Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125517 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elvi Andriani Yusuf
"Hipotiroid kongenital didefisikan sebagai kurangnya hormon tiroid yang mempengaruhi anak sejak lahir (kongenital) disebabkan kegagalan perkembangan kelenjar tiroid atau ektopik sehingga berpengaruh bagi
metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan otak yang normal Hipotiroid kongenital mempengaruhi perkembangan fisik, intelektual, dan juga emosi serta perilaku anak. Penelitian mengenai permasalahan fisik dan medis anak hipotiroid kongenital sudah banyak dilakukan namun penelitian pada aspek psikologi khususnya emosi dan perilakunya masih minim. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah emosi dan perilaku anak penderita hipotiroid kongenital yang dilakukan melalui metode observasi, wawancara, tes CBCL 4/18 dan AAMD- Adaptive Behaviour Scale Bagian II.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif Subjek penelitian diambil dari 3 pasien anak dengan diagnosa hipotiroid kongenital di bagian Endokrin RSCM, Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan terdapat masalah perilaku sosial, masalah atensi, perilaku agresif, dan reaksi buruk terhadap frustrasi anak penderita hipotiroid kongenital. Selanjutnya pada masing-masing anak terdapat variasi masalah emosi dan perilaku lainnya 1 subjek mengalami masalah perilaku menarik diri, keluhan somaris, mudah terganggu, masalah perilaku sosial, masalah atensi, perilaku soliter dan perilaku tidak menyenangkan.
Subjek lainnya mengalami masalah perilaku sosial, masalah atensi, perilaku tidak menyenangkan dan seorang subjek lagi mengalami keluhan somatis, masalah perilaku sosial dan masalah atensi. Hasil penelitian ini juga menemukan adanya perubahan perilaku sebelum dan sesudah pengobatan hipoliroid, yang awalnya pasif menjadi aktif dan lebih agresif."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efriyani Djuwita
"Penelitian ini mencoba untuk melihat masalah perilaku dan emosi yang dialami oleh
penderita thalassaemia mayor khususnya anak usia sekolah di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Latar belakang dari penelitian ini adalah fakta bahwa penderita
penyakit thalassaemia mayor di Indonesia sangat banyak. Menurut data yang diperoleh
dari RSCM setidaknya tercatat 1114 orang penderita thalassaemia mayor pada tahun
2004 sebagai pasien RSCM. Hal ini belum lagi ditambah dengan para penderita yang
masih belum tercatat sebagai pasien RSCM. Penyakit thalassaemia mayor adalah
penyakit kronis yang sifatnya tnrunan atau herediter. Sampai saat ini penyakit ini belum
memiliki obat yang dapat dikonsumsi umum untuk menyembuhkan penderitanya. Para
penderita thalassaemia mayor hanya dapat bertahan hidup dengan melakukan trausfusi
darah dan penggunaan obat desferal. Kondisi yang dialarni oleh penderita penyakit
thaltissaemia mayor ini berpotensi menimbulkan rnasalah perilaku serta masalah emosi.
Hal ini menurut Taylor (1999) dikarenakan penyakit yang sifatnya kronis dan mematikan
mempengaruhi banyak aspek dari kehidupan penderitanya. Pada penderita thalassaemia
mayor adanya perbedaan fisik, terbatasnya aktivitas yang dapat dilakukan sampai proses
pengobatan yang terus menerus diasumsikan dapat rnerupakan hal yang berkaitan dengan
rnunculnya masalah perilaku dan emosi.
Adapun rnetode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian gabungan kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan dengan cara
melakukan wawancara dengan orangtua penderita dan anak penderita thalassaemia
mayor. Sementara metode kuantitatif digunakan dengan cara rnelakukan skoring hasil
CBCL yang diadmistrasikan pada orangtua penderita thalassaemia mayor.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah keempat partisipan memiliki masalah
perilaku dan emosi. Dalam rnenjalin hubungan sosial, partisipan cenderung menarik diri
dari pergaulan ternan sebaya mereka. Hal ini berkaitan dengan perbedaan fisik yang
mereka miliki. Kondisi ini ditambah dengan faktor lingkungan di sekitar mereka yang
cenderung kurang memberikan dukungan. Keempat partisipan juga masih berperilaku
-----~--------~ ------"·-~·· ·--------~--------"·
kekanak-kanakan, tidak mandiri dan bergantung kepada orangtua. Dalam berhubungan
dengan anggota keluarga mereka cenderung tidak mau mengalah, selalu · ingin
didahulukan atau diperhatikan. Hal yang juga menarik didapat dari analisis keempat
partisipan tampak bahwa semua memiliki sifat yang tergolong sangat sensiti[ Mereka
cenderung pemalu terhadap orang lain, peka terhadap penilaian orang lain. Tiga dari
empat partisipanjuga mudah menangis atau mengeluarkan ekspresi marah.
Setelah melihat hasil yang didapat, diperoleh gambaran bahwa munculnya
masalah perilaku dan emosi pada penderita thalassaemia mayor tidak saja dikarenakan
faktor penyakit. Lebih luas lagi faktor lingkungan seperti orangtua, keluarga, guru
(sekolah), rumah sakit dan pemerintah juga turut mengambil peran dalam menimbulkan
masalah pada penderita.
Kesimpulan yang bisa didapat dari penelitian ini adalah bahwa para penderita
thalassaemia mayor usia sekolah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memiliki
beberapa masalah perilaku dan emosi. Adapun faktor-faktor yang turut berperan dalarn
menimbulkan masalah tersebut selain penyakit thalassaemia mayor adalah faktor
lingkungan. Melihat kondisi yang dialami oleh para partisipan maka dari penelitian ini
saran praktis yang dapat dianjurkan adalah agar orangtua dan anak melakukan cognitive
behavior therapy. Peneliti juga menganjurkan adanya keijasama antara dokter, psikolog
dan guru agar dapat membantu dan memahami penderita dan membentuk support group
bagi penderita dan orangtuanya. Sedangkan untuk saran metodologis ditujukan untuk
peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lanjutan. Beberapa hal yang disarankan
adalah penggunaan partisipan dari kelas ekonomi sosial yang lebih beragarn atau
menggunakan partisipan dari kelompok usia yang berbeda. Hal lain yang juga menarik
untuk dijadikan tema penelitian lanjutan adalah membuat dan menjalankan program
untuk para penderita thalassaemia mayor.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Gloria
"ABSTRAK
Latar Belakang: Hiperplasia adrenal kongenital HAK paling banyak disebabkan oleh defisiensi enzim 21-hidroksilase. Pajanan kortisol yang rendah dan androgen yang berlebihan pada masa prenatal dan/atau postnatal serta glukokortikoid berlebihan akibat terapi menyebabkan komplikasi medis dan psikososial. Anak HAK dapat mengalami masalah perilaku dan gangguan kognitif akibat penyakit atau terapi yang diberikan. Kondisi undertreatment dan overtreatment dapat memengaruhi perilaku dan kognitif. Identifikasi dini terhadap risiko masalah perilaku dan gangguan fungsi kognitif penting untuk intervensi klinis dan psikoedukasi terhadap anak.Tujuan: Mengetahui prevalens masalah perilaku dan gambaran fungsi kognitif anak HAK serta mengetahui risiko relatif terjadinya gangguan kognitif pada anak HAK yang memiliki masalah perilaku.Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif-analitik dengan metode potong lintang, dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM pada Januari ndash; Maret 2017. Pemeriksaan masalah perilaku menggunakan instrumen strengths and difficulties questionnaire SDQ , sedangkan pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan instrumen the Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence Scale WAIS untuk anak. Subyek pada penelitian ini adalah pasien HAK usia 4 ndash; 18 tahun. Analisis statistik dilakukan untuk mencari hubungan serta risiko relatif gangguan kognitif dengan masalah perilaku.Hasil: Penelitian dilakukan terhadap 20 subyek. Prevalens masalah perilaku sebesar 80 16/20 , dengan masalah terbanyak adalah masalah emosional 40 . Rerata IQ full scale adalah 96,5 20 . Terdapat 40 subyek dengan full scale IQ di bawah normal. Perbedaan bermakna secara statistik didapatkan antara rerata IQ full scale dengan hiperaktivitas

ABSTRACT
Background Congenital adrenal hyperplasia CAH is most commonly caused by a 21 hydroxylase enzyme deficiency. Low and excessive androgen exposure during prenatal and or postnatal periods and excessive glucocorticoids from therapy leads to medical and psychosocial complications. Children of CAH can experience behavioural problems and cognitive impairment due to the disease or therapy. Undertreatment and overtreatment can affect behavior and cognitive. Early identification to the risk of behavioural problems and impaired cognitive function is important for clinical interventions and psychoeducationAim To identification the prevalence of behavioral problems and the cognitive function of children with CAH and to know the relative risk of cognitive impairment in children who have behavioural problems.Method This is a descriptive analytic study with cross sectional method, held at Cipto Mangunkusumo Hospital in January to March 2017. Examination of behavioral problems using strengths and difficulties questionnaire SDQ instrument, while examining cognitive function using the Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence Scale WAIS for children. Subjects in this study were CAH patients aged 4 18 years. Statistical analysis was performed to find the relationship as well as the relative risk of cognitive impairment with behavioural problems.Result This study was conducted on 20 subjects. The prevalence of behavioural problems is 80 16 20 , with most problems being emotional problems 40 . The full scale IQ average is 96.5 20 . Forty percents of subjects have a full scale IQ under average. A statistically significant difference was found between mean full scale IQ and hyperactivity p "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Annisa
"ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan, anak akan belajar memusatkan
perhatiannya pada suatu hal dalam jangka waktu terhenti dan belajar bersabar.
Wenar (1994) menyatakan bahwa anak-anak prasekolah diharapkan dapat
menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang telah dimulainya dengan memuaskan
dan memonitor tepat atau tidaknya perilaku mereka. Namun, pencapaian anak
sangat bewariasi dalam hal. Ada beberapa anak yang tidak dapat
memusatkan perhatiannya pada sesuatu hal dalam waktu lama, hiperaktif dan
impulsif. Anak yang menunjukkan perilaku demikian biasanya menderita
ADHD (Attention Deficit Hipemctioity Disorder).
Anak prasekolah yang menderita ADHD dalam waktu satu tahun akan
sangat mungkin mengalami masalah perilaku dan diperkirakan akan menderita
ADHD pada masa middle childhood (Wenar, 1994). Dan pada masa ini dapat
dilihat perbedaan yang nyata antara anak normal dengan anak ADHD (Wenar ,
1994).
Masalah ADHD yang dihadapi anak dapat berkembang menjadi
permasalahan lain. Iansen, dkk (dalam Mash & Wolfe, 1999) menyatakan bahwa
antara 50% 80% anak ADHD juga mengalami gangguan lain seperti oppositional
defiant disorder, conduct disorder, emotional disorders , seperti kecemasan dan
depmesi serta learning disorders. Selain mengalami masalah dalam perilaku, anak
ADHD juga menghadapi masalah dalam keluarga. Interaksi di antara anggota
keluarga dikarakteristikan dengan negativistic, tidak adanya pemenuhan
kebutuhan anak (child noncompliance), kontrol orangtua yang besar dan konflik
dengan saudara (Mash & Johnston dalam Mash & Wolfe, 1999).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara
orangtua dengan anak ADHD melalui tampilan tes HTP. Emmanuel Hamrner
(1950) menyebutkan bahwa tes HTP merupakan tes yang melihat dunia dalam
individu dan lingkungannya dimana hal tersebut dianggap penting. Gambar
rumah diketahui dapat memunculkan asosiasi pada diri subyek mengenai
lingkungan rumahnya dan hubungan dalam keluarga. Gambar pohon dapat
mereflekslkan kepribadian individu yang paling dalam dan tidak disadari
Sedangkan gambar orang menunjukan manifestasi persepsi subyek mengenai
dirinya atau apa yang diharapkan dari dirinya sendiri (dalam Wenck, 1980).
Kemudian, untuk mengetahui permasalahan perilaku pada anak ADHD, akan
digunakan tes CBCL dimana rnelalui hes CBCL dapat diketahui gambaran
perllaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai data tambahan akan
digunakan hasil alloanamnesa dari orangtua.
Penelitian ini menggunakan metode kualiiatif dengan metode
pengumpulan data melalui analisis dokumen. Data yang diambil adalah data
sekuder yang diperoleh dari Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia periode pemeriksaan 2000 - 2003. Iumlah subyek yang
digunakan adalah 4 orang dengan karakterisitik sebagai berikut : usia Sekolah ,
antara 6 sampai 12 tahun dan didiagnosis mengalami gangguan ADHD pada
laporan pemeriksaan psikologis yang clilakukan oleh pemeriksa yang
bersangkutan.
Melalui penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut
1. Berdasarkan hasil alloanamnesa dan tes HTP diketahui bahwa hubungan
antara orangtua dan anak diwarnai dengan pernberian hukuman fisik seperti
memukul badan, tangan, paha atau pantat dan mencubit. Seluruh subyek
menganggap bahwa ibu sebagai tokoh yang seringkali memberikan
hukuman fisik dibandingkan dengan bapak. Walaupun diwarnai dengan
pemberian hukuman fisik dan penerapan aturan, dua subyek merasa bahwa
ibu masih memiliki kesediaan untuk membuka diri dan berkomunikasi
2. Berdasarkan data formal dari tes HTP diperoleh bahwa ada kecenderungan
para subyek untuk memposisikan kertas secara horizontal dan menggambar
rumah terlebih dahulu.
Berdasarkan aspek isi - interpretasi terpisah - dari hes HTP diperoleh bahwa
sebagian besar subyek menggambar pintu namun dengan ukuran yang
bervariasi. Seluruh subyek menggambar pintu yang tertutup dan memiliki
Iznndfe dan lidak menggambar jalan setapak. Pohon digambar kecil oleh
seluruh subyek.
Berdasarkan aspek isi - interpretasi hubungan tiga elemen - Gambar pohon
dibuat kecil oleh seluruh subyek. Sebagian besar subyek menggambar orang
kecil dan menempatkan gambar orang dekat dengan rumah.
3. Dalam hal perilaku diketahui bahwa 1 subyek memiliki kecenderungan
perilaku kearah internlizing, dan 1 subyek memiliki kecenderungan perilaku
kea nah externlizing. Area internalizing yang muncul adalah pada sindrom
withdrawn dan sematic complaints. Sedangkan area externalizing yang muncul
adalah pada delinquent problems dan aggressive behaviour."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Emirzaqi
"Latar Belakang: Gangguan tidur dan masalah psikososial sampai saat ini masih cukup tinggi pada anak. Namun, penelitian mengenai hubungan antara gangguan tidur dan masalah psikososial pada anak thalassemia belum banyak di publikasi di Indonesia. Penelitian sebelumnya menelaah hubungan antara gangguan tidur dan masalah psikososial pada anak sehat. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara gangguan tidur dan masalah psikososial pada anak thalassemia dengan perbedaan pada dua buah aspek, yaitu aspek penegakan diagnosis masalah psikososial dan kelompok sampel yang dipilih. Tujuan: Mengetahui hubungan antara gangguan tidur dan masalah psikososial pada anak thalassemia. Metode: Penelitian observasional potong-lintang dengan sampel anak yang mengalami thalassemia major yang berobat ke Poliklinik Thalassemia/Ruang Transfusi RSCM pada Oktober 2022. Hasil: Dari 141 subjek, terdapat 87 subjek (61,7%) yang mengalami gangguan tidur dan 22 subjek (15,6%) yang mengalami masalah emosi perilaku. Hubungan antara gangguan tidur dan masalah psikososial pada anak thalassemia usia 6-15 tahun menunjukkan memiliki hubungan yang bermakna ( P<0.05). Kesimpulan: Anak thalassemia usia 6-15 tahun dengan gangguan tidur memiliki risiko 3,261 kali mengalami masalah psikososial (emosi dan perilaku).

Background: Sleep disorders and psychosocial problems are still quite high in children. However, research on the relationship between sleep disorders and psychosocial problems in thalassemia children has not been widely published in Indonesia. Previous research has examined the relationship between sleep disorders and psychosocial problems in healthy children. Based on this, the researchers wanted to find out whether there is a relationship between sleep disorders and psychosocial problems in thalassemia children with differences in two aspects, namely the aspect of establishing a diagnosis of psychosocial problems and the selected sample group. Purpose: To determine the relationship between sleep disorders and psychosocial problems in thalassemia children Methods: This is an observational cross-sectional study on children with thalassemia major who went to the Thalassemia Polyclinic/Transfusion Room RSCM in October 2022. Result: Of 141 subjects, there were 87 subjects (61.7%) had sleep disorders and 22 subjects (15.6%) had psychosocial problems. The association between sleep disorders and psychosocial problems in thalassemic children aged 6-15 years showed a significant association (P<0.05). Conclusion: Thalassemia children aged 6-15 years with sleep disorders have a 3.261 times the risk of experiencing psychosocial problems."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwik Windarti
"Latar belakang: Hipotiroid kongenital (HK) merupakan penyebab disabilitas intelektual yang dapat dicegah dan pencarian etiologinya belum menjadi prosedur rutin. Pencarian etiologi HK penting untuk dilakukan, karena membantu dalam menentukan derajat keparahan, mempengaruhi dosis substitusi L-tiroksin, terapi jangka panjang, prognosis, dan kemungkinan HK diturunkan pada anak selanjutnya (konseling genetik). Etiologi HK dapat bervariasi antar negara. Saat ini data mengenai etiologi HK di Indonesia masih sedikit.
Tujuan: Mengevaluasi etiologi hipotiroid kongenital.
Metode: Penelitian potong lintang dengan metode total sampling pada semua subjek yang terlibat dalam penelitian “Dampak keterlambatan diagnosis hipotiroid kongenital: disabilitas intelektual dan kualitas hidup pasien” di Jakarta. Penelitian ini dilakukan sejak lolos kaji etik sampai November 2014.
Hasil: Terdapat 19 dari 25 subjek yang dapat dievaluasi etiologinya. Etiologi yang ditemukan adalah disgenesis (16/19) dan dishormonogenesis (3/16). Tipe disgenesis terbanyak berturut-turut adalah hemiagenesis (6/16), athireosis (5/16), hipoplasia (4/16), dan ektopik (1/16). Nilai IQ pada kelompok hipoplasia adalah borderline, sedangkan kategori nilai IQ etiologi lainnya adalah disabilitas intelektual. Rerata nilai IQ 72,7(SD 30,3) untuk kelompok hipoplasia, 58,2 (SD 16) untuk agenesis, 52,5 (SD 16,5) untuk hemiagenesis, 37,3 (SD 8) untuk dishormonogenesis, dan nilai IQ 46 didapatkan pada anak dengan kelenjar tiroid ektopik.
Simpulan: Etiologi HK pada penelitian ini adalah disgenesis tiroid (16/19) dan dishormonogenesis (3/19). Hemiagenesis merupakan etiologi HK terbanyak (6/19). Hipoplasi tiroid merupakan kelompok dengan nilai IQ tertinggi (borderline) daripada kelompok lainnya (disabilitas intelektual).

Background: Congenital hypothyroidism (CH) is one of the most preventable cause of intellectual disability. Investigation for etiology of CH is not a routine procedure in Indonesia. Congenital hypothyroidism etiology is important for predict severity of hypothyroidism, L-thyroxine dose substitution, prognosis, and genetic counselling. Etiology of CH varies among countries. Current data about CH etiology in Indonesia is limited. This research is part of “Impact of delayed CH diagnosis: intellectual disability and quality of live” research that has been done in RSCM.
Aim: To evaluate etiology of primary congenital hypothyroidism.
Methods : A cross sectional study with total sampling of all participants in “Impact of delayed CH diagnosis: intellectual disability and quality of live” research. This research has been done since pass the ethics until November 2014.
Result: There were 19 of 25 participants that could be evaluate the CH etiology. The etiology are dysgenesis (16/19) and dyshormomogenesis (3/19). Types of dysgenesis are hemiagenesis (6/16), athireosis (5/16), hypoplasia (4/16), and ectopic (1/16). Mean of total IQ was 72,7 (SD 30,3) for hypoplasia, 58,2 (SD 16) for agenesis, 52,5 (SD 16,5) for hemiagenesis, 37,3 (SD 8) for dyshormonogenesis, and IQ score for ectopic thyroid is 46.
Conclusion: Etiology of Ch in this research is dysgenesis (16/19) and dyshormonogenesis (3/19). Hemiagenesis is the most common etiology in CH. Hypoplasia thyroid group has the highest IQ score (borderline) among other groups od etiology.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosalina
"ABSTRAK
Kehadiran seorang anak dalam keluarga membawa kebahagiaan
tersendiri bagi keluarga tersebut. Meskipun begitu, jika anak yang lahir
mengalami kelainan maka kebahagiaan tersebut akan terganggu. Penelitian ini
hendak melihat perasaan apa saja yang dialami oleh orang tua yang memiliki
anak dengan kelainan jantung kongenital, bagaimana intensitas dari emosi itu
dan faktor apa saja yang mempengaruhi tinggi-rendahnya intensitas tersebut.
Pada orang tua yang memiliki anak dengan kelainan, umumnya mereka
mengalami emosi yang negatif (Joliy, 1981; Beth, 1997;Saenz, Beebe dan Triplett,
1999). Intensitas emosi yang dialami juga beragam. Meskipun begitu, literatur
maupun penelitian mengenai emosi dan intensitas emosi pada orang tua yang
memiliki anak dengan kelainan jantung kongenital masih amat terbatas.
Dikhawatirkan intensitas emosi yang tinggi dari orang tua dapat membawa
akibat negatir terhadap perkembangan anak. Bertolak dari pemikiran tersebut,
penelitian ini hendak mengetahui perasaan apa saja yang dialami oleh orang
tua yang memiliki anak dengan kelainan jantung kongenital, bagaimana
intensitas dari emosi itu, faktor apa saja yang mempengaruhi tinggi-rendahnya
intensitas tersebut dan proses coping apa yang dilakukan oleh orang tua dalam
menghadapi situasi tersebut.
Emosi yang dialami oleh orang tua diteliti berdasarkan teori
Multidimensional Emosi dari Plutchik dan Core Relational Theme (CRT) dari
Lazarus. Teori Multidimensional Emosi mengemukakan bahwa emosi terbagi
dalam ragam dan intensitasnya (Plutchik, 1994). CRT dari Lazarus
mengemukakan tentang inti dari keuntungan dan kerugian yang ada pada tiap
emosi (Lazarus dalam Plutchik, 1994). Pengalaman emosi yang dialami orang tua
akan dibahas menggunakan sistem emosi dari Lazarus. Dalam sistem ini
disebutkan bahwa orang mengadakan penilaian terhadap suatu situasi yang
dialaminya. Terdapat 2 penilaian, penilaian primer berkaitan dengan nilai suatu
peristiwa dalam kehidupan seseorang dan penilaian sekunder berkaitan dengan
pilihan coping dan harapan di masa mendatang (Lazarus dalam Goldberger
dan Breznitz, 1993). Lazarus mengemukakan 2 proses coping yaitu coping yang
terfokus pada emosi dan coping yang terfokus pada masalah. Dalam penelitian
ini turut dibahas mengenai parenting yang terbagi lagi menjadi fathering dan
mothering. Thevenin (1993) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan yang
bersifat saling melengkapi antara peran ayah dan ibu.
Partisipan penelitian ini terdiri dari 4 pasang orang tua yang memiliki anak
dengan kelainan jantung kongenital. Adapun anak ini diketahui mengalami kelainan sejak usia 0-3 bulan dan pada saat penelitian usia anak berkisar antara
15-19 bulan. Penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan metode
pengumpulan data berupa wawancara dan observasi. Disamping itu, terdapat
lembaran yang berisi mengenai data diri partisipan serta sejumlah nama emosi
untuk memudahkan partisipan mengingat emosi yang pernah dirasakannya.
Mengingat banyaknya data yang didapat maka peneliti menggunakan metode
analisa antar kasus dalam penyajian. Begitu pula dengan analisa data dilakukan
dengan metode analisa antar kasus seperti yang tertulis dalam Miles dan
Huberman (1994) dengan sedikit perubahan sesuai kebutuhan penelitian.
Umumnya selama setahun terakhir ini, orang tua merasakan emosi negatif
seperti cemas, sedih, mengalah atau pasrah dan kasihan. Orang tua juga
mengalami emosi positif seperti harapan, terkejut, berjaga dan cinta. Adapun
intensitas dari emosi yang dialami tidak terlalu tinggi, umumnya terletak pada
tingkat kedua dari Model Multidimensional Emosi dari Plutchik. Dalam penelitian
ini, faktor-faktor yang terlihat mempengaruhi tinggi-rendahnya intensitas tersebut
adalah tingkat kebocoran atau keluhan yang dialami anak, peran dokter dan
paramedis serta urutan kelahiran anak yang mengalami kelainan.
Dalam menghadapi permasalahan biaya, para orang tua melakukan
coping yang terfokus pada masalah. Berkaitan dengan masalah kesehatan
anak, para ayah melakukan coping yang terfokus pada emosi sedangkan para
ibu melakukan coping yang terfokus pada masalah.
Para orang tua cenderung untuk membebaskan anaknya dalam
beraktivitas. Meskipun begitu, pengawasan tetap dilakukan berkaitan dengan
tingkat bahaya kegiatan dan kemampuan anak. Perbedaan pola pengasuhan
antara anak yang mengalami kelainan dengan anak yang normal juga
ditemukan dalam penelitian ini. Pengasuhan anak yang mengalami kelainan
dilakukan bersama oleh ayah dan ibu.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan kepada para dokter,
tepatnya dokter spesialis jantung anak, dan paramedis untuk dapat memberikan
dukungan sosial yang amat dibutuhkan oleh orang tua pasien. Dalam
pengasuhan anak yang mengalami kelainan jantung kongenital hendaknya
orang tua membiarkan anak beraktivitas sebatas kemampuan anak tersebut.
Peneliti berharap adanya penelitian lanjutan mengenai topik kelainan
jantung kongenital ini. Harapan tersebut dilontarkan mengingat masih sedikitnya
penelitian mengenai topik ini sedangkan kasus kelainan jantung kongenital
dapat dikatakan cukup sering terjadi (8-10 bayi dari 1000 kelahiran, Baraas, 1995).
Hal ini membuat pengetahuan akan berbagai aspek dari topik ini menjadi
semakin penting."
2002
S3140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farsely Mranani
"ABSTRAK
Hipotiroid kongenital (HK) adalah kelainan bawaan yang dapat menimbulkan
dampak berupa retardasi mental permanen. Pemberian levothyroxine dengan dosis tepat pada usia sedini mungkin, dapat mencegah gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Sayangnya, bayi baru lahir tidak menunjukkan gejala HK. Kalaupun ada, berarti sudah ada gangguan pertumbuhan. Perlu skrining hipotiroid kongenital (SHK) untuk menemukan kasus bayi yang menderita HK.
Meski sudah dilakukan sejak 2006, baru pada tahun 2014 dikeluarkan Permenkes tentang pelaksanaan SHK di Indonesia. Penelitian evaluasi ekonomi program SHK tahun 2014-2015 ini mencakup analisis biaya skrining dan terapi dini, sedangkan outcome didapat dari systematic review (SR). Asumsi dikembangkan berdasarkan data riil pasien skrining SHK di 2 laboratorium rujukan di Jakarta dan Bandung.
Dari total 56.186 bayi yang melakukan skrining, diperoleh 24 pasien positif
menderita HK. Hasil SR menyatakan bahwa semakin dini onset terapi, semakin adekuat dosis inisiasi dan semakin kontinyu terapi dapat memberikan hasil yang baik. Hasil Tersebut berupa pencegahan terhadap komplikasi HK lebih jauh dan perbaikan pada penyimpangan tumbuh kembang.
Dari hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa baru pada tahun kedua terlihat adanya keuntungan ekonomis SHK. Hal ini berhubungan dengan patologi gejala HK yang umumnya muncul pada usia 3-6 bulan. Orang tua baru mencari pertolongan medis pada tahun kedua dan mengeluarkan lebih banyak biaya. Biaya skrining dan terapi dini menjadi sepadan dibandingkan dengan kerugian yang dapat dicegah akibat gejala gangguan tumbuh kembang.

ABSTRACT
Congenital hypothyroidism (CH) is a congenital disorder that can have an impact in the form of permanent mental retardation. Giving the right dose of levothyroxine at the earliest possible age, can prevent the disruption of growth and development. Newborns do not show symptoms of CH, and unfortunately the symptoms appear in the late period and in many cases it shows growth disorders. The congenital hypothyroidism screening (CHS) program has been implemented to find infant cases with CH, and followed up with treatment.
Although it has been made since 2006, Minister of Health just issued the regulation in 2014 on the implementation of CHS in Indonesia. This economic evaluation of the CHS program in 2014-2015 was done using cost analysis, while outcome obtained from the systematic review (SR). The assumptions used in the analysis were developed based on real data from a CHS screening program in two referral laboratories in Jakarta and Bandung. Out of 56.186 screened babies, 24 babies were found as CH positive cases.
The result of the SR revealed that the earlier onset of initiation therapy, the more adequate dose and the more continuous therapy given to the patient, the better result will be achieved. It will prevent the patients from severe complications of CH and will improve the quality of thegrowth and development. The study found that the economic benefit is achieved in the second year of CH treatment, since the pathological symptoms generally appear at the age of 3-6 month and parents seek care in the second year. Consequently, cost to treat patients will increase. The cost of screening and early treatment was found worthy as compared to economic loss resulting from growth disorders"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farsely Mranani
"ABSTRAK
Hipotiroid kongenital (HK) adalah kelainan bawaan yang dapat menimbulkan
dampak berupa retardasi mental permanen. Pemberian levothyroxine dengan dosis
tepat pada usia sedini mungkin, dapat mencegah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan. Sayangnya, bayi baru lahir tidak menunjukkan gejala HK. Kalaupun
ada, berarti sudah ada gangguan pertumbuhan. Perlu skrining hipotiroid kongenital
(SHK) untuk menemukan kasus bayi yang menderita HK.
Meski sudah dilakukan sejak 2006, baru pada tahun 2014 dikeluarkan Permenkes
tentang pelaksanaan SHK di Indonesia. Penelitian evaluasi ekonomi program SHK
tahun 2014-2015 ini mencakup analisis biaya skrining dan terapi dini, sedangkan
outcome didapat dari systematic review (SR). Asumsi dikembangkan berdasarkan
data riil pasien skrining SHK di 2 laboratorium rujukan di Jakarta dan Bandung.
Dari total 56.186 bayi yang melakukan skrining, diperoleh 24 pasien positif
menderita HK.
Hasil SR menyatakan bahwa semakin dini onset terapi, semakin adekuat dosis
inisiasi dan semakin kontinyu terapi dapat memberikan hasil yang baik. Hasil
tersebut berupa pencegahan terhadap komplikasi HK lebih jauh dan perbaikan pada
penyimpangan tumbuh kembang.
Dari hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa baru pada tahun kedua terlihat
adanya keuntungan ekonomis SHK. Hal ini berhubungan dengan patologi gejala HK
yang umumnya muncul pada usia 3-6 bulan. Orang tua baru mencari pertolongan
medis pada tahun kedua dan mengeluarkan lebih banyak biaya. Biaya skrining dan
terapi dini menjadi sepadan dibandingkan dengan kerugian yang dapat dicegah
akibat gejala gangguan tumbuh kembang.

ABSTRACT
Congenital hypothyroidism (CH) is a congenital disorder that can have an impact in
the form of permanent mental retardation. Giving the right dose of levothyroxine at
the earliest possible age, can prevent the disruption of growth and development.
Newborns do not show symptoms of CH, and unfortunately the symptoms appear in
the late period and in many cases it shows growth disorders. The congenital
hypothyroidism screening (CHS) program has been implemented to find infant cases
with CH, and followed up with treatment.
Although it has been made since 2006, Minister of Health just issued the regulation
in 2014 on the implementation of CHS in Indonesia. This economic evaluation of the
CHS program in 2014-2015 was done using cost analysis, while outcome obtained
from the systematic review (SR). The assumptions used in the analysis were
developed based on real data from a CHS screening program in two referral
laboratories in Jakarta and Bandung. Out of 56.186 screened babies, 24 babies were
found as CH positive cases.
The result of the SR revealed that the earlier onset of initiation therapy, the more
adequate dose and the more continuous therapy given to the patient, the better result
will be achieved. It will prevent the patients from severe complications of CH and
will improve the quality of thegrowth and development..
The study found that the economic benefit is achieved in the second year of CH
treatment, since the pathological symptoms generally appear at the age of 3-6 month
and parents seek care in the second year. Consequently, cost to treat patients will
increase. The cost of screening and early treatment was found worthy as compared to
economic loss resulting from growth disorders."
2016
T47178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Francisca
"ABSTRAK
Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) didefinisikan sebagai suatu gejala ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian dan/atau hiperaktivitas-impulsivitas yang berlangsung terus menerus pada taraf yang maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Anak-anak ADHD mempunyai resiko yang tinggi untuk mengalami masalah akademis maupun sosial. Lingkungan sering memarahi, menghukum, menolak atau memberikan label negatif, kepada mereka. Kegagalan yang dialami, terutama dalam bidang akademis, dan reaksi negatif ini dapat memperburuk keadaan dan menimbulkan masalah karena anak-anak ADHD sangat sensitif baik secara emosional maupun neurologis. Oleh karena itu, penelitian ini berlujuan untuk melihat permasalahan emosi, perilaku dan keadaan atau reaksi lingkungan terhadap anak-anak ini, melalui tes Human Figure Drawing’s (HFDS), Child Behavior Checklist (CBCL) dan alloanamnesa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dimana fokus perhatiannya untuk mendapatkan informasi yang mendalam mengenai masalah yang diteliti_ Data yang digunakan berasal dari kasus-kasus yang ada di Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi UI. Kriteria subyek penelitian adalah didiagnosa ADHD, IQ berada pada rata-rata dan berusia 6 tahun 0 bulan sampai dengan 9 tahun 0 bulan. Jumlah subyek penelitian yang digunakan adalah 5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan emosi yang paling menonjol
adalah kesulitan dalam mengontrol impuls-impuls dan dalam membina hubungan
dengan orang lain. Sedangkan permasalahan tingkah laku yang paling menonjol adalah masalah konsentrasi. Pola asuh yang menonjol dalam keluarga adalah adanya pemberian hukuman fisik, seperti memukul, mencubit, dalam menerapkan disiplin. Guru juga memberikan hukuman yang berupa penambahan tugas atau jam belajar di sekolah. Dalam pergaulan, mereka biasa dijauhi oleh teman-temannya.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38374
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>