Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160633 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Akhir abad ke-20 dan awal abad ke-2l, masalah moralitas dan budi pekerti
menjadi keprihatinan dalam masyarakat kita. Realitas ini muncul dari berbagai kejadian
yang meresahkan masyarakat, apalagi kejadian itu berkaitan dengan masalah remaja,
sehingga kita patut bertanya bagaimana pendidikan moral yang selama ini diterapkan
dalam keluarga kita?
Kohlberg mengidentifikasi adanya enam tahap dalam perkembangan moral; dua
tahap dalam tiga tingkatan yang dibedakan: pra-konvensional, konvensional, dan pascakonvensional.
Tingkatan pra-konvensional, terdiri atas: tahap satu yang memiliki
orientasi huk:uman dan kepatuhan, dan tahap dua yang mempunyai orientasi relativis
instrumental. Tingkatan konvensional terdiri atas: tahap tiga yang berorientasi masuk
dalarn "anak baik" dan "anak manis", tahap empat yang berorientasi pada hukum dan
ketertiban. Sedangkan tingkatan pasca-konvensional yang memiliki ciri otonom dan
berprinsip terdiri atas: tahap lima yang berorientasi pada kontrak sosiat legalistis, dan
tahap enam orientasi pada azas etika universal. Pertumbuhan dalam pertimbangan moral
merupakan proses perkembangan, yang menyangkut perubahan struktur kognitif.
Pendidikan moral barns mempunyai tujuan untuk mencapai tahap pertimbangan moral
yang lebih tinggi. Mutu lingkungan merupakan hal yang penting bagi penyusunan
struktur moral yang barn. Tidak semua anak mengalami lingkungan yang
menguntungksn, yang karena berbagai alasan barus berpisah dengan orangtuanya sejak
kecil dan mereka harus menjadi penghuni penti asuban.
Berdasarkan penelitian ini, pada umumnya remaja yang tinggal di panti asuban
SOS Desa Taruna Jakarta memiliki tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan
perkembangan usianya, yaitu pada usia 16 sampai 20 tahun seseorang bergerak dalam
empat tahap perkembangan moral. Tahap penirnbangan moral mereka sesuai dengan
perilaku berdasarkan penilaian pengasuhnya. Namun, kesimpulan tersebut kurang
menunjukkan kesesuaian dengan perilaku partisipan yang ditunjukkan dari pengakuan
mereka sendiri. Penelitian ini roenunjukkan bahwa 83 % partisipan pernah melakukan
pencurian, 69% membolos, 42% melihat film porno, 35% merokok, 21% tawuran, dan
9,5 % pernah melakukan hubungan seksual. Jadi 1 tidak selalu ada hubungan antar apa
yang dipikirkan dan dikatakan oleh partisipan tentang moral dengan perilakunya.
Dalam konteks pendidikan moral, hukuman menunjukkan ketidakerektifunnya,
karena justru membuat akibat negatif yang dialami anak. Ketika remaja bersalah, harapan
partisipan pada pengasuhnya adalah berkomunikasi, berdialog, dan menasebati.
Demikian juga pengasuh mempunyai idealisme dalam mendidik anak yang terbaik yaitu
dengan melakukan dialog dan komunikasi. Jadi, terdapat kesesuaian harapan antara anak
asuh dan pengasuh dalam konteks pendidikan moral Kedisiplinan menurut partisipan
masih perlu ditingkatkan, yaitu dengan membuat peraturan yang lebih ketat, tetapi tidak
dengan rnenggunakan hukuman keras (fisik}
Maka dalam pendidikan moral, dialog dan komunikasi antara anak dan orang tua
pada umumnya, menjadi sarana yang diharapkan oleh kedua belah piilak, dan diharapkan
dapat membuat suatu perilaku yang diharapkan.
Keterbatasan penelitian ini adalah hanya melibatkan satu panti asuhan. Banyak
masalah yang dapat diperbandingkan, diperluas dan didalami, sehingga akan menjawab
permasalahan yang muncul setelah membaca tulisan ini."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyusunan modul pelatihan pembentukan identitas diri remaja ini
dilakukan berawal dari Igeprihatinan penulis dengan keadaan remaja kita yang
banyak melakukan perilaku yang kurang baik. Padahal jika disadari, berbagai
perilaku negatif tersebut dilakukan rernaja karena mereka masih bingung
dengan siapa dirinya dan bagaimana peran yang harus dilakukannya dalam
masyarakat. Jadi pemtasalahan seputar pembentukan identitas diri adalah
sejauhmana remaja bisa menentukan peranan sosial yang akan dipilihnya dalam
kehidupan selanjutnya (Atkinson, Atkinson, dan Hilgrad, 1996). Oleh karena
ilu, penulis melihat diperlukannya sebuah pelatihan unttlk rnembekali remaja
dalam membentuk identitas dirinya melalui berbagai materi yang berkait erat
dengan identitas diri. Pelatihan yang diranoang untuk dilakukan selama 2 hari
ini akan diawali dengan pretest Q-sort yang mengukur sejauhmana konsep diri pada remaja telah terbentuk. Keniudian materi -materi yang akan disampaikan
IVsecara berturutan adalah remaja seputar karalcteristik dan permasalahannya,
teori psikososial Eriksonb yang akan membahas krisis identitas pada remaja,
kecenderungan konformitas pada remaja yang berada dalam krisis identitas,
kaimu amara idenmas diri dengan konseg din dan bagaimana membenwk
konsep diri menjadi ideal. Setelah itu, sebulan kemudian para peserta diminta
berkumpul kembali untuk mengikuti postes Q sort, untuk dilihat sejauhmana
perkembangan konsep dirinya.
Sebelumnya, penyusunan modul ini telah diujikan pada 3 orang sampel
siswa yang berasal dari 3 sekolah yang berbeda, seorang siswa putri berasal
dari SMU Labschool, seorang siswa putri lain bersekolah di SMU Diponegoro,
Rawamangun serta seorang siswa putra berasal dari SMUN 12 Utan Kayu. Dua
orang peserta telah duduk dibangku kelas 3 SMU sedangkan seorang lagi
duduk di kelas 2 SMU. Uji coba dilakukan selama 2 hari, disesuaikan dengan
jadwal yang ada pada rancangan modul pelatihan, meskipun walctunya lebih
dipersingkat karena pesertanya yang hanya 3 orang. Hasilnya secara umum
para peserta memiliki sikap positif dan rnerasa perlu diadakannya pelatihan ini
bagi remaja seusia mereka, karena dapat rnenambah wawasan berpikir mereka
dan pengenalan mereka terhadap diri sendiri.
Selanjutnya saran untuk perbaikan program pelatihan ini dimasa
mendatang adalah mencari metode permainan yang lebih bervariasi,
memasukkan juga teori rogers sebagai landasan teori Q sort yang digunakan
pada pretest dan postst, mengenalkan adanya heterogenitas dalam kehidupan
nyata pada remaja, menyusun lémbar evaluasi yang dapat mengevaluasi isi
materi yang disampaikan dengan lebih mendalam, menyajikan satu atau dua
materi saja agar dapat efektif. Selain ilu, peran observer dan instruktur juga
diperlukan dalam pelaksanaan pelatihan
Akhimya penyusunan modul ini dihafapkan dapat bermanfaat bagi para
remaja dalam membentuk identitas diri yang efektif demi memperbaiki kualitas
perilaku dan kehidupan mereka di masa depan. Karena ditangan pemudalah,
kepemimpinanan masayarakat bangsa ini akan diletakkan. Semoga hasil
penelitian ini dapat mendorong munculnya berbagai gagasan lain yang lebih
baik dalam membantu remaja menjalani kehidupannya."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yohanes Edi Sugiarto
"Akhir-akhir ini, perilaku seks bebas pada remaja sudah menghawatirkan, sehingga memerlukan penanggulangan yang serius. Banyak faktor yang diduga berkaitan dengan fenomena tersebut. Penelitian ini memfokuskan pengkajian pada pendidikan seks dalam keluarga, pertimbangan moral, dan sikap terhadap seks bebas siswa SMU Negeri 5 Bogor tahun 2002. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, sedangkan disainnya adalah cross-sectional survey. Hasil penelitiannya disajikan dalam bentuk tesis yang ditujukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) ada hubungan yang signifikan antara pendidikan seks dalam keluarga dengan perilaku seks bebas pada remaja; (2) tingkat perkembangan moral memiliki hubungan dengan sikap terhadap seks bebas pada remaja, akan tetapi sikap terhadap seks bebas pada remaja tidak berhubungan dengan penalaran prinsip moral; (3) pendidikan seks dalam keluarga dan tingkat perkembangan moral -secara simultan- mempunyai hubungan yang signifikan dengan sikap terhadap seks bebas; (4) ada hubungan antara pemberian informasi tentang perbedaan serta fungsi organ seksual antara pria dengan wanita, pemberian informasi tentang berbagai risiko penyalahgunaan organ seksual, pemberian bekal keagamaan dan keterampilan berperilaku sebagai pedoman pergaulan antara pria dengan wanita, penjelasan tentang perubahan yang terjadi pada masa remaja dan tingkat perkembangan moral -secara simultan- dengan sikap terhadap seks bebas.
Merujuk kepada simpulan penelitian di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: (1) pendidikan seks dalam keluarga yang yang selama ini dilakukan oleh para orang tua terhadap remaja di rumah, perlu dipelihara dan dikembangkan sehingga lebih relevan dengan kebutuhan nyata para remaja; (2) untuk meningkatkan kemampuan penalaran moral remaja, pihak sekolah dan orang tua dapat melatihnya melalui latihan diskusi pemecahan masalah-masalah sosial yang nyata; (3) agar remaja terhindar dari perilaku seks bebas, maka yang perlu dilakukan adalah membekali mereka dengan pengetahuan yang lengkap dan tuntas mengenai berbagai isu yang berkaitan dengan seks bebas; (4) untuk meningkatkan komitmen moral agar remaja tidak terjerumus ke dalam perilaku seks bebas, juga dapat dilakukan dengan pembinaan moral dan budi pekerti.

The Correlation between Sex Education in The Family and Moral Judgement with the Attitude toward Free Sex of SMUN 5 Bogor Students, Year 2002Recently, free sex behaviors in adolescence have been critical issue that should be resolved seriously. There were many factors related to these phenomena. This research focuses on the sex education in the family, moral judgment, and the attitude toward free sex of SMUN 5 Bogor students, year 2002. This research used descriptive method through cross sectional survey design. The research report presented in thesis form to complete graduate study in public health program.
The research found that (1) there is significant correlation between sex education in family and free sex attitudes of adolescents; (2) level of moral development correlate with attitude toward the free sex of adolescents, but the free sex attitudes of adolescents has no significant correlation with the principal moral judgment; (3) sex education in the family and-the level of moral development correlate significantly with the attitudes toward free sex; (4) there is correlation between information about differences and function of sex organs between male and female, risks of sex organs abuse, religious norm as guide of social intercourse between male and female, changes of adolescents life, and moral judgment simultaneously with attitudes toward free sex.
In reference to the conclusions, it can be stated the implication as follow: (1) parent?s sex education should be improved that relevant with real needs of adolescents; (2) to increase moral judgment ability of adolescents, teachers (schools) and parents need to collaborate each other to develop ability for real social problem solving; (3) to prevent adolescents from free sex, they should have comprehensive knowledge in dealing' with free sex issues; and (4) to prevent adolescents fall into free sex, reinforcing their moral and ethics also recommended."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 8296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soesilorini
"Perbankan di Indonesia sebagai jantung perekonomian masyarakat telah
mengalami krisis yang menjadi salah satu sebab krisis ekonomi yang kita alami saat ini. Sebab utama adalah kesalahan, kecurangan, atau pelanggaran yang dilakukan oleh orang dalam bank-bank itu sendiri. Dinyatakan juga oleh POLRI 95% kejahatan bidang perbankan dilakukan oleh orang dalam atau setidaknya memberi informasi pada orang luar. Pelanggaran-pelanggaran atau kecurangan-kecurangan tersebut mengindikasikan integritas moral pengelola bank masih
diragukan padahal bank adalah lembaga kepercayaan tempat orang menitipkan uangnya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari Seberapa jauh hubungan antara nilai-nilai personal dan tipe-tipe kepribadian dengan pertimbangan dan intensi moral dalam pekerjaan di bidang perbankan.
Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapkan dapat disumbangkan cara-cara atau pikiran untuk memperbaiki kondisi perbankan di masa yang akan datang dari sudut moral atau etika. Selain itu diharapkan dapat merupakan sumbangan dalam bidang ilmu psikologi terutama nilai, kepribadian, dan perilaku moral serta
sumbangan dalam pengembangan studi etika bisnis.
Penelitian dilaksanakan pada para bankir yang sedang mengikuti kursus di Institut Bankir Indonesia. Data dikumpulkan melalui kuesioner dengan menggunakan Rokeuch Value Survey, Profil kepripadian OMNI Berkeley untuk Indonesia, dan skenario dilema moral atau etika dilingkungan perbankan di Indonesia
Hasil penelitian yang diketemukan adalah (I) Ada beberapa nilai terminal dan nilai instrumental yang mcnunjukkan hubungan bermakna dengan pertimbangan moral maupun intensi moral (2) Tidak ada hubungan bermkna anrara tipe-tipe kepribadian dengan pertimbangan moral (3)Ada hubungan bermakna antara tipe kepribadian "Conscientious? dengan intensi moral (4) nilai personal bersama-sama dengan tipe kepribadian merupakan prediksi yang baik untuk pertimbangan moral maupun intensi moral.
Saran-saran yang dapat dianjurkan adalah (1) melakukan penelitian
lanjutan tentang perilaku moral baik dilingkungan perbankan maupun lingkungan pekerjaan lain untuk memberikan sumbangan pada pengembangan etika di Indonesia (2) melakukan pelatihan untuk meningkatkan nilai-nilai personal dan tipe-tipe kepribadian yang mendukung pertimbangan dan intensi moral antara lain
dengan metode self-confrontation terutama bagi para bankir. (3) Dalam
menempatkan pejabat pada posisi yang rawan pelanggran etika atau moral dapat dipilih orang yang memiliki nilai-nilai personal dan tipe-tipe kepribadian yang mendukung pcrilaku moral yang baik
"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T38307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Nurhidayati
"Pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakt sangat penting atau urgen bagi pembentukan moral remaja, mengingat maraknya dekadensi moral saat ini. Masalah tersebut perlu mendapat perhatian dari pemerintah, keluarga dan masrakat. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pembentukan generasi mendatang"
Tulungagung: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, 2012
297 JPIK 7:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kurtines, William M.
Jakarta: UI-Press, 1992
170 KUR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
370.114 HAN d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nasution, Zainuddin
"Perkembangan penalaran moral ditentukan oleh banyak faktor antara lain faktor lingkungan keluarga dan sekolah. Dalam lingkungan keluarga, proses pengasuhan khususnya ayah berperan dalam perkembangan penalaran moral remaja. Begitu juga dalam lingkungan sekolah, teman sebaya memiliki andil yang cukup berarti. Berkaitan dengan peran orangtua, secara tradisional pengasuhan dalam arti mendidik dan membesarkan anak lebih dibebankan kepada ibu. Peran ayah lebih dikaitkan dengan peran sehagai pendukung ekonomi yang membutuhkan keterampilan intelektual (Phares, 1996) sehingga keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak tidak mendalam. Sesuai dengan perkembangan zaman jumlah wanita yang bekerja meningkat, ayah pun mulai dituntut untuk terlibat dalam pengasuhan anak.
Penelitian ini mengenai perkembangan penalaran moral remaja dikaitkan dengan peran ayah dan peran teman sebaya. Tujuan penelitian ini adalah (1) membuktikan apakah ayah berperan dalam pencapaian tahap penalaran moral remaja (2) membuktikan apakah teman sebaya berperan dalam pencapaian tahap penalaran moral remaja dan (3) membuktikan apakah ayah dan teman sebaya secara bersama-sama berperan dalam pencapaian tahap penalaran moral remaja.
Sampel penelitian ini adalah 160 siswa SMA Lab. School Rawamangun Jakarta kelas II tahun ajaran 2004/2005. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner persepsi remaja terhadap peran ayah yang disusun berdasarkan dimensi pengasuhan yang dikembangkan oleh Barber. Alat ukur lain adalah kuesioner persepsi remaja terhadap peran teman sebaya berdasarkan dimensi kelekatan remaja dengan teman sebaya dari Armsden & Greensberg. Untuk mengukur tahap penalaran moral remaja digunakan Defining Issues Test (DIT) yang dikembangkan oleh Rest. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi dan regresi.
Hasil penelitian menunjukkan ballwa peran ayah dan peran teman sebaya menunjukkan tidak ada hubungannya dengan perkembangan penalaran moral remaja. Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori mungkin disebabkan peran ayah khususnya di Indonesia memang tidak sebesar di negara Barat, walaupun ayah ikut terlibat dalam kegiatan rumah tangga namun umumnya masih berpegang pada norma-norma mengenai pembagian kerja. Selain itu alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Meskipun demikian, orangtua terutama ayah perlu juga memperhatikan hal seperti yang dikatakan dalam berbagai tinjauan teoritis bahwa ayah yang berperan aktif dalam pengasuhan remaja akan mengurangi terjadinya ketimpangan dalam pertumbuhan remaja tersebut khususnya perkembangan penalaran moral.
Saran utama yang diajukan sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perkembangan penalaran moral remaja agar didapatkan gambaran faktor-faktor lain yang ikut memberikan kontribusi. Saran juga ditujukan kepada keluarga, sekolah, dan praktisi pendidikan sehingga memiliki gambaran dalam rangka melakukan pembinanan terhadap moral remaja."
2005
T18600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>