Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128990 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Hendaryo
"Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Beberapa keadaan diduga merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam meningkatnya infeksi TBC pada saat ini, antara memburuknya kondisi sosial ekonorni, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal, meningkatnya infeksi HIV, daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang meningkat. (Kardiana, 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mutu pelayanan program TB di Puskesmas terhadap tingkat keberhasilan program TB di Kabupaten Ciamis tahun 2007. Desain penelitian adalah kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap petugas yang berkaitan langsung dengan program, diskusi kelompok terarah dengan masyarakat pengguna pelayanan dan telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukan pada kelompok Puskesmas yang berhasil dalam peneapaian program penanggulangan TB, pelak.sanaan kegiatan melibatkan seluruh petugas dan sumber daya yang ada di Puskesmas. Sedangkan pada kelompok Puskesmas yang belurn berhasil dalam pencapaian program penangguIangan TB, belum terjalin kerja sama baik lintas program .dan lintas sektor serta belum adanya kepedulian dari seluruh staf Puskesmas terhadap program.
Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya kepedulian petugas dan karyawan Puskesmas terhadap program, peran aktif dokter terhadap program, peningkatan frekuensi penyuluhan dan sosialisasi program di lintas sektor, pemberian pelayanan yang bermutu sesuai standar dengan mengutamakan kepuasaxi pasien sebagai pelanggan ekstemal dalam pelayanan kesehatan, adanya pembinaan dan pertemuan rutin dari Dinas Kesehatan pengahargaan terhadap prestasi kerja.

Amount of TBC paru patient from year to year in Indonesia increasing. Some situation anticipated to represent factor playing a part important in the increasing of TBC infection at the moment, for example: deteriorating it condition of social economic, not yet is optimal of service facility of health society, the increasing of amount of resident which don't have residence, the increasing of HIV infection, weak body endurance/ downhill, germ amount and virulence which mounting. (Kardiana, 2007).
This research aim to to know picture quality of TB program service in Puskesmas to level efficacy of TB program in Sub-Province Ciamis year 2007. Research Design is qualitative by conducting interview to direct interconnected officer with program, directional group discussion with service consumer society and document study. Research place conducted by in four Self-Supporting Puskesmas Executor (PPM) in TB program with selection of research place in two a success Puskesrnas in attainment of Puskesmas and program which not yet succeeded in attainment of program.
Result of research show of a success Puskesmas group in attainment of TB overcome program, activity execution entangle entire resource and officer exist in Puskesmas, existence the same of activity pass by quickly program and pass by quickly good sector. While at Puskesmas group which not yet succeeded in attainment of TB overcome program not yet intertwined the same of activity the goodness pass by quickly program and pass by quickly sector.
Recommendation in this research the existence of officer caring and Puskesmas employees to program, active the role of doctor on the program, the improving make-up of counseling frequency pass by quickly sector socialization, giving of certifiable service according to standard by majoring satisfaction of patient as the external client in health service, existence of routine meeting and construction from Public Health Service appreciation and reward to the achievement activity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Sonoyati
"Strategi penanggulangan TBC di Indonesia telah berlangsung lama dan permasalahan TBC semakin kompleks dengan tantangan baru. Dalam penemuan kasus, komunitas memainkan peran penting dengan pendampingan pasien selama berobat. Diperlukan sistem jejaring dan penguatan data base melalui inovasi kecamatan Bebas TBC atau KEBAS TBC. Tujuan penelitian ini untuk melakukan Analisis Implementasi Kebijakan KEBAS TBC dengan Tingkat keberhasilan program TBC di Kota Bekasi 2023. Desain dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian Non eksperimental, kualitatif wawancara mendalam dengan semi terstruktur kepada pemangku jabatan, puskesmas dan kader di wilayah kecamatan. Peneliti telah melakukan proses pengambilan data primer dengan melakukan wawancara mendalam. Strategi untuk mewujudkan kecamatan bebas Tuberkulosis dengan meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui 5T.  Ukuran dan tujuan dari kebijakan tercantum didalam Peraturan Walikota No 64.A tahun 2020 tentang strategi peningkatan pemberdayaan Masyarakat. Kerjasama lintas sektoral sebagai dasar penanggulangan TBC menjadi tanggung jawab bersama. Alokasi anggaran khusus diperuntukan bagi Dinas Kesehatan yang berfungsi sebagai promotif, preventif, dan kuratif dengan sumber dana APBD, DAK Non Fisik dan Global Fund. Kinerja implementasi Kebijakan adalah capaian target TBC menurut Standar Pelayanan Minimal, kemampuan petugas puskesmas dan kader sudah baik. Beberapa Organisasi menilai bahwa kegiatan masih tanggung jawab Dinas Kesehatan dan bersifat seremonial.  Akses layanan Kesehatan sudah semakin mudah.  Kondisi ekonomi, perilaku sosial dan pengetahuan berperan dalam penanggulangan TB. Implementasi Kebijakan Kecamatan Bebas TBC sudah berjalan dengan komitmen dan dukungan pemerintah daerah sehingga akses layanan menjadi mudah, koordinasi dan Kerjasama lintas sektoral baik. Saat ini diperlukan optimalisasi dari masing-masing pemangku jabatan dan tindak lanjut dari kebijakan tersebut.

The TB control strategy in Indonesia has been going on for a long time and the TB problem is getting more complex with new challenges. In case, The role of the community is very important in finding cases, accompanying patients during treatment. A network system and strengthening the data base are needed through the innovation of TBC-Free sub-districts or KEBAS TB. Purpose for this research is conducting an Analysis of the Implementation of the KEBAS TBC Policy with the Success Rate of the TB program in Bekasi City in 2023. Research Design Non-experimental, qualitative research of in-depth and semi-structured interviews with public officer , health centers and cadres in the sub-district area. The researcher has carried out the process of taking primary data by conducting in-depth interviews. Strategy to realize a Tuberculosis-free sub-district by increasing community empowerment through 5T.  The size and objectives of the policy are listed in Mayor Regulation No. 64.A of 2020 concerning strategies to increase community empowerment.   Cross-sectoral cooperation as the basis for TB control is a shared responsibility. The special budget allocation is intended for the Health Office which functions as promotive, preventive, and curative with sources of funds from the Regional Revenue and Expenditure Budget, Non-Physical special allocation fund and Global Fund. The performance of the implementation of the Policy is the achievement of the TB target according to the Minimum Service Standards, the ability of health center officers and cadres is good. Several organizations consider that activities are still the responsibility of the Health Office and are ceremonial.  Access to health services has become easier.  Economic conditions, social behavior and knowledge play a role in TB control. The implementation of the TB-Free District Policy has been running with the commitment and support of the local government so that access to services is easy, coordination and cross-sectoral cooperation are good. Currently, optimization is needed from each position holder and follow-up of the policy."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuri Anggraeni
"Skripsi ini membahas analisis manajemen program TB paru di Puskesmas Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis input dan proses berdasarkan analisis sistem. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam, telaah dokumen dan daftar tilik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis input diketahui jumlah petugas TB sudah cukup, terdapat laboratorium yang dilengkapi dengan peralatan diagnostik yang sesuai, ketersediaan obat TB sudah lengkap dan cukup, tatalaksana progam sudah tepat, pelaksanaan kegiatan berdasarkan kebijakan, tetapi anggaran belum dapat dinilai kecukupannya karena diperlukan analisis terhadap manfaat yang didapat, dan sasaran suspek TB paru tidak dapat diketahui karena tidak ada pencatatan dan pelaporan. Pada analisis proses diketahui bahwa kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan perencanan yang dibuat, tugas pokok dan fungsi dtetapkan secara jelas, petugas diikutsertakan dalam pelatihan sebagai upaya pengembangan keterampilan, promosi kesehatan yang efektif adalah dengan penyuluhan kepada pasien, adanya kemitraan membantu dalam penanganan program TB paru, kegiatan pengawasan dilakukan 1 kali setahun melalui supervisi oleh tingkat Kabupaten/kota, sedangkan evaluasi didasarkan dari hasil pencatatan dan pelaporan namun terdapat pencatatan dan pelaporan yang belum lengkap. Guna meningkatkan kegiatan program TB paru di Puskesmas Kecamatan Kemayoran maka perlu ada pelatihan bagi petugas TB yang belum terlatih, melakukan analisis biaya guna mengetahui kecukupan anggaran kegiatan, meningkatkan penyuluhan sebagai bagian dari promosi kesehatan, dan melakukan pencatatan dan pelaporan pada setiap kegiatan program TB paru.

In the research showed that the analysis input of TB officer in sufficient, has approriate laboratory with diagnostic equipment, availability medicine, effective managing program, implemetation of activities based on policies, but the budget can not be assessed for adequacy because there are no record keeping and reporting. On the analysis process is known as the activities carried out by the planning made, duties and clearly defined function. The officer participate in the training as skills development effort, effective health promotion counseling, the existent of partnership program help in pulmonary TB. Surveillance activities carried out once a year through supervision by any country or city level. While the evaluation is based on the keeping and reporting result, but the are keeping and reporting no yet completed. In order to increase the activity of pulmonary TB in Puskesmas Kecamatan Kemayoran, it is necessary to hold training for officer who have not been trained. Check cost analysis to determine the adequacy of budget activities, improvement counseling as a part of health promotion and keeping and reporting on any pulmonary TB progam activities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56120
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mamak Jamaksari
"Di Indonesia, penyakit TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan prevalensi 2,4 per 1000 penduduk, dan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.
Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Banten dengan jumlah penduduk pada tahun 2003 sebanyak 1.062.813 jiwa, memiliki 30 puskesmas yang sudah menerapkan strategi DOTS dalam program penanggulangan TB yaitu sejak tahun 1998. Namun demikian bila dilihat dari hasil cakupan penemuan penderita baru BTA (+), angka kesembuhan, angka konversi maupun angka kesalahan laboratorium masih belum mencapai target yang telah ditetapkan. Keempat indikator tersebut erat kaitannya dengan kinerja petugas.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi mengenai kinerja dan faktor-faktor yang beruhubungan dengan kinerja petugas TB paru puskesmas. Metode penelitian dengan desain studi crossectional. Populasinya meliputi seluruh petugas TB pare Puskesmas se-Kabupaten Pandeglang. Sampling dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang dimanfaatkan untuk analisis sebanyak 30 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara melalui kuesioner untuk variabel independen dan untuk variabel dependen berupa observasi dengan menggunakan checklist. Variabel dependen adalah kinerja petugas yang meliputi penemuan penderita, pengobatan dan penanganan logistik. Sedangkan variabel independen adalah variabel individu (mencakup umur, pendidikan, pelatihan, pengetahuan, larva kerja dan status perkawinan), variabel organisasi (meliputi beban kerja, sarana, supervisi, kepemimpinan dan imbalan) dan variabel psikologis (motivasi dan persepsi peran).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja petugas TB paru puskesmas sebagian besar masih kurang yaitu sebesar 56,7%. Dari 13 variabel yang dianalisis secara bivariat, hanya ada 3 (tiga) variabel yang terbukti bermakna secara statistik yaitu variabel kepemimpinan, imbalan dan motivasi. Sedangkan pada analisis multivariat didapatkan bahwa variabel yang paling dominan berhubungan adalah variabel motivasi.
Perlu bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang untuk mengadopsi pendekatan baru dalam mengelola kinerja petugas TB puskesmas yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen mutu terpadu (total quality manajemen). Antara lain dengan lebih fokus terhadap pelanggan (pasien dan masyarakat), melakukan pendekatan budaya dalam perbaikan kinerja baik budaya organisasi puskesmas maupun budaya masyarakat, perlu ada exit strategi untuk mengantisipasi putusnya dana bantuan yang selama ini diterima dari KNCV-CIDA, melibatkan pegawai dalam keputusan-keputusan yang diambil dan memberi mereka wewenang yang cukup untuk melaksanakan tugas. Kemudian dengan mengaplikasikan prinsip kepemimpinan untuk mutu dengan terus menerus memperbaiki metode dan proses kerja. Jangan terlalu fokus pada target, tetapi fokus utama pada proses. Setelah itu lakukan perbaikan kinerja terus menerus secara bertahap dengan rnenggunakan siklus PDCA (Plan-Do-Check Actg. Dengan menerapkan hal tersebut diharapkan kinerja petugas di masa yang akan datang akan lebih baik.
Daftar Bacaan : 56 (1974-2003)

Analysis on Performance of TB Worker in Public Health Center in Pandeglang District in the Year 2003 Using Integrated Quality Management ApproachIn Indonesia, tuberculosis (TB) is one major public health problem with prevalence of 2.4 per 1000, and is ranked third as cause of death after cardiovascular and respiratory tract infection for all ages, and ranked first among infectious diseases group.
Pandeglang District is one district in Banten Province with number of population of 1 062 813 in 2003. There were 30 Public Health Centers that have been applying DOTS strategy in combating TB since 1998. However, the coverage of new patients BTA (+), recovery rate, conversion rate, and laboratory error still showed results below the determined targets. Those indicators are known as strongly associated with worker's performance.
This study aims at obtaining information on worker's performance and factors related to it. The design was cross sectional with population of study of all TB workers across Public Health Centers in Pandeglang District. Sampling was all population of 30 workers.
Data were collected through interview using questionnaires for independent variables (individual variables including age, education, training, knowledge, length of work, and marital status; organization variables including workload, facility, supervision, leadership, and reward; and psychological variables including motivation and role perception), while dependent variables (performance including patient finding, medication, and logistic handling) were collected through observation using checklist.
The study shows more than half (56.7%) of worker had poor performance. There are three variables that related significantly to performance, i.e. leadership, reward, and motivation. Multivariate analysis shows that motivation was the most dominant factor.
It is necessary to Pandeglang Health Office and Public Health Centers to adopt new approach in managing performance that is Total Quality Management approach. Among others, it suggested to focus more on client, using cultural approach, need to develop an exit strategy as to face the end of KNCV-CIDA aid, to involve workers in decision making, and to offer them sufficient authority to decide, to apply quality leadership, and to employ PDCA (plan-do-check-act) cycle.
References: 56 (1974-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Kadek Ratih Prisma Laksmi
"ABSTRAK
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, DKI Jakarta memiliki prevalensi paru-paru tertinggi Tuberkulosis di antara provinsi lain di Indonesia yaitu 0,06%. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati gambaran umum pelaksanaan program pengendalian Tuberkulosis di Mampang Puskesmas Kecamatan Prapatan 2018. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode wawancara mendalam kepada informan yang terkait dengan kontrol Tuberkulosis Program di Puskesmas Mampang Prapatan 2018. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi penemuan pasien TB telah dilakukan oleh TB karyawan secara pasif atau aktif, seperti kegiatan konseling, penyaringan pasien dengan
investigasi kontak rumah, skrining pasien dengan gejala Tuberkulosis. Itu kegiatan pengobatan untuk TBC dilakukan setelah pemeriksaan dahak, diagnosis dan pengobatan OAT dengan dosis yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan selama pengendalian perawatan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan pengendalian TB Program telah dilakukan melalui beberapa cara dan sumber daya yang memadai. Itu
kesadaran dan stigma di masyarakat menjadi tantangan dalam melakukan pasien TB ' penemuan dan perawatan TBC.

ABSTRACT
Based on the results of Riskesdas 2013, DKI Jakarta has the highest lung prevalence of Tuberculosis among other provinces in Indonesia, which is 0.06%. This study aims to observe an overview of the implementation of the Tuberculosis control program in Mampang Puskesmas Prapatan District 2018. This study uses a qualitative approach, with in-depth interviews with informants related to Tuberculosis Program control at the Mampang Prapatan Puskesmas 2018. The results of this study indicate that the implementation of patient discovery TB has been done by TB employees passively or actively, such as counseling activities, screening patients with home contact investigations, screening of patients with symptoms of tuberculosis. The treatment activities for tuberculosis are carried out after sputum examination, diagnosis and treatment of OAT at a dosage that is appropriate to the patient's needs and during care control. The conclusion of this study is that the application of the TB control program has been carried out through several means and adequate resources. That
awareness and stigma in the community become a challenge in conducting TB patients' discovery and treatment of tuberculosis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardinal
"Dalam Peraturan Presiden nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004?2009 yang memuat 10 program, yang diamanatkan kepada Departemen Kesehatan salah satunya adalah program lingkungan sehat yang dalam pelaksanaannya telah disusun Rencana strategis Departemen Kesehatan tahun 2005?2009 termasuk indikatornya (Depkes RI, 2007). Salah satu kegiatan Program lingkungan sehat adalah penyediaan air bersih dan sanitasi dasar. Program penyehatan air bersih dilaksanakan untuk pemenuhan akses masyarakat terhadap air bersih, tidak hanya untuk pemenuhan segi jumlah/debit, namun kualitas/mutu air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat juga harus menjadi prioritas. Untuk itu diperlukan kerja keras dari pemegang program penyehatan air, khususnya sanitarian puskesmas sebagai ujung tombak pelaksanaan progran tersebut di tingkat puskesmas.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Mei 2007 di Kabupaten Solok. Tujuan dari penelitian ini adalah didapatkannya gambaran kinerja petugas Sanitasi Puskesmas dan faktor-faktor yang berperan pada kinerja petugas sanitasi puskesmas dalam pelaksanaan program penyehatan air di Kabupaten Solok Tahun 2007. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, Diskusi Kelompok Terarah dan observasi, dengan informan Sanitarian puskesmas dilanjutkan triangulasi sumber dengan Kepala Puskesmas dan Kepala Bidang PL & PKM Dinas Kesehatan Kabupaten Solok.
Rendahnya kinerja sanitarian puskesmas dalam pelaksanaan program penyehatan air bersih dilihat dari Cakupan IS rendah, Penyuluhan Kurang, Pembinaan Pokmair Kurang, Pengawasan air Kurang , Sistem informasi program tidak jalan. Faktor yang berperan dalam kinerja sanitarian tersebut adalah; kemampuan dan keterampilan sanitarian yang kurang terasah, supervisi baik dari Kabupaten maupun Kapala Puskesmas kurang; pelatihan sanitarian frekwensi yang kurang serta tidak sesuai kebutuhan, motivasi sanitarian yang rendah, imbalan dan dana operasional kurang, adanya beban kerja tambahan, sarana dan prasarana tidak memadai, kurang prioritas program oleh Kepala Puskesmas, akses sebagian wilayah kerja yang tidak lancar terutama untuk kecamatan terisolir, serta kebijakan Dinas Kesehatan terutama kebijakan anggaran yang belum memprioritaskan anggaran program kesehatan lingkungan atau program air bersih.
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah agar kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten Solok pada program penyehatan air pelaksanaanya diintegrasikan dengan kegiatan puskesmas luar gedung dengan didukung tersedianya sarana dan prasarana, alokasi dana opersional sesuai dengan kebutuhan; Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan; Pelaksanaan supervisi yang berkesinambungan, Pelatihan sanitarian sesuai dengan kebutuhan kerja di lapangan, pembuatan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis program sesuai kebutuhan sanitarian, pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan, pengadaan sarana dan prasaran sanitarian, merancang program pemberian reward bagi sanitarian teladan.

President Regulation No 7 in 2005 concerning National Development Planning at Middle Period (RPJMN) of 2004-2009 which conclude 10 programs that are instructed to Health Department. One of them is health environment program which its accomplishment arranged a strategic planning of Health Department at period of 2005- 2009 including its indicator (Health Department of Indonesian Republic, 2007). One of health environment program activity is preparing hygienic water and basic sanitation. Healthy program of hygienic water is accomplished to fulfill public access to hygienic water, not only a quantity supplied, but quality of hygienic water which is consumed by public must become a priority. Therefore, it needs a hard work from water healthy program holder, especially for sanitation officer at primary health care as leader of this program accomplishment at primary health care level.
This study was conducted from March until May 2007 at district of Solok. This study aim is to get describing of sanitation officer performance at primary health care and the factors which related to sanitation officer performance at primary health care on accomplishment of water healthy program at district of Solok in 2007. This study used a qualitative method by in depth interview, directed group discussion and observation, informant is sanitation officer at primary health care, and then source triangulation with a leader of primary health care and leader of PL and PKM of Health Service Department at district of Solok.
Low performance of sanitation officer at primary health care on accomplishment healthy program of hygienic water if it was seen from low IS coverage, less counseling, less training of Pokmair, less monitoring of water, information system program is not functioned. The factors which are important on sanitation officer performance such as : less ability and skill of sanitation officer, less supervision of district and primary health care leader, less training frequency of sanitation officer and the need is not available, low motivation of sanitation officer, less reward and operational fund, many extra jobs, facility and basic facility are not adequate, less program priority by leader of primary health care, work area access is not good especially for isolated district, and Health Service Department policy especially for budget policy which does not prioritized budget of development health program or hygienic water program.
It was suggested to Health Service Department policy at district of Solok on water healthy program in order its accomplishment is integrated with primary health care activity out of building by supporting of available facility and basic facility, operational fund allocation is available with the need, health information system development, accomplishment of continuity supervision, sanitation officer training is available with job need at work area, making of accomplishment guide and program technique guide are available with sanitation officer need, training to improve ability and skill, levying facility and basic facility of sanitation officer, arranging reward program for expert sanitation officer.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T41301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ovi Norfiana
"[Penelitian ini bertujuan membandingkan pengelolaan program P2TB pada dua Puskesmas kecamatan dengan pencapaian CDR TB tinggi dan rendah di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Metode penelitian adalah kualitatif didukung dengan data kuantitatif faktor individu dan sosial dengan pendekatan cross sectional.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan manajemen dimana Puskesmas dengan pencapaian CDR TB tinggi mempunyai kepala puskesmas dengan kemampuan manajerial program P2TB yang lebih baik, mekanisme transfer of knowledge yang lebih baik (Komponen Input); mempunyai perencanaan target berdasarkan permasalahan yang ada dan bertujuan meningkatkan CDR TB, melakukan penjaringan kasus secara aktif dengan melibatkan kader dan lintas sektor, adanya antisipasi hasil mutu laboratorium serta monitoring dan evaluasi yang lebih baik (Komponen Proses); telah memenuhi seluruh target indikator penemuan penderita TB (Komponen Output). Perbedaan pada sisi manajemen diperkuat dengan hasil penelitian dimana faktor individu (pengetahuan, sikap suspek terhadap bahaya dan cara pencegahan TB, persepsi suspek terhadap pelayanan kesehatan) dan faktor sosial (dukungan kader, KIE oleh petugas) lebih baik pada Puskesmas dengan pencapaian CDR TB tinggi. Disarankan agar melaksanakan pelatihan TB kepada top manajemen, melakukan penjaringan kasus secara aktif dengan melibatkan kader dan sektor non kesehatan, serta meningkatkan jejaring dan kerjasama lintas sektor.

This study examined the comparison of TB program management between two Community Health Centers (CHC) with high and low CDR of TB achievement in East Jakarta. This is a qualitative study supported by quantitative study on individual and social factors with cross sectional study design.
From the management point of view, CHC with high CDR of TB achievement was proven has the CHC’s head which is better capability in TB management, better mechanism on transfer of knowledge (Input Component); the planning based on fields problem analysis, active case finding involving cadres and related stakeholders, there is anticipation on laboratory results’s quality, better monitoring and evaluation (Process Component); achieved all target indicators of TB case detection (Output Component). The differences on TB management strengthened by different result between the value of individual factors (knowledge, attitudes, and TB suspect perseption of CHC service) and the value of social factors (support by cadres, Communication Information and Education by CHC officers) which was better in CHC with high CDR of TB achievement. This study suggested to carry out trainings on TB management for top management, to conduct active case finding by involving cadres and non-health sectors, and promoting networking and cross-sector cooperation., This study examined the comparison of TB program management between two
Community Health Centers (CHC) with high and low CDR of TB achievement
in East Jakarta. This is a qualitative study supported by quantitative study on
individual and social factors with cross sectional study design. From the
management point of view, CHC with high CDR of TB achievement was
proven has the CHC’s head which is better capability in TB management, better
mechanism on transfer of knowledge (Input Component); the planning based on
fields problem analysis, active case finding involving cadres and related
stakeholders, there is anticipation on laboratory results’s quality, better
monitoring and evaluation (Process Component); achieved all target indicators
of TB case detection (Output Component). The differences on TB management
strengthened by different result between the value of individual factors
(knowledge, attitudes, and TB suspect perseption of CHC service) and the value
of social factors (support by cadres, Communication Information and Education
by CHC officers) which was better in CHC with high CDR of TB achievement.
This study suggested to carry out trainings on TB management for top
management, to conduct active case finding by involving cadres and non-health
sectors, and promoting networking and cross-sector cooperation]"
2015
T44205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Gordon
"Study Case For Control of The Use of Health Service By BTA Lung Tuberculosis Sufferers at Kapuas Hulu Regency Community Health Centers in The Year of 2000.
Up to now, lung tuberculosis (Tb) is a major community health problem. It is estimated that one third of the world population are the victims of the disease. Most of them (95 %) come from the developing countries. The low discovery of lung Tb sufferers (33%) has caused the disease transmission chain very difficult to broken causing approximately 8 millions of the world population to suffer from the disease, and 3 millions of them die each year. Indonesia is one of the developing countries with approximately 450,000 Tb cases (prevalence rate 0.22 %) and 175,000 Tb death each year, making is the third largest Tb contributor in the world.
Kapuas Hulu Regency (West Kalimantan Province) has 200,000 population. Although DOTS Strategy has been implemented gradually in the area since 1996 and adopted by all of the community health centers since 1999, there are only 33 % of estimated Tb cases can be discovered. This condition reflecting the phenomenon of community behavior towards the use of health service facility, especially the community health centers at Kapuas Hulu Regency. Thus, it induces questions about factors affecting the use of health service at the community health center by lung Tb patients.
In identifying the problem, since there are many factors affecting the use of community health center, this research used case control design with Green Theory approach (1980). Cases in this research were the BTA (+) lung Tb sufferers who were encountered through field survey during the research. While controls consisted of BTA (+) lung Tb sufferers who were listed in the Tb registry of the health centers.
Bipartite analysis shows that variables related to the use of health service in community health center are education with Odds Ratio 1.91, knowledge with OR 2.16, cost with OR 2.30, distance with OR 2.24, Transportation facility with OR 8.10, Health information OR 2.46, and service by health person with OR 2.41.
Multivariate analysis with logistic regression shows that variables related to the use of community health center by the BTA (+) lung Tb patients based on the contribution of transportation facility, knowledge, and health information, with its logistic equation : fog it (use of health service) - 2.876 + 2.547 (transportation) + 1.180 (knowledge) + 1.083 (health information).
In conclusion, knowledge, education, cost, transportation facility, distance. health information and service by health person can affect the behavior of lung Tb suffers in utilizing health service facility at the community health center. Above all, the availability of transportation facility is the most dominant factor.
Result from the study recommend that the community health centers and regency health service need to increase the frequency of health education regarding lung Tb to the community, using more understandable and simple methods. The regency government is advised to build facilities to increase community access to the health service. Health service approaching to the community is the easiest way to do for the community health center.
Library : 23 (1979-1999).

Penyakit tuberkulosis paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi penyakit tuberkolosis paru ini. Sebagian besar (95 %) dari penderita tersebut berada pada negara berkembang. Rendahnya penemuan penderita Tb paru (33%) membuat rantai penularan semakin sulit diputuskan, sehingga diperkirakan terdapat 9 juta penduduk dunia diserang Tb paru dengan kematian 3 juta orang pertahun. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang, diperkirakan setiap tahunnya terjadi 583.000 kasus Tb (prevalence rate 0,22 %) dan 140 ribu meninggal setiap tahunnya, sehingga menyumbang Tb paru terbesar ketiga.
Kabupaten Kapuas Hulu yang terletak pada Propinsi Kalimantan Barat dengan penduduk lebih kurang 200.000 jiwa, baru dapat menemukan penderita Tb paru sekitar 33 %, walaupun sejak tahun 1996 strategi DOTS sudah digunakan secara bertahap dan tahun 1999 seluruh puskesmas sudah mengadopsinya.
Rendahnya penemuan penderita Tb paru ini merupakan gambaran fenomena perilaku masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan khususnya puskesmas di Kabupaten Kapuas Hulu. Oleh karena itu menjadi pertanyaan faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh penderita Tb paru di puskesmas.
Untuk mengidentifikasi hal tersebut, penelitian ini menggunakan disain kasus kontrol dengan pendekatan teori Green (1984), mengingat bahwa banyak faktor - faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh penderita Tb paru di puskesmas. Kasus dalam penelitian ini adalah penderita Tb paru BTA (+) yang ditemukan melalui survei lapangan pada saat penelitian dilakukan. Sedangkan kontrol adalah pcnderita Tb paru BTA (+) yang ditemukan dalam register pengobatan Tb paru jangka pendek.
Analisis bivariat menunjukkan bahwa variahel yang herhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas adalah pendidikan dengan Odds Rasio (OR) 1,91 , pengetahuan dengan OR 2,16 , biaya dengan OR 2,30 , jarak dengan OR 2,24 , sarana transportasi dengan OR 8,10 , penyuluhan dengan OR 2,46 , dan pelayanan petugas dengan OR 2,41.
Analisis multivariat dengan regresi logistik mcnunjukkan bahwa variabel yang herhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh penderita Tb paru BTA (+) di puskesmas berdasarkan kontribusinya secara berurutan adalah Sarana transportasi, pengetahuan, dan penyuluhan dengan model persamaan logistiknya : Logit (pemanfaatan pelayanan kesehatan) = - 2,876 + 2,547 (transportasi) + 1,180 (pengetahuan) + 1,083 (penyuluhan).
Sebagai kesimpulannya adalah faktor pengetahuan, pendidikan, biaya, transportasi, jarak, penyuluhan, dan pelayanan petugas dapat mempengaruhi perilaku penderita Tb paru dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas, dan ketersediaan sarana transportasi merupakan faktor yang paling dominan.
Disarankan kepada puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten untuk meningkatkan frekuensi penyuluhan tentang Tb paru kepada masyarakat dengan menggunakan metoda yang mudah dimengerti masyarakat. Juga kepada Pemerintah Daerah disarankan untuk membangun sarana dan prasarana yang memudahkan akses masyarakat kepada pelayanan kesehatan. Mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat merupakan alternatif yang paling mudah dilakukan oleh puskesmas.
Kepustakaan : 23 ( 1979 - 1999 )"
2001
T2091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naipospos, Nila
"Penyakit Tuberculosis (TB Paru), masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Tuberculosis merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit cardiovasculer dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Di Kota Bogor telah dilaksanakan upaya-upaya untuk menunjang tercapainya Kebijakan operasional baru Pelita VI yang dimulai tahun 1995, tetapi masih ditemukan permasalahan-permasalahan dalam pencapaian target program pemberantasan TB Paru.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kinerja Puskesmas dalam program pemberantasan TB Paru di Kota Bogor tahun 2000. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan Cross- Sectional dengan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian ini adalah 23 Puskesmas untuk mengukur faktor masukan, sedangkan untuk mengamati faktor proses dilakukan dengan Diskusi Kelompok Terarah pada 6 Puskesmas yang mempunyai kinerja baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya fasilitas laboratorium dan dukungan dana amat diperlukan untuk menunjang keberhasilan Puskesmas dalam melaksanakan program pemberantasan TB Paru. Juga ditemukan bahwa proses pelaksanaan yang baik sesuai dengan protap program dapat diamati pada Puskesmas yang mempunyai kinerja baik mempunyai kegiatan yang innovatif dan pengendalian yang kuat pada setiap penderita TB Paru.
Melihat hasil penelitian maka disarankan untuk meningkatkan keberhasilan cakupan program, setiap Puskesmas dapat dilengkapi fasilitas laboratorium yang memadai, alokasi dan pemanfaatan dana yang optimal untuk program TB Paru serta pelaksanaan proses diharapkan sesuai dengan protap program.

Factors Related With Community Health Center Performance In National Lung TB Control In Bogor City 2001Tuberculosis disease (lung TB), still becomes public health problem. Tuberculosis stands as the second death cause after cardiovascular disease and as the first death cause in the group of infectious disease. In the city of Bogor there had some efforts to support the new operational policy of Pelita VI that had been applied since 1995. However, there are still some problems to achieve target of National lung TB control.
The goal of this research is to analyze the influence of factors that are related to the performance of community Heath Centre in National lung TB control in the city of Bogor. This research is a cross-sectional study design, which applies a Quantitative approach. To measure the incoming factors, twenty-three Community Health Centers has been taken as the samples of this research: and to analyze the process factors, Focus Group Discussion have been applied in six Community Health Centers which have good performance.
The result of this research shows that the existence of adequate laboratories facilities and provision financial support are needed to realize the success of National lung TB control. Furthermore, it could be analyzed that the good operational process happens in the Community Health Centers which have good performance; in those centers, they have innovative program and strong control towards every lung patient.
Analyzing the result of the research, it is suggested that to improve the scope of the successful program, every Community Health Centre need to be supported by adequate laboratory facilities, adequate financial budget allocation, optimum budget operation and appropriate performance of personal in applying the process of national lung TB control.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T5222
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Itdalina
"Sampai saat ini masalah tuberkulosis masih rnenjadi masalah kesehatan di Indonesia. Dari segi pendanaan, program penanggulangan tuberkulosis belum mendapat perhatian yang memadai. Pembiayaan tuberkulosis semakin bervariasi antar daerah. Sumber pembiayaan masih didominasi oleh bantuan luar negeri. Pemberlakuan otonomi daerah memberi peluang kepada kepala daerah dalam menyusun perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan di daerah Pecan dan komitmen para policymakers (pengambil kebijakan) sangat besar dalam pengalokasian anggaran program tuberkulosis yang berasal dari pemerintah.
Penel1tian ini bertujuan untuk melihat peta pembiayaan program tuberkulosis di Kabupaten Solok Selatan pada tahun 2004 - 2006. Penelitian ini juga melihat komitmen pengambil kebijakan dan peran mereka dalam menetapkan anggaran. Jika dilihat dari elernen kegiatan menunjukkan sebagian besar dana dialokasikan untuk gaji personil program tuberku1osis yaitu Rp 35.653.478.-(37,5%) tahun 2004 menjadi Rp 52.926.516,-(36,72%) tahun 2006. Berdasarkan fungsi program diluar perhitungan gaji, program kuratifmendapat a1okasi terbesar antara Rp 46.181.665,­ (77,6%) pada 2004 sarnpai Rp 62.822.458,- (68,88%) tahun 2006. Sedangkan jika dilihat dari fungsi pelayananprogram personal care mendapat alokasi tertinggi masing-masing Rp 46.181.665,-(77,6%) tahun 2004, Rp 64.940,.610,- (68,7%) tahun 2005 dan Rp 62.822.458,- (68,9%) pada tahun 2006.
Menurut estimasi kebutuhan anggaran KW-SPM, pembiayaan program tuberkulosis adalah Rp 445.544.336,- sementara a1oka'i angganm yang tersedia pada tahun 2006 adalah Rp 144.131.474,-. Terdapat gap yang sangat besar antara alokasi dan kebutuhan biaya program tuberkulosis yang normatif. Komitmen para pengambil kebijakan dalam pengalokasian dana untuk program tuberkulosis baru sebatas wacana namun masih lemah penempan dalam pengalokasian dana, Agar pengalokasian pembiayaan tuberkulosis sesuai dengan kebutuban, Dinas Kesehatan Kabupaten Solok Selatan perlu meningkatkan advokasi dengan pengrunbil kebijakan (policymakers).

At present, tuberculosis (TB) still becomes a major health problem in indonesia. From the financial aspect, little attention has been given for TB programs. There are huge variety in TB funding across region. Major funding for TB is dominated by donors (loan). The implementation of regional autonomy has provided district head an opportunity to plan, tinance and undertake health development in region. Role and commitment of policymakers are very significant in allocating budget from the Central Government for TB programs.
This research is aimed at studying financial map of TB programs in South Solok Regency from 2004 to 2006. The research also wants to see commitment and role of policymakers in determining budget for funding TB programs. This is operational research. Data used are primary and secondary. Secondary data were analyzed by document analysis, while primary data were analyzed by content analysis.
The result show that funding for TB programs in South Solok Regency comes from some sources, that are Regional Revenues and Expenditures Budget (APBD), National Revenues and Expenditure Budget (APBN), and BLN. Total budget for funding TB programs tends to increase from IDR95,160,143 (2004) to IDR144,131,474 (2006).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>