Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160392 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anna Restu Wardhani
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Pines' Couple Burnout
Questionnaire and Measurement Alai ini dibuat oleh Pines, seorang psikolog dan konselor
pernikahan, yang digunakan untuk mendeteksi terjadinya bumout dalam suatu hubungan interpersonal. Pines memberi istilah couple burnout untuk menyebut fenomena tersebut, yaitu suatu keadaan menyakitkan yang menimpa orang-orang, yang berharap cinta romantis akan memberi arti dalam hidup mereka (Pines, 1996).
Pines juga membuat sebuah model untuk menjelaskan bagaimana terjadinya burnout dan apakah hai itu dapat dihindari. Model tersebut terdiri dari dua lajur, yang sama-sama dimulai dengan lahap jatuh cinta, namun jalur yang satu berakhir dengan bumout dan lajur yang lain
berakhir dengan roots dan wings. Burnout dapat terjadi oleh karena adanya ketidaksesuaian antara harapan yang ada dengan kenyataan sehari-hari. Terjadinya burnout dalam suatu pernikahan merupakan proees yang terjadi secara berlahap. Adanya perbedaan antara harapan dengan kenyataan yang ada, ditambah dengan stres eehari-hari, dapat membuat keintiman dan cinta semakin menghilang.
Pemilihan wanita, sebagai subyek dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat yang menyalakan bahwa bagi wanita pernikahan adalah suatu hai yang panting sebagai alat untuk
mendapatkan kehidupan yang menjamin adanya rasa aman. Dengan keyakinan tersebut, wanita
akan memasuki suatu pemikahan dengan harapan bahwa ia akan mendapaikan cinta, rasa aman
dan kehahagiaan dari pasangan maupun dari pernikahannya. Bila harapan ini tidak eesuai dengan kenyataan yang ada maka akan terjadi pengikisan cinta dan komitmen sehingga menjadi burnout.
Tujuan dari penelitian ini adaiah untuk mendapatkan gambaran skor burnout pada wanita
dewasa yang menikah dan memiliki anak. Seiain itu iuga untuk mendapatkan gambaran masalah-
masalah yang dihadapi wanita dalam pernikahannya, cara coping yang digunakan serta bagaimana pereepsi tentang cinta romantis.
Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan pendekatan
kualitatif dilakukan dengan wawancara pada subyek yang memiliki skor burnout rendah dan
subyek dengan skor tinggi untuk mendapatkan ilustrasi terjadinya bumout serta roots and wings.
Subyek penelitian ini adalah wanita bekerja yang menikah dan memiliki anak, dengan
menggunakan teknik incidental sampling untuk pengambilan sampelnya.
Hasil dari penelilian ini adalah ssbanyak 80% dari keseluruhan wanita dalam penelitian ini
memiliki pernikahan yang baik-baik saja. Sedangkan 20% sisanya memiliki pernikhan yang hampir burnout dan ada yang sudah mengalami burnout. Sedangkan masalah-masalah dalam hubungan pernikahan yang terungkap dalam penelitian ini berkisar antara sifat, sikap maupun tingkah laku suami, misalnya egois, kurang komunikasi, atau kurang perhatian.
Ada perbedaan dalam cara coping yang digunakan oleh subyek dengan skor burnout rendah dengan subyek dengan skor tinggi. Pada kelompok burnout rendah, cara coping yang
digunakan adalah optimism action, dengan cara berdiskusi alau kompromi dangan suami.
Sedangkan pada kelompok bumout tinggi, cara coping yang digunakan adalah rabbnmizatrbn-
resignation, yaitu dengan mendiamkan hingga waklu yang akan menyelesaikan serta berusaha
mencari kesibukan lain agar dapat melupakan masalah. Selain itu ada beberapa cara coping lain yang digunakan yaitu mengingatkan pasangan, memberi pengertian, menasehati, serta mengambil inisiatif dan keputusan sendiri.
Saran-saran diberikan untuk memberi masukan pada penelitian salaniutnya agar alat ini
dapat benar-benar membantu untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya burnout dalam
pernikahan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T37812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Riana
"Hidup bersama orang lain dalam suatu pernikahan, penuh dengan tuntutan dan masalah yang harus dihadapi. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah konflik suami istri dan kehadiran anak yang dapat menambah konflik tersebut. Jika masalah-masalah tersebut tidak dapat diatasi dengan baik, maka dapat menimbulkan kekecewaan. Kekecewaan yang terus menerus disertai stres kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan terjadinya burnout.
Tujuan dari penelitian ini untuk melihat gambaran burnout pada ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan memiliki anak usia sekolah. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan metode wawancara Pengambilan data dilakukan pada tiga orang ibu rumah tangga yang telah mengalami burnout.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masalah-masalah yang dihadapi ibu rumah tangga sehingga dapat menimbulkan burnout adalah overload, conflicting, demands, Kebosanan, perselingkuhan suami tidak terpenuhinya kebutuhan afeksi dan komunikasi sering perubahan sikap suami. Upaya subyek untuk menghadapi masalah mereka adalah dengan menggunakan strategi emolionfocusea' coping, yaitu subjek cenderung menerima keadaan mereka saat ini. Hal ini menyebabkan mereka berada pada kondisi humour. Mereka mengalami kelelahan fisik berupa badan terasa Lelah, keluhan sakit badan seperti sulit bernafas. sakit kepala mudah terkena sakit dan badan panas. Kelelahan mental, berupa perasaan tidak berharga, tidak berguna, merasa lebih tua dari umur yang sebenarnya dan merasa terjebak. Sedangkan kelelahan emosional berupa merasa kesal, marah, berubahnya perasaan terhadap suami dan merasa tidak pernah merasakan bahagia. Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan untuk menambah subjek penelitian dan juga mewawancarai suami."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Malika
"Dewasa ini jumlah wanita yang terjun dalam dunia pekerjaan kian meningkat. Berbagai alasan mendasari keputusan wanita untuk bekerja, seperti: tetap adanya stimulasi intelektual, tambahan kontak sosial dan perasaan berharga. Selain itu, juga karena penghasilan yang didapat dapat menjadi tambahan penghasilan keluarga. Selanjutnya, ketika seorang wanita bekerja telah menikah dan memiliki anak maka ia akan menjalani peran ganda secara bersamaan, yaitu perannya dalam keluarga dan perannya dalam pekerjaan. Status bekerja yang dimiliki oleh wanita yang telah menikah dan memiliki anak ini, sedikit banyak akan memberikan pengaruh terhadap area tugasnya, yaitu: pengaruh terhadap hubungan dengan suami, pengaruh terhadap anak, pengaruh terhadap pekerjaan dan pengaruh terhadap dirinya sendiri (Hoffman, 1984). Adapun peran dalam keluarga yang kerap dituntut dari seorang wanita yang telah menikah dan memiliki anak terkait dengan interaksi yang mereka Iakukan yaitu terhadap suami (peran sebagai istri) dan anak (peran sebagai ibu). Peran sebagai ibu ini juga semakin dirasakan ketika usia anak masih berusia bayi (0-I 8 bulan) karena di usia ini kelekatan (attachment) ibu dengan anak berpengaruh pada perkembangan anak di masa yang akan datang. Selain peran dalam keluarga tersebut, seorang wanita bekerja juga harus memenuhi perannya dalam pekerjaan. Ia diharapkan dapat memenuhi tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam pekerjaan yang ia geluti. Ia juga dituntut untuk memberikan komitmen yang baik terhadap pekerjaannya. Adanya tuntutan atau role expectation dari kedua peran (dalam keluarga dan dalam pekerjaan) inilah yang kemudian dapat menimbulkan konf1ik peran pada wanita bekerja yang menikah dan memiliki anak. Secara lebih khusus, konflik peran yang terjadi karena adanya tuntutan pekerjaan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan tuntutan dari keluarga disebut sebagai workfamily conflict (Thomas & Ganster, 1995). Penelitian ini bermaksud untuk melihat lebih lanjut mengenai fenomena work family conflict, yang dialami oleh wanita bekerja yang menikah dan memiliki anak usia bayi (0-18 bulan). Penelitian ini diawali dengan pendekatan kuantitatif terhadap 34 subjek untuk menyaring 3 subjek dengan skor workfamily conflict yang tertinggi. Kemudian penelitian dilanjutkan dengan pendekatan kualitatif berupa wawancara terhadap ketiga subjek tersebut untuk menggali keunikan dan kekhasan work family conflict yang dialami subjek. Hasil kuantitatif yang didapatkan menunjukkan bahwa kuesioner yang digunakan cukup valid dan reliabel dalam mengukur workfamily conflict (WPC) sescorang. Selain itu skor tertinggi yang didapat subjek dalam penelitian ini adalah 89 dan skor terendah adalah 41, sedangkan rata-rata dari skor yang diperoleh subjek adalah 66,4. Hasil penelitian kualitatif berupa wawancara terhadap 3 orang subjek dengan skor WFC tertinggi menunjukkan bahwa status wanita bekerja yang menikah dan memiliki anak dapat memberikan pengaruh, baik positif maupun negatif, terhadap hubungan mereka dengan suami, anak, pekerjaan dan wanita itu sendiri. Adapun hal yang dapat menyebabkan munculnya WPC pada subjek penelitian ini adalah job stressors dan/ atau family srressors dan adanya family involvement yang besar. Dampak dari WFC yang timbul adalah adanya gejala-gejala job distress, family distress maupun depresi yang dialami subjek. Kemudian dalam menghadapi WFC tersebut, dilakukan beberapa strategi, seperti mendefinisikan ulang keputusan untuk bekerja dan mendelegasikan tugas dalam keluarga selama sedang bekerja di kantor."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Khalista Dwi Asri
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megawaty Affriany
"Perkawinan kembali merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan
setelah seorang wanita bercerai. Hasil survey di Amerika Serikat yang dilakukan kepada wanita bercerai menyebutkan bahwa 90% mempertimbangkan akan melakukan perkawinan kembali jika menemukan pasangan yang tepat (Thabes,dalam Papalia dkk 2001). Setelah perceraian, anak-anak umumnya tinggal bersama ibunya. Karenanya wanita seringkali membawa anaknya pada perkawinan berikutnya. Perkawinan kembali pascacerai yang melibatkan anak dan perkawinan sebelumnya cenderung memiliki masalah. Masalah akan semakin bertambah ketika wanita bercerai melakukan perkawinan kembali dengan pria lajang, Penyesuaian dalam perkawinan cenderung semakin sulit bila orang tua tirinya belum pernah menjadi orang tua sebelumnya (Hurlock, 1986). Untuk mewujudkan perkawinan kembali yang berhasil dan bahagia pasangan perlu melakukanpenyesuaian perkawinan pada berbagai area dalam perkawinan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
jumlah responden 2 pasangan suami istri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah yang biasa dihadapi pada perkawinan kembali pascacerai adalah masalah persetujuan keluarga, masalah hubungan ayah tiri dan anak tiri yang berusia remaja, masaiah hubungan dengan mantan suami, masalah antara suami dan istri akibat hubungan ayah tiri dan anak tiri yang kurang baik, masalah keuangan keluarga, kesulitan ijin dari suami jika mantan suami ingin berternu, dan masalah penggantian nama mantan suami dalam akte kelahjran anak. Strategi penyesuaian yang dilakukan setiap pasangan berbeda pada setiap masalah. Strategi yang paling dominan adalah aktif kompromi di mana penyelesaian masalah hanya memuaskan satu pihak. Gambaran penyesuaian perkawinan yang cukup berhasil tampak pada sedikit masalah pada area penyesuaian perkawinan. Gambaran penyesuaian yang kurang berhasil ditandai dengan masalah pada berbagai area penyesuaian yang belum terselesaikan. "
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kindy Aulia
"Pendahuluan dan tujuan: Meskipun prevalensi disfungsi seksual pada wanita tinggi, masalah seksual jarang menjadi fokus konsultasi klinis karena sifatnya yang intim dan pribadi. Di negara seperti Indonesia, lebih sulit lagi untuk mengatasi masalah ini, mengingat faktor budaya, etnis dan agama. Pengaruh kelelahan kerja di kalangan perawat di seluruh dunia terhadap disfungsi seksual jarang dipelajari. Dengan tingginya prevalensi burnout akibat pekerjaan perawat, disfungsi seksual bisa menjadi masalah signifikan yang dialami oleh perawat di seluruh negeri. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kelelahan kerja dengan disfungsi seksual pada perawat wanita Indonesia.
Metode: Sebuah studi cross sectional dilakukan di Rumah Sakit Umum Kardinah, Tegal, Jawa Tengah, Indonesia antara Januari 2022 dan Maret 2022 menggunakan kuesioner online yang dikelola sendiri dan bersifat anonim. Subjek penelitian kami adalah perawat wanita dari klinik rawat jalan, bangsal rawat inap, unit perawatan intensif/tinggi, unit gawat darurat, dan kamar operasi. Kami membagikan kuesioner online kepada perawat wanita yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Burnout pekerjaan di kalangan perawat dinilai menggunakan Copenhagen Burnout Inventory (CBI), sedangkan disfungsi seksual pada wanita dinilai menggunakan Female Sexual Function Index (FSFI). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak IBM SPSS ver 25.0
Hasil: Sebanyak 285 perawat berpartisipasi sebagai sampel penelitian ini, 164 perawat (57,54%) berada pada kelompok beban kerja rendah dan 121 perawat (42,46%) pada kelompok beban kerja tinggi. Prevalensi disfungsi seksual pada perawat wanita dalam penelitian ini mencapai 87,7%, sedangkan kelelahan kerja pada perawat dengan beban kerja tinggi dan rendah dalam penelitian kami masing-masing adalah 42,2% dan 19,5%. Hasil analisis menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara skor CBI, sub skor, dan status burnout terhadap skor FSFI (p < 0,05) meskipun korelasi tersebut lemah. Data kami membuktikan bahwa tidak ada variabel independen yang dapat menjadi variabel predictor skor FSFI.
Kesimpulan: Perawat wanita yang sudah menikah memiliki tingkat kelelahan kerja yang relatif tinggi dan rentan terhadap disfungsi seksual. Studi ini menunjukkan korelasi yang signifikan secara statistik tetapi lemah antara kelelahan kerja dengan disfungsi seksual pada perawat wanita yang sudah menikah dari skor total CBI, subskor dan status kelelahan dengan skor total dan subskor FSFI dalam hal lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan nyeri.

Introduction: Despite the high prevalence of female sexual dysfunction (FSD), sexual problems are rarely a focus of clinical consultation due to their intimate and private nature. In a conservative country like Indonesia, it is even more difficult to address these problems considering the culture, ethnic and religion factors. Therefore, this study aimed to see the correlation between occupational burnout and sexual dysfunction in Indonesian female nurses.
Methods: A cross-sectional study was conducted in Kardinah General Hospital, Tegal, Central Java, Indonesia between January and March 2022. We distributed online questionnaires to female nurses who matched our eligibility criteria. Occupational burnouts among nurses were assessed using Copenhagen Burnout Inventory (CBI), while Female sexual dysfunction (FSD) was assessed using Female Sexual Function Index (FSFI).
Results: A total of 285 nurses participated as samples of this study, 164 nurses (57,54%) were in the low workload group and 121 nurses (42,46%) in the high workload group. The prevalence of sexual dysfunction in female nurses in this study was as high as 87.7% While occupational burnout in high and low workload nurses in our study was 42.2% and 19.5%, respectively. The analysis shows a significant negative correlation between CBI score, sub scores, and burnout status to FSFI score (p < 0.05).
Conclusion: Married female nurses have a relatively high occupational burnout and are prone to sexual dysfunction. This study showed statistically significant but weak correlation between occupational burnout with sexual dysfunction in married female nurses from the CBI total score, subscores and burnout status with FSFI total score and subscores.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Anindita
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran parenting style ibu bekerja yang memiliki anak usia 1-3 tahun. Baumrind (dalam Martin & Colbert, 1967, 1971, 1980) mengajukan tiga tipe pola asuh orangtua berdasarkan dua dimensi: parental warmth or responsiveness dan parental control or demandingness. Tiga tipe itu adalah tipe autoritatif, otoriter, dan permisif.
Penelitian dilakukan secara kuantitatif sengan subjek penelitian sebanyak 39 orang. Subjek dipilih dengan kriteria seorang ibu usia 20-40 tahun, bekerja, memiliki anak usia 1.-3 tahun.
Hasil uji validitas menunjukkan item no I, 6, 14, I 7, 19, 24 pada dimensi permisif, item no.
25 pada dimensi otoriter memiliki koefisien yang kecil bahkan ada yang minus sehingga dapat dikatakan item-item tersebut tidak valid. Sedangkan basil uji reliabilitas menunjukkan dimensi permisif kurang reliabel untuk mengukur parenting style tipe permisif. Gambaran parenting style pada ibu bekerja yang memiliki anak usia 1-3 tahun menghasilkan hal-hal sebagai berikut: (I) Pada dimensi Permisif, sebagian besar subjek memiliki parenting style permisif pada tingkat sedikit diatas rata-rata; (2) Pada dimensi Otoriter, sebagian besar subjek memiliki kecenderungan parenting style pada tipe otoriter; (3) Pada dimensi Autoritatif, semua subjek cenderung memiliki parenting style pada tipe Autoritatif pada tingkat yang tinggi;(4) Secara keseluruhan, hampir semua subjek memiliki parenting style tipe autoritatif kecuali satu subjek memiliki parenting style tipe otoriter. Kemudian, dapat dikatakan setiap subjek memiliki ketiga tipe parenting style didalam diri mereka. Namun hanya satu tipe yang paling menonjol sehingga subjek dikategorikan ke salah satu tipe saja."
2008
T38323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurhanni
"ABSTRAK
Penelitian ini ingin melihat konflik interpersonal yang dialami oleh karyawan
wanita belum menikah yaitu tuntutan sosial untuk menikah dan hubungannya
dengan tuntutan kerja dan burnout. Penelitian dilakukan pada 1150 karyawan
wanita belum menikah di Jabodetabek dengan rentang usia 25 hingga 35 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan sosial untuk menikah sebagai
stres luar organisasi memperkuat hubungan antara tuntutan pekerjaan dan burnout
dengan persamaan regresi Y = 56,26 + 0,77X + 0,24M + 0,01 XM.

ABSTRACT
This research examine interpersonal conflict that unmarried women have, it is
social pressure to get married and it?s relationship with job demands and burnout.
Data are collected from 1150 unmarried women employee in Jabodetabek in the
age of 25 until 35. Result shows that social pressure to get married has positive
correlation that strengthen the relationship between job demand and burnout with
regression equation Y = 56,26 + 0,77X + 0,24M + 0,01 XM."
2016
S65416
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia Sekti Ariyanti
"Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengalaman konflik peran yang dialami oleh pekerja yang baru pertama kali menjadi ibu. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mengunakan pedoman umum. Subjek penelitian adalah ibu bekerja yang baru pertama kali memiliki anak, dengan usia anak tidak lebih dari dua tahun. Konflik peran adalah suatu bentuk interrole conflict, saat tuntutan peran dalam pekerjaan dan keluarga berbenturan sehingga pemenuhan satu peran mempersulit pemenuhan peran lainnya. Untuk memastikan seseorang berfungsi baik dalam semua perannya, masalah ini harus diatasi. Dari banyaknya cara mengatasi konflik peran, penelitian akan mengamati dengan menggunakan metode yang ditawarkan Shelton(1996), yaitu memanipulasi peran untuk mengurangi tingkat konflik, dilanjutkan dengan manajemen emosi dan pikiran. Hasil penelitian menunjukkan strategi pembagian peran dan pengurangan peran dimanfaatkan untuk mengurangi tuntutan peran sehingga mengurangi konflik peran. Pemilihan strategi disesuaikan bukan hanya dengan tuntutan dan ketersediaan dukungan. Penelitian ini menunjukkan, bahwa sikap ibu terhadap tuntutan peran-perannya dan reaksi pribadi ibu terhadap penggunaan sumber daya yang mendukung juga berpengaruh penting pada keberhasilannya mengatasi konflik peran.

Aim of the study is to understand role conflict on working mother with their first child. The research use qualitative method. Data collected by means of interview. Subjects are young adult working mother, who has first child under two years old. This conflict is a form of interrole conflict in which the demands of work and family roles are incompatible in some respect so that participation of one role is more difficult because of participation in the other role. To ensure a wellfunctioning of all roles, the conflict must be solved. This study is using Shelton (1996) proposed method, by manipulating roles to reduce the level of conflict, and continued by managing thoughts and emotions. Research resulted that role sharing and role reduction strategy were used to lower conflict level. In order to choose the most suitable strategy, consideration should be taken not only on demand of each role and availability of support. Mother`s attitude on her roles` demand and her personal reaction in using available support also play an important role to enable her manage the conflict successfully."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
303.6 EMI g
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>