Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175653 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firman Rachmatullah
"Penyaldt Demam Berdarah merupakan salah satu rnasalah kesehatan masyarakat yang berdampak luas bagi kehidupan,karena merupakan pcnyakit menular yang berbahaya oleh karena dapat rnenimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabaln Kabupaten Lebak mcrupakan kabupaten yang dapat berpolensi temjadinya kasus luar biasa (KLB) demem Berdamh Dengue,untuk tu maka perlu perhatian dari pemcrimah daerah untuk penyiapan baik dana maupun sarana dalam mengantisipasi kejadian tersebut.Kebijakan otonomi daiam era desentralisasi menyebabkan bidang kesehatan menjadi tanggung jawab dan wewenang pemerintah daerah Kabupatcn/Kota didalam penyelenggaraan pembangunannya untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakagdan sebagai konsckwcnsinya pemerintah kabupaten/kota harus menyusun kebijakan,termasukkebijakan pembiayaan dalam upaya pembanguuan kesehatan tersebut. Sampai saat ini belum pemah dilakukan analisis mengenai pendanaan program yang bersumber pemerintah baik lmtuk pemeberantasan maupun pengobatannya di Kabupaten Lebak. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bcrapa besar pcndanaan program pemberantasan Dcmam Berdarah Dengue di Kabupaten Lcbak baik untuk Upaya peningkatan Kesehatau Masyarakat (UKM) maupun untuk Upaya Peningkatan Kesehatan Perorangan (UKP), berapa persentasenya dari anggaran kesehatan maupun dari APBD,dan bagaimana pengglmaannya untuk kegiatan apa saja yang menjadi prioritas. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lebak pada Instansi Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial dan Di RSUD Adjidharmo yang merupakan Rumah sakit Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak, sebagai pengclola anggaran program Demam Berdarah Dengue bcrsumber pernerintah di Kabupaten Lebak. Analisis pendanaan program pemberantasan DBD menggunakan data anggaran tahun 2005, tahun 2006 dan data anggaran tahun 2007. Dari hasil analisis tersebut didapatkan besaran anggaran bcrsumber pemerintah untuk program UKM DBD tahun 2005 adalah sebesar Rp.l02.035.000 sedangkan untuk tahun 2005 adalah sebcsar Rp. 80.821000 dan untuk tahun anggaran 2007 adalah 242.384.000. Besaran anggaran yang digunakan untuk Program UKP yang bersumber pemerintah (kcls III) adalah untuk tahlm 2005 sebesar Rp. 1.518.750, untuk tahun 2006 sebesar l6.258.800. sedangkan untuk tahun 2007 besamya adalah sebesar Rp. 44.305.308. Dengan menggnmakan angka estimasi bank dunia lmtuk kebutuhan program csscnsial dimana Demam Berdarah Dengue termasuk didalamnya maka realisasi pendanaan untuk program DBD di Kabupatcn Lebak baru mencapai 201,50 perkapita/tahun dari estimasi kebutuhan standar bank dunia untuk program DBD adalah sebesar 4.923 pcrkapita/tahun. Pada analisis kasus diketahui terdapat kecamatan endcrnis untuk kasus Demam Berdarah yaitu kecamatan Rangkasbitung, kecamatan Cibadak, Kecamatan Kalang Anyar, Kecamatan Bojong manik dan Kecamatan Cileles. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Kabupaten Lebak untuk dapat memanfaatkau lebih optimal kebijakan pemda dalam alokasi pendanaan untuk lebih efektif dan efisien dalam penentuan dan penggunaan berdasarkan skala prioritas.

Dengue Haemorragic Fever disease is a public health problem that affects widely in life because it is a dangerous and contagious disease which can cause death in a short period and become epidemic otienly. Regency of Lebak is an area that has a potentiality for extraordinary case (KLB) of dengue fever. Therefore, need more attention from local govcmmcnt in preparing fund and also means for anticipating this problem. Autonomous policy in the era of decentralization has placed health sector as its local govemment's responsibility and obligation; and thus, makes local govemment has to arrange local policy including funding policy in order to develop enough progress in health sector. Until now, there is no study from the government, which analy/.e the timding program either for eradicating or medication of dengue haemorrhagic fever in Regency of Lebak. Therefore this research is conducted in order to know how much tl1e funding program for dengue haemorragic fever?s eradication in Lebak for both Public Health Improvement Effort (UKM) and Personal Health Improvement Effortl And also to know how much the percentage from either health budget or APBD; how is its usage, what activities that become the first priority. This research is executed on the Institution of Public Health Service and Social Prosperity and on RSUD Adjidharmo in Regency of Lebak, as the organizer of dengue haemorrhagic fever's funding program that comes fiom its local government. Dengue Haemorragic fever?s eradication funding program analysis uses all budget data in 2005, 2006 and 2007. From the analysis we found that the amount of budget from local govemment for UKM DBD program in the year of 2005 is l02.035.000 IDR; while 2006 is 80.821000 IDR and for 2007 is 242.384.000 IDR. The amount of budget used for UKP Program which is based on govemmcnt (class III) in the year of 2005 is 1.518.750 IDR, and 2006 is l6,258.800 IDR, and 2007 is 44.305.308 IDR. By using world bank?s estimation number for essential program requirement where dengue haemorrhagic fever is included, hence the realization ol? dengue haemotragic fever?s funding program in Lebak is about 201,50 per capita/year while the world bank?s standard requirement estimation is about 4.923 per capita/year. On case analysis, known that there is endemic sub-district for dengue haemorragic fever case, which are Rangkasbitung, Cibadak, Kalang Anyar, Bojong Manilc and Cileles. Pursuant to the result ofthe research, the writer suggests the Public Health Service and Social Prosperity Institution in Regency of Lebak to make use the local government?s policy more optimal especially in funding allocation to be more effective and efficient base on priority scale."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Wulida Gusdani
"Kantor Kesehatan Pelabuhan merupakan penjaga kesehatan di pintu masuknegara. Upaya penyelenggaraan kesehatan di pintu masuk negara harus didukung oleh alokasi pembiayaan kesehatan yang cukup, efektif dan efisien. Analisis pembiayaan kesehatan dan kinerja ditujukan untuk melihat pembiayaan kesehatan dalam mencapai sasaran kinerja yang ditetapkan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik WM dan telaah dokumen terkait. Dokumen terkait realisasi belanja dianalisis menggunakan tools Health Account dan ditabulasi dengan tabel pivot. Hasil penelitian menunjukkan sasaran strategis dan indikator kinerja yang ditetapkan tidak sejalan dengan tugas pokok dan kegiatan yang dilaksanakan. Imbasnya, alokasi pembiayaan kesehatan harus sesuai menu penyusunan perencanaan meskipun peruntukannya terbatas. Penyusunan anggaran memenuhi prinsip penganggaran terpadu dan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah. Meskipun disiasati dengan efektif, pemotongan anggaran berdampak pada capaian kinerja. Pengeluaran pelayanan kesehatan saat ini sebesar 72,8 -88,7 dengan komposisi fungsi pelayanan pelayanan preventif sebesar 50 -64 dan sisanya fungsi tata kelola dan administrasi kesehatan. Pembentukan modal tetap bruto dalam sistem kesehatan sebesar 11 -27 dari total pengeluaran kesehatan. Pelaksanaan UKM cukup baik dalam menggerakkan mesin birokrasi dan sosial namun terkendala koordinasi pada kegiatan pengawasan OMKABA dan pelabuhan/bandar udara sehat. Ketersediaan SDM belum sesuai standar dan distribusinya tidak merata. Revisi UU kekarantinaan kesehatan yang belum disahkan membuat penguatan KKP belum berjalan optimal. Pengelolaan sistem informasi berjalan dengan baik kecuali website yang kurang diperbaharui. Kesimpulan diperoleh pembiayaan kesehatan belum berbasis kinerja untuk mendukung tupoksi. Capaian kinerja belum optimal bukan hanya disebabkan oleh faktor pembiayaan namun kerjasama lintas sektor, dukungan regulasi, SDM dan peran serta masyarakat turut mempengaruhi pencapaian. Direkomendasikan melakukan penyesuaian antara sasaran strategis dan indikator kinerja dengan tupoksi dan pelaksanaan kegiatan, perbaikan dan penyesuaian menu perencanaan, mengadakan perjanjian kerjasama kegiatan pengawasan OMKABA, mengusulkan pengadaan dan pemerataan SDM sesuai standar, mendorong percepatan pengesahan RUU Kekarantinaan Kesehatan melalui konsultasi publik, advokasi yang lebih intensif kepada pihak-pihak terkait di bandara/pelabuhan, memperbaharui website dan memaksimalkan tren media sosial, serta meningkatkan dan memprioritaskan alokasi pembiayaan kegiatan langsung dan yang mengungkit indikator kinerja.

Port Health Office is a health guard at the state's point of entry. Public health strengthening at the point of entry should be supported by adequate, effective and efficient allocation of health financing. Health financing and performance analysis is aimed to analyze health financing related to achieve defined goal performance. This is a qualitative research using indepth interview method and documents review. Expenditure documents were analyzed using Health Account tools and tabulated with pivot tables. The results shows that the strategic objectives and performance indicators set arenot in line with the main tasks and activities undertaken. As the impact, health financing must be allocated based on planning menu although the allocation is limited. Budgeting meets the principles of a unified budgeting and medium term expenditure framework approach. Although budget cuts have been tried to be effectively tackled, they impacts to the performance goals. Current expenditure on health care is 72,8 88,7 with the preventive care is 50 64 and the rest is governance, and health system and financing administration expenditure. Expenditure on gross capital formation in the health care is11 27 of THE Total Health Expenditure. Public health program have been well implemented to empower the bureaucratic and social machines though the controls of drugs, food, cosmetics, medical devices, addictive materials OMKABA and a healthy port airport were not well coordinated. The availability of human resources is not up to standard and the distribution is uneven. Unrevision of the Law on Health Quarantine made the point of entry strengthening not optimal. The management of information system goes well but website is not well updated. Conclusion shows that the health financing is not performance based to support tasks, principal and functions. Goal performance is not optimal due to financing factor, cross sector cooperation, regulation support, human resources and community participation which play important roles in the achievement. It is recommended to make an adjustment between strategic objectives and performance indicators with main tasks and activities undertaken, improvements and adjustments to the planning menu, changes in performance indicators, to conduct agreement on OMKABA controls, to propose procurement and distribution of human resource based on standard, to accelerate the enactment of the revision of Law on Health Quarantine through public consultation, more intensive advocacy to stake holders at the airports ports, update websites and maximize trends social media, as well as increasing and prioritizing funds to finance direct health activity and those that improves performance indicator."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51381
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Trimoyo
"Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang berdampak luas bagi kehidupan adalah timbulnya penyakit pada seseorang yang dapat merugikan bagi penderita, keluarga dan ekonominya. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang sering menyerang masyarakat yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Di Kabupaten Lampung Utara, setiap tahun terjadi kasus DBD secara berflutuaksi. Dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 jumlah kasus sebanyak 79 penderita dengan kematian/penderita CFR (1,27 %). Walaupun kasusnya reatif kecil namun faktor risiko terjadinya kejadian luar biasa (KLB) sangat mungkin, karena Kabupaten Lampung Utara merupakan perlintasan dari pulau Jawa ke Sumatera, mobilisasi penduduk yang tinggi, kepadatan penduduk, curah hujan tinggi (192,8 mm), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya pembuangan sampah sembarangan (83,3 %) dan adanya wilayah endemis DBD.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran rinci tentang penggunaan anggaran program pemberantasan DBD tahun 1999-2004, serta pengobatan penderita tahun 1999-2004, dan komitmen pejabat yang berwenang dalam kebijakan anggaran.
Desain penelitian ini adalah riset operasional untuk mengetahui dan mengevaluasi pelaksanaan program dan kasus DBD juga mengetahui komitmen pejabat tentang pedoman program dikaitkan dengan usulan untuk dana pengobatan kasus.
Dari analisis diperoleh bahwa pendanaan anggaran program pemberantasan DBD tahun 1999-2004 terbesar bersumber dana dari APBD II sebesar Rp. 141.943.000,00 (70,7%), kemudian APBN sebesar Rp 43.637.000,00 (21,74 %), dan PLN sebesar Rp 15.180.000,00.
Dana pemberantasan yang bersumber APBD II selalu tersedia setiap tahun, ini menunjukkan adanya konsistensi dari Pemda untuk program tersebut.
Pada analisis kasus diketahui bahwa pada tahun 2004 di Kabupaten Lampung Utara terdapat 3 Kelurahan endemis diwilayah satu kecamatan sehingga terdapat satu kecamatan endemis yaitu kecamatan Kotabumi Selatan. Berdasarkan umur pada tahun 1999-2003 risiko untuk terserang kasus pada usia sekolah (5-14 th) yaitu sejumlah 50 penderita, sedangkan untuk tahun 2004 pada usia produktif (15-44 th) sebesar 88 penderita, berdasarkan jenis kelamin tahun tahun 1999-2003 resiko terserang penyakit DBD lebih besar pada laki-laki 44 penderita sedang perempuan 35 penderita, untuk tahun 2004 (Januari-Juni 2004) risiko terserang hampir sama laki-laki 80 penderita perempuan 82 penderita.
Perawatan penderita dilaksanakan di tiga tempat perawatan yaitu RSU May.Jend.HM.Ryacudu, RS Swasta Handayani, dan Balai Pengobatan M. Yusuf yang semuanya berdomisili di Kotabumi.
Hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa dana program DBD dan sangat layak untuk dialokasikan dan dana pengobatan setuju untuk diusulkan dalam program pemberantasan penyakit DBD, akan tetapi dana program DBD terbesar hanya untuk kegiatan kuratif, sedang dana untuk promotif dan preventif relatif sangat kecil.
Biaya yang harus dikeluarkan penderita rata-rata Rp. 770.200,00 sedangkan Upah Minimum Regional; (UMR) sebesar Rp. 377.500,00. Apabila seorang diserang DBD (usia produktif), maka keluarga tersebut akan kehilangan penghasilan sebesar 2,04 bulan (tidak mempunyai penghasilan).
Proporsi antara dana pengobatan dibanding dana pemberantasan adalah 4 dibanding 1, sedangkan perkiraan pendanaan untuk program DBD tahun 2005 sebesar Rp. 48.604.600,00.
Kesimpulan yang dapat diambil, bahwa pendanaan program pemberantasan penyakit DBD terbesar bersumber APBD II, dari 16 Kecamatan di kabupaten Lampung Utara 15 Kecamatan (93,8 %) terserang DBD, pada tahun 2004 terjadi peningkatan kasus yang sangat bermakna terjadi KLB, komitmen pejabat Pemda mendukung anggaran program pemberantasan DBD dalam alokasi pendanaan baik untuk pemberantasan maupun pengobatan.
Disarankan untuk Dinas Kesehatan dan RSU meningkatkan koordinasi kepada instansi terkait bahwa penyakit DBD yang mempunyai dampak luas bagi kehidupan masyarakat. Demikian juga bagi Pemerintah Daerah agar memenuhi apa yang menjadi komitmen, sehingga penyakit Demam Berdarah tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Lampung Utara.
Daftar bacaan 37 (1983-2003)

Analysis of Financing Program and Dengue Diseases Medication in North Lampung Sub-district in the Year 1999-2004 One of the public health problems that have a great impact to life is the incidence of infecting by disease, which can harm to patients, their family and their economic. Dengue is a contagion that is often attack public, which until now still becomes the problem of public health in Indonesia.
In North Lampung Sub-district, happened Dengue case by fluctuated every year. From 1999 until 2003 there are 79 patient with one death of CFR patient (1,27%). Although the case is small, but the risk of extraordinary occurrence is very possible, because North Lampung Sub-district is a trajectory from Java to Sumatra, high civil mobilization, civil density, high rainfall (192,8 mm), clean life behavior, and healthy especially throwing garbage promiscuously (83,3%), and Dengue endemic area.
This research aim to get a detail vision about the use of Dengue eradication program budget in the year 1999-2004, and also patient medication in the year 1999-2004, and authority caretaker commitment in budget policy.
This research design is an operational research to know and to evaluate program execution and Dengue case also knowing the caretaker about guidance program correlated with suggestion for case medication budget from the analysis got that the highest budget program for Dengue eradication in the year 1999-2004 stemming from APBD II budget in amount of Rp_ 14I.943.000,- (70,7%), and then APBN in amount of Rp. 43.637.000,- (21,74%), and PLN in amount of Rp. 15.180.000,-.
Eradication fund, which is stemming from APBD II always provided every year, it showing the consistent from District Government for that program.
In a case analysis, known that in the year 2004 in North Lampung Sub-district there are 3 chief of village endemic in one sub-district area so that got one endemic chief of village which is South Sukabumi sub-district. Based on age in the year 1999-2003 risk of infected by the case in school age (5-14 years) is 50 patients, in the year 2004 for productive age (15-44 years) is 88 patients. Based on gender in the year 1999-2004 the risk is higher in men than women which is men 44 patients and women 35 patients, for 2004 the risk is almost at the same rate which is men 80 patients and women 82 patients.
Patient treatment conducted in three treatments place that are RSU May.Jend.HM.Ryacudu, RS Swasta Handayani, and M. Yusuf medication hall, which all are in Kotabumi.
From interview result got information that Dengue program fund and very proper to allocate and medication fund accept to be proposed in Dengue eradication program, however the biggest Dengue program fund is just for curative activity, while promotion and prevention fund is relatively small.
Fund which has to be taken by patients is Rp. 770.200,- while UMR is Rp. 377.500,-. If someone got Dengue (productive age) so the family will lose earnings in amount of 2,04 months (don't have an earn).
The conclusion is the biggest Dengue eradication program budgeting is stemming from APBD II, from I6 sub-district in North Lampung chief of village 15 sub-district (93,8%) got Dengue. In the year 2004 there's an improvement of case, which is quite significant, happened KLB, District Government caretaker commitment supporting Dengue eradicating program budget in allocation of budgeting whether for eradicating or medicating.
It suggested to Health District and RSU to improve the coordination to the related institution that Dengue has large affect to public life. In addition, the District Government to obey what has to be a commitment, so Dengue disease will no longer become the health problem for public in North Lampung sub-district.
Bibliography: 37 (1983-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12876
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dewi Satiasari
"Berdasarkan SK Gub DKI Jakarta No. 2086 tahun 2006, 44 Puskesmas di Provinsi DK] Jakarta ditetapkan menjadi unit yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daelah ( PPK BLUD ) secara bertahap.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gamharan realisasi anggaran kesehatan bersumber pemerintah provinsi di 42 puskesmas DKI Jakarta untuk periode tahun 2007-2009 paska menerapkan PPK BLUD. Desain penelitian adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari laporan keuangan puskesmas tahun 2007- 2009.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi anggaran di Puskesmas DKI Jakarta dari tahun 2007 sampai dengan 2009 cenderung meningkat yaitu Rp l7b.l66.506.28l (2007) , Rp 242.295.485.|2l (2008) dan Rp 247.076.8l0.111 (2009). Biaya perkapita berkisar dari USS 2 ( Jakarta Barat ) - USS 4,6 ( Jakarta Pusat ). Total pendapatan BLUD Puskesmasjuga menunjukkan peningkatan yaitu Rp 57.24l.949.0l7,- (2007), Rp 59.779.032.965 ,- (2008) dan Rp 65.745.497.256,- (2009). Realisasi anggaran rata-rata pertahun pada periode 2007-2009 untuk : upaya wajib 80%, program pzioritas 8l,08%. Berdasarkan sifat plogram : Kuratif 58%, preventif 2l%, promotif 0.98%. Berdasarkan jenis kegiatan : UK? 58%, UKM sebesar 22 %, Manajemen 13% dan investasi 6%. Berdasarkan kelompok belanja : BOP 85%. adum 8,56% , modal 5,76%. CRR 46,97%.

Under Decree of the Governor of DKI Jakarta Province No. 2086 ln 2006, 44 health centers in Jakarta Province enacted into units that implement the Financial Management Pattems Regional Public Service Board gradually.
This research aims to reveal the health budget comcs in 42 health centers of the provincial govemment of DKI Jakarta for the period 2007-2009 afler applying Financial Management Panems Regional Public Service Board. The study design is descriptive. Data collected is secondary data derived from the consolidated financial health centers in 2007-2009.
The results showed that the realization of budget in Jakarta Health Center from 2007 to 2009 tended to increase the l76,l66,506,28l IDR (2007), 242,295,481 121 IDR (2008) and 247,076,8l0,l ll IDR (2009). Per capita costs ranged fiom U.S. S 2 (West Jakarta) - U.S. S 4.6 (Central Jakarta). Total revenues Regional Public Service Board PHC also showed an increase of 57,24I,949,0l7 IDR (2007), 59,779,032,965 IDR (2008) and 6S,745,497,256 IDR (2009). Total expenditure per year on average for the period 2007-2009: the effort required 80% 8l.08% priority programs. Based on the nature of the program : Curative 58%, 21% preventive, promotive 0.98%. Based on the types of activities: UKP 58%, 22% SME, investment Management l3% and 6%. Based on expenditure groups: BOP 85%, ADUM 8.56%, 5.76% of capital. CRR 46.97% .
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34405
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maheka Karmanie Putri
"Setiap tahun, jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kotamadya Jakarta Timur cenderung meningkat. Kondisi lingkungan merupakan faktor terjadinya kasus DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kasus, sebaran kasus dan pengaruh iklim (curah hujan, kelembaban udara, suhu udara), kepadatan penduduk, dan (Angka Bebas Jentik) ABJ terhadap kasus DBD di tiap kecamatan Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007. Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Jakarta Timur dengan unit analisis berupa kecamatan per tahun. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan studi korelasi ekologi dengan pendekatan spasial. Variabel independen berupa curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, tingkat kepadatan penduduk dan ABJ. Variabel dependennya berupa kasus DBD Kotamadya Jakarta Timur. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis spasial dan uji statistik. Analisis spasial menggunakan metode overlay antara kasus DBD, tingkat kepadatan penduduk dan ABJ. Analisis statistik menggunakan uji chi square (X2) untuk tingkat kepadatan penduduk dan ABJ dengan IR kasus DBD. Analisis statistik antara faktor iklim dan kasus DBD menggunakan uji korelasi. Pola pesebaran kasus berada di daerah utara Jakarta Timur, hal ini menunjukan bahwa kasus DBD tinggi cenderung berda di sekitar daerah yang berkepadatan penduduk tinggi. Kasus DBD mengalami puncak di sekitar bulan April-Juni selama 3 tahun.
Hasil penelitian secara spasial menunjukan bahwa tingkat kepadatan penduduk mengalami perubahan setiap tahun. Hasil analisis spasial tingkat kepadatan penduduk dengan kasus DBD menunjukan bahwa tidak ada asosiasi antara peningkatan tingkat kepadatan penduduk dengan kenaikan jumlah kasus DBD di setiap kecamatan selama tahun 2005-2007. Angka Bebas Jentik di setiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun, ABJ terlihat tidak berasosiasi dengan kasus DBD per kecamatan. Hasil penelitian secara statistik menunjukan bahwa tingkat kepadatan penduduk dan ABJ berhubungan dengan kasus DBD. Kemudian, secara statistik ditemukan bahwa kelembaban berkorelasi dengan kasus DBD, sedangkan curah hujan, suhu udara, dan ABJ tidak. Hasil skoring tingkat kerawanan didapatkan kecamatan Jatinegara menjadi kecamatan yang dalam 3 tahun berturut-turut menjadi daerah yang memiliki tingkat kerawanan amat tinggi. Daerah Jatinegara memiliki tingkat kerawanan yang amat tinggi di tahun 2005- 2007, sehingga prioritas intervensi penanggulangan dan pencegahan dapat dilakukan di daerah tersebut."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1988
352.474 IND m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1991
352.474 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Khasanah
"Secara persentase, alokasi anggaran di Dinas Kesehatan Kota Tangerang pada tahun 2021 yang bersumber dari APBD Kota Tangerang mengalami penurunan dari tahun 2020. Pada tahun 2021 jumlahnya13,83% dari total APBD Kota Tangerang sementara pada tahun 2020 sebesar 15,04% dari total APBD. Jumlah kematian ibu hamil di Kota Tangerang pada tahun 2021 adalah sebanyak 15,47/100.000 kelahiran hidup dimana meningkat dari tahun 2020 yang sebesar 12,92/100.000 kelahiran hidup dimana 50% penyebab kematian adalah karena COVID-19. Pandemi COVID-19 turut mempengaruhi jumlah kematian ibu hamil di Kota Tangerang, selain itu dari sisi anggaran terdapat perubahan kebijakan terkait alokasi anggaran dalam rangka penanganan COVID-19. Untuk mengetahui bagaimana kesesuaian pembiayaan kesehatan dengan perencanaan anggaran oleh pemerintah daerah dalam program pelayanan kesehatan ibu hamil di Kota Tangerang, maka perlu dilakukan analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber Pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian belanja program pelayanan kesehatan ibu hamil di Dinas Kesehatan Kota Tangerang tahun 2020-2022 dengan perencanaan pada awal tahun anggaran. Penelitian ini menggunakan desain crosssectional dengan menganalisis data pembiayaan kesehatan program pelayanan kesehatan ibu hamil bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Tangerang tahun 2020-2022. Hasil penelitian adalah pembiayaan program pelayanan kesehatan ibu hamil bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Tangerang mengalami peningkatan dari tahun 2020 hingga tahun 2022. Dimensi sumber pembiayaan program pelayanan kesehatan ibu hamil bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Tangerang yang terbesar adalah bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan berupa innatura. Berdasarkan jenis kegiatan, belanja untuk kegiatan tidak langsung proporsinya lebih besar dibandingkan belanja kegiatan langsung, sehingga belum mencerminkan adanya penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Menurut dimensi mata anggaran, jenis input yang dibeli dengan proporsi terbesar yaitu belanja operasional untuk peningkatan kinerja pelayanan kesehatan. Belanja pada program pelayanan kesehatan ibu hamil untuk tahun 2020-2022 tidak sesuai dengan perencanaan pada awal tahun anggaran karena terjadi refocusing anggaran untuk penanganan pandemi COVID-19, selain itu juga terdapat pembatasan kegiatan tatap muka sehingga beberapa jenis belanja kegiatan tidak dapat terserap. Penelitian ini menyarankan bahwa Dinas Kesehatan Kota Tangerang perlu meningkatkan pembiayaan program pelayanan kesehatan ibu hamil dari pemerintah daerah; memperkuat kerjasama dengan fasilitas pelayanan kesehatan swasta dan organisasi profesi; dan membuat kebijakan yang mengarah kepada kegiatan-kegiatan langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat dan meningkatkan cakupan program baik di tingkat Dinas Kesehatan maupun puskesmas. Sementara itu, puskesmas diharapkan perlu mengoptimalkan pendapatan BLUD baik dari pendapatan kapitasi maupun non kapitasi JKN dan meningkatkan pembiayaan kegiatan-kegiatan langsung yang bersentuhan dengan masyarakat.

In percentage terms, the budget allocation at the Tangerang City Health Office in 2021 sourced from the Tangerang City APBD has decreased from 2020. In 2021 the amount is 13.83% of the total Tangerang City APBD while in 2020 it is 15.04% of the total APBD. The number of deaths of pregnant women in Tangerang City in 2021 is 15.47/100,000 live births which has increased from 2020 which was 12.92/100,000 live births where 50% of the causes of death were due to OVID-19. The COVID-19 pandemic has also affected the number of pregnant women deaths in Tangerang City, apart from a budget perspective, there have been policy changes related to budget allocations in the context of handling COVID-19. In order to find out how the suitability of health financing is with the budget planning by the local government in the health service program for pregnant women in Tangerang City, it is necessary to analyze government-sourced health financing. The purpose of this study was to determine the suitability of program spending on pregnant women’s health services at the Tangerang City Health Office in 2020-2022 with planning at the beginning of the fiscal year. This study used a cross-sectional design by analyzing data on government-sourced health financing for pregnant women’s health service programs at the Tangerang City Health Office in 2020-2022. The results of the study are that government-sourced financing for pregnant women's health services at the Tangerang City Health Office has increased from 2020 to 2022. The largest dimension of government-sourced maternity health service program financing at the Tangerang City Health Office is sourced from the State Budget of the Ministry of Health in the form of innatura. Based on the type of activity, spending on indirect activities has a larger proportion than spending on direct activities, so it does not yet reflect performance-based budgeting. According to the dimensions of the budget line, the type of input purchased with the largest proportion is operational expenditure for improving the performance of health services. Expenditure on the health care program for pregnant women in 2020- 2022 is not in accordance with the planning at the beginning of the fiscal year due to budget refocusing for handling the COVID-19 pandemic, besides that there are also restrictions on face-to-face activities so that several types of activity spending cannot be absorbed. This study suggests that the Tangerang City Health Office needs to increase the financing of the maternal health service program from the local government; strengthening cooperation with private health care facilities and professional organizations; and make policies that lead to direct activities that can be felt by the community and increase program coverage at both the Health Office and puskesmas levels. Meanwhile, it is hoped that the puskesmas will need to optimize the BLUD's income, both from capitation and non-capitation JKN income; and increase the financing of activites directly in contact with the community.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Lizati
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan KLB. menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Kota Banda Aceh merupakan salah satu daerah endemis DBD di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan jumlah kasus cenderung meningkat, untuk itu diperlukan alokasi anggaran yang sesuai dengan kebutuhan dana untuk program pemberantasan DBD.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi pendanaan bersumber Pemerintah yang dialokasikan untuk program pemberantasan DBD Tahun 2007 berdasarkan sumber, alokasi anggaran dan komitmen pejabat terkait serta perhitungan kebutuhan dana program pemberantasan DBD dengan costing ABC. Desain Penelitian ini adalah penelitian operasional. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pejabat terkait, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen keuangan dan laporan kegiatan.
Hasil analisis pendanaan program pemberantasan DBD diperoleh gambaran bahwa pendanaan program pemberantasan DBD tahun 2007 bersumber APBD alokasi anggaran sebelum perubaban Rp.270.925.000, karena terjadinya lonjakan kasus DBD tahun 2007, alokasi anggaran berubah menjadi Rp. 1.916.925.000. Menurut elemen kegiatan program pemberantasan DBD, alokasi dana paling banyak untuk kegiatan fogging. Berdasarkan fungsi program, kegiatan preventif mempunyai alokasi terbesar. Berdasarkan mata anggaran, alokasi terbesar adalah kegiatan operasional, yaitu untuk pengadaan bahan kimia dan honor petugas. Berdasarkan perhitungan costing ABC kebutuhan dana untuk program pemberantasan DBD adalah Rp.2.246.578.461. Turunnya anggaran program pemberantasan DBD pada tahun 2007 adalah pada Bulan Mei, sedangkan kasus DBD sudah ada sejak Bulan Januari. Jumlah kasus tetap meningkat sejak Bulan Mei sampai November. Anggaran Biaya Tambaban (ABT) turun pada Bulan November, pada Bulan Desember kasus DBD turun drastis.
Dari hasil wawancara mendalam dengan penentu kebijakan dan pelaksana program, permasaalahan DBD merupakan salah satu prioritas permasalahan yang perlu ditanggulangi segera,namun komitmen tersebut tidak diikuti oleh alokasi anggaran pada tahun 2007. Pemerintah Daerah perlu meningkatkan alokasi anggaran program pemberantasan DBD sesuai kebutuhan program dengan melakukan mobilisasi dana dari berbagai sumber dengan mempertimbangkan kemampuan APBD Kota. Hal ini perlu ditunjang dengan upaya advokasi yang lebih efektif dan Dinas Kesehatan Kota Banda Aeeh dengan penyampaian data permasalahan yang lebih akurat disertai dengan perhitungan keuangan berdasarkan kebutuhan.

Dengue haemorraghic fever (DHF) is one of communicable diseases that may lead to outbreak, makes community concerned. Banda Aceh City is one of endemiC areas of DHF in the Province of Nunggroe Aceh Darussalam that the number of case tends to increase. Therefore, it is needed an appropriate budget allocation with the need of fund for DHF eradication program.
The study was aimed to obtain the information about funding came from the government that allocated to DHF eradication program in 2007 according to the source, budget allocation, and commitment of related leaders as well as the fund need calculation of DHF eradication program using ABC costing. The study design was operational study. Data used in this study were primary and secondary data. Primary data was originated from in-depth interview with related leaders while secondary data was gained from financial documents and program reports.
The result of funding analysis of DHF eradication program showed that budget allocation program from APBD in 2007 before the budget challge was IDR 270,925,000. By reason of the illerease of DHF case in 2007, the budget allocation became IDR 1,916,925,000. According to the element of DHF eradication program, the bighest budget allocation was for fogging. According to the program function, preventive action has the largest allocation. While according to budget line item, operational activity especially for cbemical material procurement and staff wages had the largest allocation. Based on ABC costing calculation, the fund needed to DHF eradication program was IDR 2,246,578,461 In 2007, the budget of DHF eradication program was given away in May. However, DHF cases had been existing since January. Number of cases inclined from April to November. Additional cost budget came out in November but in December the number of DHF cases became low drastically.
From the interview conducted towards the decision makers and operational staffs, DHF matter was one of problems that should be overcome immediately. However, the commitment they made was not in line withy the the budget allocation in 2007. Local government should increase the budget allocation of DHF eradication program appropriate to the program need by conducting fund mobilization from many sources by considerating the ability of its APBD. It should be supported by advocacy effort more effective from the Banda Aceh City Health Office to submit data accurately and also to calculate the financial based on the need.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21271
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>