Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180287 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cup Santo
"Peristiwa bunuh diri, melukai diri, pelselisihan atau perkelahjan sesama tahanan, dan pelanggaran tata tertib sebagai akibat kebingungan tahanan baru, yang membawa konsekwensi pemberian sanksi pada tahanan yang melakukannya, pada umumnya terjadi pada satu bulan pertama tahanan menjalani penahanan dalam Lapas (lihat halaman 3 - 5 dan 35-37). Perilaku yang ditampilkan tahanan pada awal penahanannya dalam Lapas, dimulai dari ketika pertama kali mereka memasuki Lapas sampai dengan beberapa minggu/ bulan kemudian, memperlihatkan perilaku yang "bermasalah" (lihat halaman 2). Menu:-ut beberapa pendapat ahli, perilaku-perilaku tersebut merupakan simtom-simtom kecemasan (lihat halaman 2 dan 38).
Perilaku kecemasan yang ditampilkan tahanan, dan herbagai kejadian yang dilakukan atau dialami tahanan, pada umumnya terjadi pada awal mereka menjalani penahanan dalam Lapas. Hal ini menunjukkan adanya masalah yang dihadapi tahanan pada awal penahanan, atau satu bulan pertama mereka menjalani pertahanan.
Kecemasan yang dialami tahanan pada awal penahanan dcngan berbagai perilaku yang menycrtainya, merupakan kondisi yang mengganggu keamanan dan ketertiban Lapas. Kondisi kamtib yang terganggu merupakan hambatan pada perwujudan situasi kondusif bagi pelaksanaan perawatan dan pembinaan yang efektif, dengan dampak lebih lanjut, terganggunya pencapaian visi Lapas dalam membangun manusia mandiri.
Periode awal penahan dalam Lapas, merupakan masa transisi kehidupan bagi seorang tahanan, transisi dari kehidupan bebas di masyarakat kepada kehidupan sebagai terhukum/terpenjara dalam Lapas dengan segala perubahan pada aspek fisik lingkungan, sosial, dan psikologisnya. Perubahan ini merupakan masa krusial bagi seorang tahanan, sehingga dipandang perlu adanya dukungan dan bimbingan pada talnanan dalam menjalani perubahan tersebut, sehingga terhindar dari kemungkinan munculnya perilaku-perilaku maladaptif dan deslruktifi Di dalam sistem pemasyarakatan terdapat program Mapenaling, yang ditujukan untuk rnembantu tahanan baru agar dapat mengenal/menyesualkan diri dengan Iingkungan dan pelayanan Lapas/ Rutan (lihat lampiran 20). Program Mapenaling yang dilaksanakan dapat "dilengkapif ditunjang" dengan pendekatan psikologis, sehingga dapat memberikan hasil yang optimal.
Salah sam pendekatan psikologis yang dapat dilaksanakan di lingkungan Lapas adalah Konseling. Kecemasan ditimbulkan oleh adanya pikiran, keyakinan, atau pemyataan yang tidak rasional (lihat halaman 18). Pikiran, keyakinan, atau pernyataan yang tidak rasional pada diri tahanan, dimungkinkan bersumber dari adanya pengalaman traumatik, persepsinya tentang Lapas sebagai tempat yang "menakutkan" dan interprclasinya terhadap kondisi fisik, sosial, dan psikologis lingkungan Lapas (Lihat halaman 5 - 7 dan 41).
Untuk mengatasi kecemasan dapat dilakukan dengan merubah atau menerralisir pikiran, keyakinan, atau pemyataan yang tidak rasional, dengan pikiran, keyakinan, atau pemyataan yang rasional dan realistik (lihat halaman 27). Upaya yang dapat dilakukan unfuk merubahnya, adalah dengan menggunakan pendekatan Rational Emorive melalui kegiatan konseling (lihat halaman 28, 29 dan 31). Agar konseling dalam lingkungan Lapas dapat dilaksanakan secara berkesinambungan dan beljangka panjang, maka diperlukan adanya tenaga-tenaga konselor yang terlatih dan profesional pada Lapas yang bersangkutan.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka program intervensi yang ditawarkan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah Pelatihan Konseling Rational Emotive bagi Petugas Lapas. Uraian lengkap mengenai program intervensi, dapat dilihat pada Bah IV halaman 46 - 57 dan lampiran 1 - 19. 12 Setelah dilaksanakan pelatihan konseling Rational Emotive, diharapkan petugas yang bersangkutan dapat memberikan bimbingan atau konseling kepada tahanan bam yang mengalami kecemasan. Apabila hal tersebut dapat dilakukan, maka kecemasan yang dialami tahanan dengan berbagai perilaku yang menyertai (diakibatkannya), dapat diatasi. Dengan teratasinya masalah tersebut, akan menghasilkan kondisi Lapas yang kondusif bagi pelaksanaan perawatan dan pembinaan warga binaan, sehingga memungkinkan bagi pencapaian visi lapas dalam membangun manusia mandiri.
Demikian kandungan- pokok-pokok pikiran yang dapat disampaikan dari penulisan Tugas Akhir ini."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Husni Setiabudi
"Ketrampilan kerja narapidana secara umum belum dapat diandalkan untuk memenuhi hidup, kehidupan dan penghidupannya sehingga kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebelum masuk Lapas mereka mengambil jalan pintas yaitu dengan melakukan tindak pidana.
Narapidana selama di Lapas cenderung diberikan pembinaan ketrampilan kerja berupa pelatihan, namun aspek kepribadiannya seperti malas bekerja, pengembangan minat dan bakat kerjanya belum tertangani secara menyeluruh. Hal tersebut dimungkinkan mengingat sarana dan prasarana serta surnber daya manusia Lapas masih sangat terbatas baik kualitas maupun kuantitasnya.
Pada kondisi demikian, pengelola Lapas berusaha mencari solusi pemecahannya, mengingat penghuni Lapas relatif usia muda, yang masih potensial untuk dikembangkan melakukan pekerjaan dalam dunia usaha.
Dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada maka untuk meningkatkan minat dan bakat kerja narapidana di Lapas, perlu dilaksanakan konseling vokasional untuk membantu pribadi narapidana mengembangkan kesatuan dan gambaran diri serta perannya dalam dunia kerja (Super dalam Surya, 1975). Program konseling vokasional untuk meningkatkan minat kerja narapidana disusun untuk Tugas Akhir dengan melalui pendekatan langsung, pendekatan tidak langsung dan pendekatan collective."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18776
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Eka Putri
"Perilaku kekerasan adalah respon kemarahan maladaptif dalam bentuk perilaku mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran Pengaruh Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT). terhadap penurunan perilaku kekerasan. Desain penelitian ini adalah quasi experimental pre-post test with control group. Sampel penelitian adalah 53 klien skizoprenia paranoid dengan perilaku kekerasan, terdiri atas 25 kelompok intervensi dan 28 orang kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan respon kognitif dan sosial serta penurunan respon emosi, perilaku, dan fisiologis secara bermakna (p< 0,05) pada klien yang mendapatkan REBT. REBT direkomendasikan untuk diterapkan pada klien perilaku kekerasan bersama dengan tindakan keperawatan generalis."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2012
600 UI-JKI 15:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Eka Putri
"Perilaku kekerasan adalah respon kemarahan maladaptif dalam bentuk perilaku mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran Pengaruh Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT). terhadap penurunan perilaku kekerasan. Desain penelitian ini adalah quasi experimental pre-post test with control group. Sampel penelitian adalah 53 klien skizoprenia paranoid dengan perilaku kekerasan, terdiri atas 25 kelompok intervensi dan 28 orang kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan respon kognitif dan sosial serta penurunan respon emosi, perilaku, dan fisiologis secara bermakna (p< 0,05) pada klien yang mendapatkan REBT. REBT direkomendasikan untuk diterapkan pada klien perilaku kekerasan bersama dengan tindakan keperawatan generalis."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
610 JKI 15:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Ary Nurani
"Defisit empati dianggap sebagai faktor penting yang berperan dalam penyerangan seksual oleh remaja. Mereka mengalami defisit dalam empati, terutama empati terhadap korban spesifik mereka (victim empathy). Atas dasar tersebut, sebagian besar intervensi bagi pelaku kekerasan seksual mengikutsertakan empati dalam programnya. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa empati pelaku kekerasan seksual terhadap korbannya terhambat oleh distorsi kognitif sehingga pelaku mengalami defisit pada victim empathy (Barnett dan Mann, 2013b). Salah satu intervensi yang bisa digunakan untuk menyasar distorsi kognitif adalah rational emotive behavioral therapy (REBT). Dalam penelitian ini, REBT bertujuan mengidentifikasi dan mengubah irrational belief pada remaja pelaku penyerangan seksual yang menghambat proses victim empathy mereka. Dengan demikian, mereka diharapkan mampu mengidentifikasi emosi dan kognisi secara lebih tepat sehingga mereka mampu melihat pengalaman orang lain secara tepat. Partisipan yang terlibat adalah dua orang tahanan remaja pria berusia 17 dan 19 tahun. Intervensi dilakukan dalam 6 sesi. Kedua partisipan mengalami peningkatan victim empathy dan general empathy, diketahui dari perbaikan skor victim empathy, interpersonal reactivity index (IRI), dan evaluasi kualitatif. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa irrational belief yang melandasi kekerasan seksual yang dilakukan oleh kedua partisipan adalah low tolerance belief dan selfdepreciation/other-depreciation belief.

Empathy deficit is considered as an important factor that contributes in juvenile sex offending. They have deficit in empathy, especially empathy for their specific victim (victim empathy). Recent research suggests that lack of victim empathy in them occur as a result of cognitive distortion (Barnett dan Mann, 2013b). One of the interventions that could be used to target cognitive distortions is rational emotive behavior therapy (REBT). In this study, REBT aims to identify and change the irrational belief in juvenile sex offenders which inhibit victim empathy. Thereby, they are expected to be able to identify their emotion and cognition accurately so that they are able to understand and feel others? experience appropriately. Participants involved were two adolescent male prisoners aged 17 and 19. Interventions conducted in 6 sessions. Result shows that both participants reported an increase in victim empathy and general empathy which is indicated by improvement in victim empathy score, interpersonal reactivity index (IRI) score, and qualitative evaluation. This research also found that irrational belief which underlies sexual offending for both participants is the low tolerance belief and self-depreciation/other-depreciation belief."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maengkom, Natasya
"Latar Belakang: Depresi merupakan dampak psikologis yang paling umum terjadi pada penderita stroke. Penanganan Depresi Pasca Stroke dapat membantu penderita beradaptasi dengan kondisi saat ini yang mempengaruhi kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis bagi para penderita, khususnya penderita lanjut usia.
Tujuan: Untuk melihat efektivitas Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam menurunkan depresi pasca stroke pada penderita stroke lanjut usia.
Metode: Satu orang lansia penderita depresi pasca stroke diberikan intervensi REBT sebanyak delapan kali pertemuan. Intervensi ini mencakup psikoedukasi, activity scheduling, restrukturisasi kognitif (disputing), pemecahan masalah, pemberian tugas rumah serta latihan relaksasi. Pengukuran efektivitas dilakukan sebelum dan sesudah intervensi diberikan dengan menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS) dan Satisfaction With Life Scale (SWLS).
Hasil: Partisipan mengalami penurunan depresi dan peningkatan kepuasan hidup setelah berpartisipasi dalam intervensi REBT. Kegiatan yang paling berperan dalam intervensi ini adalah latihan relaksasi dan activity scheduling.
Kesimpulan: Intervensi REBT efektif dalam menurunkan depresi pada lansia penderita stroke.

Background: Depression is the most common psychological effect that is found in stroke patients. Treating Post Stroke Depression (PSD) might help the patients to cope with current condition. It also affects the physical health and psyhological well being in patients, especially the elderly ones.
Purpose: To observe the effectiveness of Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) in reducing depression in an elderly stroke patient.
Methods: The REBT intervention was given to an elderly PSD patient. The intervention consists of eight sessions with following activities: psychoeducation, activity scheduling, cognitive restructuring (disputing), problem solving, homework, and relaxation. The effectiveness of the therapy is measured by Geriatric Depression Scale (GDS) dan Satisfaction With Life Scale (SWLS) that was given before and after the intervention.
Results: The participant experienced a decrease in depression and improvement in life satisfaction after participating in this intervention. Relaxation and activity scheduling, among others, are considered to be the most influencing activities in the intervention.
Conclusion: A Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) is effective to reduce depression in an elderly stroke patient.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42241
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Yuli Hastuti
"ABSTRAK
Penelitian inia bertujuan mengetahui efektivitas rational emotive behaviour therapy (REBT) berdasarkan profile multimodal therapy terhadap perubahan gejala dan kemampuan klien perilaku kekerasan dan halusinasi di RSMM Bogor. Desain penelitian quasi eksperimental dengan jumlah 56 responden. 28 responden memiliki Profile Multimodal Therapy untuk mendapat therapy REBT sebagai kelompok intervensi, 28 responden sebagai kelompok non intervensi. Hasil penelitian ditemukan penurunan gejala perilaku kekerasan dan halusinasi lebih besar daripada yang tidak mendapatkan REBT berdasarkan profile multimodal therapy (p value < 0.05). Kemampuan kognitif, afektif dan perilaku klien yang mendapatkan REBT berdasarkan profile multimodal therapy meningkat secara bermakna (p value < 0.05) Hasil penelitian ini klien mengalami penurunan gejala perilaku kekerasan 48% penurunan gejala halusinasi 47 %, efektif meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan perilaku hingga 57 %. Profile multimodal therapy direkomendasikan sebagai screnning klien yang akan diberikan terapi spesialis dalam hal ini khususnya rational emotive behaviour therapy

ABSTRACT
This study aims to determine the effectiveness of rational emotive behavior therapy (REBT) profile of multimodal therapy based on changes in symptoms and the client's ability violent behavior and hallucinations in RSMM Bogor. Quasi-experimental research design with a number of 56 respondents. 28 respondents had to get a Profile Multimodal Therapy REBT therapy as the intervention group, 28 respondents as a group of non intervention. The research found a decrease symptoms of violent behavior and hallucinations bigger than not getting REBT based profile of multimodal therapy (p value <0.05). Cognitive, affective and behavioral clients who get REBT based profile of multimodal therapy increased significantly (p value <0.05) results clients experience a reduction in symptoms of violent behavior 48% 47% reduction in symptoms of hallucinations, effectively improve cognitive, affective and behavioral to 57 %. Profile multimodal therapy is recommended as screnning client will be given specialist treatment in this particular rational emotive behavior therapy"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T33097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Prabowo
"ABSTRAK
Tugas akhir ini adalah suatu rancangan program yang penulis tawarkan sebagai pelengkap program pembinaan kemandirian pada keterampilan kerja di Lapas Klas II A Bogor serta Lapas di Indonesia pada umumnya.
Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan (WBP) berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina dan yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas WBP agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat.
Walaupun sudah ada program pembinaan kemandirian tetapi masih berdasarkan pada keterampilan kerja teknis saja (paham materi pelatihan dan ada hasil kerja), sebenarnya pada diri WBP yang perlu diamati adalah :
a. Kondisi psikis dari diri WBP, karena mereka tinggal di lingkungan penjara. Maka ia mengalami hilangnya kemerdekaan bergerak dan disertai hilangnya kebutuhan lain yaitu lost of heterosexual relationship, lost of goods service, lost of autonomy, lost of security (Greshan M Skyes, 1974)
b. Kondisi status-status yang dimiliki sebelumnya, karena mereka mempunyai kegiatan-kegiatan atau suatu pekerjaan yaitu mahasiswa, pengemudi angkot, pegawai swasta dan masih usia remaja/belum punya tuntutan kebutuhan. Hal inilah yang menimbulkan situasi konflik diri pada masing-masing persepsi mereka.
c. Dari kedua pengaruh tersebut, sehingga terjadi dorongan-dorongan spontanitas adalah dimana saat mereka memilih, dan ingin mendaftarkan diri menjadi anggota kelompok keterampilan kerja di Lapas Bogor.
Oleh karena itu, pada WBP perlu dianalisa baik dari sisi kondisi psikis, kondisi status sebelumnya dan bentuk kompetensi (minat, bakat dan pengalamanpengalamannya), bahwa mereka sebenarnya ada usaha tetapi tidak paham mengenai jalan keluarnya (hambatan atau bantuan), hal inilah mereka merasa keraguan dalam mengikuti keterampilan kerja di Lapas Bogor
Pada penelitian penulis tentang kondisi WBP dalam mengikuti pelatihan keterampilan kerja, baik yang diselenggarakan oleh LSM/Ormas, dan pihak petugas pemasyarakatan maka perlu dilaksanakan Program Pelatihan Analisis Sahabat (PAS).
Diakhir pelatihan PAS diharapkan WBP memahami dan mengendalikan suatu ambisi dan kenyataan yang cenderung menemui adanya hambatan yang juga ada bantuan (pendukung ambisi). Berharap WBP dengan dorongan bukan spontan saja terhadap keterampilan kerja tetapi punya n-ach yang tinggi, dan punya dorongan mental yang merupakan daya gerak di dalam dirinya sehingga dalam meraih dengan cepat dan efektif mencapai keberhasilan."
2007
T17800
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Eka Putri
"ABSTRAK
Perilaku kekerasan (PK) adalah respon kemarahan maladaptif dalam bentuk perilaku menciderai diri,
orang lain dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran Pengaruh Rational Emotive
Behaviour Therapy terhadap penurunan perilaku kekerasan di ruang rawat inap RSMM Bogor. Desain
?Quasi Experimental Pre-Post Test with ?Control Group? dengan intervensi Rational Emotive
Behaviour Therapy (REBT). Sampel penelitian adalah 53 klien skizoprenia paranoid dengan PK,
terdiri atas 25 kelompok intervensi dan 28 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan
peningkatan respon kognitif dan sosial serta penurunan respon emosi, perilaku dan fisiologis secara
bermakna (P-value 0,05) pada klien yang mendapatkan REBT. REBT direkomendasikan untuk
diterapkan pada klien PK bersama dengan tindakan keperawatan generalis.

ABSTRACT
Violent behavior is a maladaptive anger response, which is shown by the People whom treated
themselves, others and the environment. The study aims to get the explanation of the effect rational
emotive behavioral therapy in reducing violent behavioral in Bogor RSMM hospital. Design with
?Quasi-Experimental design Pre-Post Test with Control Group? and the intervention of rational
emotive behavior therapy (REBT). The samples of this research are 53 clients with paranoid
schizophrenia who has violent behavior, consisted of 25 clients as intervention group and 28 clients as
control group. The Results of this research show the increasing response of cognitive, social and
reducing of emotional response, behavioral, and physiological significantly, at (P-value 0,05) on the
clients who get REBT. In 2 times frequency treated associated with the client's social response
increased. REBT are recommended to provide to the clients with REBT critical nursing generalist;Violent behavior is a maladaptive anger response, which is shown by the People whom treated
themselves, others and the environment. The study aims to get the explanation of the effect rational
emotive behavioral therapy in reducing violent behavioral in Bogor RSMM hospital. Design with
?Quasi-Experimental design Pre-Post Test with Control Group? and the intervention of rational
emotive behavior therapy (REBT). The samples of this research are 53 clients with paranoid
schizophrenia who has violent behavior, consisted of 25 clients as intervention group and 28 clients as
control group. The Results of this research show the increasing response of cognitive, social and
reducing of emotional response, behavioral, and physiological significantly, at (P-value 0,05) on the
clients who get REBT. In 2 times frequency treated associated with the client's social response
increased. REBT are recommended to provide to the clients with REBT critical nursing generalist"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28458
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>