Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197236 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Misnaniarti
"Ancaman pandemi flu burung yang disebabkan oleh virus I-ISNI, mendorong berbagai upaya Pemerintah untuk mcncari cara mencegah, menanggulangi dan mengobatinya, di antaranya dengan kebijakan penyediaan obat antiviral. Penyediaan obat antiviral ini memegang peranan yang sangat penting, sehingga hams dikelola secara baik dan kebijakan yang melandasinya harus berdasarkan formulasi yang tepat mulai dan tahap perencanaan hingga pengendalian. Oleh karena ilu perlu dianalisis secara komprehensif dengan mclihat aspek-wpek pada sistem kebijakan meliputi public policies, policy stakeholders, dan policy environment.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan pengelolaan obat antiviral dalam pengendalian kasus ilu burung dan implementasinya di rumah sakit rujukan wilayah DKI Jakarta pada tahun 2005-2007. Jenis penelitian adalah kualitatif yang dilakukan secara rctrospektif dengan menganalisis sistem kebiiakan, melibatkan I0 informan. Data dilcmnpulkan melaiui wawancara mendalam dan telaah dokumen, kemudian dilakukan analisis isi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pemilihan Oseltamivir sebagai obat antiviral meskipun efektiiitas obat belum teruji secara klinis, tetapi mengingat kondisi kedaruratan menghadapi ancaman pandemi flu burung maka Indonesia menerima rekomendasi dari WHO untuk penggunaan obat tersebut. Perencanaan penyediaannya belum bisa berdasarkan data evidences jumlah kasus riil yang terjadi pada instansi rumah sakit rujukan ataupun kebutuhan rumah sakit akan obat tersebut, karena pertimbangan kasus yang dihadapi merupakan kasus baru yang terus menunjukkan progresivitas angka kematian pada manusia, sehingga dilakukan strategi stoc/qoilling yang memperhitungkan jmnlah kebutuhan berdasarkan pada prediksi persentase jumlah penduduk Indonesia yang akan terkena jika terjadi pandemi. Besaran anggaran yang disediakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan anggaran yang dialokasikan sebelumnya. Pengadaan dengan teknik dropping dapat mengakibatkan terjadinya penumpukkan obat di rumah sakit rujukan, tetapi hal tersebut dilakukan karena adanya hibah obat dari negara lain sehingga obat harus sacara didistribusikan ke unit pelayanan kesehatan agar bisa terpakai mengingat masa kadaluarsanya yang relatif dekat. Pendistribusiannya secara terbatas pada instansi pemerintah dan tidal: dijual bebas dilakukan mengingat pentingnya obat tersebut bagi keselamatan manusia, akan tetapi perlu dipikirkan juga akses unit pelayanan kesehatan swasta (rumah sakitfklinik) untuk mcmperoleh obat tersebut.
Sehingga kebijakan pengelolaan obat antiviral dalam penanganan kasus flu burung di rumah sakit rujukan di wilayah DKI Jakarta dibuat secara terbatas dan pada pelaksanaannya tidak mencakup pada keseluruhan lini yang memerlukan. Diharapkan kepada pihak Depkes dalam pengelolaan obat antiviral ini juga memberdayakan apotek yang ditunjuk untuk menyediakan obat antiviral sehingga selain mempermudah akses unit pelayanan kesehatan swasta lainnya dalam memperoleh obat tersebut dan bisa dijadikan stockpile. Bagi rumah sakit ke depan perlu mengadakan suatu penelitian untuk membuktikan efelctivitas Oseltamivir ini terhadap kasus flu burung manusia.

Avian Influenza pandemic which is caused of HSNI virus pushed various goverment effort to look for prevention way, overcoming and curing it, one of them is preparation policy of antiviral drugs. This preparation of antiviral drugs played the most important role, so that it must be managed well and basic policy must pursuant to the right formulation, starting iiom planning until control phase. Therefore, require to be analyzed comprehensively based on policy system aspect such as : public policies, policy stakeholders, and policy environment.
This studi purpose is for analyzing management policy of antiviral medicine in controlling Avian Influenza case and its implementation at reference hospital in DKI Jakarta, 2005 - 2007. This study used a qualitative method which has done retrospectively by analyzing policy system with 10 informants. The data were collected by in-depth interview and study document. The data were a content analyzed.
Study result indicated that selection policy of Oseltamivir as antiviral drugs even though medicine effectivity is not tested clinically yet, but because of emergency condition of Avian Influenza pandemic, so Indonesia received a recommendation fiom WHO for using that medicine. Its supply planning can not base on evidences data of reality case ntunber that happen on reference hospital instance or the need of medicine for hospital, considering of presence case is a new case which indicated human modality level progressively, so it has dones stockpilling strategy which calculated stock number based on percentage prediction of Indonesian population number which will happen because of pandemic. There are big allocation budget compared with allocation budget before. If allocation is done by dropping technique so it makes heaping medicine at Reference Hospital, but this done because of medicine donation from another country, so that medicine must be distributed to health service unit to use it considering its expire so close relatively.
A limited distribution for goverment instance and it is not for sale freely has done considering how important that medicine for human safety, but it is important that acces for private health service unit (hospital/clinic) to obtain this medicine. Management policy of antiviral drugs in overcoming Avian Influenza case at reference hospital in DKI Jakarta is made limited and its implementation dose not involve for all sides. It was suggested for Health Service Department to involve reference apotek for providing antiviral drugs so it is easy on access for Health Service Unit in stockpile. It was also suggested for hospital to perform a research to proving the this effectiveness Oseltamivir on human avian influenza."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T34554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Reka Ananda Putri
"Virus dengue (DENV) adalah patogen yang dapat disebarkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengue adalah masalah global dan endemik di Indonesia. Hingga saat ini pengobatan untuk infeksi dengue hanya sesuai gejala. Studi ini akan mengeksplorasi potensial ekstrak Curcuma longa (Curcuma longa) yang didapatkan dari Universitas Sebelas Maret sebagai antivirus DENV melalui observasi half inhibitory concentration (IC50) dan half cytotoxic concentration (CC50). Sel Huh 7it-1 yang telah ditumbuhkan pada plat 96 sumuran dan 48 sumuran diinfeksi DENV yang telah diberi perlakuan dengan ekstrak Curcuma longa. MTT assay dan Focus assay digunakan untuk mendapatkan nilai CC50 dab IC50, sehingga didapatkan nilai Selectivity index (SI). Hasil penelitianinimenunjukkanbahwanilaiCC50,IC50 danSIdariCurcumalongaadalah 118,417μg/ml, 2,424 μg/ml, dan 48,852 secara berurutan. Ekstrak Curcuma longa memiliki IC50 rendah dan CC50 tinggi Ketika dibandingkan dengan berbagai ekstrak tanaman dari riset lain, sehingga berpotensial sebagai antivirus DENV. Riset lebih lanjut mungkin dibutuhkan untuk memahami lebih lanjut mekanisme inhibisi DENV oleh ekstrak Curcuma longa.

Dengue virus (DENV) is a vector born pathogen spread by Aedes aegypti mosquito. Dengue infection is a worldwide problem and is endemic in Indonesia. Until now the treatment for dengue infection is limited to symptomatic. The current study aims to explore the potential of Curcuma longa (Curcuma longa) extract obtained from Universitas Sebelas Maret as DENV antivirus through observation of the half inhibitory concentration (IC50) and half cytotoxic concentration (CC50). Huh 7it-1 cell grown in 96 well plate and 48 well plate infected by DENV that was treated with Curcuma longa extract. MTT assay and Focus assay is used to obtain CC50 and IC50 value, so Selectivity index (SI) can be counted. The result showed that the CC50, IC50 and SI of Curcuma longa is 118.417μg/ml, 2.424 μg/ml, dan 48.852. Curcuma longa extract has low IC50 and high CC50 when compared to various plant extract from other research that has been done, so it has potential as DENV antivirus. Further research may be needed to understand more about the mechanism of DENV inhibition by Curcuma longa extract."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza E. Zamril
"Untuk memenuhi tuntutan terhadap perbaikan mutu pelayanan kesehatan masyarakat, dalam hal ini Rumah Sakit, aspek perbekalan farmasi memegang peranan penting. Untuk itu perlu adanya pelaksanaan manajemen dengan cara yang tepat agar tujuan utama yang ingin dicapai rumah sakit bisa tercapai karena persediaan obat juga melibatkan investasi yang mempengaruhi kelangsungan kegiatan rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah manajemen perbekalan farmasi telah optimal dilaksanakan, serta mengidentifikasi persediaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Kebayoran dengan cara melihat besarnya nilai investasi, volume pemakaian, berikut nilai indeks kritis ABCnya. Penelitian bersifat 'operation research' dengan menggunakan pendekatan Nilai ABC indeks Kritis, dengan analisis deskriptif secara 'Cross Sectional', yakni data penggunaan obat periode Januari 1995 - Desember 1995. Populasi penelitian terdiri atas 375 jenis obat. Data primer dikumpulkan dengan wawancara kualitatif dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan bulanan.
Dari hasil penelitian didapat bahwa manajemen perbekalan farmasi pada Depot Obat rumah sakit Kebayoran belum berjalan baik hal ini terlihat dari masih banyaknya pelayanan yang tidak dapat dilayani, yakni sebesar 19%. Beberapa faktor yang menyebabkan tidak optimalnya manajemen adalah pertama, sumber daya manusia yang kurang khususnya apoteker sehingga mengakibatkan tidak adanya perencanaan, sehingga tidak dapat mengantisipasi kebutuhan obat yang akan 'digunakan; kemudian sistem pembukuan yang ada tidak berjalan dengan baik sehingga mengakibatkan masih banyak terjadi kebocoran yang mengakibatkan keuntungan yang didapat tidak maksimal; dan yang terakhir adalah belum adanya formularium yang dapat digunakan sebagai pedoman pemakaian obat yang baik sehingga menimbulkan banyaknya jenis obat yang menumpuk. Temuan yang terpenting adalah bahwa Depot Obat ternyata hanya melayani pasien rawat inap saja, ini menyebabkan rumah sakit kehilangan oppotunity cost yang sangat besar, mengingat besarnya jumlah kunjungan rawat jalan yang berjumlah 28.513 kunjungan pada tahun 1995.
Berdasarkan analisis Indeks Kritis ABC, diperoleh data bahwa obat yang dipakai pada Depot Obat periode Januari 1995 - Desember 1995 terdapat 52 jenis obat (13,7%) yang selalu harus tersedia atau termasuk kategori A. Dengan nilai investasi sebesar Rp 110.013.578,- atau 62.53% dari nilai investasi keseluruhan. Untuk kategori B terdapat 231 jenis obat (61.6%) dengan total investasi sebesar Rp 58.036.200,-(33%) dan untuk kategori C terdapat 92 jenis obat (24.53%) dengan total investasi sebesar Rp 7.893.147,- (4.49%).
Untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Kebayoran khususnya dalam Penyediaan Perbekalan farmasi yang perlu dilakukan adalah mengangkat seorang apoteker yang bertugas sebagai kepala seksi farmasi yang bertanggungjawab atas perencanaan dan pengadaan obat secara berkala, menghitung EOQ (Economic Order Quantity) serta ROP (Reorder Point) dalam penyediaan obat, mengkoordinir para dokter untuk membuat formularium. Dengan demikian depot obat dapat meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dengan juga melayani pasien rawat jalan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lischer, Kenny
"Acanthaster planci dilaporkan memiliki enzim phospolipase A2 (PLA2) yang memiliki aktivitas antiviral. Sementara itu, penyakit AIDS semakin menyebar yang diakibatkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Namun, terdapat resistensi virus HIV terhadap obat yang ada sehingga menurunkan efektivitas yang ada.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari alternatif obat terhadap HIV, salah satunya adalah PLA2 ini. Oleh karena itu, penelitian secara umum bertujuan untuk mengobservasi adanya aktivitas antiviral PLA2 terhadap HIV. Dalam penelitian ini digunakan sampel enzim PLA2 berupa CV dan F20 untuk diuji aktivitas dengan degradasi fosfatidikolin dan kemurniannya dengan SDS-PAGE.
Uji aktivitas dilakukan dengan menggunakan sistem in vitro, yaitu kultur virus HIV dengan menggunakan sel PBMC (Peripheral Blood Mononuclear Cells). Sel PBMC diisolasi dari darah orang sehat yang kemudian distimulasi dengan PHA (Phytohaemaglutinin). Sel ini dijadikan feeder untuk memperbanyak virus dari PBMC pasien positif HIV. Sebelum dilakukan uji aktivitas terlebih dahulu dilakukan uji toksisitas dengan LC50.
Hasil uji aktivitas PLA2 didapatkan bahwa F20 memiliki aktivitas spesifik dan tingkat kemurnian 15,66 kali dari CV. Nilai LC50 PLA2 adalah sebesar 1,63799 mg/ml. Sementara itu hasil uji aktivitas antiviral PLA2 secara in vitro menunjukkan hambatan persentase sel yang terinfeksi, dimana untuk kultur HIV yang memiliki rata-rata infeksi 9,718±0,802% menurun setelah ditambahkan dengan PLA2 menjadi hanya 0,299±0,212% infeksi dari jumlah sel.

Acanthaster planci has enzyme, phospolipase A2 (PLA2), which has ability as antiviral agent. AIDS had become big pandemic in the world cause of the spread of Human Immunodeficiency Virus (HIV). Furthermore, HIV had become resistance with current drugs, so it decrease the efectivity of drugs.
This research conduct to obtain the alternative drug for HIV infection, one of them is PLA2. So, the objective of this research was to observe antiviral activity of PLA2 agains HIV. This research using CV and F20 as the sample PLA2 which had been extracted from A. planci. Enzimatic activity will be determine by degradation of phospatidicholin and the purification determine by SDS-PAGE.
Activity test was done in vitro by using PBMC (Peripheral Blood Mononuclear Cells) as feeder to increase HIV population. Meanwhile, toxicity test must be done before by LC50. PLA2 F20 had activity and purity by 15.66 times bigger than CV. LC50 of PLA2 was about 1,63799 mg/ml.
Meanwhile, antiviral activity test of PLA2 in vitro show inhibition of percentage of infected cells. Where, HIV culture shows infected cells about 9,718±0,802%. After Additon of PLA2, infected cells was drop into 0,299±0,212% from the total of cells.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35725
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshua Yosia
"Sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus, obat antivirus banyak digunakan sebagai salah satu pengobatan COVID-19. Obat antivirus yang resmi digunakan di Indonesia, yaitu oseltamivir, avigan, dan remdesivir, tanpa adanya pertimbangan obat mana yang lebih efektif dalam menangani pasien COVID-19. Obat antivirus dapat dikatakan lebih efektif daripada obat antivirus lainnya jika dapat mengurangi infeksi virus pada pasien dan membuat kondisinya membaik lebih cepat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dari ketiga jenis obat antivirus tersebut secara umum dan berdasarkan ciri pasien, yang meliputi jenis kelamin, kelompok usia, dan penyakit penyerta, dalam menghasilkan perbaikan kondisi bagi pasien COVID-19. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 142 pasien COVID-19 di Rumah Sakit ABC Jakarta pada tanggal 4 Juni 2020 hingga 31 Januari 2021 yang mengonsumsi salah satu jenis obat antivirus. Model Cox proportional hazard digunakan untuk mengukur hazard ratio pasien COVID-19 berdasarkan jenis obat antivirus yang dikonsumsi dan ciri pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa oseltamivir memberikan efektivitas terbesar dan remdesivir memberikan efektivitas terkecil terhadap perbaikan kondisi pasien COVID-19 secara umum. Oseltamivir memberikan efektivitas yang besar untuk hampir semua ciri pasien yang meliputi pria, wanita, lansia, memiliki penyakit penyerta, dan tidak memiliki penyakit penyerta. Avigan memberikan efektivitas yang besar untuk pasien pria dan bukan lansia, sedangkan obat remdesivir dapat dikatakan efektif pada pasien wanita.

As a disease caused by a virus, antiviral drug is widely used as a treatment for COVID-19. The allowed antiviral drugs used in Indonesia are oseltamivir, avigan, and remdesivir, without any consideration which drug is more effective in treating COVID-19 patients. An antiviral drug can be said to be more effective than other antiviral drugs if it can reduce the viral infection in patients and make their condition improves faster. This study aims to compare the effectiveness of the three types of antiviral drugs in general and based on patient characteristics, which include gender, age group, and comorbidity presence, in resulting condition improvement for COVID-19 patients. The data used consists of 142 COVID-19 patients from ABC Hospital in Jakarta, who took one of three types of antiviral drugs. Cox proportional hazard model was used to measure the hazard ratio of COVID-19 patients based on the antiviral drug consumed and characteristics. The results showed that oseltamivir provided the greatest and remdesivir gave the least effectiveness in improving the condition of COVID-19 patients in general. Oseltamivir provides great effectiveness for almost all patient characteristics, including male, female, elders, and patients with and without comorbidity. Avigan provides high effectiveness for male and non-elderly patients. Meanwhile remdesivir can be said to be effective in female patients."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Semiarto Aji Purwanto
"Persoalan kontak dengan kebudayaan asing pada sebuah masyarakat selalu menarik perhatian para ahli antropologi. Dalam thesis ini saya ingin rnenggambarkan bagaimana unsurunsur sistem medis Barat masuk dan dipergunakan secara luas dalam masyarakat kota di Indonesia. Jakarta saya pilih sebagai lokasi penelitian ini karena pertimbangan penduduknya yang relatif lebih terbuka dan memiliki kesempatan lebih banyak bergaul dengan kebudayaan Barat. Unsur sistem medis Barat yang saya amati adalah obat-obatan yang tersebar, dikenal dan dipakai masyarakat luas. Saya ingin menjelaskan bagaimana masyarakat menggunakan obat-obatan Barat dan mengadopsi sistem medis Barat namun penggunaan itu dilandasi oleh ide yang berasal dari sistem medis tradisional.
Sebagai suatu produk kebudayaan asing, obat seharusnya dipahami,dalam konteks yang tepat sehingga penggunaannya bisa memberikan hasil yang maksimal. Hasil penelitian saya menunjukkan pengetahuan mengenai obat-obatan Barat yang kurang sehingga bayangan kerugian akibat efek samping suatu obat berubah menjadi ancaman. Ditambah dengan kesadaran yang rendah terhadap pranata medis (Barat) yang baru serta tanggungjawab yang kurang, ancaman tersebut bukan mustahil menjadi nyata."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fainal Wirawan
"ABSTRAK
Obat merupakan komponen yang sangat penting dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit, menurut data yang ada di Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI., sekitar 30-40% anggaran belanja dipeiuntukan bagi belanja obat, sedangkan di luar negeri, komponen anggaran bagi belanja obat berkisar 15-20%. Hal tersebut meyakinkan kita semua bahwa terdapat penggunaan anggaran yang sangat berlebihan bagi belanja obat di rumah sakit, atau dengan perkataan lain, adanya penggunaan obat yang sangat berlebihan dalam arti jumlah maupun jenisnya bagi pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut pada akhirnya akan berdampak terhadap beban biaya obat bagi masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan.
Untuk menangani masalah tersebut Depkes telah meageluarkan peraturan tentang kewajiban dokter untuk menuliskan resep obat generik, membentuk Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan menyusun formularium (FRS) di rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebijakan dan penulisan resep obat generik terhadap biaya obat di rumah sakit. Penelitian menggunakan metoda deskriptif pada empat rumah sakit kelas B non-pendidikan, pemerintah dan swasta di Jakarta. Amoksisilin digunakan sebagai contoh dalam penelitian.
Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh kebijakan dan penulisan resep obat generik. Pengaruh tersebut bersifat terbalik, yaitu makin besar jumlah nilai kebijakan, PFT, FRS dan dokter makin kecil biaya obat yang diakibatkannya. Agar biaya obat di rumah sakit menjadi lebih rendah, disarankan pihak rumah sakit rmenerapkan kebijakan obat rendah, memperdayakan PFT, menyusun FRS sesuai kriteria WHO serta melakukan KIE terhadap dokter.

ABSTRACT
Drug is one of the most crucial components in health care on hospital. According to the data from Directorate General for Medical Care Department of Health, about 30-40% budget are allocated to medicine alone, compared to other countries that only spent about 15-20% of the total health budget. These data assured us that there is excessive spending on medicine in hospital. In other words, there are excessive uses of medicine in hospitals here in terms of amount and type. In turn, it will affect cost to the public.
To address this matter, the Ministry of Health already issued regulations. These regulation not only recommend medical doctors to prescribe generic drugs, but also oblige the hospital to form Pharmacy and Therapeutic Committee (PTC ) and set up formulary.
The purpose of the study is to observe the impact of policy, PTC, Formulary and doctor to the medicine cost in hospital. The study used descriptive methodology at four class B non teaching government and private hospitals in Jakarta. Amoxicillin used as a sample.
The results of the study show the impact of drugs policy, PTC, formulary and doctor to the cost it generates. It has inverse impact, the bigger policy, PTC, formulary and doctor weight, the lower is the cost implied. The researcher suggest to the hospital for low cost drug policy implementation, to empowerment PTC and set up the formulary as WHO criteria and provide communication, information and education.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salmi Sabirin
"Rumah sakit sebagai suatu sarana penyelenggaraan kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik dan bermutu. Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Untuk dapat terselenggaranya pelayanan fannasi dengan baik, maka diperlukan pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai dengan baik
Pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pelayanan di rumah sakit, baik dilihat dari sudut kepentingan pasien maupun kepentingan rumah sakit. Pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai perlu dilaksanakan dengan baik supaya ketersediaan obat dan alat kesehatan habis pakai dalam jenis, jumlah dan waktu yang tepat dapat terlaksana dengan baik. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Bukittinggi yang mempunyai masalah dibidang logistik farmasi vaitu terjadinya penumpukan dan kadaluwarsa obat dan alat kesehatan habis pakai dalam jumlah yang cukup besar.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan metode telaah kasus dan pendekatan pemecahan masalah secara kualitatif, Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, FGD, observasi langsung dan telaah dokumen yang berhubungan dengan siklus logistik (perencanaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian) obat dan alat kesehatan habis pakai. Validasi data dilakukan dengan cara triangulasi sumber dan metode.
Dari penelitian tersebut didapatkan hasil penelitian bahwa yang menyebabkan terjadinya penumpukan dan kadaluwarsa obat dan alat kesehatan habis pakai adalah tidak terdapatnva Formularium, metode dan prosedur perencanaan yang kurang tepat, pengendalian dan pengawasan yang lemah serta tidak adanya sistem informasi manajemen yang terpadu.
Sebagai saran untuk memperbaiki hal tersebut adalah pihak rumah sakit perlu sesegera nungkin menetapkan Formularium untuk dijadikan standar perencanaan dan pemakaian obat dan alat kesehatan habis pakai, metode perencanaan dilengkapi dengan memasukan indika[or-indikator epidemiologi prosedur perencanaan perlu bersifat bottom up dan melihatkan unit-unit yang terkait, perlu peningkatan pengendalian dan pengawasan serta pelaksanakan sistem informasi manajemen yang terpadu.

Analysis on Drug and Consumable Health Equipment Management in Pharmacy Installation of Bukittinggi General Hospital year 2004.Hospital as health service facility is demanded to provide good and high quality service. Pharmacy service is an integral part of hospital activities and services. In order to provide high quality pharmacy service, good management of drug and consumable health equipment is necessary.
Management of drug and consumable health equipment is important not only for the patient, but also for the hospital itself in order to improve the services offered. Good management is important as to maintain the availability of drug and health equipment in term of type, quantity, and appropriate timing. This study was conducted in Pharmacy Installation of Bukittinggi General Hospital which faced problems in pharmacy logistic i.e. the accumulation of and the expiration of drugs and consumable health equipments in large numbers.
This study was descriptive using case study and qualitative approach. Data was collected by in-depth interview, FGD, direct observation, and studying documents related to logistical cycle (planning, storing, distributing, and controlling) of drugs and consumable health equipment. Data was validated through source and method triangulation.
The study reveals that the causes of accumulation and expired drugs and consumable health equipment were unavailability of formula, inappropriate method and procedure, weak controlling and monitoring, and lack of integrated management information system.
To improve the situation, it is suggested to the hospital to set the formula to be used as planning and implementation standard of drug and consumable health equipment, to complement planning method with epidemiologic indicators, to make the planning in bottom up style, to involve related units, to improve controlling and monitoring system, and to conduct integrated management information system.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12791
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clercq, Erik De
"By focusing on general molecular mechanisms of antiviral drugs rather than therapies for individual viruses, this ready reference provides the critical knowledge needed to develop entirely novel therapeutics and to target new viruses.
It begins with a general discussion of antiviral strategies, followed by a broad survey of known viral targets, such as reverse transcriptases, proteases, neuraminidases, RNA polymerases, helicases and primases, as well as their known inhibitors. The final section contains several cases studies of recent successful antiviral drug development.
Edited by Erik de Clercq, the world authority on small molecule antiviral drugs, who has developed more new antivirals than anyone else.
"
Weinheim: Wiley-VCH Verlag, 2011
e20375713
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Abritho Zaifar
"Virus Dengue (DENV) adalah salah satu penyakit virus dengan transmisi oleh nyamuk dan telah menyebar ke negara negara yang sebelumnya tidak pernah ada kejadian infeksi DENV. Walaupun demikian, belum ada obat antivirus berlisensi yang efektif. Salah satu agen alami yang diduga memiliki sifat anti virus terhadap DENV adalah asam galat yang telah terbukti memiliki sifat antivirus terhadap Herpes Simplex Virus 1 (HSV 1). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari toksisitas dan efektifitas amyl galat sebagai antivirus untuk DENV secara in vitro. Huh 7it-1 sel diinfeksikan dengan DENV 2 NGC strain yang telah diberi perlakuan dengan amyl galat pada konsentrasi 80 μg/ mL, 40 μg/ mL, 20 μg/mL, 10 μg/ mL, 5 μg/ mL, dan 2.5 μg/ mL. Viabilitas sel setelah diberi perlakuan dengan amyl galat kemudian diukur dengan MTT assay menggunakan spektrofotometer, sementara inhibisi virus oleh amyl galat diukur dengan menggunakan focus assay. Untuk menguji validitas dan perbedaan yang signifikan data uji statistik Kruskal Wallis dilakukan kepada setiap variabel dan uji Mann- Whitney juga digunakan untuk membandingkan hasil dengan kontrol negatif. Nilai CC50, IC50, dan SI dari penelitian adalah >80 ug/mL, 6 ug/mL, dan >13.333. Viabilitas sel setelah diberi amyl galat dengan konsentrasi 2.5 mg/mL tidak berbeda secara bermakna dengan control (P>0.05) akan tetapi pada konsentrasi ≥ 5 ug/mL ada perbedaan yang bermakna dengan kontrol (P<0.05). Hambatan infektivitas pada perlakuan amyl galat dengan konsentrasi 2.5 ug/mL, 5 ug/mL tidak berbeda secara bermakna dengan kontrol (P>0.05) namun pada konsentrasi ≥ 10 ug/mL ada perbedaan bermakna dengan control (P<0.05). Amyl galat mempunyai selektivitas yang signifikan terhadap sel yang terinfeksi DENV (SI>10) dan dapat disimpulkan bahwa amyl galat mempunyai potensi untuk dipakai sebagai obat anti virus melawan DENV, namun kajian dan percobaan lebih lanjut masih diperlukan.

Dengue virus (DENV) is a viral disease transmitted by mosquitoes and has spread to countries where there has never been a DENV infection. However, there are no effective antiviral drugs available. One of the natural agents suspected of having anti-virus properties is against DENV is gallic acid which has been proven to have antiviral properties against Herpes Simplex Virus 1 (HSV 1). The aim of this research is to study the toxicity and effectiveness of amyl galat as an antiviral for DENV in vitro. Huh 7it-1 cells were infected with DENV 2 NGC strains that had been treated with amyl error at concentrations of 80 μg / mL, 40 μg / mL, 20 μg /mL, 10 μg / mL, 5 μg / mL, and 2.5 μg / mL. Cell viability after being treated with amyl error was then measured by MTT assay using a spectrophotometer, while viral inhibition by amyl error was measured using focus assay. To test the validity and significant differences Kruskal Wallis statistical test data was performed on each variable and the Mann-Whitney test was also used to compare results with negative controls. Score CC50, IC50, and SI of the study were > 80 μg / mL, 6 μg / mL, and > 13,333. Cell viability after being given amyl error with a concentration of 2.5 mg / mL was not significantly different from control (P > 0.05) but at a concentration of ≥ 5 ug / mL there was a significant difference with control (P < 0.05). Barriers to infectivity in the treatment of amyl galat with a concentration of 2.5 μg / mL, 5 μg / mL did not differ significantly with control (P > 0.05) but at concentrations ≥ 10 ug / mL there were significant differences with control (P < 0.05). Amyl error has a significant selectivity to cells infected with DENV (SI > 10) and can be concluded that amyl error has the potential to be used as an antiviral drug against DENV, but further studies and trials are still needed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>