Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179663 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Efriyani Djuwita
"Penelitian ini mencoba untuk melihat masalah perilaku dan emosi yang dialami oleh
penderita thalassaemia mayor khususnya anak usia sekolah di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Latar belakang dari penelitian ini adalah fakta bahwa penderita
penyakit thalassaemia mayor di Indonesia sangat banyak. Menurut data yang diperoleh
dari RSCM setidaknya tercatat 1114 orang penderita thalassaemia mayor pada tahun
2004 sebagai pasien RSCM. Hal ini belum lagi ditambah dengan para penderita yang
masih belum tercatat sebagai pasien RSCM. Penyakit thalassaemia mayor adalah
penyakit kronis yang sifatnya tnrunan atau herediter. Sampai saat ini penyakit ini belum
memiliki obat yang dapat dikonsumsi umum untuk menyembuhkan penderitanya. Para
penderita thalassaemia mayor hanya dapat bertahan hidup dengan melakukan trausfusi
darah dan penggunaan obat desferal. Kondisi yang dialarni oleh penderita penyakit
thaltissaemia mayor ini berpotensi menimbulkan rnasalah perilaku serta masalah emosi.
Hal ini menurut Taylor (1999) dikarenakan penyakit yang sifatnya kronis dan mematikan
mempengaruhi banyak aspek dari kehidupan penderitanya. Pada penderita thalassaemia
mayor adanya perbedaan fisik, terbatasnya aktivitas yang dapat dilakukan sampai proses
pengobatan yang terus menerus diasumsikan dapat rnerupakan hal yang berkaitan dengan
rnunculnya masalah perilaku dan emosi.
Adapun rnetode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian gabungan kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan dengan cara
melakukan wawancara dengan orangtua penderita dan anak penderita thalassaemia
mayor. Sementara metode kuantitatif digunakan dengan cara rnelakukan skoring hasil
CBCL yang diadmistrasikan pada orangtua penderita thalassaemia mayor.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah keempat partisipan memiliki masalah
perilaku dan emosi. Dalam rnenjalin hubungan sosial, partisipan cenderung menarik diri
dari pergaulan ternan sebaya mereka. Hal ini berkaitan dengan perbedaan fisik yang
mereka miliki. Kondisi ini ditambah dengan faktor lingkungan di sekitar mereka yang
cenderung kurang memberikan dukungan. Keempat partisipan juga masih berperilaku
-----~--------~ ------"·-~·· ·--------~--------"·
kekanak-kanakan, tidak mandiri dan bergantung kepada orangtua. Dalam berhubungan
dengan anggota keluarga mereka cenderung tidak mau mengalah, selalu · ingin
didahulukan atau diperhatikan. Hal yang juga menarik didapat dari analisis keempat
partisipan tampak bahwa semua memiliki sifat yang tergolong sangat sensiti[ Mereka
cenderung pemalu terhadap orang lain, peka terhadap penilaian orang lain. Tiga dari
empat partisipanjuga mudah menangis atau mengeluarkan ekspresi marah.
Setelah melihat hasil yang didapat, diperoleh gambaran bahwa munculnya
masalah perilaku dan emosi pada penderita thalassaemia mayor tidak saja dikarenakan
faktor penyakit. Lebih luas lagi faktor lingkungan seperti orangtua, keluarga, guru
(sekolah), rumah sakit dan pemerintah juga turut mengambil peran dalam menimbulkan
masalah pada penderita.
Kesimpulan yang bisa didapat dari penelitian ini adalah bahwa para penderita
thalassaemia mayor usia sekolah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memiliki
beberapa masalah perilaku dan emosi. Adapun faktor-faktor yang turut berperan dalarn
menimbulkan masalah tersebut selain penyakit thalassaemia mayor adalah faktor
lingkungan. Melihat kondisi yang dialami oleh para partisipan maka dari penelitian ini
saran praktis yang dapat dianjurkan adalah agar orangtua dan anak melakukan cognitive
behavior therapy. Peneliti juga menganjurkan adanya keijasama antara dokter, psikolog
dan guru agar dapat membantu dan memahami penderita dan membentuk support group
bagi penderita dan orangtuanya. Sedangkan untuk saran metodologis ditujukan untuk
peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lanjutan. Beberapa hal yang disarankan
adalah penggunaan partisipan dari kelas ekonomi sosial yang lebih beragarn atau
menggunakan partisipan dari kelompok usia yang berbeda. Hal lain yang juga menarik
untuk dijadikan tema penelitian lanjutan adalah membuat dan menjalankan program
untuk para penderita thalassaemia mayor.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Nelis
"Latar belakang: Thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai masalah dan kelainan berbagai organ tubuh, termasuk pada rongga mulut.
Tujuan: memperoleh gambaran mengenai kelainan yang terjadi pada rongga mulut pasien thalassemia mayor di Pusat Thalassemia RSCM.
Metode: Penelitian cross-sectional terhadap 76 pasien thalassemia mayor yang berusia diatas 12 tahun. Data didapat dengan melakukan pemeriksaan klinis dan wawancara terstruktur menggunakan panduan kuesioner.
Hasil: Keluhan subyektif dalam rongga mulut yang sering dialami adalah: serostomia, diikuti dengan sariawan berulang, bibir mengelupas dan pecah-pecah, serta gusi berdarah. Prevalensi kelainan klinis yang ditemukan meliputi: inkompetensi bibir (25,0%); malokusi: klas I (40,79%), klas II (51,32%) dan klas III (3,95%); higiene oral buruk (67,11%), dan gingivitis (82,89%). Nilai rata-rata DMF-T adalah 4,97. Kondisi dan lesi patologik mukosa mulut yang paling banyak ditemukan adalah pigmentasi mukosa (69,74%), diikuti dengan depapilasi lidah (56,58%), mukosa ikterik (52,63%), cheilosis/cheilitis (50,0%), mukosa pucat (44,74%), erosi/deskuamasi mukosa (44,74%), stomatitis aftosa rekuren (15,79%), glositis defisiensi (14,47%) dan perdarahan gingiva (11,84%).
Kesimpulan: Maloklusi, higiene oral buruk, gingivitis, serostomia, pigmentasi mukosa, depapilasi lidah, mukosa ikterik, dan cheilosis/cheilitis, merupakan masalah yang paling umum ditemukan pada pasien thalassemia mayor dalam penelitian ini, namun indeks karies gigi terlihat rendah.

Background: Thalassemia is the most common genetic disorders worldwide. The disease can cause various problems and disorders of various organs of the body, including in the oral cavity.
Objective: to describe the oral cavity disorders in patients with major thalassemia in Thalassemia Centre at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods: cross-sectional study involved 76 patients with major thalassemia over 12 years of age. Data obtained by clinical examination and structured interviews using guidance from quistionnare.
Results: Oral subjective symptom which is often experienced is xerostomia, followed by recurrent aphthous stomatitis, cheilosis/cheilitis, and gingival bleeding. Prevalence of clinical findings consist of: incompetence of lips (25%); malocclusion: class I (40,79%), class II (51,32%) and class III (3,94%); poor oral hygiene (67,11), gingivitis (82,89%). DMF-T score was 4,97. Conditions and pathologic lesions more frequently seen are pigmentation of mucosa (69,74%), followed by depapillation of tongue (56,58%), icterus of mucosa (52,63%), cheilosis/cheilitis (50%), pallor of mucosa (44,74%), erosion/desquamation of mucosa (44,74%), recurrent aphthous stomatitis (15,79%), glossitis deficiency (14,47%), and gingival bleeding (11,84%).
Conclusion: Malocclusion, poor oral hygiene, gingivitis, xerostomia, pigmentation of mucosa, depapillation of tongue, icterus of mucosa, and cheilosis/cheilitis, were most prevalent problems in patients with major thalassemia in this study; nevertheless, dental caries show low index.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T35045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Anggi P.N.
"Prevalensi talasemia di Indonesia cukup tinggi. Pengobatan talasemia berupa transfusi darah menyebabkan penumpukan besi di organ-organ tubuh dan kerusakan sel. Pemberian deferoxamine sebagai kelator besi banyak menimbulkan efek samping dan mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan dengan bahan yang lebih aman dan terjangkau dengan memanfaatkan bahan alami yang memiliki efek kelasi besi. Ektrak air daun Mangifera foetida L. terbukti memiliki efek kelasi terhadap feritin serum penderita talasemia, namun belum diteliti apakah ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. juga menunjukkan efek kelasi terhadap feritin.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental pada tujuh serum pasien talasemia yang dibagi ke dalam tujuh kelompok perlakuan secara ex vivo yaitu: serum, mangiferin, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg ditambah serum, namun yang akan dianalisis hanya empat kelompok yaitu: serum, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 dan 0,75 mg ditambah serum. Nilai absorbansi setiap kelompok diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang ()=280 nm.
Hasil uji statistik One Way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan (p<0,001). Uji Post Hoc didapatkan hasil bahwa ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan dosis 0,75 mg (p=0,133). Ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan mangiferin murni (p=0,52), sedangkan dosis 0,75 mg memiliki efek kelasi yang berbeda (p=0,001). Perbedaan efek kelasi ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan dosis ekstrak etanol.

Thalassemia has a high prevalence in Indonesia. Treatment of thalassemia with blood transfusion causing iron accumulation in the organs and damaging cells. Chelating agent, deferoxamine causes side effects and expensive. Therefore, it?s needed a safer and cheaper treatment by utilizing natural ingredients which have chelating effect. Water extract of Mangifera foetida L. leaf was proven to have the chelating effect on serum thalassemia patients, but there was no research the effects in the ethanol extract. The purpose of this study was to prove the effects of ethanol extract as a chelating agent.
This study used an experimental study using seven serums of patients with thalassemia by ex vivo and devided into seven treatments: serum, mangiferin, mangiferin plus serum, etanol extract 0,5 mg and 0,75 mg, etanol extract 0,5 mg and 0,75 plus serum, however only four treatments will be analized: serum, mangiferin plus serum, etanol extract 0,5 mg and 0,75 mg plus serum. They were measured in a spectrophotometer with (SOH)=280 nm.
The result by One Way Anova statistical test showed that there was significant difference between groups (p <0.001). Post Hoc test showed that the ethanol extract 0,5 mg has the same chelating effect with ethanol extract 0,75 mg (p = 0,133). Ethanol extract 0,5 mg has the same effect of iron chelation with the mangiferin (p=0,52), while ethanol extract 0,75 mg has different effect (p=0,001). The difference of chelating effect maybe caused by the difference of extract dose.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Ayu Pratiwi
"Talasemia merupakan penyakit genetik yang terjadi karena kelainan sintesis hemoglobin dalam tubuh. Penatalaksanaan talasemia salah satunya adalah dengan terapi transfusi darah rutin yang memiliki efek negatif berupa penumpukan zat besi dalam organ tubuh. Untuk mengatasi penumpukan zat besi tersebut, diperlukan terapi kelasi dengan menggunakan Deferoxamine yang harganya relatif mahal dan juga memiliki efek samping. Hal ini membuat biaya pengobatan talasemia semakin mahal, sehingga perlu adanya terapi alternatif untuk kelasi besi seperti konsumsi mangiferin yang merupakan ekstraksi dari batang pohon mangga (Mangifera indica L.) Namun pada studi eksperimental ini, digunakan ekstrak air daun Mangifera foetida L karena kandungan mangiferin di dalamnya terbukti paling tinggi dibandingkan dengan daun mangga lainnya.
Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan bahan alam untuk terapi alternatif kelator besi bagi penderita talasemia. Terdapat tujuh sampel serum penderita talasemia yang diberi empat perlakuan, yaitu (1)serum murni; (2)serum+mangiferin; (3)serum+Deferoxamine; (4)serum+ekstrak 1,125 mg; dan setiap kelompok perlakuan ditambah dengan larutan medium standar dan larutan sitrat. Setelah itu, larutan-larutan tersebut diuji absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 190-400 nm. Nilai absorban pada setiap sampel dianalisis dengan uji One Way Anova karena variabel bebas berskala nominal (agen kelator) dan variabel terikat (nilai absorban) berskala numerik.
Hasil analisis uji One Way Anova menunjukkan ekstrak air daun Mangifera foetida L. dosis 1,125 mg yang diperkirakan memiliki kandungan mangiferin sebesar 28,8 μg, memiliki perbedaan yang bermakna dengan serum (p=0,043). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak air daun Mangifera foetida L. dosis 1,125 mg memiliki efek kelator terhadap feritin serum penderita talasemia. Berdasarkan uji Post-Hoc, ekstrak air daun Mangifera foetida L. 1,125 mg memiliki efek kelator yang hampir sama dengan mangiferin murni 100 μg (p=0,095).

Thalassemia is inherited disorder of hemoglobin synthesis which can not be cured completely. One of the treatment of thalassemia is blood transfusion which has a negative effect such as accumulation of iron in body visceral. For anticipating that accumulation, the patients have to consume chelating agent, Deferoxamine, which is expensive and has side effects. It makes the cost of thalassemia treatment become more expensive, so there should be an alternative therapy for chelating agent, such as consuming mangiferin which has been extracted from mango stem (Mangifera indica L.). But in this experimental study, the researcher used leaf extract of Mangifera foetida L. because its mangiferin is higher than the others.
The purpose of this research is to use natural resource for alternative therapy of iron chelating for thalassemia patients. There were seven samples of thalassemia patient’s serum and for each serum, there were four treatments: (1)pure serum; (2)serum+mangiferin; (3)serum+Deferoxamine; (4)serum+extract 1,125 mg. All of them had been mixed with standard medium and citrate before they were tested by spectrophotometer in 190-400 nm wavelength for determining the absorbance value. The absorbance value of each sample was analysed by One Way Anova test for proving the chelator effect of leaf extract of Mangifera foetida L. 1,125 mg. This test was used because there were nominal free variable (chelating agent) and numerical dependent variable (absorbance value).
The result of One Way Anova test analysis showed that leaf extract of Mangifera foetida L. dose 1,125 mg which contained 28,8 μg mangiferin, has chelator effect (p=0,043). Based on Post-Hoc test, the chelator effect of Mangifera foetida L. dose 1,125 mg is almost the same as pure mangiferin 100 μg (p=0,095).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halimah
"[ABSTRAK
Anak talasemia sering mengalami masalah perubahan perilaku. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan perilaku anak talasemia. Metode penelitian ini adalah metode potong lintang menggunakan kuesioner pada 105 orang tua dan anak talasemia usia 6-18 tahun. Hasilnya tidak terdapat hubungan antara faktor karakteristik anak, hospitalisasi berulang, multitransfusi, dan faktor orang tua terhadap kecemasan dan penurunan perhatian. Usia anak, jenis kelamin, suku, dan hospitalisasi berulang berhubungan dengan masalah sosial. Hasil analisis regresi menyatakan bahwa remaja beresiko 0,4 kali mengalami masalah sosial sedangkan ekonomi rendah 2,37 kali meningkatkan resiko masalah penurunan perhatian. Perawat bertanggung jawab untuk mengidentifikasi perubahan perilaku pada anak talasemia.

ABSTRACT
Children with thalassemia often have behavioral changes. The study aims is to identify factors related to behavioral changes in thalassemia?s children. This cross sectional study consist of 105 children respondent (6-18 years old) and their parents to filled questionnaire. The results shown that there are no associaton between children caracteristic, repeated hospitalization, multitransfusi, and parents factors with anxiety and attention deficits. Age, sex, ethnic, and repeated hospitalization have significant association with social problem. Regression analysis states that adolescents affecting social problem 0,4 times and low economic affecting attention deficits 2,37 times. Nurses responsible to asses behavioral change in thalassemia?s children, Children with thalassemia often have behavioral changes. The study aims is to identify factors related to behavioral changes in thalassemia’s children. This cross sectional study consist of 105 children respondent (6-18 years old) and their parents to filled questionnaire. The results shown that there are no associaton between children caracteristic, repeated hospitalization, multitransfusi, and parents factors with anxiety and attention deficits. Age, sex, ethnic, and repeated hospitalization have significant association with social problem. Regression analysis states that adolescents affecting social problem 0,4 times and low economic affecting attention deficits 2,37 times. Nurses responsible to asses behavioral change in thalassemia’s children]"
2015
T43593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lyana Setiawan
"Di Indonesia, thalassemia mayor merupakan salah satu masalah kesehatan karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. Thalassemia mayor ditandai dengan anemia berat sejak usia anak-anak dan memerlukan transfusi teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Untuk mengurangi kebutuhan akan transfusi darah, dilakukan splenektomi. Trombosis merupakan salah satu komplikasi thalassemia yang banyak dilaporkan di berbagai negara, tetapi di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan. Trombosit dan sistem koagulasi memegang peranan dalam patogenesis trombosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai kelainan trombosit serta aktivasi koagulasi pada penderita thalassemia mayor yang sudah maupun yang belum di-splenektomi di Indonesia.
Desain penelitian ini potong lintang. Subyek penelitian terdiri dari 31 orang penderita thalassemia mayor yang sudah displenektomi (kelompok splenektomi) dan 35 orang penderita thalassemia mayor yang belum mengalami splenektomi (kelompok nonsplenektomi). Untuk menilai fungsi trombosit, dilakukan pemeriksaan agregasi trombosit terhadap adenosin difosfat (ADP), aktivasi trombosit dinilai dengan mengukur kadar β-tromboglobulin (β-TG), sedangkan aktivasi koagulasi dinilai dengan pemeriksaan D-dimer.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah trombosit pada kelompok splenektomi Iebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok non-splenektomi (549.260+251.662/μI vs 156.000/μl (kisaran 34.000-046.000/μl); p<0,001). Demikian pula agregasi trombosit terhadap ADP 1 pM maupun 10 pM Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan dengan kelompok non-splenektomi (1 pM: 17,3% (kisaran 1,9-104,0%) vs 5,2% (kisaran 0,5-18,2%); p <0,001 dan 10 pM: 91,2% (kisaran 27,3-136,8%) vs 55,93 + 17,27%; p<0,001). Kadar β-TG Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan kelompok non-splenektomi (178,81 + 86,3 IU/ml vs 100,11 + 40,0 IU/ml; p<0,001). Kadar D-dimer juga Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan non-splenektomi walaupun keduanya masih dalam rentang normal (0,2 μg/ml (kisaran 0,1-0,7 g/ml) vs 0,1 μg/ml (kisaran 0,1-0,8 μg/mI).
Dari hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa pada penderita thalassemia mayor di Indonesia terdapat jumlah trombosit dan fungsi agregasi yang bervariasi, sedangkan aktivasi trombosit meningkat, tetapi belum dapat dibuktikan adanya aktivasi koagulasi. Pada penderita thalassemia mayor yang sudah displenektomi didapatkan trombositosis, serta agregasi trombosit terhadap ADP dan aktivasi trombosit yang Iebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang belum di-splenektomi.

Thalassemia major is one of the health problem in Indonesia due to its high morbidity and mortality. Thalassemia major is characterized by severe anemia presenting in the first years of life and requires regular transfusions to maintain hemoglobin level. Splenectomy is performed to decrease the need for transfusion. Thrombosis is one of the complications widely reported in patients with thalassemia in many parts of the world, but until now, there had been no report on this complication in Indonesia. Platelet and the coagulation system play a role in the pathogenesis of thrombosis. The aim of this study was to obtain the pattern of changes in platelet count, function and activation level, and activation of coagulation in patients with thalassemia major patients in Indonesia.
The design of this study was cross-sectional. The subjects were 31 splenectomized and 35 non-splenectomized patients with thalassemia major. Platelet aggregation to adenosine diphosphate (ADP) was performed to assess platelet function; β-thromboglobulin level was used as marker of platelet activation, and D-dimer for activation of coagulation.
The result of this study revealed a significantly higher platelet count in splenectomized compared to non-splenectomized patients (549.260 + 251.86210 vs-156.000/μl (34.000- 46.000/μl); p<0.001). Platelet aggregation to ADP were significantly higher in splenectomized patients than non-splenectomized group, both to 1 pM (17.3% (range 1.9-104M%) vs 5.2% (range 0.5-118.2%); p<0.001) and 10 μM ADP (91.2% (range 27.3-136.8%) vs 55.93 + 17.27%; p<0.001). β-thromboglobulin level was significantly higher in splenectomized patients compared to non-splenectomized patients (178.81 + 86.3 IU/rnl vs 100.11 + 40.0 IU/ml; p<0.001). D-dimer level was also significantly higher in the splenectomized group compared to non-splenectomized group although both had values within normal range (0.2 pglml (range 0.1-0.7 μg/mI) vs 0.1 pg1ml (range 0.1-0.8 μg/ml).
We concluded that the platelet count and function were varied, while platelet activation level was increased in patients with thalassemia major in Indonesia, but activation of coagulation was not established. We also concluded that in splenectomized patients there were thrombocytosis and increased platelet aggregation to ADP and platelet activation level compared to non-splenectomized patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Anggi P.N.
"Pengobatan talasemia berupa transfusi darah menyebabkan penumpukan besi di organ dan kerusakan sel. Pemberian deferoksamin sebagai kelator besi banyak menimbulkan efek samping dan mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan dengan bahan yang lebih aman dan terjangkau dengan memanfaatkan bahan alami yang memiliki efek kelasi besi. Ekstrak air daun Mangifera foetida memiliki efek kelasi terhadap feritin serum penderita talasemia, namun belum diteliti apakah ekstrak etanol daun M.foetida juga menunjukkan efek kelasi terhadap feritin. Studi eksperimental ini dilakukan pada serum pasien talasemia yang dibagi ke dalam tujuh perlakuan yaitu: serum, mangiferin, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg ditambah serum, namun yang akan dianalisis hanya serum, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 dan 0,75 mg ditambah serum. Nilai absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer, λ = 280 nm. Uji one way anova menunjukkan ekstrak etanol M.foetida dosis 0,5 mg dan 0,75 mg memiliki efek kelasi dibandingkan kontrol negatif (p<0,001). Uji Post hoc menunjukkan ekstrak etanol M.foetida dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan dosis 0,75 mg (p=0,133). Ekstrak etanol daun M.foetida dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan mangiferin murni (p=0,52), sedangkan dosis 0,75 mg memiliki efek kelasi berbeda (p=0,001) yang mungkin disebabkan perbedaan dosis ekstrak etanol.

Treatment of thalassemia with blood transfusion causing iron accumulation in the organs and damaging cells. Chelating agent, deferoxamine causes side effects and expensive. Therefore, it?s needed a safer and cheaper treatment by utilizing natural ingredients which have chelating effect. Water extract of Mangifera foetida leaf has chelating effect on serum thalassemia patients, but there was no research the effects in the ethanol extract. The purpose of this study was to prove the effects of ethanol extract as a chelating agent. This study used an experimental study using seven serums of patients with thalassemia by ex vivo and devided into seven treatments: serum, mangiferin, mangiferin plus serum, etanol extract 0.5 mg and 0.75 mg, etanol extract 0.5 mg and 0.75 plus serum, however only four treatments will be analized: serum, mangiferin plus serum, etanol extract 0.5 mg and 0.75 mg plus serum. They were measured in a spectrophotometer with (λ)=280 nm. The result by One Way Anova statistical test showed that the ethanol extract of M. foetida leaf 0.5 mg and 0.75 mg has the chelating effect when it compared to negative control (p <0.001). Post hoc test showed that the ethanol extract 0.5 mg has the same chelating effect with ethanol extract 0,75 mg (p = 0.133). Ethanol extract 0.5 mg has the same effect of iron chelation with the mangiferin (p=0.52), while ethanol extract 0.75 mg has different effect (p=0.001). The differences of chelating effect maybe caused by the differences of extract dose."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tingkat pemahaman orang tua tentang transfusi darah pada anak thalasemia mayor akan
mempengaruhi dalam pemberian pengobatan transfusi darah dan asuhan keperawatan
pada klien. Orang tua yang mempunyai anak thalasemia mayor belum dikemukakan
tingkat pemahaman tersebut. Tujuan penelitian im untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat pemahaman orang tua tentang transfusi darah pada anak
thalasemia mayor. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif ekspIoratif jumlah
responden adalah sebanyak 30 orang tua yang memiliki anak thalasemia mayor di ruang
anak bagian thalasemia RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pengumpulan data
di lakukan dengan menggunakan kuesioner yang diberikan pada responden sesuai dengan
kriteria. Setelah dilakukan pengumpulan data dilakukan analisa data dengan
menggunakan statistik tendensi sentral nilai mean didapatkan hasil bahwa faktor-faktor
seperti tingkat pendidikan, minat persepsi, pengalaman dan sosial budaya berpengaruh
terhadap tingkat pemahaman orang tua dengan nilai mean lebih dari tiga. Hasil penelitian
perlu ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian berikutnya maupun memperhatikan
hasil guna perbaikan hasiI pelayanan keperawatan di institusi pelayanan kesehatan"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5266
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Centauri
"Latar belakang: Thalassemia merupakan kelainan genetik terbanyak di dunia, termasuk Indonesia. Pasien thalassemia mayor berisiko mengalami gangguan fungsi neurokognitif akibat anemia kronik dan penumpukan besi.
Tujuan: mengetahui prevalens abnormalitas hasil EEG dan tes IQ, menganalisis faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan gangguan fungsi neurokognitif pada anak dengan thalassemia mayor usia saat diagnosis, lama transfusi, pendidikan pasien, rerata Hb pra-transfusi, kadar feritin serum, saturasi transferin, dan komplians terhadap obat kelasi besi, serta untuk mengetahui apakah gangguan neurokognitif dapat memengaruhi fungsi sekolah.
Metode: Penelitian potong lintang deskriptif analitik antara April 2016-April 2017. Pengukuran tes IQ menggunakan WISC-III.
Hasil: Total subyek adalah 70 anak thalassemia mayor berusia antara 9 hingga 15,5 tahun. Prevalens hasil EEG abnormal adalah 60 dan prevalens skor IQ abnormal.

Background: Thalassemia is the most common hereditary disorders worldwide, including Indonesia. Chronic anemia and iron overload in thalassemia major lead to several risk factors including neurocognitive problems.
Aim: To investigate the prevalence of abnormal EEG and IQ test, to identify the factors related to neurocognitive function in children with thalassemia major age at diagnosis, years of transfusion, patients education, pre transfusion haemoglobin level, ferritin, transferrin saturation, and compliance to chelation, and to identify whether neurocognitive dysfunction affects child rsquo s school performance.
Methods: A cross sectional descriptive analitic study. Subjects were recruited from April 2016 April 2017. Cognitive function assessed by the WISC III.
Results: A total 70 children aged from 9 to 15.5 years old were recruited. The prevalence of abnormal EEG and abnormal IQ score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luszy Arijanty
"Thalassemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif. Pada thalassemia terjadi proses hemolisis, sehingga terjadi anemia kronis. Penyakit thalassemia membawa banyak sekali masalah bagi penderitanya, mulai dan kelainan darah sampai kelainan berbagai organ tubuh akibat proses penyakitnya maupun akibat usaha pengobatannya, karena penderita thalassemia berat akan memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.
Secara klinis dibedakan antara thalassemia mayor dan thalassemia minor. Pasien thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang berat, berupa anemia, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat dan gizi kurang sampai gizi buruk. Pasien thalassemia mayor memerlukan transfusi darah terus-menerus. Gejala anemia bahkan sudah dapat terlihat pada usia kurang dari satu tahun. Bentuk heterozigot biasanya secara klinis sukar dikenal karena tidak memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan umumnya tidak memerlukan pengobatan. Wahidiyat mendapatkan 22,7% penderita thalassemia tergolong dalam gizi baik, 64,1% gizi kurang dan 13,2% gizi buruk. Gangguan pertumbuhan pada penderita thalassemia disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor hormonal akibat hemokromatosis pada kelenjar endokrin, hipoksia jaringan akibat anemia, serta adanya defisiensi mikronutrien terutama defisiensi seng. Faktor lain yang berperan pada pertumbuhan penderita thalassemia adalah faktor genetik dan lingkungan. Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang panting dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak. Beratnya anemia dan hepatosplenomegali menyebabkan nafsu makan menurun, sehingga asupan makanan berkurang, berakibat terjadinya gangguan gizi. Bila kadar hemoglobin dipertahankan tinggi, lebih kurang 10 g/dL, disertai pencegahan hemokromatosis, maka gangguan pertumbuhan tidak terjadi.
Alabat pemberian transfusi darah berulang dan penggunaan deferoksamin untuk kelasi besi, yang tidak teratur akan terjadi penimbunan besf. Kadar besi yang berlebihan di dalam tubuh akan diubah menjadi feritin Gangguan berbagai fungsi organ dapat teijadi bila kadar feritin plasma lebih clan 2000 ng/m2 . Kadar feritin plasma yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kadar seng dalam darah, karena besi dan seng bersaing pads saat akan berikatan dengan transferor (binding sife), setelah diabsorpsi pads mukosa jejunum dan ileum s,g
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
- Berapa rerata kadar seng plasma pada pasien thalassemia mayor ?
- Berapa besar korelasi antara kadar seng plasma dengan kadar feritin plasma?
- Apakah terdapat korelasi antara kadar seng dengan status gizi pasien thalassemia mayor ?
TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui rerata kadar seng plasma, serta korelasinya dengan kadar feritin plasma, dan status gizi pasien thalassemia mayor di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Perjan RSCM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>