Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216947 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irmawati
"Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan "Mengapa suku bangsa Batak Tuba lebih berhasil di bidang pendidikan daripada suku bangaa Melayu?". Upaya untuk mengungkapkannya adalah dengan mempelajari gambaran motivasi berprestasi, dan keterkaitan antara pola pengasuhan dan motivasi berprestasi pada kedua suku bangsa tersebut. Motivasi berprestasi adalah kecenderungan dari diri individu untuk mencapai prestasi secara optimal yang tampak dari usaha yang gigih untuk mencapai keberhasilan dalam segala aktifitas kehidupan dengan menggunakan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standart tertentu. (McClelland, dalam Zimbardo,1985). Motivasi berprestasi dipengaruhi oleh pola asuh yaitu seperangkat sikap dan perilaku yang tertata, yang diterapkan oleh orangtua dalam berinteraksi dengan anaknya (Baumrind, dalam Achir,1990). Sementara itu pola pengasuhan anak dipengaruhi oleh latar belakang etnografis yaitu lingkungan hidup yang berupa habitat, pola menetap, lingkungan sosial, sejarah, sistem mata pencaharian, sistem kekerabatan, sistem kemasyaratan, sistem kepercayaan, upacara keagamaan dan sebagainya. Karena itu, cara pengasuhan anakpun berbeda-beda di berbagai masyarakat dan kebudayaan. (Danandjaja,19B8). Untuk menjawab permasalahan di atas, dilakukan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi tidak terlibat sebagai metode utama dalam pengumpulan data. Subyek penelitian adalah orangtua dan anak suku bangsa Batak Toba dan MeIayu, yang bertempat tinggal di desa asalnya, yaitu suku bangsa Melayu di desa Bogak, dan suku bangsa Batak Toba, di desa Parparean II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suku bangsa Batak Toba di desa Parparean II memiliki lingkungan geografis berstruktur tanah gersang, sehingga tingkat kesuburannya tergantung pada curah hujan, membuat masyarakatnya tidak termanjakan oleh alam. Bermata pencaharian sebagai petani, menariknya, penggarap sawah mayoritas adalah perempuan. Suku bangsa Batak Toba meletakkan nilai pendidikan sebagai hal yang utama dalam kehidupan mereka. Hal ini dilandasi oleh nilai-nilai filsafat hidup orang Batak Toba, bahwa jalan menuju tercapainya kegayaan (hamoraon) dan kehormatan ( hasangapon) adalah melalui pendidikan. Dalam hal pola pengasuhan, cenderung bergaya authoritative. Sekalipun demikian, gaya authoritarian tetap masih ada berkaitan dengan keinginan agar anak bersikap taat pada aturan agama dan orangtua. Pola pengasuhan ini diikuti juga oleh sikap orangtua yang mendorong pencapaian pendidikan anak berupa dukungan, kontrol dan kekuasaan. Hal yang juga menarik, ternyata nilai kerja yang tinggi dimiliki oleh Orangtua Batak Toba Berhasil dan Anak Batak Toba Berhasil yang secara nyata diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari guna merealisasikan pencapaian keberhasilan pendidikan. Sedangkan suku bangsa Melayu di desa Bogak, yaitu sebuah desa pantai, mayoritas tinggal di rumah-rumah panggung yang non permanen, berdinding kayu dan beratap daun nipah atau seng. Mata pencaharian penduduk yang utama adalah nelayan. Hal yang menonjol adalah banyaknya sarana hiburan di desa ini. Berbeda dengan daerah di tempat suku Batak Toba tinggal, di daerah ini, pada pagi dan siang hari saat jam pelajaran sekolah berlangsung, tampak banyak anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan. memilih bekerja sebagai "anak. itik" yang berpenghasilan minimal sebesar Rp 20.000, dan adakalanya mendapatkan Rp 100.000,- per harinya. Tergambar bahwa anak mempunyai "nilai .ekonomis", dalam arti untuk membantu penghasilan keluarga. Dengan demikian, dapat dimaklumi bila pada akhirnya nilai pendidikan bukan menjadi hal yang utama dalam. pandangan suku ini. Nilai kerjalah yang dominan bagi suku bangsa Melayu."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38532
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Elisa Sutan
Djakarta: Bajian Bahasa Djawatan Kebudajaan, Dep. P. P. dan K, 1960.
959.8 HAR p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Elisa Sutan
"Buku Perihal bangsa Batak ini membahas mengenai adat istiadat, kesenian, agama, kesehatan dan pengobatan, perguruan di tanah Batak, terutama di Angkola-Sipirok. "
Djakarta: Bajian Bahasa Djawatan Kebudajaan, Dep. P. P. dan K, [date of publication not identified]
K 959.8 HAR p
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Situmorang, Geovani Febian
"Tulisan ini berfokus pada tarombo dan martarombo yang bertindak sebagai strategi adaptasi budaya bagi orang Batak Toba di Jakarta untuk mempertahankan nilai budaya dan sistem kekerabatan mereka, meskipun berada jauh dari bona ni pasogit. Tarombo dimaknai sebagai simbol pembawa makna yang berguna sebagai aturan main dalam menemukan posisi diri pada silsilah keturunan Batak Toba. Gagasan nilai tarombo kemudian diejawentahkan oleh para perantau Batak Toba di Jakarta melalui interaksi dalam praktik keseharian yang disebut dengan martarombo. Dalam praktiknya, terdapat pemaknaan yang berbeda-beda terhadap tarombo sehingga negosiasi makna antar beberapa generasi tidak dapat dihindari. Oleh karenanya, makna yang mereka pegang menjadi penting untuk mengetahui strategi adaptasi dari kompleksitas budaya Batak Toba yang mereka pertahankan ketika berada di Jakarta. Tulisan ini memanfaatkan pendekatan etnografi untuk menemukan makna mengenai tarombo dan martarombo secara lebih detail dan mendalam.

This paper focusing on tarombo and martarombo which act as cultural adaptation strategies for the Toba Batak people in Jakarta to maintain their cultural values and kinship system, even though they are far from bona ni pasogit. Tarombo is interpreted as a symbol of the bearer of meaning which is useful as a rule in finding their position in the genealogical system of the Toba Batak kinship. The idea of the value of tarombo is then manifested by Toba Batak migrant through the interaction in daily practices called martarombo. In practice, there are different meanings of tarombo so negotiation of meaning between several generations is inevitable. Therefore, their interpretation of meaning becomes important on purpose to know the cultural adaptation strategies of the complexities of the Toba Batak culture that they maintain as a migrant in Jakarta. This paper utilizes an ethnographic approach to find meaning about tarombo and martarombo in more detail and depth.

Keywords: Cultural Adaptation Strategies, Martarombo, Meaning, Migrant, Practice, Tarombo, and Toba Batak.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neumann, J.H. [Johann Heinrich], 1876-1949
Jakarta: Ombak, 2018
306 JOH s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Neumann, J.H. [Johann Heinrich], 1876-1949
Djakarta: Bhratara , 1972
992.5 NEU s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Basyral Hamidy, 1940-
Jakarta: Sanggar Willem Iskandar, 1987
959.8 HAR o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mahulae, Lasma Dyna Faryda
"Penelitian etnobotani konservasi kemenyan (Styrax spp.) oleh etnik Batak di Desa Pusuk I, Sumatera Utara telah berlangsung selama enam bulan. Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi terkait pengetahuan lokal etnik Batak dalam menjaga keberadaan kemenyan (Styrax spp.) dan memanfaatkannya secara berkelanjutan serta untuk mengetahui keberadaan populasi kemenyan di hutan Desa Pusuk I. Penelitian dilakukan dengan pendekatan etnobotani dan ekologi. Metode yang digunakan meliputi wawancara, observasi partisipatif dan analisis vegetasi. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Melalui hasil penelitian, diketahui bahwa etnik Batak di Desa Pusuk I mengenal dua spesies kemenyan yaitu Styrax paralleloneurum dan Styrax benzoin. Namun, spesies yang dibudidayakan dan dimanfaatkan sebagai komoditas ekspor ialah S. paralleloneurum. Etnik Batak di Desa Pusuk I terbukti memiliki pengetahuan lokal dalam menjaga keberadaan S. paralleloneurum dan memanfaatkannya secara berkelanjutan. Pengetahuan lokal tersebut ditemukan dalam proses pembudidayaan kemenyan, dimulai dari pemilihan bibit, pemeliharaan, penyadapan dan juga pemanenan getahnya. Hasil penelitian juga menunjukkan kondisi kemenyan, tepatnya S. paralleloneurum, yang masih menjadi spesies paling dominan di hutan Desa Pusuk I, ditandai dengan INP paling tinggi, baik di tingkat semai, pancang, tiang maupun pohon.

Research on ethnobotany of Kemenyan (Styrax spp.) conservation by Batak Ethnic in Pusuk I Village, North Sumatera, was conducted on six months. The study aims to obtain information about indigenous knowledge of Batak Ethnic on keeping Kemenyan?s existence and using that plant sustainably, also to know Kemenyan?s population existence in Pusuk I forest. Research was done using ethnobotany and ecology approach. The methods used were interview, participatif observation, and vegetation analysis. Research?s location chosen purposively. The results showed that Batak Ethnic in Pusuk I Village, North Sumatera knew two species of Kemenyan that is Styrax paralleloneurum and Styrax benzoin. But, species that Batak Ethnic cultivate and use as an export commodity is S. paralleloneurum. Batak Ethnic proven had indigenous knowledges on keeping Kemenyan?s existence and using that plant sustainably. That indigenous knowledges was found in Kemenyan?s cultivation, starts from the seed selection, maintenance, tapping and harvesting the sap. The result also showed that Kemenyan still be a dominant species in Pusuk I forest, marked with Kemenyan?s Importance Index Values that highest in seedling, sapling, poles and tree stage.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Thifani Ramadita
"ABSTRAK
Name letter effect (NLE) merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk mengevaluasi lebih positif inisial nama nya sendiri dibandingkan dengan huruf lain di dalam alfabet (Nuttin, 1985). Studi mengenai NLE telah banyak dilakukan diberbagai negara, termasuk Indonesia. Sampai saat ini tiga peneliti telah melakukan studi NLE di Indonesia kepada partisipan Batak (Putri, 2010 ; Meliala, 2011) dan Bali (Artha, 2011). Hasil ketiga penelitian tersebut berbeda dengan hipotesis yang diajukan, dimana partisipan lebih mengevaluasi tinggi inisial nama depan dibandingkan inisial nama belakang (marga) atau nama Bali. Penelitian skripsi ini bertujuan untuk melakukan penelitian lanjutan dari studi Meliala (2011), yaitu dengan pemberian priming etnis kepada subyek penelitian yang berbeda, menjadi orang Batak dewasa yang tinggal di Jakarta. Hal ini dilakukan karena pada penelitian sebelumnya partisipan remaja cenderung belum menghayati pentingnya peranan marga. Dengan mengganti partisipan penelitian ini, diharapkan mereka dapat mengevaluasi lebih tinggi inisial nama belakang (marga) dibandingkan dengan inisial nama depan. Hasil yang didapatkan ternyata semua partisipan (Batak priming etnis, Batak priming kontrol) mengevaluasi inisial nama depan lebih tinggi dibandingkan inisial nama belakang (marga). Implikasi penelitian ini didiskusikan pada bagian akhir skripsi ini.

ABSTRACT
Name letter effect (NLE) is a tendency whereby a person will evaluate initials of his own name more positively than other letters in alphabetical sequence (Nuttin, 1985). Research about NLE has been conducted in many countries, including Indonesia. Until now, there are three researches about NLE in Indonesia, which was investigated by Putri (2010), Meliala (2011) on Bataknese and Artha (2011) on Balinese. The result for this three research was different from the hypothesis, that Batak or Bali participants evaluate their first name initials higher than the evaluation of their last name or Bali name. This thesis is trying to conduct a follow up study of Meliala?s research, to examine NLE phenomenon of Bataknese living in Jakarta using ethnic priming. The Bataknese is estimated to be more appreciate with the meaning of their last name (marga). I hypothesize that Bataknese will evaluate their Bataknese name higher than their first name. The results shows that all participants (Bataknese ethnic priming and Bataknese control priming) evaluate their first name initials higher than the evaluation of their last name (marga). Implications of this thesis are discussed."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>