Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197370 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Primayana Miranti
"ABSTRAK
Anak ADHD digambarkan sering menampilkan perilaku yang membawa dampak negatif bagi hubungan antara anak dan orang-orang di sekitarnya, misalnya dengan orangtua dan teman sebaya anak (Mash dan Wolfe,1999). Perilaku anak seringkali tidak sesuai dengan tuntutan situasi atau harapan orang lain kepadanya. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai faktor apa yang menyebabkan anak ADHD menampilkan perilaku tersebut. Apakah anak ADHD
mengalami masalah dalam kemampuannya untuk memahami situasi dan mengalami kesulitan untuk menentukan perilaku yang tepat sesuai dengan situasi?
Cicerone (dalam www.nbia.nf.ca) mengemukakan istilah penalaran sosial yang terdiri atas dua komponen penting yaitu pemahaman sosial dan penilaian sosial. Pemahaman sosial menyangkut kemampuan seseorang untuk memahami
situasi sosial, sedangkan penilaian Sosial mengacu pada kemampuan seseorang untuk menentukan keputusan yang tepat serta berperilaku secara tepat sesuai tuntutan situasi. Kemampuan penilaian sosial yang baik memerlukan kemampuan
seseorang untuk dapat mengantisipasi konsekuensi perilaku.
Anak ADHD digambarkan mengalami defisit dalam kemampuan untuk memahami situasi sosial (Campbell dalam Zentall, javorsky, dan cassady, 2001). Singh (dalam Cadcsky, Mota, dan Schachar, 2000) mengungkapkan bahwa anak ADHD cenderung mengalami kesulitan dalam menginterpretasi cues sosial. Menurut Osman (2002), anak ADHD cenderung kurang memperhatikan pemainan atau percakapan yang sedang berlangsung sehingga anak mengalami kesulitan memisahkan informasi yang penting dari yang kurang penting. Anak
kehilangan konteks situasi dan akhirnya menampilkan perilaku yang kurang tepat sesuai situasi yang sedang dihadapi.
Osman (2002) mengungkapkan bahwa banyak anak ADHD gagal
mengamati ekspresi wajah., gerakan tubuh, Serta tidak memahami perubahan intonasi suara yang diucapkan orang lain. Dikaitkan dengan kemampuan untuk mengantisipasi konsekuensi perilaku, Barkley (dalam Wenar,l994) mengemukakan bahwa anak ADHD gagal memahami hubungan dari suatu perilaku / peristiwa dengan perilaku / peristiwa lain yang muncul sebelum dan sesudahnya.
Dari pendapat tersebut tampak bahwa anak ADHD mengalami masalah dalam penalaran sosial karena anak gagal memahami situasi sosial dan mengantisipasi konsekuensi perilaku atau peristiwa. Di sisi lain ada pendapat yang
mengemukakan bahwa anak ADHD tidak mengalami defisit dalam
kemampuannya untuk memahami situasi sosial. Whalen dan Henker (dalam Mash dan Wolfe, 1999) mengemukakan bahwa anak ADHD tidak mengalami defisit dalam kemampuan penalaran sosialnya atau kemampuan anak untuk menginterpretasi situasi sosial. Penelitian Whalen, Henker, dan Granger (dalam Wenar,l994) menghasilkan bahwa masalah sosial yang muncul dalam hubungan antara anak ADHD dan teman sebaya tidak disebabkan oleh kegagalan dalam
pemrosesan informasi sosial pada anak ADHD. Anak ADHD ternyata memiliki kemampuan yang setara dengan anak normal dalam mengevaluasi apakah perbuatan teman sebayanya merupakan perbuatan yang tepat atau tidak tepat.
Berdasarkan dua pandangan yang ada mengenai kemampuan anak ADHD dalam hal penalaran sosial, peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut kemampuan penalaran sosial anak ADHD. Penelitian dilakukan terhadap empat orang anak yang didiagnosis mengalami ADHD dengan rentang usia antara 8 hingga 12 tahun. Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah subtes Picture Arrangement WISC-R Subtes tersebut mengukur kemampuan untuk menginterpretasi situasi sosial serta mengantisipasi konsekuensi dari perilaku atau shuasi (Sauler,I992). Untuk dapat berhasil mengerjakan tugas subtes Picture Arrangement, anak harus memahami situasi total pada setiap item. Untuk dapat
memahami situasi, anak perlu memperhatikan informasi-informasi yang tampil, perlu mengenali dan menginterpretasi perilaku, ekspresi wajah, ciri fisik, dan
kondisi psikologis tokoh. Anak juga perlu dapat mengantisipasi konsekuensi perilaku tokoh atau situasi pada gambar. Hal-hal lersebut mencermikan kemampuan pemahaman dan penilaian sosial anak Menurut Cicerone (dalam www.nbia.nf.ca), kedua hal tersebut merupakan komponen penting dalam melakukan penalaran sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat subjek memiliki
kemampuan penalaran sosial yang cukup baik. Dalam memahami dan menilai situasi pada kartu-kartu Subtes Picture Arrangement WISC-R, subjek mampu melakukan encoding terhadap situasi yang tampil pada kartu, serta melakukan person perception dengan mengenali dan menginterpretasi perilaku, kondisi psikologis, ciri fisik, dan ekspresi wajah tokoh. Secara umum subjek dapat memahami situasi dan mengantisipasi perilaku tokoh pada subtes Picture
Arragement WISC-R. Hasil penelitian tersebut mendukung pernyataan Whalen dan Henker (dalam Mash dan Wolfe, 1999) bahwa anak ADHD tidak mengalami defisit dalam kemampuan penalaran sosial atau kemampuan untuk menginterpretasi situasi sosial. Dikaitkan dengan hasil subtes Picture Completion tampak bahwa seluruh subjek memiliki kemampuan yang cukup baik untuk membedakan hal yang penting dari yang kurang penting. Hal tersebut merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan penalaran sosial seseorang (Cicerone dalam www.nbia.nf.ca). Cara kerja subjek yang secara umum mampu memberikan perhatian yang cukup baik saat mengerjakan tugas subtes Picture Arrangement WLSC-R juga mendukung kemampuan subjek dalam melakukan penalaran sosial terhadap situasi pada kartu-kartu subtes Picture Arrangement."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurul Annisa
"ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan, anak akan belajar memusatkan
perhatiannya pada suatu hal dalam jangka waktu terhenti dan belajar bersabar.
Wenar (1994) menyatakan bahwa anak-anak prasekolah diharapkan dapat
menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang telah dimulainya dengan memuaskan
dan memonitor tepat atau tidaknya perilaku mereka. Namun, pencapaian anak
sangat bewariasi dalam hal. Ada beberapa anak yang tidak dapat
memusatkan perhatiannya pada sesuatu hal dalam waktu lama, hiperaktif dan
impulsif. Anak yang menunjukkan perilaku demikian biasanya menderita
ADHD (Attention Deficit Hipemctioity Disorder).
Anak prasekolah yang menderita ADHD dalam waktu satu tahun akan
sangat mungkin mengalami masalah perilaku dan diperkirakan akan menderita
ADHD pada masa middle childhood (Wenar, 1994). Dan pada masa ini dapat
dilihat perbedaan yang nyata antara anak normal dengan anak ADHD (Wenar ,
1994).
Masalah ADHD yang dihadapi anak dapat berkembang menjadi
permasalahan lain. Iansen, dkk (dalam Mash & Wolfe, 1999) menyatakan bahwa
antara 50% 80% anak ADHD juga mengalami gangguan lain seperti oppositional
defiant disorder, conduct disorder, emotional disorders , seperti kecemasan dan
depmesi serta learning disorders. Selain mengalami masalah dalam perilaku, anak
ADHD juga menghadapi masalah dalam keluarga. Interaksi di antara anggota
keluarga dikarakteristikan dengan negativistic, tidak adanya pemenuhan
kebutuhan anak (child noncompliance), kontrol orangtua yang besar dan konflik
dengan saudara (Mash & Johnston dalam Mash & Wolfe, 1999).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara
orangtua dengan anak ADHD melalui tampilan tes HTP. Emmanuel Hamrner
(1950) menyebutkan bahwa tes HTP merupakan tes yang melihat dunia dalam
individu dan lingkungannya dimana hal tersebut dianggap penting. Gambar
rumah diketahui dapat memunculkan asosiasi pada diri subyek mengenai
lingkungan rumahnya dan hubungan dalam keluarga. Gambar pohon dapat
mereflekslkan kepribadian individu yang paling dalam dan tidak disadari
Sedangkan gambar orang menunjukan manifestasi persepsi subyek mengenai
dirinya atau apa yang diharapkan dari dirinya sendiri (dalam Wenck, 1980).
Kemudian, untuk mengetahui permasalahan perilaku pada anak ADHD, akan
digunakan tes CBCL dimana rnelalui hes CBCL dapat diketahui gambaran
perllaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai data tambahan akan
digunakan hasil alloanamnesa dari orangtua.
Penelitian ini menggunakan metode kualiiatif dengan metode
pengumpulan data melalui analisis dokumen. Data yang diambil adalah data
sekuder yang diperoleh dari Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia periode pemeriksaan 2000 - 2003. Iumlah subyek yang
digunakan adalah 4 orang dengan karakterisitik sebagai berikut : usia Sekolah ,
antara 6 sampai 12 tahun dan didiagnosis mengalami gangguan ADHD pada
laporan pemeriksaan psikologis yang clilakukan oleh pemeriksa yang
bersangkutan.
Melalui penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut
1. Berdasarkan hasil alloanamnesa dan tes HTP diketahui bahwa hubungan
antara orangtua dan anak diwarnai dengan pernberian hukuman fisik seperti
memukul badan, tangan, paha atau pantat dan mencubit. Seluruh subyek
menganggap bahwa ibu sebagai tokoh yang seringkali memberikan
hukuman fisik dibandingkan dengan bapak. Walaupun diwarnai dengan
pemberian hukuman fisik dan penerapan aturan, dua subyek merasa bahwa
ibu masih memiliki kesediaan untuk membuka diri dan berkomunikasi
2. Berdasarkan data formal dari tes HTP diperoleh bahwa ada kecenderungan
para subyek untuk memposisikan kertas secara horizontal dan menggambar
rumah terlebih dahulu.
Berdasarkan aspek isi - interpretasi terpisah - dari hes HTP diperoleh bahwa
sebagian besar subyek menggambar pintu namun dengan ukuran yang
bervariasi. Seluruh subyek menggambar pintu yang tertutup dan memiliki
Iznndfe dan lidak menggambar jalan setapak. Pohon digambar kecil oleh
seluruh subyek.
Berdasarkan aspek isi - interpretasi hubungan tiga elemen - Gambar pohon
dibuat kecil oleh seluruh subyek. Sebagian besar subyek menggambar orang
kecil dan menempatkan gambar orang dekat dengan rumah.
3. Dalam hal perilaku diketahui bahwa 1 subyek memiliki kecenderungan
perilaku kearah internlizing, dan 1 subyek memiliki kecenderungan perilaku
kea nah externlizing. Area internalizing yang muncul adalah pada sindrom
withdrawn dan sematic complaints. Sedangkan area externalizing yang muncul
adalah pada delinquent problems dan aggressive behaviour."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Budiarti
"Prevalensi ADHD pada anak di Indonesia yang cukup tinggi menjadi perhatian keperawatan karena apabila tidak segera tertangani melalui intervensi tepat dapat berpengaruh pada masalah perkembangan neurologi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas pemberian intervensi terapi bermain berbasis web terhadap perkembangan emosi, perilaku dan sosial anak ADHD usia sekolah. Penelitian ini menggunakan desain quasi experimental nonequivalent control group dengan melibatkan 126 anak ADHD pada di RSJ Prof dr. Soerojo Magelang yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan pemberian terapi bermain berbasis web terbukti efektif mempengaruhi perkembangan emosi, perilaku dan sosial anak ADHD usia sekolah (p=0,048, p= 0,030, p = 0,030; α= 0.05). Penelitian memberikan saran supaya hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan optimalisasi layanan asuhan keperawatan anak dengan ADHD dengan pemanfaatan teknologi informasi yaitu terapi bermain berbasis web yang dirancang sesuai prasyarat terapi anak ADHD dengan fitur menarik dan memungkinkan akses secara fleksibel.

The high prevalence of ADHD in children at Indonesia became a concern for nursing because it might emerge neurological developmental problems if not being handled immediately through appropriate intervention. This study aimed to examine the effectiveness of providing interventions through play therapy web based on the emotional, behavioral and social develompent among school age ADHD children. This study used quasi experimental nonequivalent control group design involving 126 ADHD children at mental health hospital using purposive sampling technique. The result showed that the used of play therapy was proven to be effective for the emotional, behavioral and social development among school age ADHD children (p=0,048, p= 0,030, p = 0,030; α= 0.05). This study suggested to be used as a reference for optimizing nursing care children with ADHD by utilizing information technology which web-based play therapy design according to ADHD children prerequirements intervention with attractive features and flexibility access."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amatul Firdausa Nasa
"ABSTRAK
Secara umum, anak dengan ADHD kesulitan untuk tetap menampilkan perilaku on-task pada tugas yang ia kerjakan. Hal ini berkaitan dengan kesulitan mereka untuk mempertahankan perhatian mereka dalam waktu yang lama. Kesulitan dalam mempertahankan perhatian membuat anak ADHD sering mengalami kegagalan akademis dan memiliki prestasi yang rendah. Diperlukan penanganan untuk meningkatkan kemampuan anak mempertahankan atensinya yang ditampilkan melalui peningkatan perilaku on-task. Modifikasi perilaku merupakan intervensi yang digunakan secara luas dan terbukti efektif untuk menangani anak dengan ADHD. Pada penelitian ini teknik shaping digunakan untuk meningkatkan durasi perilaku on-task pada seorang anak laki-laki berusia 11 tahun yang didiagnosa mengalami ADHD with combined presentation. Tugas yang diberikan berupa mendengarkan cerita dan menjawab pertanyaan sesuai dengan isi cerita. Hasil penelitian menunjukkan teknik shaping dapat meningkatkan durasi perilaku on-task anak dengan ADHD yaitu 100 dari baseline atau dari 1 menit saat baseline hingga mencapai 10 menit pada saat post test.

ABSTRACT
In general, children with ADHD have difficulty performing on task behavior when they are doing their task. This relates to their difficulty to sustain their attention for a long time. Difficulty in maintaining attention that make children with ADHD often experience academic failure and have a poor academic performance. Treatment for improving the child 39 s ability to maintain their attention showed through the increasing on task behavior in children with ADHD is required. Behavior modification is an intervention that is widely used and proven effective for treating children with ADHD. In this research, shaping technique used to increase the duration of on task behavior in a boy aged 11 years old who were diagnosed with ADHD with combined presentation. The task given was listening the stories and answering questions based on the story. The results showed shaping technique can increase the duration of on task behavior of children with ADHD, that was 100 of the baseline or from 1 minute during the baseline up to 10 minutes during the post test."
2017
T47384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Shaliha Nurisman
"Orang tua dengan anak ADHD merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami parenting stress sehingga dibutuhkan sebuah metode yang tepat untuk menurunkan keadaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dyadic coping dan parenting stress pada orang tua dengan anak ADHD. Partisipan terdiri dari 69 suami dan/atau istri yang mempunyai anak ADHD dibawah 18 tahun. Parenting stress diukur melalui PSI-SF oleh Abidin (1995), sedangkan dyadic coping diukur melalui DCI oleh Bodenmann (2008). Penelitian ini menggunakan analisis korelasi pearson dan spearman melalui SPSS ver 26. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya dimensi negative dyadic coping yang berhubungan negatif signifikan dengan parenting stress, sedangkan dimensi common, delegated, dan supportive tidak berhubungan. Penelitian ini menyarankan untuk memperhatikan penggunaan negative dyadic coping pada orang tua dengan anak ADHD.

Parents of children with ADHD are prone to parenting stress, indicating a method is needed to tackle this condition. This study aimed to examine the relationship between dyadic coping and parenting stress among parents of children with ADHD. The participants consisted of 69 husbands and/or wives with children diagnosed with ADHD under the age of 18. PSI-SF by Abidin (1995) was used to measure parenting stress, while the DCI by Bodenmann (2008) was used to measure dyadic coping. Pearson and Spearman correlation analyses were conducted using IBM SPSS Statistics 26. The results showed that (1) there was no association between positive dyadic coping, including common, supportive, and delegated dyadic coping, and parenting stress, and (2) there was a significant positive correlation between negative dyadic coping and parenting stress among parents of children with ADHD, with a medium effect size. This study suggests the need to pay attention to the use of negative dyadic coping among parents of children with ADHD."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Binotiana M.N.
"Setiap anak yang hidup bersama dengan saudara kandung akan mempunyai pengalaman sendiri-sendiri mengenai hubungan dengan saudara kandungnya. Sibling Rivalry merupakan bentuk hubungan kakak adik yang paling dirasakan oleh anak dan merupakan pengalaman yang paling ditakutkan oleh orang tua (Vasta, et.al., 2004). Sibling rivalry dimulai sejak kelahiran adik baru dalam keluarga dan terus berlanjut sampai anak dewasa. Pengalaman anak akan semakin beragam apabila salahE satu saudara merupakan anak ADHD. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran sibling rivalry pada Anak ADHD dan saudara kandungnya Penelitian ini dilakukan pada tiga keluarga dengan dua pasang kakak-adik di dalamnya. Rentang usia anak-anak yang diteliti adalah usia kanakkanak pertengahan karena Sibling rivalry pada anak cenderung meningkat pada usia kanak-kanak pertengahan (Berk, 2005). Peneltian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan wawancara dan observasi langsung sebagai alat pengumpulan data.
Dari penelitian ini didapat bahwa gambaran sibling rivalry pada anak ADHD dan saudara kandungnya terlihat dari kecemburuan dan kompetisi dalam keluarga. Bentuk kecemburuan dan kompetisi yang terjadi beragam dan sesuai dengan karakteristik anak. Peran orang tua sangat besar dalam menimbulkan kecemburuan tersebut. Karakteristik anak ADHD mempengaruhi sibling rivalry yang dialami anak, baik yang dialami oleh anak ADHD maupun saudara kandungnya. Dampak positif sibling rivalry hanya dirasakan oleh saudara kandung anak ADHD sedangkan dampak negatif sibling rivalry terjadi pada kedua anak, yaitu konflik pada kakak dan adik. Untuk penelitian selanjutnya disarankan utuk meneliti konflik pada anak ADHD dan saudara kandungnya, lebih teliti dalam pengambilan data (terutama pada kaset recorder yang tape recorder yang digunakan) serta melakukan wawancara pribadi dengan anak, terutama anak ADHD.

Every child that lives with their sibling has their own experience in sibling relationship. Sibling rivalry is one of relationship that affects children in many ways and has become most anticipated thing in family (Vasta, et.al., 2004). Sibling rivalry started since the second child was born and continued through lifetime. Children will have various experiences in sibling rivalry if their sibling is diagnosed with ADHD. Purpose of this research is to have description about sibling rivalry on children with ADHD and their siblings .Therefore this research used qualitative method with interview and direct observation on interaction between children with ADHD and their siblings. This research use three pairs of ADHD Children and their sibling. All of them are middle childhood children because sibling rivalry tends to increase on middle childhood (Berk, 2005).
Result of this research is sibling rivalry on ADHD children and their siblings seen in jealousy and competition. Manifestation on jealousy and competition are different on every child. Parents take part on influencing child?s jealousy. Sibling rivalry is also influenced by ADHD symptoms. Positive impacts on sibling rivalry are reported only on sibling of children with ADHD and sibling conflict as negative impacts of sibling rivalry is reported on sides, ADHD children and their siblings. Suggestion for further research is to examine sibling conflict among children with ADHD and their siblings and have a private interview with children with ADHD and their siblings.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ismet Syaefullah
"TPA Harapan Ibu adalah organisasi pelayanan sosial yang didirikan Departemen Sosial dengan tujuan menutup kesenjangan kebutuhan anak balita akan asuhan, perawatan dan pendidikan selama ditinggal ibu bekerja. Dengan adanya TPA Harapan Ibu, diharapkan pegawai Departemen Sosial maupun ibu-ibu yang bekerja di lingkungan Kantor Departemen Sosial dan masyarakat sekitar yang memiliki anak balita dapat bekerja dengan tenang karena anak -anak mereka memperoleh perawatan dan pengasuhan yang memadai dari TPA.
Pelaksanaan operasional pelayanan TPA Harapan Ibu didukung oleh Departemen Sosial melalui bantuan Menteri Sosial dan subsidi proyek dari Direktorat Keluarga Anak dan Lanjut Usia Departemen Sosial. Sedangkan pembinaan pengelolaan maupun pelayanan anak di TPA Harapan Ibu dilakukan oleh Unit Dharma Wanita Departemen Sosial.
Terjadinya likuidasi Departemen Sosial pada tahun 1999 mengakibatkan hilangnya bantuan atau subsidi dari Departemen Sosial. Namun dengan kondisi tersebut TPA Harapan Ibu tetap bertahan. Bertahannya TPA Harapan Ibu dalam situasi sulit sampai saat ini merupakan upaya manajemen TPA dalam mempertahankan komitmennya untuk tetap memberikan pelayanan kepada anak dalam situasi apa pun juga. Tanggung jawab dan dedikasi tersebut dikarenakan rasa kecintaan pada anak didik meski pada hakekatnya karir mereka tidak berkembang.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas maka penelitian ini ingin mendeskripsikan tentang upaya manajemen TPA Harapan Ibu dalam mengatasi kondisi tidak diperolehnya subsidi dari Departemen Sosial, serta kondisi pelayanan TPA Harapan Ibu saat ini akibat tidak diperolehnya lagi subsidi. Untuk mengetahui hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian deskriptif terhadap upaya manajemen TPA dan kondisi pelayanan yang ada kemudian dilakukan analisa secara kualitatif.
Dari hasil penelitian seperti direkomendasikan bahwa, upaya yang perlu dilakukan manajemen TPA Harapan Ibu untuk tetap bertahan adalah dengan melakukan pengorganisasian untuk mencapai organisasi yang solid dan fungsional, melakukan efisiensi dan efektivitas pelayanan, kepemimpinan yang akomodatif, penciptaan suasana yang kondusif di TPA dan melakukan penyesuaian pembiayaan operasional pelayanan TPA. Sedangkan kondisi pelayanan anak akibat tidak diperolehnya lagi subsidi mengalami penurunan-penurunan, seperti tidak adanya lagi pemeriksaan kesehatan anak oleh dokter secara berkala, tidak diberikannya lagi susu dan vitamin bagi anak, terbatasnya peralatan permainan edukatif bagi anak, dan pakaian seragam anak yang kurang layak.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk tetap bertahan dan terus meningkatkan pelayanannya maka manajemen TPA perlu meningkatkan upayanya. Manajemen TPA Harapan Ibu harus mulai merancang suatu perencanaan strategis untuk mengantisipasi berbagai masalah yang akan datang dan merancang perencanaan untuk pengembangan pelayanan. Selain hal tersebut di atas TPA Harapan Ibu perlu mempersiapkan pola swadana dengan melakukan berbagai aktivitas penggalangan dana seperti, mencari donatur atau sponsor untuk membantu biaya pelayanan anak melalui pola kerjasama saling menguntungkan kedua belah pihak.
Namun penelitian ini belum dapat mengungkap tentang mengapa begitu dominannya Dharma Wanita dalam menentukan kebijakan manajemen TPA. Sedangkan di sisi lain kontribusinya bagi peningkatan pelayanan tidak nampak. Untuk itu Departemen Sosial sebagai "pemilik" TPA seharusnya dapat mengembalikan pembinaan TPA ke Direktorat Teknis di bawahnya, sehingga pembinaan terhadap TPA konsisten dan selanjutnya dapat memberi memberi manfaat lebih bagi masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7891
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Indra Susilo
"Penelitian ini berfokus pada pemahaman mengenai resiliensi orangtua yang memiliki anak ADHD dan Autisme. Reivich & Satte (2002), resiliensi adalah sebagai kemampuan untuk tetap gigih dan menyesuaikan diri ketika keadaan tidak berjalan dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara orangtua dengan anak ADHD dengan orangtua dengan anak autis. Metode yang digunakan yaitu kuantatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner resiliensi Reivich & Shatte (2002). Diperoleh hasil tidak ada perbedaan signifikan antara orang tua ADHD dan Autisme pada 60 partisipan.

This research focuses on understanding the resilience of parents of children with ADHD and Autism. Reivich & Shatte (2002), resilience is the ability to persevere and adapt when things are not going well. The purpose of this study was to determine whether there are differences between parents with ADHD children with a parent with an autistic child. The method used is quantitative descriptive. This study used a questionnaire measure of resilience Reivich & Shatte (2002). The results obtained indicate no significant differences between parents of ADHD and Autism at 60 participants."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handayani Putri Nugroho
"ABSTRAK
Perilaku prososial sangat penting untuk dimiliki anak karena keberadaaan
perilaku ini menentukan hubungan sosial dan kualitas perkembangan sosial
anak. Salah satu perilaku prososial yang perlu dimiliki adalah kerjasama
(cooperation). Anak-anak biasanya secara spontan dapat bekerjasama mulai
dari umur 3-3 tahun. Namu semakin mereka dewasa, perilaku ini seringkali
terinferensi dengan keinginan untuk menang dalam kompetisi sehingga
perilkau kerjasama ditinggalka (Madsen, 1979 dalam Dworetzky, 1990).
Tempat Penitipan Anak (day-care/TPA) adalah salah satu bentuk alternatif
pengasuhan anak untuk mereka yang kedua orang tuanya mencari nafkah.
Peneliti bertujuan untuk melihat prevalensi perilaku kerjasama dalam
situasi kompetitif dan kompetitif pada anak-anak yang diasuh di TPA untuk
menjawab pertanyaan apakah anak-anak TPA ini belum dapat bekerja sama
atau sudah dapat, namun terinterferensi dengan kompetisi.
Eksperimen disusun dengan membagi anak ke dalam triads berdasarkan
sosiometri dan preferensi warna. Sosiometri anak ditentukan dengan
menggunakan Peer Rating Scales (Asher, 1979 dalam Rao & Stewart, 1999).
Kemudian secara random tiap kelompok ditentukan menjadi kelompok
kompetitif dan non-kompetitif. Tiap anak dalam triads diberikan 2 buah
krayon yang warnanya berbeda dan mereka diinstruksikan untuk menggambar
dengan menggunakan lebih dari dua warna. Dalam situasi kompetitif,
dijanjikan hadiah bagi satu oran pemenang.
Seluruh sesi direkam dengan handycam dan di-rate untuk di
klasifikasikan menjadi 5 ranah interaksi: kerjasama aktif (dua anak berinisiatif
bekerjasama), kerjasama pasif (anak saling tukar-menukar krayon tanpa
didahului negosiasi apapun)., Other Oriented Pasif/Self-Oriented Aktif (salah
satu anak mengambil krayon milik temannya tanpa meminjamkan kepada
temannya tersebut), Other Oriented Aktif/Self-Oriented Pasif (salah satu anak
meminjamkan krayonnya kepada temannya tanpa diminta dan tanpa
meminta/mengharapkan untuk dapat meminjam juga) dan Apatis (menolak
untuk meminjamkan/meminjam pada anak lain).
Data penelitian dihitung dengan Fisher Exact's Test. Hasil dari penelitian
adalah dari kelima ranah interaksi ini, hanya perilaku kerjasama aktif yang
muncul lebih banyak secara siginifikan dalam situasi non-kompetitif
dibandingkan dengan situasi kompetitif."
1999
S2735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>