Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126130 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Indri Khrisnavari
"Sebelum berlakunya UUPA, hukum yang mengatur hak jaminan atas tanah adalah hukum adat dengan lembaga jonggolan. Setelah berlakunya UUPA (24 September 1960 9 April 1996), hak jaminan atas tanah disebut Hak Tanggungan, dan diatur dengan Undang-undang (pasal 51 UUPA) . Selama Undang-undang yang dimaksud belum terbentuk, maka melalui pasal 57, berlakulah ketentuan-ketentuan hypotheek dalam KUHPer dan credietverband dalam S. 1937-190, sepanjang soal-soal yang diaturnya belum diatur dalam UUPA dan peraturan-peraturan pelaksananya. Undang-undang mengenai Hak Tanggungan disahkan pada tanggal 9 April 1996 dan langsung berlaku efektif. Sejak itu, maka keseluruhan ketentuan mengenai Hak Tanggungan diatur dalam satu Undang-imdang nasional. Dengan demikian terciptalah unifikasi di bidang hukum tanah nasional khususnya hukiam jaminan mengenai tanah sesuai dengan tujuan UUPA."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardhani Prihartiwi
"Dalam rangka pelaksanaan pembangunan Nasional Negara Republik Indonesia, baik pemerintah, swasta dan juga perorangan, memerlukan dana yang jumlahnya tidak sedikit. Untuk itu pemerintah membuka kesempatan untuk memperoleh dana dengan adanya fasilitas kredit. Dalam membicarakan mengenai kredit maka tidak terlepas dari masalah, jaminan. Lembaga jaminan yang dikenal dengan Hak: Tanggungan diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, menggantikan peraturan lama, ketentuan Hypotheek dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Credietverband dalam Staatsb aad 1908 No. 542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblaad 1937 No. 190. Undang-undang No. 4 Tahun 1996 yang lebih dikenal dengan sebutan undang-undang Hak Tanggungan ini tentunya memiliki perbedaan sistem dan azas dari hukum yang lama. Sehigga diharapkan dapat menyelesaikan masalah masalah yang terjadi dalam praktek yang ditimbulkan dari sistem hukum yang lama Selain memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur pemegangnya; Hak Tanggungan juga selalu mengikuti objek yang dijaminkan ditangan siapapun objek itu berada, memenuhi asas spesialitas, publisitas, serta mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Dengan demikian. Hak Tanggungan dapat dikatakan sebagai lembaga jaminan yang memberikan kepastian hukum bagi semua pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muliani
"Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan kepastian hukum bagi kreditor karena memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor, selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada, memenuhi asas spesialitas dan publisitas f dan mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya. Permasalahanya adalah apa yang terjadi jika antara kreditor dan debitor telah sepakat untuk tidak memperbolehkan roya partial, bagaimana sikap kreditor? dan bagaimana peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), terutama yang berkaitan dengan roya partial? Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum yuridis dan normatif. Pelunasan hutang debitor sebagian senilai salah satu sertipikat yang dijaminkan mengakibatkan atas sertipikat hak atas tanah bisa dilakukan roya partial senilai tanah dan bangunan yang dijaminkan tersebut.
Maksud penulis membuat tesis ini adalah agar Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) lebih berhati-hati dalam membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Peran PPAT sangat penting dalam memberikan kepastian hukum kepada kreditor yaitu dengan membuat APHT yang harus didaftarkan di Kantor Pertanahan sehingga terbit sertipikat Hak Tanggungan yang memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditor terhadap kreditor-kreditor lainnya. Bank harus benar-benar memeriksa APHT, agar jika ada kesalahan segera memberitahukan PPAT untuk diperbaiki, PPAT juga hendaknya memberi masukan dalam pembuatan APHT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T38051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halimatu Sadiah
"Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat, salah satu cirinya adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusi. Di antara pilihan eksekusi yang disediakan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, secara teori yang paling ideal bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan adalah pelaksanaan Parate Eksekusi, karena dari segi waktu maupun biaya lebih cepat dan lebih murah dibandingkan pelaksanaan eksekusi lainnya. Akan tetapi dalam perkembangannya Pelaksanaan dari Parate Eksekusi tersebut tidak beijalan sebagaimana yang diharapkan. Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efekdfitas Parate Eksekusi obyek Hak Tanggungan menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan? dan apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Parate Eksekusi obyek Hak Tanggungan menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan?
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, data yang digunakan data sekunder melalui bahan pustaka berupa studi dokumen, dimana tipologi dalam penelitian ini bersifat eksplanatoris yang bertujuan menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam mengenai implementasi eksekusi Hak Tanggungan yang terdapat pada Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa implementasi dari Parate Eksekusi tersebut baru mulai efektif pada satu/dua tahun terakhir, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya pelaksanaan Parate Eksekusi dapat dikatakan belum beijalan efektif, salah satu penyebabnya, yaitu terdapat Surat Edaran Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor: SE-23/PN/2000, berdasarkan Surat Edaran tersebut banyak sekali permohonan lelang Parate Eksekusi yang ditolak karena Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) tidak ?berani? untuk melakukan lelang Parate Eksekusi. Menurut hemat penulis keefektifan pelaksanaan Parate Eksekusi ditentukan dari ketegasan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk melaksanakan Parate Eksekusi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T36925
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutari Hayuning W.P.
"Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menyebutkan lembaga jaminan atas tanah berupa Hak Tanggungan yang kemudian diatur dalam Undangundang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditu-kreditur lain. Hak Tanggungan merupakan perjanjian accessoir, keberadaannya tergantung pada perjanjian pokoknya. Pembebanan Hak Tanggungan dilakukan melalui dua tahap. Pertama tahap pemberian dimana pemberi Hak Tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), bila tidak dapat hadir wajib menunjuk kuasanya dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Tahap kedua merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan dengan dibuatnya Buku Tanah Hak Tanggungan dan diterbitkannya Sertipikat Hak Tanggungan sebagai bukti keberadaan Hak Tanggungan tersebut. Berdasarkan sifat dan tata cara pemberian Hak Tanggungan terlihat bahwa terkandung aspek perjanjian dalam proses tersebut, yaitu harus dipenuhinya ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai syarat sah perjanjian dalam perjanjian pokok utang piutang dan dalam APHT serta SKMHT. Selain itu terdapat asas-asas perjanjian seperti asas Personallia, Konsensualisme, Kebebasan berkontrak dan asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Berlaku Sebagai Undang-undang) dalam APHT dan SKMHT yang dibuat para pihak. Terdapat pula unsurunsur perjanjian seperti Unsur esensialia, naturalia dan unsur aksidentalia dalam APHT dan SKMHT. Lebih lanjut termuat ketentuan risiko dan wanprestasi dalam APHT. Selain itu, Hak Tanggungan termasuk perjanjian yang dapat dibagi sekaligus perjanjian yang tidak dapat dibagi prestasinya. Hak Tanggungan tergolong pula perjanjian formil karena harus memenuhi formalitas tertentu dalam pembebanannya sehingga dikategorikan sebagai perjanjian tertulis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21338
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996
349.04 IND s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Warastuti
"Salah satu ciri hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang kuat adalah mudah dan pasti pe1aksanaan eksekusinya . UUHT memberikan 3 (tiga) pelaksanaan eksekusi bagi kreditur dalam rangka memperoleh pengembalian piutangnya apabila debitur cidera janJi, yaitu : Parate eksekusi; eksekusi berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat hak tanggungan dan menjual objek hak tanggungan di bawah tangan. Dalam prakteknya saat ini berdasarkan SE . No. 23/PN/2000 tentang petunjuk pelaksanaan lelang hak tanggungan, kreditur telah dapat menggunakan lembaga parade eksekusi tanpa terlebih dahulu meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dan juga telah ada kepastian baik secara teori maupun dalam praktek dimana irah-irah "Demi Ke adilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" ditempatkan yaitu dalam sertipikat hak tanggungan. Dengan demikian berkaitan dengan kendala-kendala besar yang terjadi dalam rangka eksekusi hipotik, sedikit banyak telah dapat diatasi oleh UUHT, walaupun demikian masih banyak pula ditemui hambatan-hambatan dalam rangka eksekusi hak tanggungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapartin Wahyu Jayanti
"Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian normatif empiris, yaitu penelitian yang dilakukan menggunakan sumber data sekunder untuk selanjutnya dilakukan penelitian terhadap data primer yang diperoleh melalui kuestioner terbuka dan wawancara dengan pihak yang terkait. Perjanjian Hak Tanggungan merupakan perjanjian accecoir dimana perjanjian ini timbul karena adanya perjanjian pokok yang berupa perjanjian hutang piutang atau perjanjian kredit. Dalam pelaksanaannya UUHT mempunyai asas yang sangat penting yaitu asas spesialitas yang menghendaki bahwa Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang ditentukan secara spesifik, dimana dengan asas ini akan diketahui keadaan subyek dan obyek Hak Tanggungan yang sebenarnya, sedang asas publisitas mengharuskan Hak Tanggungan tersebut didaftarkan dalam register umum supaya dapat diketahui oleh pihakpihak yang berkepentingan.Yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah apakah kedua asas tersebut diterapkan oleh kreditur/bank dalam pembebanan Hak Tanggungan dan permasalahan apa yang timbul dalam penerapan asas publisitas Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo.Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan bahwa penerapan asas spesialitas dan asas publisitas yang dilakukan oleh kreditur dalam pembebanan Hak Tanggungan tergantung pada kebijaksanaan yang diterapkan pada bank tersebut. Faktor utama yang menjadi sebab tidak diterapkannya kedua asas tersebut adalah besarnya plafon kredit yang diberikan bank kepada debitur/nasabah. Semakin besar plafon kreditnya semakin ketat bank melindungi jaminan tersebut. Faktor kedua adalah faktor biaya dalam proses pembebanan Hak Tanggungan dan keinginan bank untuk memberikan pelayanan yang cepat dengan biaya yang murah.Permasalahan yang timbul dalam penerapan asas publisitas di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo berkaitan dengan masalah tehnis dan masalah administratif yang bersumber pada petugas Kantor Pertanahan serta yang bersumber pada Notaris /PPAT yang berwenang membuat aktanya.Permasalahan tehnis berkaitan dengan kebijaksanaan yang diterapkan mengenai batas waktu berlakunya SKMHT pada mulanya menjadi kendala dalam penerapan asas publisitas (proses pendaftaran Hak Tanggungan) akan tetapi secara yuridis dapat dipahami dan diterapkan tanpa menyimpang dari aturan yang baku. Permasalahan administratif yang bersumber dari petugas Kantor Pertanahan tidak menjadi kendala bagi terlasananya pendaftaran Hak Tanggungan karena bukan termasuk dalam pelanggaran yuridis. Berbeda jika kesalahan administratif yang bersumber pada Notaris/PPAT yang berwenang membuat aktanya, jika tidak segera dilengkapi akta tersebut, maka akta itu batal demi hukum dan tidak dapat didaftarkan. Sehingga asas spesialitas dan asas publisitas tidak dapat diterapkan dalam pembebanan Hak Tanggungan.

In its research, this thesis uses normative empiric research method which is using secondary data sources to be then followed up by conducting research towards primary data obtained through open questionnaires and interview with the related parties.Mortgage Right Agreement constitutes a derivative agreement in which this agreement arises due to the presence of main agreement in the form of debt agreement or loan agreement. In its implementation, the Mortgage Right Law has very important principles which are: the specialty principle that aspires that Mortgage Right can only be burdened on land which has been specifically stipulated, in which with this principle can be found out the condition of the true subject and object of the Mortgage Right, whereas the publicity principle obliges the Mortgage Right to be registered in the public register in order to acknowledged by the concerned parties.Which becomes the issue in this thesis is whether those two principles are applied by the creditor/bank in the encumbrance of Mortgage Right and what problems will arise in the application of publicity principle of Mortgage Right at the Land Office of Sukoharjo Regency.From the result of research can be concluded that the application of specialty principle and publicity principle carried out by the creditor in the encumbrance of Mortgage Right depends on the policies applied by the bank. The main factor which becomes the cause for the application of those two principles is the amount of plafond of the loan provided by the bank to the debtor/customer. The greater the amount of the plafond of the loan, the more strict the bank will be to protect the securities. The second factor is the factor of cost in the encumbrance process of Mortgage Right and the desire of the bank to provide prompt services with economic cost.Problems arising in the application of publicity principle at the Land Office of Sukoharjo Regency are related to technical problems and administrative problems deriving from the officials at the Land Office as well as deriving from the Notaries/Land Deed Officials who are authorized to draw up the deeds.Technical problem related to the policies being applied regarding the time limit for the validity of Power of Attorney to Encumber Mortgage Right initially becomes an obstacle in the application of publicity principle (process for the registration of Mortgage Right) however, in juridical perspective, it can be acknowledged and applied without deviating from the standard rules.Administrative problem deriving from the officials at the Land Office does not become obstacle for the implementation of registration of Mortgage Right because it is not included in the juridical violation. It will be different if the administrative mistake derives from the Notary/Land Deed Official who is authorized to draw up the deed, if the deed is not immediately completed, then, the deed will be null and void and cannot be registered. Therefore, the specialty principle and the publicity principle cannot be applied in the encumbrance of Mortgage Right."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27395
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Rosliawati Rosmalia
"Pranata hukum bertujuan memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum pada para pihak. Perlindungan dan jaminan kepastian hukum atas pelaksanaan eksekusi hak tanggungan diberikan oleh undang-undang berdasarkan ketentuan Pasal 20 dan 21 Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Undang-Undang Hak Tanggungan. Timbul permasalahan hukum dalam implementasi ketentuan pelaksanaan eksekusi hak tanggungan tersebut di Pengadilan Negeri dan Niaga ketika dalam pelaksanaannya bersinggungan dengan implementasi ketentuan Pasal 56 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-Undang Kepailitan).
Dengan metode penulisan yuridis normatif, akan diuraikan ketentuan pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dan apakah implementasi ketentuan dari kepailitan mempengaruhi pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan. Benturan antara implementasi ketentuan pelaksanaan eksekusi hak tanggungan berdasarkan Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Hak Tanggungan dengan implementasi ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan terjadi, saat harta debitur yang dibebankan hak tanggungan tersebut termasuk dalam harta debitur yang dipailitkan atau harta pailit dan hak eksekusi kreditur berdasarkan hak tanggungan akan terpasung dengan adanya penangguhan berdasarkan putusan kepailitan selama 90 (sembilan puluh hari).
Penangguhan eksekusi berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan, ternyata tidak taat asas dengan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Kepailitan yang menyatakan bahwa setiap kreditur pemegang hak tanggungan dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Adanya ketidaktaatan asas dari ketentuan kepailitan tersebut, mempengaruhi pelaksanaan eksekusi hak tanggungan berdasarkan Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Hak Tanggungan dan meruntuhkan sendi-sendi dari sistem hukum jaminan kebendaan secara keseluruhan. Dengan meletakkan pemahaman bahwa kepailitan sebagai salah satu mekanisme penyelesaian utang tidak dapat dilepaskan dari sistem hukum jaminan, dapat dilakukan sosialiasi berupa seminar-seminar, diskusi-diskusi dan lokakarya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>