Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88071 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Fatmawati
"Penelitian ini berlatarbelakang pada fenomena kekerasan terhadap perempuan, yang akhir-akhir ini semakin marak dibahas. Salah satu kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan terhadap perempuan pekerja seks komersial (PSK). Akibat dari kckcrasan yang diaiaminya, sangat rnungkin tirnbul dampak baik secara fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi cara PSK tersebut bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu peneliti mencoba untuk melihat kecenderungan berperilaku PSK yang memiliki pengalaman kekerasan dalam hidupnya melalui media Hand Test.
Penelitian ini dilakukan terhadap 30 orang perempuan PSK, berusia 15 - 35 tahun, dengan menggunakan data sekunder yang, didapat dari Bagian Klinis Dewasa Fakultas Psikologi Unrversitas Indonesia.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa perempuan pekerja seks memiliki respon yang tinggi pada kategori interpersonal, affection, dependence, aggression, environmental, active, withdrawal, description, dan failure untuk skor kuantitatif. Memiliki respon yang tinggi pada kategori automatic phrase, UTIIII, dau repetition untuk skor kualitatif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Nur Aini
"Dalam teori Psikologi Perkembangan dinyatakan bahwa setiap manusia memiliki tugas-tugas perkembangan dalam hidupnya. Pada masa usia dewasa muda, salah satu tugas perkembangan yang panting adalah membangun hubungan yang intim dengan orang lain (Erikson dalam; Papalia & Olds, [998). Dalam membangun suatu hubungan intim, pencarian pasangan merupakan hal yang tidak terpisahkan di dalamnya. Umumnya perempuan cenderung memilih pasangan laki-laki yang memiliki tingkat intelegensi yang lebih tinggi dan pekerjaan yang lebih mapan sebagai pasangan ideal. Sebalikuya, laki-laki cenderung memilih perempuan yang berusia lehih muda dan memiliki daya tarik fisik yang lebih sebagai pasangan ideal (Peplau, 1983; dalam Tumor & Helms, l995).
Namun kenyataannya, preferensi seorang perempuan dewasa muda untuk memilih pasangan laki-laki yang berusia lebih muda bukanlah hal yang aneh lagi pada kehidupan saat ini. Meskipun mendapat pro dan kontra dari lingkungan terdekat, terutama keluarga dan masyarakat luas, terbukti bahwa jumlah pasangan perempuan dengan laki-laki berusia lebih muda se makin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menandakan adanya pengalaman khusus yang menyertai mereka, khususnya bagi perempuan dewasa muda, baik pada masa pra pacaran maupun masa pacaran yang sedang dijalani.
Jika ditinjau secara teori, beberapa tokoh yang mengemukakan bahwa hubungan pacaran yang demikian cenderung rentan terhadap konflik, baik konflik yang berkaitan dengan faktor intenal (masalah di antara pasaingan) maupun konflik yang berkaitan dengan faktor eksternal (melibatkan orang di luar pasangan). Namun dengan semakin banyaknya perempuan dewasa muda yang menjatuhkan pilihan mereka pada pasangan yang berusia lebih muda, maka mungkin saja konflik-konflik tersebut menjadi berkurang atau bahkan berubah menjadi suatu hubungan yang menyenangkan dan langgeng hingga ke jenjang pernigkahan, Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan studi lebih jauh mengenai hubungan pacaran ini. Hal khusus yang ingin diteliti oleh penulis adalah mengenai gambaran konsep pacaran dan pengalaman berpacaran (terdiri dari alasan untuk berpacaran, konflik yang dihadapi, tanggapan orang tua dan significant athers keuntungan dan kerugian, dan perencanaan dalam kehidupan mendatang) dilihat dari sudut pandang perempuan dewasa muda. Penulis tertarik untuk memperoleh informasi dari sudut pandang perempuan, berkaitan dengan adanya pendapat bahwa perempuan cenderung memilih pasangan pria yang lua dan lebih mapan.
Tinjauan pustaka yang digunakan antara lain teori mengenai hubungan pacaran (delinisi dan konsep. alasan dan tujuan. tahapan, faktor yang mempengaruhi proses menuju hubungan pacaran, dan konflik-konflik yang dialami), perempuan dewasa muda, dan keterkaitan semua aspck tersebut.
Penulis menggunakan metode kualitatif dalam upaya memperoleh data. Hal ini dikarenakan konsep hubungan pacaran dan pengalaman berpacaran tidak terlepas pada penghayatan masing-masing individu, sehingga menjadikan mereka unik dan tidak dapat digeneralisasikan. Lewat pendekatan kualitatif juga, penulis dapat memahami hal-hal yang diteliti sebagaimana penghayatan individu yang bersangkutan. Penelitian kualitatif mengungkapkan data dari perspektif subyek yang diteliti, berusaha memahami gejala tingkah laku manusia menurut penghayatan si pelaku atau melalui sudut pandang subyek penelitian (Dooley, dalam Poerwandari, 1998). Dalam hal ini penulis menggunakan teknik wawancara sebagai teknik utama dalam memperoleh informasi dari subyek yang bersangkutan.
Untuk membantu menggali hal-hal khusus tersebut secara lebih jelas dan menangkap kompleksitas dari penghayatan tersebut secara utuh, penulis menggunakan tes kepribadian sebagai salah satu alat diagnostik tambahan dalam memperoleh data. Tes yang dipilih penulis adalah Thematic Appercepzion Test (TAT) sebagai salah satu tes kepribadian yang bersifat proyektif. TAT merupakan teknik untuk menginvestigasi dinamika kepribadian yang terrmanifestasikan dalam hubungan interpersonal dan dalam interpretasi bermakna terhadap Iingkungan. Kekuatan TAT terletak pada kemampuannya dalam mencetuskan isi dan dinamika hubungan interpersonal serta pola-pola psikodinamik yang tercakup di dalamnya (Bellalc, 1993).Sementara hubungan pacaran tidak terlepas dari ikatan hubungan interpersonal antara dua orang individu, di mana di dalamnya terkandung pandangan, dorongan, emosi, sentimen, konflik, serta kompleks pribadi. Karenanya, selain menggunakan teknik wawancara untuk menggali hal-hal yang secara sadar diungkapkan oleh subyek, penulis menilai pentingnya melakukan TAT untuk dapat membantu menggali hal-hal yang tidak disadari sehubungan dengan hal-hal yang dapat terukur dari TAT itu sendiri. Kartu-kartu TAT yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 5 kartu (kartu 4, 6GF, 9GF, 10, dan l3MF).
Subyek penelitian berjumlah 3 orang, dengan rentang usia sekitar 30 sampai 31 tahun, yang memiliki latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial yang berbeda satu sama lain. Kriteria yang dibatasi oleh penulis adalah subyek beradapada rentang usia dewasa muda (20-40 tahun) dan memiliki pasangan minimal 5 tahun lebih muda darinya.
Dalam hasilnya, ditemukan bahwa ketiga subyek memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap konsep pacaran maupun pengalaman berpacaran yang mereka alami. Dari sekian karakteristik mengenai konsep pacaran yang mereka kemukakan, dua diantaranya sama-sama menyebutkan pacaran sebagai proses menuju pemikahan dan pacar mendapatkan prioritas utama dibandingkan dengan teman dan 0rang-orang lainnya. Meskipun demikian, pernikahan tersebut bukanlah merupakan sesuatu hal yang bersifat urgent untuk dilakukan, sehingga dua di antara tiga subyek saat ini belum juga memikirkan mengenai pernikahan secara serius dengan pasangan mereka masing-masing.
Dalam hal alasan, ketiga subyek pun memiliki pendapat yang berbeda-beda. Dua dari tiga subyek sama-sama mengalami konflik yang cukup besar, berkaitan dengan pihak eksternal, yakni ketidaksetujuan orang tua mereka dan juga orang tua pasangan terhadap hubungan yang sedang jalan saat ini. Rupanya konflik ini cukup mempengaruhi kepuasan mereka terhadap hubungan yang mereka jalin. Hal ini bisa dibandingkan dengan seorang subyek lainnya, yang mendapat dukungan penuh dari kedua pihak keluarga, bahwa ia memiliki tingkat kepuasan hubungan yang lebih besar. Namun konflik dengan pasangan dan konflik internal pun kerap mewamai kehidupan berpacaran mereka, meskipun ketiganya memiliki rentang keparahan yang berbeda-beda, serta pola penyelesaian konflik yang berbcda-beda pula. Keuntungan dan kerugian juga dirasakan oleh ketiga subyek secara unik dan subyektif. Mengenai perencanaan ke depan, satu orang subyek sudah memiliki kemantapan sehingga berani untuk memutuskan akan menjalani kehidupan pernikahan lewat pertunangan yang telah dilakukan beberapa waktu silam. Sementara dua subyek lainnya, yang masih dihadapkan seputar konflik dengan keluarga, masih mcrasa ragu untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Bahkan salah seorang diantaranya berpikir untuk mencari pasangan lain yang lebih mapan sesuai dengan harapan kedua orang luanya.
Penggunaan TAT sebagai alat bantu sekundar dalam penelitian ternyata dapat memperkaya penemuan, karena TAT terbukti mampu memberikan gambaran mengenai subyek secara lebih mendalam dan dapat membantu penulis dalam memahami subyek secara lebih utuh dari sekedar yang diperoleh dalam anamnesa. Pengalaman serta penghayatan subyek, khususnya yang bersifat tidak sadar, terhadap hubungan pacaran yang tidak terungkap dalam anamnesa ternyata terproyeksikan melalui TAT, Kelengkapan informasi yang diperoleh melalui TAT meliputi stmktur serta dorongan atau kebutuhan tidak sadar dari subyek, konflik yang sedang dialami serta bagaimana subyek mempersepsikan dan berelasi dengan orang lain serta lingkungannya.
Sebagai bahan diskusi, ditemukan bahwa ternyata tingkat kepuasan hubungan seorang perempuan dewasa muda sangatlah dipengaruhi oleh tanggapan orang tua mereka ataupun orang tua pasangan. Selain itu ketiga subyek ternyata tidak sedikitpun mempermasalahkan mengenai kondisi finansial pasangan pasangan mereka yang cenderung lebih rendah dari mereka. Hal ini dipahami oleh mereka secara baik dan penuh rasa maklum, sehingga masalah keuangan tidak terlalu menjadi masalah yang berarti bagi diri mereka-secara pribadi. Selanjutnya ditemukan bahwa kartu 9GF pada TAT terbukti kurang efektif digunakan dalam penelitian ini.
Dari segi teknis, ditemukan kesulitan dalam memperoleh subyek dan adanya pemikiran mengenai pentingnya memperoleh infonnasi dari pihak pasangan agar hasil dapat diperoleh secara menyeluruh dan lengkap. Untuk itu disarankan untuk ikut memasukkan pasangan sebagai significant other yang penting dalam melihat dinamika suatu hubungan pacaran, apapun temanya. Selain itu perlunya melakukan uji coba terlebih dahulu terhadap kartu-kartu TAT yang akan digunakan, agar pelaksanaan penelitian dapat berjalan secara lebih efektiti Meskipun demikian, secara umum TAT terbukti efektif digunakan dalam penelitian serupa dan sebagai acuan bagi psikolog dalam proses konseling nantinya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Darmawan Hidayat
"Penelitian ini bertujuzm mengetahui gambaran pekerja seks yang memiliki suami rnelalui analisa Thematic Apperception T est (TAT). Penelitian ini 1nenggu.na.kan pendekatan kulitatif dengan metode analisis dokumen yang didapat dari laporau kepaniteraan mahasiswa klinis. Subjek terdiri dari 6 orang yang semuanya bekerja sebagai pekcrja seks dan memiliki suami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masuknya istri dalam Iingkungan pelacuran dikarenakan perasaan tertolak dan tidak mendapatkan perhatian dari sosok suami, hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan untuk mendapatkan kasih sayang merupakah kebutuham yang utama. Mereka cenderung merasa tidak mampu, menilai diri mereka Iemah dan juga kurang memiliki pengendalian dorongan yang baik. Konflik dominan yang dialami adalah kebutuhan untuk disayangi naman ternyata mereka ditinggalkan. Mereka memiliki keoemasan ditinggalkan, kehilangan kasih sayang dan menjadi tidak berdaya. “Hukuman” yang diberikan pun sering kali terlalu parah dan juga terlalu lembut serta tidak tepat. Hal ini yang dapat mernperkuat perilaku mereka untuk tetap melgiadi pekerja seks.

The aim of this research is to find out image of sex worker who has a husband with analysis of Thematic Apperception Test (TAT). This research use qualitative approach by analysis document method, which got from case report of clinical student. The subjects including six female seks worker who has a husband. From research using TAT as a instrument, indicating that a wife entry into prostitution because of feeling refused and attentionless from husband, this show that needs of love is the most dominant needs to all sex workers. They tend to feel disable, assessing their self weaks, and less control of drive. Dominant conflict which they experience is need to be loved but they get left by their couple. They feel anxious when they are dread len, loss of affection and become disable. A "Punishment" that they get is too hard as well as too bland and also incorrect. So they can’t learn &om the punisment that they got. This matter which can strengthen their behavior to remain to be worker seks."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34028
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jova Febrina
"[ABSTRAKbr
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kekerasan dalam pacaran
antara perempuan remaja akhir yang memiliki stereotip gender dan tidak memiliki
stereotip gender di JABODETABEK. Kekerasan dalam pacaran adalah
penyerangan fisik atau perilaku melukai tubuh, termasuk kekerasan psikologis
dan emosional, verbal atau tersirat, yang terjadi di situasi tertutup maupun umum,
dimana perbedaan utama dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah pada
pasangan berpacaran tersebut tidak adanya ikatan darah atau hukum (Ely,
Dulmus, & Wodarski; Burgess & Robert, dalam Schnurr & Lohman, 2008).
Sementara itu, stereotip gender merupakan kumpulan keyakinan dan budaya
mengenai karakteristik, perilaku, dan kepribadian perempuan dan laki-laki
(Archer & Llyod, 2002; Hyde, 2007). Pengukuran kekerasan dalam pacaran
menggunakan alat ukur The Conflict in Adolescent Dating Relationships
Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) dan pengukuran stereotip gender menggunakan
alat ukur Bem Sex Role Inventory Short-form (BSRI) (Bem, 1981) yang telah
diadaptasi oleh peneliti. Partisipan berjumlah 194 perempuan remaja akhir yang
berusia 15-22 tahun di JABODETABEK. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak
terdapat perbedaan kekerasan dalam pacaran yang signifikan antara perempuan
remaja akhir yang memiliki stereotip gender dan tidak memiliki stereotip gender.
Namun, ditemukan adanya rata-rata nilai kekerasan tertinggi pada responden yang
memiliki stereotip gender (feminine). Berdasarkan hasil tersebut, perlu diadakan
program-program intervensi dan edukasi kepada remaja agar mengenali dan dapat
terhindar dari kekerasan dalam pacaran.;This research conducted to find the differences of dating violence between
females in late adolescent with feminine, masculine, androgyny, and
undifferentiated gender stereotype in JABODETABEK. Dating violence
defined as physical assault or acts of bodily harm, including psychological and
emotional abuse, verbal or implied, that take place in private or in social
situations, which primarily differs from domestic violence in that the dating
couple is not bound by blood or law (Ely, Dulmus, & Wodarski; Burgess &
Robert in Schnurr & Lohman, 2008) and gender stereotype defined as a set of
beliefs and cultural characteristics, behavior, and personality in females and
males (Archer & Llyod, 2002; Hyde, 2007). Dating violence measured using an
adaptation instrument, The Conflict in Adolescent Dating Relationships
Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) and gender stereotype measured using Bem
Sex Role Inventory Short-form (BSRI) (Bem, 1981). 194 females in late
adolescent in JABODETABEK aged 15-22 were assessed. The result shows
that dating violence and gender stereotype has no significant difference between
females with gender stereotype and without gender stereotype. But the highest
means score for dating violence found in females with stereotype gender
(feminine). Based on these result, an intervention and education program for
adolescent is necessary for any prevention against dating violence., This research conducted to find the differences of dating violence between
females in late adolescent with feminine, masculine, androgyny, and
undifferentiated gender stereotype in JABODETABEK. Dating violence
defined as physical assault or acts of bodily harm, including psychological and
emotional abuse, verbal or implied, that take place in private or in social
situations, which primarily differs from domestic violence in that the dating
couple is not bound by blood or law (Ely, Dulmus, & Wodarski; Burgess &
Robert in Schnurr & Lohman, 2008) and gender stereotype defined as a set of
beliefs and cultural characteristics, behavior, and personality in females and
males (Archer & Llyod, 2002; Hyde, 2007). Dating violence measured using an
adaptation instrument, The Conflict in Adolescent Dating Relationships
Inventory (CADRI) (Wolfe, 2001) and gender stereotype measured using Bem
Sex Role Inventory Short-form (BSRI) (Bem, 1981). 194 females in late
adolescent in JABODETABEK aged 15-22 were assessed. The result shows
that dating violence and gender stereotype has no significant difference between
females with gender stereotype and without gender stereotype. But the highest
means score for dating violence found in females with stereotype gender
(feminine). Based on these result, an intervention and education program for
adolescent is necessary for any prevention against dating violence.]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pekerja seks perempuan (PSP) merupakan kelompok yang termarjinalkan secara sosial dan memiliki kerentanan yang tinggi terhadap masalah kesehatan. Upaya perluasan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada PSP masih terbatas sehingga penting dilakukan untuk mendukung pencapaian universal health coverage. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai akses JKN pada PSP di Denpasar. Penelitian ini merupakan studi kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap 15 orang PSP dan empat orang mucikari di Denpasar pada Agustus hingga Oktober 2014. Hasil wawancara diolah dengan analisis tematik. Kerangka analisis yang digunakan adalah The Health Access Livelihood Framework. Kepemilikan JKN pada PSP di Denpasar masih rendah, meskipun sebagian PSP memiliki kemauan untuk menjadi peserta JKN dan memiliki kemampuan membayar iuran JKN. Faktor penghambat akses JKN pada PSP adalah rendahnya pengetahuan mengenai prosedur pendaftaran dan portabilitas JKN, kekhawatiran keberlanjutan pembayaran iuran, persepsi buruk mengenai kualitas layanan yang akan diterima jika menggunakan JKN, ketidaklengkapan administrasi kependudukan serta kebijakan yang mengharuskan peserta bukan penerima bantuan iuran (Non-PBI) Mandiri untuk mendaftarkan seluruh anggota keluarga. Akses JKN pada PSP terhambat oleh faktor-faktor individual, layanan dan kebijakan yang perlu diatasi untuk meningkatkan cakupan JKN pada PSP.

Female sex workers (FSW) is marginalized social group having a high vulnerability of health problems. Effort to expand national health insurance on FSW is still limited, so it is necessarily performed in order to support the achievement of universal health coverage. This study aimed to obtain the depiction of the insurance access among FSW in Denpasar. This study was qualitative. Data was collected through in-depth interview of 15 FSW and four pimps in Denpasar on August - October 2014. The interview result was analyzed using thematic analysis. The analysis framework used was The Health Access Livelihood Framework. The insurance ownership among FSW in Denpasar was low, even though some FSW were willing to be participants and afford to pay the premium. Factors inhibiting the insurance access were the lack of knowledge regarding registration procedures and portability, fear of premium payment sustainability, negative perceptions regarding quality of services that would be received if using the insurance, incomplete population administration and policy requiring participants of independent non-premium support receiver to register all of their family members. The insurance access among FSW was hindered by individual, service and policy factors that need to be conquered to increase the insurance coverage among FSW."
Bali: Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadetta Yunita Santosa
"Penelitian mengenai “Analisa Isi Hand Tes pada Pekerja Seks Komersial di PRW Mulya Jaya” bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran lsi Hand Tes pada PSK dan untuk pengernbangan alat diagnostik psikologi yaitu Hand Test. Penelitian dilakukan ams dasar pentingnya hubungan antara lingkungan dan kecenderungan tingkah laku yang muncul pada masa kini pada PSK sertapengembangan alat diagnostik Hand Test pada kasus-kasus klinis diantarana kelompok PSK. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif (perhitungan statistika) dan didampingi oleh metode wawancara pada tiga puluh enam siswi-siswi Mulya Jaya. Pengambilan kasus dilakukan dengan menggunakan data primer maupun Sekunder. Hasilnya secara umum memperlihatkan bahwa perbandingan antara respon Interpersonal, Enviromental, MaIac§ustive dan Withdrawal adalah 12 1 8 2 2 : 0.
Dengan respon Interpersonal menduduki jumlah respon terbanyak, namun jumlah respon untuk sub kategori skoring diduduki oleh respon active. Hal ini memperlihatkan bahwa kelompok subyek adalah individu-individu yang mampu untuk membina hubungan baik dengan orang lain dan mau melakukan usaha yang aktif untuk mencapai tujuannya. Sedangkan untuk respon kualitatif yang menonjol adalah skor oral dimana menunjukkan bahwa individu-individu cenderung untuk bergantung kepada orang lain. Saran-saran diajukan untuk memberi sumbangan bagi kemajuan dan perbaikan bagi PRW Mulya Jaya dan siswi-siswinya Serta metode penelitian."
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yumeko Shinozawa
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran Hand Test pada penderita Skizofrenia dan untuk mengembangkan alat diagnosyik Psikologi yaitu Hand Test.
Penelitian ini dilakukan atas dasar pengernbangan alat diagnostik Hand Test pada kasus-kasus klinis yang bersifat psikopatologi khususnya penderita Skizofrenia yang telah menjadi suatu fenomena bagi masyarakat Indonesia sebagai salah satu gangguan mental. Maka dari dengan mengguanakan hand Test ini diharapkan dapat tercermin gejala-gejala tampak yang pada pada penderita skizofrenia.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif pada tiga puluh penderita Skizofrenia dari berbagai tipe di Rumah Sakit Angkatan Laut dan Angkatan Darat Pengambilan kasus dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
Secara umum didapatkan suatu gambaran bahwa perbandingan antara Interpersonal : Enviromental : Malaéustive : Withdrawal adalah 10 : 7 : 2 : 2, dengan respon Interpersonal tertinggi, namun respon dominan yang diberikan oleh penderita Skizofrenia adalah Active dari Kategori Enviromental sedangkan kategori kuatitatif yang paling dominan adalah Repetition dimana hal tersebut menunjukkan penderita Skizofrenia cenderung kaku dan kurang fleksibel dalam menghadapi tantangan-tantangan dalam hidupnya.
Saran-saran diajukan kepada seluruh masyarakat yang baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dengan para penderita Skizofrenia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C. Rina Haryanti W.
"ABSTRAK
Setiap manusia memerlukan disiplin diri dalam menjalani kehidupannya
sehan-hari. Disiplin diri ini perlu ditanamkan sejak masa kanak-kanak oleh orang
tua sebagai lingkungan pertama yang dikenal oleh seorang anak.
Orang tua dapat menerapkan pendidikan disiplin dengan cara yang
berbeda-beda. Hal ini tergantung pada kepribadian, sejarah perkembangan, belief;
pengetahuan, dan gender orang tua. Dhinjau dari sejarah perkembangan, orang tua
memiliki kecenderungan untuk menerapkan pendidikan disiplin yang sama
dengan yang mereka terima dari or^g tua mereka. Apabila orang tua mengalami
kekerasan dalam penerapan disiplin, maka terdapat kemungkinan hal tersebut
teijadi lagi di masa kini. Inilah yang disebut the cycle of child abuse (Tynkrrbell,
2001). Bagaimanapun juga, lingkaran kekerasan ini masih berupa kemungkinan
yang dapat dicegah.
Sehubungan dengan penerapan pendidikan disiplin, penulis bermaksud
meneliti bentuk penerapan disiplin yang dilaksanakan oleh orang tua yang
memiliki pengalaman kekerasan di masa kecilnya. Untuk membantu mendapatkan
gambaran mengenai hal tersebut, penulis juga meneliti hal yang membantu orang
tua^ menghentikan lingkaran kekerasan, proses pemilihan strategj penerapan
disiplin, dan latar belakang pemilihan strategi trasebut.
Guna mendapatkan dasar pengetahuan yang kuat dalam penelitian ini,
penulis menyertakan penjelasan mengenai kekerasan pada anak {child abuse) dan
^bat jangka pendek serta panjang. Selain itu, penulis juga menyertakan definisi
disiplin (Turner & Helms, 1995; Martin dan Colbert, 1997; Papalia dan Olds,
1995), teori mengenai strategi penerapannya (Nelsen, 1996), dan hal-hal yang
mempengaruhi penerapan strategi tersebut (Martin & Colbert, 1997).
Dalam pelaksanaannya, penulis menggunakan pendekatan kualitatif
dengan melakukan wawancara dan observasi untuk memperoleh data. Penulis
mendapatkan data dari tiga orang partisipan dengan karakteristik memiliki
pengalaman kekerasan di masa kecil (kecuali kekerasan seksual) dan memiliki
anak berusia 2 hingga 5 tahun. Data tiap partisipan dianalisis terlebih dahulu
secara mendalam, baru kemudian dilanjutkan dengan analisis secara keseluruhan. Berdasarkan hasil analisis, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan
disiplin diterapkan melalui dua strategi, yaitu strictness dan positive discipline.
Persiapan penerapan strategi tersebut dimulai dengan tumbuhnya kesadaran akan
kekurangan pada pendidikan disiplin yang diterapkan oleh orang tua mereka.
Bertolak dari haJ tersebut, partisipan mencoba menemukan strategi yang lebih
baik untuk diterapkan kepada anak-anak mereka tanpa mengulangi the cycle of
child abuse. Para partisipan berhasil memutuskan the cycle of child abuse melalui
bimbingan rohani, dukungan dari pasangan, dan perolehan insight dari dalam diri
sendiri,
Adapun hal yang dijadikan bahan pertimbangan untuk menerapkan suatu
strategi disiplin adalah apabila strategi tersebut tidak menggunakan kekerasan
dalam memberikan instruksi kepada anak, menyiapkan anak dalam menghadapi
tantangan hidup di masa mendatang, mampu menyampaikan maksud partisipan
kepada anaknya secara jelas, sesuai dengan karakteristik anak yang diyakini
partisipan, dan mampu membantu membina hubungan yang baik dengan anak."
2002
S2825
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Komnas Perempuan, 2002
303.6 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sandi Kartasasmita
"Penelitian ini mencoba melihat gambaran Hand Test pada pasangan yang sudah menikah 20 tahun. Tahun dasar Hand Test dan Edwin E Wagner menjadi dasar utama dalam penelitian ini. Dalam konsep Hand Test, kategori Interpersonal dan Environmental merupakan bagian yang dapat melihat hubungan individu dengan orang lain. Dalam penelitian ini diutamakan pada bagian komunikasi sehingga dapat terlihat gambaran Hand Test pada pasangan yang sudah menikah 2 Tahun atau lebih. Teori Levinson dipergunakan untuk menggali permasalahan keluarga dan konsep Raport digunakan untuk menggali konflik yang terjadi dalam keluarga.
Wawancara dan observasi menjadi metode utama yang digunakan dalam penelitian ini. Proses pengambilan data dilakukan antara bulan Februari hingga Maret 2003. Responden penelitian terdiri dari lima pasang suami-istri yang sudah menikah 20 tahun atau lebih, warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang sudah tinggal di Indonesia selama 2 generasi, tinggal di Jakarta dan beragama Buddha dan merupakan seorang pendeta agama Buddha.
Hasil dari penelitian ini mendapatkan hasil bahwa terdapat gambaran yang saling melengkapi satu sama lain di dalam kehidupan berkeluarga pasangan yang sudah menikah 20 tahun, terutama dalam bagian komunikasi Faktor saling melengkapi tersebut yang membuat satu perningkahan dapat bertahan selama 20 tahun atau lebih. Apabila terdapat permasalahan, yang biasanya disebabkan karena permasalahan keuangan atau cemburu dapat diselesaikan dengan jalan saling berkomunikasi atau berdoa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>