Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91092 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puspita Tresnawati Madnawidjaja
"ABSTRAK
Anak Tuli adalah anak penyandang tuna rungu dengan tingkat kerusakan dengar yang parah, sehingga ia memerlukan alat bantu dengar. Anak tuli cenderung menekankan pada sensori visual dalam belajar. Hal ini menyebabkan adanya keterlambatan akuisisi bahasa, yang selanjutnya terus menjadi masalah utama bagi para anak tuli.
Keterlambatan akusisi bahasa ini tidak saja memperlambat kemampuan anak Tuli untuk menyerap informasi, tetapi juga membuat mereka sulit berekspresi dan memperoleh umpan balik dari lingkungan sekelilingnya, termasuk di dalamnya hubungan dengan orang tua. Hal ini kemudian mempengaruhi
pembentukan konsep diri anak, mengingat pengalaman dan hubungan dengan orangtua menjadi salah Satu faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri.
Salah satu tes psikologi yang dapat digunakan untuk mengetahui konsep diri adalah dengan tehnik proyeksi menggamban Menurut Mamat (1984), menggambar merupakan metode ekspresi yang lebih akurat untuk dapat mengetahui perasaan seorang individu serta struktur kepribadiannya. Sehingga metode ini menjadi alat yang berharga untuk dapat memahami dan mengetahui karakteristik kepribadian seorang individu.
Salah satu tes gambar yang digunakan adalah Human Figure Drawings (HFDs), dimana seorang individu diminta untuk menggambarkan orang lengkap. Menurut Koppitz (1968), tcs HFDs dapat diintepretasikan sebagai refleksi individu akan sikap atau perasaannya terhadap orang yang signifikan dalam hidupnya; atau perasaan yang ditujukan terhadap dirinya. Kelebihan dari teknik proyeksi adalah responden tidak terbatas dalam mengekspresikan dirinya., artinya
ia akan mengekspresikan diri sesuai dengan apa yang penting untuk dirinya, bukan menurut peneliti.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa secara umum, konsep diri anak-anak Tuli berat dalam penelitian ini cenderung negatif Dari sepuluh orang responden, hanya dua orang yang mempunyai konsep diri yang positif. Komponen
konsep diri yang muncul dan terefleksikan cukup jelas pada seluruh hasil HFDs anak tuli dalam penelitian ini adalah komponen spiritual self social self dan self feeling. Enam responden merefleksikan material self yang berkaitan dengan ketubuhan dan hanya satu orang responden yang merefleksikan social self yang berkaitan dengan aspek akademis, walaupun tidak secara kuat, karena tidak
didukung oleh kehadiran indikator lainnya.
Keterbatasan penelitian ini terletak pada sdminsitrasi tes pada penelitian ini dilakukan secara klasikal, atau berkelompok, dengan perbandingan satu pemeriksa dengan sepuluh responden. Menurut Koppitz (1968) hal ini dibolehkan untuk alasan praktis dan keperluan penelitian Namun, menurut Malchiodi (1999), tingkat kedalaman emosional yang terproyeksikan oleh gambar-gambar (Salah
satunya HFDs) sangat dipengaruhi oleh hubungan personal, antara pemeriksa dengan kliennya Pemeriksa yang berhasil mendapatkan kepercayaan dari klien cenderung mendapatkan gambar yang sangat akurat mengenai kondisi emosional
klien saat itu. Selain itu , persepsi individu yang terekspresi kemungkinan sifatnya temporer dan tidak stabil Hal ini juga disebutkan oleh Koppitz (1968) bahwa
teknik HFDS merefleksikan sikap-sikap dan kekhawatiran anak pada saat tertentu, yang keseluruhannya dapat berubah karena kematangan dan pengalaman. Kedua, teknik ini memerlukan seorang interpreter. Smith (1992) menyalakan bahwa subyektifitas respon-respon membutuhkan kemampuan interpretatif yang baik. Oleh karena itu, sebaiknya penelitian yang menggunakan teknik proyeksi juga
didukung oleh data-data dari tes-tes non-proyeksi, seperti data dari tes-tes self report."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Kuswardhani Partawidjaja
"Gambaran Profil Human Figure Drawings (HFDS) pada Anak yang Memiliki lndikasi Brain Injury. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran profil Human Figure Drawings (HFDS) pada Anak yang memiliki indikasi Brain Injury. Sampel penelitian adalah kasus-kasus
anak yang terdapat di Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, yang memiliki indikasi brain injury, berusia 6 - 12 tahun, berjenis kelamin laki-laki, memiliki tingkat kecerdasan rata-rata.
Penelitian dilakukan atas dasar ketertarikan peneliti terhadap permasalahan brain injury yang cukup banyak terdapat pada kasus-kasus yang datang ke Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Permasalahan brain injury dikaitkan dengan hasil Human Figure Drawings (HFDS), dimana terlihat adanya diri tertentu pada hasil Human
Figure Drawings (I-lFDs) anak-anak yang memiliki indikasi brain injury.
Teori utama yang digunalcan dalam penelitian ini adalah teori mengenai Human Figure Drawings (HFDS) dari Koppitz (1968), Serta teori mengenai brain injury (Doman, 1994). Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder berupa hasil Human Figure Drawings (HFDS) sesuai dengan karakteristik sampel. Data yang diperoleh kemudian
dihitung prosentasenya dan selanjutnya dibuat profil.
Ditinjau dari indikator emosional berdasarkan kualitas gambar, profil hasil Human Figure Drawings (HFDS) subyek penelitian rnenggambarkan adanya prosentase yang besar untuk gambar kecil (54_29%). Berdasarkan ciri-ciri khusus, prosentase indikator emosional terbesar pada subyek penelitian adalah lengan pendek (20%). Berdasarkan penghilangan bagian figur, profil hasil Human Figure Drawings (HFDS) subyek penelitian menggambarkari adanya prosentase yang besar untuk penghilangan bagian leher(20%).
Berdasarkan kriteria indikator emosional, hasil Human Figure Drawings (HFDS) subyek dengan indikasi brain injury menunjukkan adanya 6 indikator emosional yang tergolong tidak normal berdasarkan kualitas gambar, 8 indikator emosional yang tergolong tidak normal berdasarkan
ciri-ciri khusus, serta 4 indikator emosional yang tergolong tidak normal berdasarkan penghilangan bagian figur. Penghilangan bagian leher masih tergolong normal untuk anak laki-laki sampai dengan usia 10 tahun (Koppitz, 1968).
Berdasarkan interpretasi formal, hasil Human Figure Drawings (HFDS) pada subyek dengan indikasi brain injury mempunyai kecenderungan ukuran gambar yang kecil, penempatan gambar di sisi kiri kertas, tekanan garis kuat, dibuat dalam posisi kertas vertikal, Serta kualitas garis yang kontinu atau tidak putus-putus- Terlihat pula adanya shading
pada rambut serta penghapusan pada bagian kaki, kepala, mata, muka, rambut, dan badan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa gambaran profil Human Figure Drawings (HFDS) pada subyek penelitian yang mengalami indikasi brain injury yang datang ke Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Univrsitas Indonesia menunjukkan adanya
masalah emosional pada subyek.
Penelitian ini terbatas pada data sekunder yang ada di Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, saran yang dapat diberikan untuk penelitian sejenis adalah melakukan pengambilan data primer Serta memperbesar ukuran
sampel."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Musdalifah
"Salah satu tugas perkembangan pada masa remaja adalah membangun dan membentuk konsep diri (Grinder, 1990). Bagi anak kembar, adanya kesamaan dan kekompakan yang merupakan hal paling menonjol terutama pada kembar identik, menyebabkan orangtua dan orang-orang di sekitar memperlakukan mereka dengan sama., seolah-olah mereka sebagai suatu unit bukan sebagai individu (Mulyadi, 1996). Selain itu, adanya kecenderungan pada anak kembar untuk mengambangkan hubungan yang terlalu dekat dan saling tergantung satu sama lain juga dapat menghambat mereka untuk berkembang menjadi diri sendiri serta menghambat perkembangan mental dan sosialnya (Scheinfeld, 1973) Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran konsep diri pada remaja kembar identik. Gambaran konsep diri ini mengacu pada 3 dimensi dari Hattie (1992), yaitu Academic Self Concept, Social Self Concept dan Self Regard atau Presentation of Self berdasarkan tes Human Figure Drawings, House Tree Person dan Sack’s Sentence Completion Test. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan dokumentasi serta catatan arsip sebagai metode pengumpulan data yang diperoleh dari arsip-arsip kasus yang tersedia di klinik bimbingan anak Pakultas Psikologi UI pada tahun 2002. Namun karena keterbatasan data yang tersedia, maka hanya ditemukan satu kasus sepasang remaja kembar identik dengan jenis kelamin laki-Iaki yang dijadikan subyek dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisa dan mengacu pada 3 dimensi konsep diri dari Hattie (1992), terlihat bahwa ada beberapa konsep diri yang digambarkan sama namun juga beberapa di antaranya digambarkan berbeda. Pada dimensi academic self concept terdapat perbedaan konsep diri yang ditunjukkan oleh kedua subyek. Namun pada dimensi social self concept dan seff regard/presentation of self beberapa sub dimensi tersebut sebagian diantaranya digambarkan sama dan sebagian lainnya berbeda. Adanya persamaan sekaligus perbedaan ini menunjukkan bahwa proses pembentukan konsep diri yang dialami kedua subyek terlihat lebih kompleks dimana di satu sisi mereka harus dapat menunjukkan pribadi mereka masing-masing, namun di sisi lain keberadaan mereka sebagai anak kembar menyebabkan adanya berbagai kesamaan dalam hal-hal tertentu. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar jumlah sampel yang digunakan lebih banyak. Pengambilan sampel sebaiknya tidak hanya terpaku pada data yang tersedia di bagian arsip namun juga berusaha untuk mencari subyek di lapangan. Selain itu sebaiknya penelitian juga dilakukan pada remaja kembar identik perempuan
sehingga diharapkan dapat terlihat perbedaan dinamika konsep diri yang mungkin muncul dari perbedaan jenis kelamin ini. Lebih lanjut lagi, dapat juga dilakukan penelitian dengan membandingkan antara remaja kembar yang tergolong identik serta fratemal. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maka diharapkan hasil penelitian ini juga dapat lebih dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah yang sama dengan menggunakan pendekatan kuantitatif serta instrumen penelitian lainnya yang lebih sesuai untuk menggambarkan konsep diri."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlianti
"Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang disertai dengan perubahan-perubahan fisik dan psikologis. Masa peralihan tersebut menyebabkan remaja terjadi rentan terhadap masalah-masalah. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah masalah kenakalan remaja berupa perilaku membolos, terlibat perkelahian, mencuri, dan perilaku antisosial lainnya. Munculnya perilaku-perilaku tersebut pada remaja merupakan sebagian simtom dari conduct disorder. Conduct disorder adalah gangguan yang ditandai dengan adanya pola tingkah laku melanggar hak-hak orang lain atau peraturan dasar sosial yang berulang dan menetap pada anak dan remaja. Individu dengan conduct problems mungkin mengalami berbagai gangguan dalam konsep diri yang mempengaruhi tingkah laku anti sosialnya. Salah satu cara untuk mengetahui konsep diri remaja dengan conduct disorder adalah dengan menggunakan tes HFDs.
Melalui wawancara dengan remaja yang memiliki conduct disorder juga akan dapat diperoleh gambaran mengenai konsep dirinya Penelitian ini ingin melihat bagaimana gambaran konsep diri remaja dengan conduct disorder dilihat dari hasil tes HFDs dan apakah gambaran konsep diri tersebut juga didukung oleh hasil anamnesa terhadap subjek yang bersangkutan. Aspek-aspek konsep diri yang diteliti adalah academic self concept social self concept, dan seifregard/presentation of seb' (Hattie dalam Bracken, 1996). Untuk mendapatkan data yang diperlukan digunakan data sekunder yang diperoleh dari Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia berupa hasil tes HFDs dan anamnesa dari lima orang remaja yang telah di diagnosis conduct disorder.
Dari hasil analisis data didapatkan bahwa tidak terdapat gambaran mengenai academic self concept dari subjek yang diteliti. Berkaitan dengan social self concept, dua dari lima subjek dalam penelitian ini family self concept yang negatif. Salah satu dari subjek tersebut memiliki peer self concept yang negatif dan lainnya memiliki peer self concept yang positif. Berkaitan dengan self regard/presentation of self hanya dapat diketahui aspek confidence. Hanya ada tiga dari lima subjek dalam penelitian ini yang dapat dilihat aspek confidence-nya dan ketiga objek tersebut memiliki keyakinan diri (confidence) yang negatif. Gambaran social self concept subjek yang didapat dari hasil interpretasi tes HFDS didukung oleh pernyataan subjek yang diperoleh dari anamnesa. Kedua subjek yang memiliki family self concept yang negatif menyatakan bahwa dalam hubungan keluarga mereka merasa dirinya kurang dihargai. Mereka merasa tidak dianggap oleh orang dewasa, sering dipukul untuk kesalahan yang besar maupun kecil, dan ditolak keinginannya karena dianggap tidak serius. Subjek yang memiliki peer self concept negatif merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan teman dan merasa tidak diterima oleh teman-temannya. Subjek yang memiliki peer Seb' concept yang positif merasa bahwa teman-temannya sangat mengharapkan dirinya. Hasil anamnesa tidak memberikan gambaran mengenai academic self concept dan self regard/presentation of self.
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan mengenai konsep diri remaja dengan conduct disorder sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan efektif pada remaja dengan conduct disorder. Penelitian ini juga memiliki kekurangan-kekurangan sehingga sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan dengan tidak hanya menggunakan satu hal tes tetapi gabungan dari beberapa tes dan menggunakan data primer sehingga gambaran konsep diri yang didapat lebih kaya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yapina Widyawati
"ABSTRAK
Konflik yang berkepanjangan di Ambon menimbulkan berbagai macam kerugian baik fisik maupun psikologis. Sampai tahun 2000, akibat konflik dan kekerasan di Maluku tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka-luka,ribuan rumah, perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konnik yang sekarang telah menjadi pengungsi di dalam dan luar Maluku (Corputty, 2000).
Kerusuhan dan konflik yang berkepanjangan akan menguras tenaga, pikiran dan harta benda korban Bersamaan dengan itu, trauma dan stress yang diderita akibat adanya konflik akan membekas pada diri manusia yang mengalaminya. Ketakutan dan hilangnya rasa aman menyebabkan mereka merasa Iumpuh dan tak berdaya (Ida Kaplan & Diana Orlando, 1998; Mona
Macksound, 1993 dalam Hadis, 2002).
Pengalaman sosial psikologis tersebut akan membentuk reaksi trauma pada diri panderita Melihat seseorang terluka "atau terbunuh, mengalami bencana dan kecelakaan adalah hal yang paling banyak membuat orang mengaiami trauma (Resick, 2001). Mereka selalu dalam ketakutan, selalu siap siaga tanpa tahu apa yang akan terjadi (Hadis, 2002).
Penanganan penuh dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait campur tangan atau intervensi dari pihak Iain diperiukan bagi anak-anak karena dampak dari konflik bersenjata ini mengenal diri mereka. Berkaitan dengan proses penanganan anak-anak korban konflik bersenjata ini, perlu dipahami ape yang terjadi dalam dirinya, dalam hal ini gambaran emosionalnya, agar intervensi yang dilakukan optimal, sesuai dengan keadaan anak tersebut.
Gambaran emosional anak-anak dapat diketahui dengan alat bantu. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan adalah alal tes psikologi berupa teknik proyeksi dengan menggambar. Salah satu tes menggambar yang dapat digunakan adalah human Hgure drawings (HFDS). Dari penelitian ini ingin dilihat bagaimana gambaran emosional anak-anak berusia 10 - 12 tahun yang menjadi korban konfiik di Ambon dan sekitamya dilihat dari tes menggambar orang.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa hasil gambar orang dari anak-anak korban konflik di Ambon dan sekitarnya berjumlah 45 anak.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak korban konfllk di Ambon dan sekitarnya menunjukkan adanya perasaan tidak aman dan tidak mampu serta depresi. Dari gambar menunjukkan juga adanya kecemasan pada diri mereka. Anak-anak mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan Iingkungan serta cenderung menarik diri Mereka juga tampak impulsif dan kurang kontrol diri. Terlihat juga adanya ketegangan seria kecenderungan acting-out dan berorientasi pada masa lalu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38490
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Setyawati
"Autistic disorder gangguan yang parah dalam perkembangan, dan ditandai oleh adanya abnormalitas dalam fungsi-fungsi sosial, bahasa dan komunikasi, serta adanya tingkah laku dan minat yang tidak biasa (Trevarthen, Aitken, Papoucli & Robarts, 1998; Mash & Wolfe, 1999; Saltler, 2002). Autism disebabkan karena adanya gangguan kompleks dalam perkembangan otak, dimulai sejak masa prenatal, dan kemudian mempengaruhi berbagai aspek perkembangan dan belajar secara drastis pada akhir masa infancy, yaitu pada pada saat kemampuan bahasa mulai berkembang. Frekuensi atau jumlah penderita autisme di Indonesia tahun-tahun terakhir ini sudah meningkat dan menarik perhatian berbagai kalangan.
Salah satu karakteristik utama dari anak penyandang autisma ringan adalah mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial. Mereka tidak mempunyai minat dalam interaksi dengan orang lain, dan perilaku sosial mereka cenderung aneh dan tidak adaptif. Anak penyandang autisma ringan juga tidak mampu untuk menggunakan bahasa untuk tujuan sosial atau hubungan interpersonal. Walaupun demikian, beberapa ahli mengatakan bahwa anak penyandang autisma ringan sebenarnya dapat menunjukkan afeksi dan kedekatan yang sifatnya hangat dengan orangtua pengasuh atau orang yang dekat dengan mereka (Cohen & Volkmar, 1997; Trevarthen et al, 1998).
Hal tersebut di atas menimbulkan pertanyaan dalam diri penulis mengenai hubungan interpersonal dari anak penyandang autisma ringan, lebih khususnya adalah bagaimana anak penyandang autisma ringan memandang dirinya dalam berhubungan dengan orang lain dan bagaimana sikap Serta pandangannya terhadap orangtua. Untuk mengetahui hal tersebut secara langsung dari anak penyandang autisma ringan tentu saja sangat sulit karena keterbatasan mereka dalam berkomunikasi. Sehingga dalam Tugas Akhir ini digunakan metode proyeksi untuk mengetahui gambaran dari hubungan interpersonal anak penyandang autisma ringan. Metode proyeksi yang cocok digunakan untuk anak yang mengalami hambatan dalam kornunikasi verbal adalah tes gambar. Dua tes gambar yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah Human Figure Drawings (HFDS) dan House-Tree-Person (HTF).
Untuk melengkapi dan sebagai data penunjang dalam Tugas Akhir ini, penulis melakukan wawancara terhadap orangtua atau pengasuh. Dari hasil interpretasi yang dilakukan terhadap hasil tes HFDS dan HTP kedua subjek ditemukan bahwa keduanya memiliki hambatan dalam hubungan interpersonal. Mereka cenderung menarik diri dan memiliki minat yang terbatas dalam melakukan interaksi dengan orang lain, terutama teman dan orang asing. Namun, kemampuan subjek 1 dalam berhubungan dengan orang lain lebih berkembang daripada subjek 2, Terhadap orangtua, kedua subjek memiliki persamaan dalam sikap dan pandangan mereka terhadap orangtua. Keduanya memandang ibu sebagai figur yang penting dan dekat dengan diri mereka. Perbedaan antara kedua subjek terletak pada pandangan mereka mengenai peranan ibu (dominan atau tidak) dan komunikasi yang terjalin antara kedua subjek dan ibu. Perbedaan antara kedua subjek seperti yang telah disebutkan di atas dimungkinkan oleh karena beberapa faktor, antara lain, usia yang berbeda antara kedua subjek, pendidikan dan terapi yang telah diperoleh, kesempatan dalarn berinteraksi dengan orang lain, dan faktor pola pengasuhan ibu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Farida Tantiani
"Oppositional Defiant Disorder (ODD) digambarkan sebagai perilaku anak yang melawan permintaan, arahan, serta larangan orang dewasa (Wenar, 1994). Pola perilaku ini berlangsung terus menerus (minimal 6 bulan) dan berlangsung pada taraf yang tidak sesuai dengan tingkat usia dan taraf perkembangan anak. (APA, 2000). Manifestasi dari gangguan ini lebih terlihat dalam lingkungan rumah atau sekolah. Karakteristik ODD biasanya tampak pada interaksi antara anak dan orang dewasa, terutama orangtuanya, atau teman-teman yang mereka kenal dengan baik. Ibu anak ODD digambarkan sebagai ibu yang terlalu memiliki kontrol dan agresif sedangkan ayah digambarkan sebagai seseorang yang pasif dan tidak memiliki hubungan emosional yang dekat. Penelitian-pcnelitian obyektif juga menunjukkan bahwa ibu-ibu ini lebih negatif dan penuh kritik terhadap sang anak dibandingkan dengan ibu anak-anak normal. Mereka juga menampilkan perilaku yang lebih mengancam, marah serta penuntut.
House-Tree-Person test (I-ITP) adalah tes proyeksi dengan teknik menggambar yang merupakan refleksi individu akan sikap atau perasaannya terhadap orang yang signiiikan dalam hidupnya; atau perasaan yang ditujukan terhadap dirinya. Pada HTP, individu diminta untuk menggambar rumah, pohon dan orang. Untuk beberapa individu, gambar rumah merefleksikan hubungan mereka dengan ibu, gambar pohon merefleksikan perasaan mereka terhadap ayah, dan gambar orang merefieksikan perasaan mereka terhadap diri mereka sendiri. Posisi gambar orang menggambarkan kedekatan individu tersebut dengan Salah satu orangtuanya seclangkan ukuran tiap gambar juga menunjukkan dominasi masing-masing tokoh (ayah, ibu, atau individu sendiri) (Marnat, 1934).
Diharapkan dengan menganalisis hasil gambar HTP anak-anak yang didiagnosis ODD dapat diketahui gambaran mengenai hubungan antam orangtua dan anak ODD. Hal ilu mengingat perilaku oposisional berhubungan dengan orang-orang yang signitikan dalam kehidupan anak, terutama Orangtua. Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan pendekatan kualitatif, yaitu menggunakan data yang sudah tersedia di Klinik Bimbingan Anak F. Psi UI. Subjek penelitian ini berjumlah 5 orang yang didiagnosis ODD dan berusia antara 6-11 tahun.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalarn memandang hubungannya dengan orangtua, empat subjek merasa lebih dekat dengan ibu sedangkan satu subjek lainnya merasa lebih dekat dengan ayah. Selain itu, empat subjek memsa bahwa ibu kurang berkomunikasi dan kurang membuka diri sedangkan satu subjek merasa bahwa ibu mau membuka komunikasi walaupun banyak aturan yang diterapkan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Kelemahan dari data sekunder adalah adrninistrasi tes HTP tidak diketahui dengau jelas sehingga peneliti tidak mengetahui secara pasti proses pengarnbilan tes. Untuk lebih memperkaya pengetahuan mengenai penggunaan tes HTP dan masalah ODD, penelitian selanjutnya disarankan menggunakan data primer."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1973
S2128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Paramita
"ABSTRAK
Kesulitan belajar adalah fenomena yang umum terjadi di sekolah. Bentuk kesulitan belajar yang paling banyak ditemukan adalah kesulitan membaca atau dyslexia, sekitar 80% anak yang mengalami kesulitan belajar di diagnosa
mengalami dyslexia (Aaron dalam Sattler, 2002). Dyslexia adalah ketidakmampuan untuk menguasai keterampilan dasar membaca sesuai dengan tahapan perkembangammya (McDervitt & Ormrod, 2002). Anak-anak dengan gangguan ini mengalami kegagalan untuk menguasai proses dasar seperti pengenalan huruf meskipun taraf inteligensi mereka baik (McDervitt & Onnrod, 2002).
Gangguan tersebut baru mulai terlihat pada saat mereka memasuki bangku Sekolah Dasar (SD) karena pada tingkat taman kanak-kanak, anak belum berhubungan dengan tugas akademik (Hallahan & Kaufirnan, 1998). Di SD mulai
dibutuhkan kemampuan membaca dan menulis (Santrock, 2002).
Anak yang mengalami dyslexia dapat memanifestasikan dirinya secara berbeda di sekolah (Lemer dalam McDevitt & Ormrod, 2002). Pada masa ini anak dengan disabilities menjadi lebih sensitif terhadap perbedaan mereka dan
bagaimana hal tersebut di persepsikan oleh orang lain (Santrock, 2002). Hal tersebut dapat mempengaruhi rasa kepercayaan diri anak (Mayes & Cohen, 2002). Akibatnya anak dyslexia dapat membentuk persepsi yang buruk mengenai dirinya.
Persepsi seseorang mengenai diri, karakteristik yang dimiliki serta kelebihan dan kekurangarmya disebut sebagai konsep diri (McDevitt & Omrrod, 2002). Secara umum, anak dengan keterbatasan tertcntu biasanya memiliki konsep diri yang lebih negatif dibandingkan dengan teman-temannya sebayanya.
Menurut Song & Hattie (dalam Marsh & Hattie, 1996) komponen dalam konsep diri adalah academic self-concept, yang didalamnya terdapat achievement self-concept; ability self-concept, dan classroom self-concept, serta non-academic self-concept yang didalamnya terdapat social self-concept dan self regard/presentation self-concept.
Kesulitan membaca membuat anak-anak yang mengalaminya menjadi terhambat dalam bidang pendidikan dan dapat mengganggu kepercayaan diri, status sosial serta hubungan interpersonal anak (Sattler, 2002). Identifikasi dini
dan intervensi yang tepat dapat membantu anak dengan kesulitan belajar sukses secara akademis dan sosial, di dalam ataupun di luar kelas (Sattler, 2002). Salah
satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui gambaran konsep diri adalah melalui tes proyeksi. Dari tes proyeksi dapat diketahui proses pemikiran seseorang, kebutuhan, kecemasan dan konflik-konflik yang dialami individu
(Anastasi & Urbina, 1997). Bender (dalam Rabin & Haworth, 1960) mengatakan bahwa anak-anak dengan kesulitan belajar seringkali menunjukkan kemampuan artistik yang sangat baik sebagai kompensasi dalam mengkomunikasikan masalah emosi dan sosial serta kebutuhan-kebutuhannya.
Tes gambar proyeksi yang biasa digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai konsep diri seseorang adalah tes Human Figure Drawings (HFD) dan House Thee Person. Tes ini mudah bagi anak karena kebanyakan anak-anak menyukai kegiatan menggambar. Melalui HTD dapat diketahui gambaran diri
anak, konsep diri yang dimilikinya, hal-hal yang penting bagi anak serta konflik dan keinginannya saat pengambilan tes (Koppitz, l968). Yang perlu diingat adalah tes gambar proyeksi hanya digunakan sebagai pelengkap dalam keperluan
klinis. Salah satu sumber data yang paling panting dalam evaluasi psikologis adalah wawancara (Groth & Mamat, 1999; Anastasi & Urbina, 1997). Tanpa data dari wawancara, tes psikologis tidak berarti Karena itu dalam penelitian ini,
selain menggunakan kedua tes diatas juga digunakan hasil wawancara dengan orang tua dan anak untuk mengetahui gambaran konsep diri anak yang mengalami dyslexia.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran konsep diri anak yang mengalami dyslexia melalui HFD, HTP serta hasil wawancara dengan orang tua anak dyslexia.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder, yaitu dengan melihat kasus anak yang di diagnosa mengalami dyslexia pada klinik Bimbingan Anak dan Remaja Fakultas Psikologi UI, Depok Dari kasus tersebut ditemukan 3
subyek yang memenuhi kriteria subyek, yaitu berusia antara 6 hingga 12 tahun dan didiagnosa dyslexia.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah academic self concept, yang dimiliki subyek tidak sepenuhnya negatiti Ability self-concept subyek yang dapat diketahui negatif Sedangkan classroom self-concept hanya
satu subyek yang dapat diketahui, yaitu subyek E. Ia memiliki classroom self-concept yang negatif karena ia tidak tertarik pada pelajaran yang tidak dikuasainya. Untuk non-academic self-concept, dua subyek memiliki social self-concept positif dan satu subyek memiliki social self-concept negatif. Ketiga subyek merasa ditolak atau menemui hambatan untuk dekat dengan orang tua. Self-regard/presentastion of the self pada satu orang subyek negatif karena ia kurang percaya diri.
Temuan lain dalam penelitian ini adalah ternyata tidak semua academic self-concept anak dyslexia negatif terdapat beberapa tanda dari HPD ataupun HTP yang dapat digunakan untuk mengetahui konsep diri anak serta faktor yang mempengaruhi konsep diri anak.
Beberapa saran praktis yang didapat dalam penelitian ini adalah pemeriksa sebaiknya memperhatikan konsep diri anak yang mengalami dyslexia serta fungsi penerimaan orang tua pada konsep diri anak yang mengalami dyslexia.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>