Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155227 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Manifestasi respon terhadap stressor dapat berupa gangguan fisik. Kejadian ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah sifat/karakteristik yang dimiliki
seseorang. Penelitian ini bertujuan mengetahui gangguan Hsik yang terjadi pada orang
tua serta karakteristik yang berhubungan dengan timbulnya gangguan fisik. Focus
penelitian adalah gangguan fisik yang terjadi pada orang tua, karaktelistik orang tua
dan karakteristik anak yang dirawat di ruang IKA lantai H Rumah Sakit Cipro Mangun
Kusumo (RSCM) Jakarta. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan desain Cross
sectional. Penari kan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah sampel
36 orang Data dikumpulkan dengan kuesioner karakteristik dan gangguan fisik. Data
dianalisa dengan statistik diskriptif dengan menggunakan sentral tendensi, dilanjutkan
dengan uji statistik non parametrik Chi-Square atau Fisher’s Exact test. Penelitian ini
telah menemukan bahwa gangguan fisik yang banyak dialami oleh orang tua yang
menunggu anaknya di rawat di rumah sakit adalah; sangat mengantuk (97,2%), badan
terasa lemah (83,3%), gangguan napsu makan (77,8%), sakit kepala (75%), susah tidur
(75%), muka pucat (61,1%), gelisah (58,3%), tidak bergairah (58,3%), tubuh terasa
tegang (55,6%), berdebar-debar (52,8%) dan panas dingin (52,8%). Perbedaan
gangguan fisik yang dialami orang tua sebagian besar dapat dijelaskan oleh adanya
perbedaan karakteristik orang ma dan karalfteristik anak. Badan terasa lemah, sakit
kepala, susah tidur, gelisah, tidak bergairah, tubuh terasa tegang dan panas dingin
terbukti mempunyai hubungan dengan karakteristik orang tua dan karakteristik anak
(*p < 0,05). Karakteristik orang tua yang paling berperanan dalam perbedaan
gangguan fisik adalah cara/teknik menunggu (bergantian atau tidak bergantian).
Variabel ini berpengaruh terhadap gangguan fisik gelisah, tidak bergairah, tubuh terasa
tegang dan panas dingin."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA4969
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Duniantri Wenang Sari
"Tingginya angka pencemaran udara di dalam ruang perkantoran di DKI Jakarta diduga dapat mengakibatkan gejala Sick Building Syndrome bagi para pengguna gedung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kaitan antara parameter fisik kualitas udara dalam ruangan dengan gejala Sick Building Syndrome. Penelitian ini bersifat kuantitatif observasional dengan menggunakan desain penelitian cross sectional (potong lintang) yang dilakukan melalui pengukuran dan penyebaran kuisioner. Variabel yang diukur adalah parameter fisik kualitas udara dalam ruangan (konsentrasi debu partikulat PM10, PM2.5 dan PM1; suhu; kelembaban; dan pencahayaan) serta faktor confounding lainnya yaitu personal factor (umur, jenis kelamin, alergi, dan kebiasaan merokok), psikososial faktor, serta persepsi pekerja. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai konsentrasi debu PM10 dan PM2.5 pada area basement di tiga gedung telah melebihi NAB yang ditetapkan oleh EPA tahun 2006 yaitu 0.15 mg/m3 untuk PM10 dan 0.035 mg/m3 untuk PM2.5. Namun pada middle floor dan top floor konsentrasi debu masih relatif berada di bawah NAB. Untuk hasil pengukuran suhu, kelembaban, dan pencahayaan pada basement juga berada di luar standar yang ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta sedangkan pada ruangan lain masih berada dalam batas aman kecuali pada Gedung 2. Dari hasil analisis, tidak ditemukan hubungan antara parameter fisik kualitas udara dalam ruangan dengan gejala SBS. Hal ini diduga disebabkan karena keterbatasan penelitian yang dilakukan terutama responden yang mengisi kuesioner tidak semuanya adalah okupan yang berada pada ruangan yang diukur. Sedangkan untuk faktor confounding (personal factor, psikososial faktor, dan persepsi pekerja) yang diteliti hanya jenis kelamin yang terbukti memiliki hubungan yang signifikan terhadap SBS dimana pada wanita, ditemukan kasus SBS yang lebih banyak dibandingkan pria.

Increasing the number of indoor air pollutant in DKI Jakarta was estimated to be the causes of Sick Building Syndrome (SBS) for the occupant. This study had been established to get the relation between physics parameter of Indoor Air Quality (IAQ) with SBS. The study was cross sectional with observational quantitative that measured by environmental exposure and questionnaire. Physics parameter measured considering concentration of particulate matter (PM10, PM2,5, and PM1); temperature, relative humadity, and ilumination. Besides, another confounding factor are personal factor, perception, and pshychosocial. The measurement shown that the concentration of particulate matter (PM10 and PM2,5) and the other physics parameter over the limit value based on EPA and Government standar especially in basement area. Result using the chi square test shown no correlation between physics parameter of Indoor Air Quality (IAQ) with SBS. This maybe caused by uncorrect admission filing of questionnaire and area of sampling measurement. Whereas, for confounding factor is no correlation between personal factor, perception, and pshycosocial factor with SBS except for gender variable, woman complaint the symptoms more than men because of their physics and phsychosocial condition."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Ruth
"Skripsi ini membahas gambaran kejadian Sick Building Syndrome (SBS) dan faktor-faktor yang berhubungan pada karyawan PT. Elnusa Tbk di kantor pusat graha Elnusa Tahun 2009. Sick Building Syndrome atau SBS merupakan sekumpulan gejala gangguan kesehatan pada tenaga kerja yang bekerja di gedung gedung bertingkat. Penelitian SBS di Indonesia telah menunjukkan angka yang relatif tinggi. Diduga penyebab dari SBS ini adalah kurangnya ventilasi di dalam gedung serta kinerja penyejuk udara (AC) yang buruk. Selain itu, ada sumber radikal bebas lain seperti mesin fotokopi, printer, mesin faksimili, pengharum ruangan, larutan pembersih, atau bahan kain pelapis dinding.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihan gambaran kejadian Sick Building Syndrome dan faktorfaktor yang berhubungan pada karyawan PT. Elnusa Tbk di kantor pusat gedung Graha Elnusa Tahun 2009. Desain penelitian ini adalah crosssectional dan populasi yang di teliti adalah karyawan PT. Elnusa Tbk yang berada di lokasi pengukuran (suhu dan kelembaban udara) Graha Elnusa. Data yang digunakan adalah data primer, data perusahaan, pengukuran suhu dan kelembaban, dan observasi.
Hasil yang ditemukan dari penelitian ini adalah, dari 152 responden yang mengalami kasus SBS di Graha Elnusa tahun 2009, hanya 56 responden (36,8%). Karakteristik responden yang mengalami kasus SBS adalah sebagai berikut 30 responden (33,7%). Yang lebih berisiko mengalami SBS yaitu responden yang berjenis kelamin wanita, responden yang berusia antara 21-30 tahun, responden bekerja kurang dari sama dengan 5 tahun (38,5%), responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok dalam ruangan (37,2%) dan responden yang mempunyai kondisi psikososial yang baik (37%).
Penelitian kualitas udara dalam ruang (fisik, kimia, dan mikrobiologi) sangat berperan dalam menanggulangi masalah Sick Building syndrome. Selain itu penelitian mengenai pencahayaan juga diperlukan karena pencahayaan merupakan salah satu faktor yang dapat memicu timbulnya SBS."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Kade Sri Widiastuti
"ABSTRAK
Anak sakit menjadi alasan ibu untuk tidak hadir atau bekerja tidak optimal. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan praktik pemberian ASI eksklusif dengan frekuensi anak sakit dan produktivitas ibu tenaga kesehatan. Penelitian kuantitatif desain cross- sectional dengan sampel 160 ibu pekerja tenaga kesehatan di rumah sakit di kota dan kabupaten di Samarinda. Hasil menunjukan ada hubungan yang signifikan antara praktik pemberian ASI eksklusif dengan frekuensi anak sakit dan produktivitas ibu tenaga kesehatan (p=0.002). Hasil analisis menunjukan OR=3,22 pada variabel frekuensi anak sakit dan OR=2,99 pada variabel produktivitas ibu. Rekomendasi untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi praktik pemberian ASI eksklusif bagi tenaga kesehatan secara kualitatif mengeksplorasi pengaruhnya terhadap kesehatan anak dan produktivitas ibu serta perlu instrumen khusus untuk mengukur produktivitas ibu menyusui dan standar untuk memperkirakan waktu yang hilang karena presenteeism. Perlunya adanya regulasi terkait cuti melahirkan dan menyusui tanpa melihat status kepegawaian responden.

ABSTRACT
The sick child becomes the reason for the mother not to attend or work not optimal. This study aims to examine the relationship of exclusive breastfeeding practices to the frequency of sick children and the productivity of health-care mothers. Quantitative research of cross-sectional design with a sample of 160 mothers of health workers at hospitals in cities and districts in Samarinda. The results show that there is a significant relationship between exclusive breastfeeding practices and the frequency of sick children and the productivity of health-care mothers (p = 0.002). The results of analysis showed OR = 3.22 on the variable frequency of sick children and OR = 2.99 on the variable productivity of the mother. Recommendations for identifying factors affecting exclusive breastfeeding practices for health workers qualitatively explore their impact on child health and maternal productivity and need special instruments to measure breastfeeding mothers productivity and standards for estimating lost time due to presenteeism. The need for regulation related to maternity leave and breastfeeding regardless of employee's status."
2018
T50384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arena Lestari
"Penyakit Tuberkulosis di Indonesia merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dan menjadi penyebab kematian nomor 3. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh terapi psikoedukasi keluarga terhadap pengetahuan dan tingkat ansietas keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami tuberkulosis paru di Kota Bandar Lampung. Desain penelitian quasi exsperimental,pre ? post test with control group. Sampel penelitian 30 kelompok intervensi dan 35 kelompok kontrol Tempat penelitian di 8 Puskesmas Bandar Lampung.
Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan signifikan pengetahuan sebelum dan sesudah terapi Psikoedukasi keluarga dan ada perbedaan signifikan tingkat ansietas keluarga sebelum dan sesudah terapi psikoedukasi keluarga Rekomendasi penelitian yaitu perlunya dilakukan terapi psikoedukasi yang dilakukan Puskesmas bekerjasama dengan spesialis keperawatan jiwa.

Tuberculosis disease in Indonesia is a major public health problem and become the 3rd cause of mortality. The purpose of this study was to analyze the influence of family psychoeducation therapy to knowledge and family anxiety level in caring family members with tuberculosis in Bandar Lampung. The study used quasi exsperimental, pre - post test with control group design. The sample was 30 intervention and 35 control group. This study took place at 8 Puskesmas at Bandar Lampung.
The results showed no significant differences in knowledge ,before and after family psychoeducation therapy and there were significant differences at anxiety levels, before and after family psychoeducation therapy. Recommendation of this study is collaboration of family psychoeducation therapy between Puskesmas and psychiatric nursing specialist.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Jaya
"Kualitas udara dalam ruangan kelja yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dapat menyebabkan ruangan kerja tidak nyaman; dampak negatif terhadap karyawan berupa keluhan kesehatan yang dikenal dengan istilah sick building syndrome 6985). Keluhan SBS biasanya tidak terlalu parah dan tidak diketahui penyebabnya, tetapi mengurangi produktivitas kerja. Sejumlah penelitian pada lingkungan yang berbeda menunjukkan bahwa faktor-faktor intcmal dan ekstemal mempengaruhi kejadian SBS.
Informasi mengenai kualitas udara dalam mangan gedung perkantoran Departemen Kesehatan (Dcpkes) belum dikctahui, walaupun sudah banyak Iaporan tentang keluhan SBS. Tujuan penelitian untuk memperoleh informasi mengenai kualitas udara di gcdung Depkes Jakarta, Serta kejadian SBS dan ihktor-faktor yang mempengaruhinya. Menggunakan studi cross-seczional hersifat deskriptif analitik; melibatkan 242 karyawan Depkes scbagai responden. Kriteria respondcn adalah orang sehat tidak menderita penyakit sesuai diagnosa dokter dan tidak sedang hamil. Untuk memperoleh data mengenai, karakteristik, psikologis dan posisi kelja yang ergonomik dari responden menggunakan kucsioner teramh dan terstruktur. Sedangkan pengukuran konsentrasi NO2, CO, C0;, SO2, H2S, NH; and PM|0 scbagai indikator kualitas udara dilakukan pada 10 ruangan.
Kualitas udara dalam ruangan masih memcnuhi persyaratan scsuai Keputusan Mentcri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002. Kadar NO2, SO2, and NH; terdeteksi pada tiga ruangan. Konsenlrasi C0 pada setiap ruangan sama; C02, H2S, and PMN lerdetcksi pada setiap ruangan dengan konscntrasi berbeda-beda. Pencahayaan pada seluruh ruangan memenuhi pcrsyaratan (> |00 lux). Di Iain pihak, suhu dan kelembaban pada beberapa ruangan melebihi persyaratan, namun secara umum nilai rata-ratanya masih memenuhi persyaratan.
Prevalensi SBS sebesar 19%, dengan gejala tcrbanyak berupa kelelahan, rasa sakit dan kekakuan pada bahu dan Ieher (50%); flu, batuk dan bersin-bersin (49.6%); Serta pusing, sakit kepala dan kesulitan konsentrasi (38.4%). Suhu, posisi keqja yang ergonomik, jenis kelamin dan umur mempcngaruhi kejadian SBS secara bemmakna, dimana suhu merupakan variabel yang paling dominan.
Kualitas udara masih memenuhi persyaratan kesehatan, untuk Iingkungan fisik dalam ruangan kenja nilai rata-rata pengukuran masih memenuhi persyaratan, walaupun ada ruangan yang suhu atau kelembaban tidak memcnuhi persyaratan kesehatan, Suhu, posisi kerja yang ergonomik, jenis kelamin dan umur sangat mempengaruhi kejadian SBS. Pemeliharaan pendingin ruangan serta posisi kerja yang ergonomik merupakan upaya pencegahan yang harus mcndapat perhatian dalam program SBS.

Indoor air quality that does not meet the health standard requirement may lead to uncomfortable working environment and causes negative impacts to the workers in the fomm of health complaints known as sick building .syndrome (SBS). Usually the complaints are not very serious and the sources are unknown; however it could reduce work productivity. A number of studies in different settings have indicated that several internal and external factors influence the incidence of SBS.
Infomation on the indoor air quality of the Ministry of Health (MOH) building has not yet been known, in spite ofthe SBS complaints that have been reported. The purpose of this study is to obtain infomation on the indoor air quality ofthe MOH building Jakarta, as well as the incidence of SBS and its’ underlying thctors. Using cross-sectional study which is descriptive-analytic; the study involved 242 MOH employees as respondents. The criteria ofthe respondents were healthy individuals not suffering from diseases as diagnosed by a physician and not pregnant. To obtain data on the characteristics, psychological and ergonomic working position of the respondents, guided and structured questionnaire were used. Whereas measurements of NO;, CO, CO2, S02, I-I2S, NH, and PM10 concentrations as indicators of air quality were undertaken in ten rooms.
Indoor air quality still meets the standard requirement, in accordance to the Minister of Health Decree No. 1405/ivlenkes/SK/XI/2002. Concentrations of NO2, SO2, and Nl-I; were detected in three rooms. The concentration of CO in all rooms was the same; while CO2, l-l2S, and PM10 were detected in all rooms with different concentrations. Illuminations in all rooms were in compliance to the standard requirement (> 100 lux). On the other hand, the temperature and humidity in some rooms exceeded the standard requirement, however, in general the average value of these two variables still meet the requirements.
The prevalence of SBS was 19%, mostly in the fonn of fatigue, pain and stiff on the shoulder and neck (50%); common cold, coughing and sneezing (49.6%); as well as diuiness, headache and concentration problems (38.4%). Temperature, ergonomic working position, sex and age significantly influence the incidence of SBS, in which the room temperature was shown to be the predominant variable.
Indoor air quality was still in compliance to the health standard requirement. As for the physical environment, the measurement average values still meet the requirements although the temperature and humidity in some rooms did not. _ Temperature, ergonomic working position, sex and age significantly influence the incidence of SBS. Maintenance of the air conditioner and sustaining ergonomic working position are prevention actions that should acquire attention in the SBS program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34265
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pusparani Wijayanti
"Sick Building Syndrome (SBS) adalah situasi di mana penghuni sebuah gedung mengalami efek kesehatan dan kenyamanan akut yang terkait dengan waktu yang dihabiskan di dalam gedung. Kejadian sick building syndrome disebabkan oleh keempat faktor utama, antara lain faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, dan faktor psikososial. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor fisik meliputi suhu, kelembaban, pencahayaan serta karakteristik individu meliputi kondisi psikososial, jenis kelamin, usia, aktivitas merokok, riwayat alergi, dan waktu radiasi monitor dengan kejadian sick building syndrome di PT X tahun 2024. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan pengambilan data menggunakan total sampling. Pengambilan data dilakukan melalui penyebaran angket online dan pengukuran parameter fisik. Hasil penelitian univariat menunjukkan 27 (29%) orang mengalami kejadian SBS dengan gejala SBS yang paling banyak dirasakan adalah gejala umum berupa pusing, kelelahan, dan sakit kepala sebanyak 11 (11,8%) orang. Hasil uji bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi psikososial dengan kejadia SBS di PT X. Adapun dihasilkan hubungan yang tidak signifikan antara suhu (p 0,660, OR=1,739); kelembaban relatif (p 0,103, OR=3,486); pencahayaan (p 0,503, OR=2,232); jenis kelamin (p 0,560, OR=1,455); usia (p 0,505, OR=0,638); waktu radiasi monitor (p 1, OR= 1,263); riwayat alergi (p 0,248, OR=2); aktivas merokok (p 1, OR=1,094) dengan kejadian SBS. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap SBS adalah kondisi psikososial.

Sick Building Syndrome (SBS) is a situation in which occupants of a building experience acute health and comfort effects related to time spent in the building. The occurrence of sick building syndrome is caused by four main factors, including physical factors, chemical factors, biological factors, and psychosocial factors. This study was conducted to determine the relationship between physical factors including temperature, humidity, lighting and individual characteristics including psychosocial conditions, gender, age, smoking activity, history of allergies, and monitor radiation time with the occurrence of sick building syndrome in PT X in 2024. The study design used was a research design with a quantitative approach with used total sampling. Data collection was carried out through the distribution of online questionnaires and measurement of physical parameters. The results of the univariate study showed that 27 (29%) people experienced SBS with the most common SBS symptoms being general symptoms such as dizziness, fatigue, and headaches as many as 11 (11.8%) people. The results of the bivariate test showed a significant relationship between psychosocial conditions and the incidence of SBS at PT X. While the insignificant relationship between temperature was produced (p 0.660, OR = 1.739); relative humidity (p 0.103, OR = 3.486); lighting (p 0.503, OR = 2.232); gender (p 0.560, OR = 1.455); age (p 0.505, OR = 0.638); monitor radiation time (p 1, OR = 1.263); Allergy history (p 0.248, OR = 2); smoking activity (p 1, OR = 1.094) with the incidence of SBS. The results of the multivariate analysis showed that the most dominant variables influencing SBS were psychosocial conditions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviana Wirastini
"Lingkungan yang sehat merupakan dambaan setiap orang, baik di lingkungan udara terbuka maupun lingkungan udara tertutup seperti lingkungan dalam gedung perkantoran. Sebab kesehatan lingkungan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan orang yang bekerja di dalamnya. Kualitas lingkungan udara yang kurang baik akan menimbulkan gangguan kesehatan. Salah satu fenomena gangguan kesehatan yang berkaitan dengan kualitas udara dalam ruangan adalah `sick building syndrome' (SBS).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kualitas fisik dan kimia udara serta melihat hubungan antara kualitas udara dengan kejadian SBS. Sedangkan tujuan khusus, untuk mengetahui gambaran polutan udara dalam ruangan, gambaran SBS, dan hubungan antara kualitas udara dalam ruangan dengan fenomena SBS khusus pada pekerja wanita di Mal Blok-M.
Untuk itu dilakukan studi observasi (survey) dan pengukuran pada indikator kualitas fisik kimia udara dan kasus SBS, dengan variabel kontrol umur, masa kerja dan status gizi. Penetapan kasus SBS bilamana responden mengalami 4 (empat) atau lebih gejala minimal 2 (dua) kali dalam seminggu; dan mengalami keluhan saat dilakukan penelitian, dan keluhan hanya timbul pada jam kerja. Untuk analisa bivariat dan multivariat dengan metode cross sectional menggunakan program komputer Epi Info dan SPSS Windows.
Prevalensi SBS 42 orang (19,8 %). Penilaian suhu udara diatas suhu standar (27,01°C). Kelembaban relatif 58,32 %, kecepatan aliran udara 0,14 m2ldetik (dibawah standar) dan kepadatan 0,55 orang/m2 (diatas standar). Beberapa polutan kadarnya melebihi ambang batas WHO untuk kondisi kimia dalam ruangan yaitu timah hitam, Karbon dioksida, dan formaldehid.
Hasil analisa multivariat terhadap 7 (tujuh) parameter panting (suhu, kelembaban, kecepatan aliran udara, kepadatan, kadar Karbon dioksida, Sulfur dioksida, formaldehid, dan masa kerja), mendapatkan model `fit' 3 variabel, dimana kelembaban udara berhubungan paling kuat terhadap SBS setelah dikontrol parameter kadar Karbon dioksida dan masa kerja. Nilai Odds Rasio 1,585 menunjukkan resiko terjadinya SBS pada ruangan berkelembaban di bawah 58,3% sebesar 1,585 dibandingkan pada ruangan berkelembaban sama atau diatas 58,3%. Pengendalian terhadap kelembaban dan suhu menciptakan kenyamanan udara dalam ruang, serta potensial juga mengendalikan tingginya kontaminan di dalam ruangan.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat kasus SBS di Mal Blok-M. Faktor-faktor lingkungan yang berkaitan terhadap terjadinya SBS adalah suhu, kelembaban udara, kecepatan aliran udara, kadar Karbon dioksida dan kadar formaldehid; dimana kelembaban udara paling kuat hubungannya.
Disarankan pengaturan sistem ventilasi ruangan khususnya kelembaban udara; perlunya upaya penurunan kadar polutan Timah hitam, Formaldehid, dan Karbon dioksida; pengujian kelayakan (kir) kendaraan angkutan umum secara berkala; penyuluhan gizi dan kecepatan; pengukuran kualitas fisik dan kimia udara secara berkala; dan untuk penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pengambilan sampel yang lebih banyak agar kekuatan tes lebih baik.

The Relationship between Room Air Quality and the `Sick Building Syndrome' among Female Store Employees at the Blok-M Mall, Jakarta. Healthy environmental is being needed for every people, either outdoor environment or the indoor for example office building. Because the quality of environmental health was impact to public health statue especially people who works there. The worst air quality may influence symptoms. One of symptoms which related to indoor air quality is sick building syndrome (SBS).
The following research wishes to obtain a picture of phisical dan chemical air qualities in the shopping complex buildings at Blok-M Mall in relation to employee health. Special purposes are having a picture of air polutant in room, sick building syndrome cases, and the relation between room air quality and the `sick building syndrome' among female store employees at the Blok-M Mall.
Finding the purposes, this study was designed by observasi study (sur-vet) and measured many parameters of phisical and chemical air quality and ditected the SBS cases, there are also saveral variable controls age, length of time working and nutrition statue. Whereas the SBS if someone has 4 (four) or more symptoms minimal twice a week, either when the study done and the complains only in whorkplace. The bivariat and multivariat analysis with cross sectional method in Epi Info and SPSS for Windows (computer programe).
SBS prevalence is 42 persons (19,8%). Measuring temperature of the air was above the standart (27,01°C), humidity was 58,32 %, rate of air circulation was 0,14 m2lsecond (under the standart) dan crowd level 0,55 personlm2 (above the standart). Some polutant levels had being above of the WHO standart for air chemical quality of room are the level of Plumbum, Carbon dioxide, and Formaldehide.
Result of multivariat analyzes to 7 (seven) important parameters (temperature, humidity, rate of air circulation, room crowd, level of Carbon dioxide, Sulfur dioxide, Formaldehide, and length of time working), had regression model `fit' 3 variables, whereas the air humidity related to SBS after adjusted with Carbon dioxide levels and length of time working. Odds Rasio was 1,585, It was pointing the hazard of SBS in room which have air humidity under 58,3% may upon 1,585 in comparison with room above 58,3%. Controling air humidity and temperature of the building could make comfortable environment although potencialy controling the increasing contaminant in room.
The conclusion of study was SBS cases ini Blok-M mall. The environmental factors which related to SBS were temperature, humidity, rate of air circulation, level of Carbon dioxide and Formaldehide; whereas air humidity had stroggest relationship.
The study advised controlling room ventilation systems especially air humidity; decreasing level of air contaminants : Plumbum, Formaldehide, and Carbon dioxide; testing the available public transportation; advocating good nutrition and health; measuring phisical-chemical air quality routinesly; and another study must be more adequacy sample size to increasing the power test.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joviana
"Telah dilakukan penelitian pengukuran konsentrasi aktivitas radon (222Rn) dan thoron (220Rn) dan parameter fisik di 3 gedung DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara konsentrasi aktivitas radon dan thoron serta parameter fisik dengan gejala SBS. Selain itu pula penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin, lama bekerja, dan persepsi tentang kualitas udara dalam ruang kerja dengan gejala SBS. Hal ini perlu dilakukan penelitian mengingat semakin banyaknya gedung bertingkat di Jakarta.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode disain studi cross sectional. Sedangkan pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Pengukuran konsentrasi aktivitas radon dan thoron dilakukan menggunakan Duridge RAD-7 Radon Monitor, kelembaban dan temperatur menggunakan Thermo-hygrometer Digital Model GMK-930HT. Perolehan data lainnya dilakukan dengan metode wawancara dan observasi menggunakan checklist. Selain itu penelitian ini didukung pula dengan data yang diperoleh dari kuesioner mengenai karakteristik responden, persepsi terhadap kualitas udara di dalam ruang kerja, dan mengenai Sick Building Syndrome (SBS).
Data hasil sampling dianalisis secara univariat dan selanjutnya dianalisis secara bivariat untuk mencari hubungannya dengan SBS menggunakan piranti lunak SPSS versi 13.1. Hasil pengukuran konsentrasi aktivitas Radon (222Rn) dan Thoron (220Rn) Gedung 1 lantai basement, lantai 1, dan lantai 2 berturut-turut sebesar 83.5 Bq/m3, 36.2 Bq/m3 dan 11.1 Bq/m3. Gedung 2 lantai basement 22.3 Bq/m3, lantai 2 2.78 Bq/m3 , lantai 3 5.56 Bq/m3 . Gedung 3 Lantai basement 0.00 Bq/m3, lantai 12A 33.4 Bq/m3, lantai 17 5.56 Bq/m3. Sedangkan analisis bivariat menunjukkan bahwa konsentrasi aktivitas Radon (222Rn) dan Thoron (220Rn) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan SBS, dengan p > 0.05. Dari hasil penelitian ini ditemukan hubungan antara jenis kelamin dengan gejala SBS pada Gedung 1 dengan p = 0,025 < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara Jenis kelamin dengan gejala SBS. Perhitungan Odds Rasio diperoleh angka sebesar 6,000 ini berarti bahwa perempuan mempunyai kemungkinan untuk mengalami SBS 6 kali dibandingkan laki-laki.
Konsentrasi aktivitas Radon (222Rn) dan Thoron (220Rn) di ruang tertutup dengan sirkulasi udara yang relatif terbatas dan umumnya ruangan yang memiliki AC (Air Conditioner) seperti Gedung 1 Lantai basement ruangan bagian pergudangan, maka konsentrasi aktivitas Radon(222Rn) dan Thoron (220Rn) akan lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan terbuka seperti perkantoran yang di batasi partisi, dan area parkir basement. Untuk mengurangi tingginya konsentrasi aktivitas radon dan thoron dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem sirkulasi udara atau ventilasi dan pengecatan yang sempurna di seluruh dinding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Rahman Aisyah
"Sick building syndrome (SBS) merupakan salah satu keluhan kesehatan akibat buruknya kualitas udara dalam ruang kerja. Sebanyak 20% pegawai negeri di Jakarta mengalami SBS. Kandungan bakteri udara menjadi salah satu penyebabnya karena mengeluarkan endotoksin dan menyebabkan alergi. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui hubungan kejadian SBS dengan kandungan bakteri udara dalam ruang kerja. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional. Pengambilan sampel udara menggunakan metode volumetric air sampling, yaitu metode penghisapan bioaerosol. Keluhan gejala SBS diukur melalui kuesioner pada 228 pegawai negeri, lalu dihubungkan dengan jumlah koloni bakteri udara pada 40 titik ruang dari 5 gedung instansi pemerintahan di wilayah Jakarta. Hasil studi menunjukkan sebanyak 46,5% dari seluruh responden mengalami SBS. SBS juga ditemukan berhubungan dengan jenis kelamin (p= 0,00, OR= 0,22) dan riwayat migrain (p= 0,00, OR= 3,45). Hubungan signifikan SBS dengan jumlah koloni bakteri udara dalam ruang kerja ditemukan di gedung 2 (p < 0,05, OR 0,69). Studi ini menunjukkan jumlah koloni <700 koloni per m3 udara akan melindungi pegawai dari keluhan SBS. Menjaga kebersihan ruangan dan manajemen pengelolaan ventilasi, serta perlindungan kesehatan individu perlu dilakukan untuk mengurangi keluhan SBS pada pegawai negeri. riwayat migrain (0,00).

Sick building syndrome is one of health complaints due poor indoor air quality in office room. There was 20% of civil servant in Jakarta experienced sick building syndrome due their office room. Airborne bacteria is the causes of SBS because release endotoxins and cause allergies. This research used cross-sectional study. Volumetric air sampling measured airborne bacteria at 40 rooms from 5 buildings of government offices in Jakarta. Sick building syndrome from 228 respondents measured through questionnaire. The result of study, sick building syndrome happened to 46.5% from all respondents. Sick building syndrome and airborne bacteria do not have relationship, measure for whole respondens statistically. Also, SBS linked with sex (p= 0,00, OR= 0,22) and migraine (p= 0,00, OR= 3,45), statictically. However, this study found the relationship of sick building syndrome and airborne bacteria at building 2 (p <0.05, OR 0.69). The bacteria colonies under 700 per m3 will protect civil servants from sick building syndrome. Manage the ventilation and office room hygiene, also protect the personal health needs to be done to reduce sick building syndrome complaints within civil servants."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60557
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>