelitian ini mencakup:
1. Saran yang berkaitan dengan penelitian
2. Saran terhadap tes P-F
3. Saran untuk penelitian lanjutan"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Zahwa Wiyanpi
"Semakin canggihnya perkembangan teknologi di Indonesia, semakin berkembang pula cara untuk melakukan kegiatan seksual melalui teknologi tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan bercakap dan mengirimkan hal bersifat seksual dan eksplisit (sexting) melalui internet. Penelitian mengenai sexting lebih banyak dikaitkan kepada perilaku seksual berisiko dan kekerasan seksual yang terjadi di dalamnya, namun belum terdapat penelitian di Indonesia mengenai standar ganda seksual yang dapat memengaruhi dinamika melakukan sexting antara laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh perbedaan peran seksual dan pendekatan terhadap seksualitas. Oleh karena itu, penelitian ini mengeksplorasi gambaran perbedaan standar ganda seksual dalam perilaku sexting yang dilakukan laki-laki dan perempuan dewasa muda di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif menggunakan wawancara terfokus pada total enam partisipan yang di antaranya merupakan tiga partisipan perempuan dan tiga partisipan laki-laki dalam rentang usia dewasa muda yang pernah melakukan sexting. Standar ganda seksual dilaporkan muncul dalam sexting melalui beberapa hal. Beberapa hal tersebut yaitu pelabelan negatif yang dilakukan terhadap perempuan yang menampilkan keinginan seksual, partisipan perempuan yang melaporkan kecenderungan merasa takut setelah melakukan sexting karena adanya kemungkinan revenge porn dibandingkan dengan partisipan laki-laki, dan juga partisipan perempuan yang cenderung mendapatkan pelecehan seksual berupa mendapatkan foto eksplisit non-konsensual dan ancaman revenge porn yang tidak ditemukan pada partisipan laki-laki.

The more advanced technological developments in Indonesia, the more developed ways to engage in sexual activity through this technology. One of the ways to do this is by chatting and sending things of sexual and explicit content (sexting) via the internet. Research on sexting is primarily focused on risky sexual behavior and sexual violence that occurs in it, but there hasn't been any research in Indonesia on the sexual double standard that can influence the dynamics of sexting between male and female due to disparities in sexual roles and approaches to sexuality. Therefore, this study explores the overview of differences in sexual double standards in sexting behavior between young adult male and female in Indonesia. This research was conducted with a qualitative method using focused interviews with a total of six participants, including three female participants and three male participants in the young adult age range who had sexted. Sexual double standards are reported to emerge in sexting in a variety of ways. Some of these include the negative labels given to female who express sexual desire, female participants reported a tendency to feel more afraid of revenge porn after sexting than male participants, and also female participants were more likely to experience sexual harassment in the form of receiving explicit non-consensual photos and threats of revenge porn."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadianty Gazadinda
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh body attractiveness perempuan terhadap pemilihan pasangan pada laki-laki dewasa muda yang bertempat tinggal dari daerah rural dan urban. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang menggunakan sudut pandang psikologi evolusi. Peneliti memberikan manipulasi body attractiveness kepada partisipan dengan cara menampilkan tubuh perempuan dengan variasi ukuran tubuh normal dan tidak normal. Variasi ukuran tubuh normal dan tidak normal ditentukan berdasarkan hasil pilot study. Partisipan penelitian ini adalah laki-laki berusia 18-25 tahun, heteroseksual, tidak sedang berpacaran, dan bertempat tinggal di wilayah rural atau urban. Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel partisipan sebanyak 160 orang yang bertempat tinggal di wilayah urban dan rural. Peneliti mengukur pemilihan pasangan dengan cara melihat respon partisipan pada alat ukur pemilihan pasangan yang telah dikonstruksikan oleh peneliti, yaitu keinginan atau ketidakinginannya menjadikan perempuan pada gambar tersebut sebagai pasangannya. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh body attractiveness perempuan yang signifikan terhadap pemilihan pasangan pada laki-laki dewasa muda di daerah rural dengan X2 (1, 80) = 0.045, p < 0.05, tetapi tidak pada laki-laki dewasa muda di daerah urban. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh body attractiveness perempuan terhadap pemilihan pasangan pada laki-laki.

This study examined the effects of female body attractiveness and males’ living area on males’ young adults mate choice. This study is an experimental study which is based on evolutionary psychology theory. To examine the effects of females’ body attractiveness on males’ young adults mate choice, researchcer gave a manipulation of body attractiveness by using a woman’s picture which showed a variation of body size characteristic, which is normal and not normal. Variation of body size characteristic has been got before in pilot study. Participants of this study are man who’s about 18 to 25 years old, heterosexual, not in a romantic relationship with someone, and living in urban or rural area.Total participants in this study are 160 subjects. Researcher examined males’ mate choice by asking the participants about their willingness to mate with woman who’s in the picture. The results of this study shows that there’s a significant influence between females’ body attractiveness and males’ young adults mate choice who’s living in rural area on chi square test X2 (1, 80) = 0.045, p < 0.05, but not on the males’ young adults mate choice who’s coming from urban area. Researcher still can’t conclude the interaction effect between female body attractiveness and the origin place of male on males’ young adults mate choice because of the limitation of statistical test analysis. Overall, this study shows that there’s a significant effect between female body attractiveness on males’ young adults mate choice.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Kaesaria
"Meningkatnya persaingan bisnis, menuntut suatu organisasi untuk melakukan pemasaran yang efektif. Salah satunya adalah dengan pengenalan barang yang akhirnya terjadi proses penjualan, yang dilakukan oleh tenaga penjual kepada konsumen. Tiap tugas yang dijalani oleh tenaga penjual, yang secara keseluruhan bertujuan mencapai target penjualan dapat dikatakan sebagai tuntutan pekerjaan. Apabila tuntutan pekerjaan tersebut dirasa terlalu berat, maka pada akhirnya dapat membuat tenaga penjual menjadi stres.
Penelitian ini berfokus pada stres kerja tenaga penjual yang berkerja di PT.X wilayah JABODETABEK dan Serang. Aspek yang ingin dilihat dari penelitian ini adalah stres kerja pada tenaga penjual laki-laki dan perempuan usia dewasa muda. Pengambilan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner dengan menitipkannya pada kepala cabang kantor pusat PT. X di Jakarta Timur. Dari 100 kuesioner yang disebar, hanya 62 partisipan yang datanya dapat diolah. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik statistik uji Independent Sample T-test untuk melihat apakah jenis kelamin berpengaruh terhadap stres kerja yang dialami tenaga penjual, dan ANOVA untuk melihat perbedaan stres pada tiap tugas dengan menggunakan SPSS 16.0.
Hasil penelitian menunjukkan adanya stres kerja pada tenaga penjual selama menjalankan tugas. Adanya perbedaan stres kerja pada tiap tugas tenaga penjual, dan adanya perbedaan stres kerja antara tenaga penjual laki-laki dan perempuan.

The increase of business competition ushers an organization to be effective in marketing. One of them is by the introduction of the goods that ultimately happens through the sales process, conducted by salespeople to the consumer. For each task that is carried out by salespeople, the overall aim is to achieve the target of the sales that can be said as the demands of work. When the work demands are felt to be heavy, this ultimately can make the salespeople stressed.
This research focuses on the work stress on the salespeople working at PT.X in JABODETABEK and Serang areas. The subject of this research is the men and women young adulthood sales. Data is collected by distributing questionnaires left to the head of the branch office of PT.X in East Jakarta. Of the 100 questionnaires distributed, only data from 62 participants were able to be processed. The data obtained were analyzed using statistical techniques test Independent Sample T-test to see the sex effect on work stress experienced by the salespeople, and ANOVA to see the stress on each task by using SPSS 16.0.
The results suggest the existence of work stress on the salespeople for running errands, differences in work stress on each salespeople's job, and work stress on men and women sales.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifky Zacharis Diandrio
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami perkembangan identitas homoseksual dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk melela pada laki-laki homoseksual di Indonesia. Melalui metode penelitian kualitatif, dilakukan wawancara terhadap laki-laki homoseksual dewasa muda (usia 23-29 tahun), dengan menggunakan panduan berdasarkan Model Formasi Identitas Homoseksual oleh Cass (1979). Dalam analisis tematik terhadap wawancara delapan partisipan, ditemukan bahwa perkembangan identitas homoseksual dimulai ketika seluruh responden merasakan ketertarikan terhadap sesama jenis sejak kecil. Perkembangan identitas melewati fase penolakan di suatu tahap dalam hidup individu homoseksual sebelum akhirnya bisa diterima secara penuh. Penerimaan diri dan keputusan untuk melela di tengah perkembangan identitas memiliki arah hubungan yang kompleks dan tidak pasti terkait mana yang lebih dulu antara penerimaan atau melela identitas. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa keputusan untuk melela tidak hanya dipengaruhi oleh faktor perkembangan identitas yang koheren dan sehat, namun juga faktor-faktor situasional seperti dukungan orang-orang terdekat dan sikap masyarakat secara umum terhadap eksistensi kelompok seksual non-normatif, risiko akan diskriminasi dan persekusi, serta sumber daya individu homoseksual untuk bisa berdiri sendiri ketika risiko yang dipersepsikan terjadi saat mereka memtusukan untuk melela.

This research seeks to understand how homosexual identity develops and what factors influence the decisions of gay men in Indonesia to come out. Using qualitative research methods, interviews were conducted with young adult gay men (aged 23-29) following Cass's (1979) Model of Homosexual Identity Formation. By analyzing the interviews of eight participants, it was found that the journey of homosexual identity begins when individuals feel attracted to the same sex from a young age. The process involves overcoming denial and eventually accepting themselves fully. The relationship between self-acceptance and coming out is complex, as it is unclear which comes first. The decision to come out is influenced not only by personal development but also by situational factors such as support from significant others, societal attitudes towards non-normative sexual orientations, the fear of discrimination and persecution, and the personal resources needed to face these challenges when deciding to come out."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Rahmawati
"Emosi ditimbulkan oleh suatu peristiwa atau situasi tertentu, termasuk peristiwa atau situasi yang berasal dari diri seseorang, misalnya pikiran atau kenangan. Emosi akan timbul bila peristiwa tersebut menyentuh kepedulian (concern) seseorang, apabila menyentuh kesejahteraan, dan well being seseorang.
Bila stimulus itu sesuai dengan apa yang diharapkan, artinya menyambung kebutuhan dan harapan seseorang, maka yang akan muncul ialah emosi positif; bila sebaliknya maka timbul emosi negatif. Timbulnya emosi bukan berarti hal itu diekspresikan, melainkan dialami sebagai penilaian atas situasi serta kesiapan aksi (tendensi-aksi atau aktivasi) serta gejala-gejala perubahan faali. Ada berbagai macam emosi, salah satunya yaitu emosi marah. Marah merupakan emosi negatif yang jika tidak terkontrol dapat berubah menjadi destruktif, bisa menimbulkan masalah baik di lingkungan keija, dalam hubungan interpersonal, dan mempengaruhi seluruh kualitas hidup kita.
Madura merupakan salah satu budaya di Indonesia yang menarik untuk diteliti. Sudah sejak lama Madura menjadi pembicaraan masyarakat, sekalipun pulau yang satu ini tidak besar akan tetapi penduduknya mempunyai kepribadian yang khas dan menarik untuk dibicarakan. Sosok orang Madura akan segera dikenal oleh siapapun karena memang mempunyai ciri tersendiri, khususnya bila mereka berbicara.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pengalaman emosi marah pada laki-laki dan perempuan suku Madura; melihat apakah ada atau tidak perbedaan penilaian dalam pengalaman emosi marah antara laki-laki dan perempuan suku Madura; melihat apakah ada atau tidak perbedaan kesiapan aksi dalam pengalaman emosi marah antara laki-laki dan perempuan suku Madura.
Subyek Penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan suku Madura, berusia 18-40 tahun, dan berpendidikan minimal SMU atau sederajat. Sampling yang dilakukan dalam penelitian ini adalah incidental sampling. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner emosi Frijda dan Markam (1992) yang merupakan terjemahan kuesioner Frijda-Kuipers-Ter Schure. Kuesioner Frijda - Markam terdiri dari tiga bagian, yaitu: kuesioner umum emosi; kuesioner penilaian; dan kuesioner kesiapan aksi. Kuesioner umum terdiri dari 11 item. Kuesioner penilaian terdiri dari 24 item. Kuesioner kesiapan aksi terdiri dari 36 item. Gambaran umum karakteristik subyek penelitian dalam satu kelompok jenis kelamin diperoleh dengan menghitung frekuensi dan persentasenya. Gambaran penilaian dan kesiapan aksi diperoleh dengan menghitung mean score tiap dimensi/item penilaian dan kesiapan aksi. Untuk membandingkan gambaran penilaian dan kesiapan aksi dalam pengalaman emosi marah antara laki-laki dengan perempuan Madura di gunakan rumus t-test.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dimensi penilaian pada pengalaman emosi marah yang paling menonjol pada laki-laki suku Madura adalah dimensi valensi dan dapat diharapkan diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian terhadap situasi yang menyebabkan emosi marah pada kelompok laki-laki berkaitan dengan situasi yang dinilai tidak menyenangkan dan merupakan sesuatu yang tidak diharapkan oleh diri sendiri. Sedangkan dimensi penilaian pada pengalaman emosi marah yang menonjol pada perempuan suku Madura adalah valensi, kemudahan mencapai tujuan, ketiba-tibaan, dapat diharapkan diri sendiri, dan dapat diharapkan orang lain. Nilai negatif pada dimensi-dimensi tersebut menunjukkan bahwa situasi yang menyebabkan emosi marah cenderung dinilai sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, merugikan bagi rencana atau tujuan diri sendiri, tidak diharapkan diri sendiri, dan tidak diharapkan orang lain. Sedangkan nilai positif pada dimensi ketiba-tibaan berarti bahwa situasi yang menyebabkan emosi marah cenderung dinilai sebagai sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba.
Sedangkan pada perempuan suku Madura kesiapan aksi yang mencolok adalah item kesiapan aksi: ingin dapat menghilangkan (dimensi menghilangkan), ingin dapat melakukan sesuatu (dimensi reaktansi), dan ingin meluruskan masalah (dimensi membetulkan). Hal ini berarti bahwa perempuan suku Madura memiliki kecenderungan yang mencolok untuk : ingin dapat menghilangkan peristiwa yang telah terjadi, ingin melakukan sesuatu untuk menangani peristiwa, dan ingin dapat meluruskan apa yang telah terjadi, ketika mengalami emosi marah. Sebagian besar subyek kelompok laki-laki suku Madura menganggap bahwa emosi yang menyebabkan emosi marahnya penting bagi: kepedulian, minat, usaha, dan tujuan; pasangan atau teman dekat; hubungan dengan pasangan atau teman dekat Sedangkan pada subyek kelompok perempuan suku Madura sebagian besar subyek menyatakan bahwa peristiwa yang menyebabkan emosi marahnya dianggap penting bagi kedudukan sosial dan penghargaan. Sebagian besar subyek baik kelompok laki-laki maupun perempuan suku Madura menyatakan bahwa ekspresi emosi yang ditampilkan adalah dengan intensitasnya sesuai."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The leadership question o male and female in Islam often becomes controversial. It could not happen when Muslims understand the text of Al-Qur'an and Hadist comprehensively. Husband can be a leader in his family because of hos responsibility in searching family needs. The leadership in society is not determined by gender or sex by quality."
297 TURAS 12 (1-3) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Dewi
"Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial membuat manusia tidak pemah lepas dari interaksinya dengan orang lain di lingkungan sekitarnya. Salah satu bentuk hubungan interpersonal yang sering terjalin dan merupakan hubungan yang unik adalah hubungan cinta. Bagi individu yang berada di tahap usia dewasa muda, hubungan tersebut dipandang menjadi sesuatu yang lebih bermakna karena terkait dengan tugas perkembangan yang menuntut mereka untuk mampu menjalin intimacy dalam hubungannya dengan lawan jenis. Sulivan (Steinberg, 1999) menyatakan bahwa keintiman dengan lawan jenis umumnya terjadi dalam konteks berpacaran.
Hubungan pacaran yang dilakukan oleh individu pada tahap dewasa muda cenderung lebih bersifat serius, intim dan eksklusif dibandingkan hubungan yang dilakukan pada tahap remaja. Keintiman tersebut diantaranya ditandai dengan komitmen untuk meneruskan hubungan meski memerlukan pengorbanan dan kompromi. Didasarkan pada hal itu maka hubungan pacaran di tahap tersebut seringkali dipandang sebagai prakondisi pernikahan (Basow, 1992).
Hal yang kemudian penting untuk dilakukan setelah individu dewasa muda mulai menjalin hubungan pacaran adalah mempertahankan kelangsungan hubungan itu sendiri hingga dapat mencapai jenjang pernikahan. Upaya tersebut tidak mudah karena masing-masing individu, sebagai pria dan wanita, telah memiliki sejumlah perbedaan yang mendasar atau built-in differences (Buss, dalam Baron & Byrne, 1994). Sebagai contoh, kaum wanita lebih mencari pasangan yang mampu memberikan kasih sayang dan perlindungan, dimana jika hal itu tidak mampu dipenuhi maka mereka akan merasa sangat kecewa. Seorang pria akan dianggap sebagai pria sejati bila ia kuat, tidak mengenal takut, bertanggung jawab, reaktif dan tidak bersinggungan dengan hal apapun yang terkait dengan feminitas, termasuk seperti pengekspresian emosi (Home & Kiselica, 1999). Sementara itu, kaum pria dianggap lebih memilih pasangan dengan mengutamakan daya tank fisik, seperti berusia muda dan sehat.
Peneliti kemudian menjadi tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai hubungan pacaran yang dijalani oleh pria dewasa muda yang berstatus sebagai anak bungsu sekaligus anak laki-laki satu-satunya. Meski merupakan anak laki-laki namun dengan statusnya sebagai anak bungsu, pria tersebut seringkali juga dipandang sebagai individu yang tidak ambisus, lebih mengharapkan wanita untuk menyayangi dan memanjakannya, kurang bertanggung jawab, serta kurang mampu menjadi pemimpin atau pelindung yang baik (Taman, dalam Shipman, 1982). Dengan sejumlah karakteristik itu maka pria dengan status seperti diatas nampak memiliki sejumlah kesulitan untuk memenuhi harapan atau tuntutan kaum wanita pada umumnya mengenai pria yang akan menjadi pasangan hidupnya. Kondisi tersebut, dalam perkembangannya dapat pula memunculkan stres pada pria yang bersangkutan.
Lazarus (1976) menyatakan bahwa stres muncul bila suatu tuntutan, baik berupa tuntutan internal (dalam diri) maupun eksternal (lingkungan fisik & sosial), sudah terasa membebani atau menekan bagi individu yang bersangkutan. Ketidaknyamanan yang dirasakan akibat stres pada umumnya akan membuat individu melakukan upaya untuk mengatasi hal tersebut, atau melakukan coping stres. Dalam penelitian ini, gambaran mengenai stres dalam hubungan pacaran dari subjek akan dilihat dari sembilan aspek intimacy yang dikemukakan oleh Orlofsky, sementara gambaran mengenai coping yang dipilih subjek akan mengacu pada jenis coping menurut Lazarus & Folkman.
Dalam pelaksanaan penelitian ini akan digunakan metode kualitatif, dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, dengan menggunakan pedoman wawancara umum, dan observasi. Adapun individu yang menjadi partisipan dalam penelitian adalah pria dewasa muda, berusia 18 - 35 tahun, merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga, dan sedang menjalani hubungan pacaran.
Dari penelitian yang dllkukan, diperoleh gambaran secara umum bahwa dari ketiga subjek yang menjadi partisipan, subjek pertama dan kedua mengalami stres yang berbentuk konflik dan terkait dengan aspek komitmen, yaitu dalam upaya memenuhi kebutuhan pasangan untuk menjalankan sejumlah peran gender tradisional bagi pria dewasa. Selain itu, kedua subjek tersebut juga cenderung menggunakan emotion focused coping sebagai cara menghadapi masalah yang dipersepsi sebagai masalah berat. Sementara subjek ketiga juga mengalami stres berbentuk konflik, namun terkait dengan aspek yang berbeda, yaitu aspek perspective-taking, dan lebih menggunakan jenis problem focused coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16810
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Abednego Kristariyanto
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemilihan pasangan pada perempuan dewasa muda dilihat dari sudut pandang psikologi evolusi. Ahli psikologi evolusi telah mengemukakan bahwa sexual attractiveness yang dimiliki seseorang merupakan penunjuk potensi reproduksinya. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen dengan partisipan memilih stimulus gambar ukuran tubuh normal dan tidak normal untuk dijadikan pasangannya. Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa perempuan berusia 18 - 25 tahun, yang berasal dari daerah rural dan daerah urban.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan antara kelompok yang mendapat stimulus gambar laki-laki dengan body attractiveness ukuran tubuh normal dengan kelompok yang mendapatkan stimulus gambar laki-laki dengan body attractiveness ukuran tubuh tidak normal pada pemilihan pasangan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa body attractiveness laki-laki dengan ukuran tubuh normal lebih banyak dipilih pada daerah urban.

This study was conducted to determine the mate selection of young adult women from the perspective of evolutionary psychology. Evolutionary psychologists have suggested that sexual attractiveness is an indicator of one's own reproductive potential. This research was conducted with an experimental method with participants selecting the stimulus image body size is normal and not normal to be a partner. Participants in this study were female students aged 18-25 years, who come from rural areas and urban areas.
The results showed that there were significant differences between the groups that received stimulus pictures of men with body attractiveness normal body size with the group receiving the stimulus pictures of men with body attractiveness abnormal body size in mate selection. The results also showed that body attractiveness of men with normal body size were chosen in urban areas.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56534
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resty Abidah El Kholiqy
"Pembentukan orientasi seksual pada diri individu dipengaruhi oleh faktor yang terjadi secara nature maupun nurture. Salah satu faktor nature adalah fratrenal birth order. Penelitian ini ingin melihat gambaran dari orientasi seksual pada lakilaki tahapan usia dewasa muda berdasarkan fraternal birth order. Secara operasionalnya peneliti ingin melihat adakah perbedaan orientasi seksual berdasarkan dengan jumlah kepemilikan kakak laki-laki pada individu serta gambaran hubungan yang terjadi antara orientasi seksual dan fraternal birth order. Partisipan penelitian ini adalah 100 orang laki-laki yang berada pada tahapan usia dewasa muda. Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data adalah Klein Sexual Orientation Grid (KSOG) untuk mengukur kontinum orientasi seksual yang dikembangkan oleh Klein (1985) dan kuesioner fratrenal birth order yang digunakan oleh Blanchard & Bogaert (1996). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat perbedaan orientasi seksual berdasarkan fraternal birth order serta terdapat hubungan yang signifikan dari orientasi seksual dan fraternal birth order.

The formation of sexual orientation of an individual is influenced by nature and nurture factors. One of the nature factors is fraternal birth order. This research willing to see sexual orientation in men young adulthood by virtue of fraternal birth order. In the operationally, researcher is willing to see the differences of sexual orientation by virtue of the number of older brother in the family of an individual and the decription of correlation between sexual orientation and fratrenal birth order. This research involves 100 man participants at young adulthood. The measurement tools used to collect data in this research is Klein Sexual Orientation Grid (KSOG) in order to measure sexual orientation continuum developed by Klein (1985) and fraternal birth order questionnaire used by Blanchard & Bogaert (1996). The results show that there are differences of sexual orientation by virtue of fraternal birth order and significant correlation from sexual orientation and fraternal birth order.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S58060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>