Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142048 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Untuk mengurangi pemakaian bahan bakar diesel yang berasal dari minyak bumi, dilakukan pencarian akan bahan bakar altematif. Metil ester asam lemak yang berasal dari minyak nabati merupakan salah satu alternatif yang telah banyak digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak solar untuk kendaraan bermotor. Dalam penelitian ini, dilakukan pembuatan metil ester dari minyak sawit jelantah. Penggunaan minyak jelantah ini selain dapat memanfaatkan limbah minyak jelantah
yang bersifat beracun bila dipakai berulangkali juga dapat mereduksi biaya untuk
pembuatan metil ester dari minyak nabati karena harga minyak jelantah tentunya lebih murah daripada minyak bersih. Transesterifikasi yang dilakukan disini menggunak:an minyak sawit jelantah sebagai bahan baku utarna yang direaksikan dengan metanol dan NaOH sebagai katalisnya dan berlangsung pada tekanan atmosferik dengan suhu 60°C selama 1 jam. Selain minyak sawit jelantah, ditambahkan pula minyak jarak sebagai aditif anti koagulan. Untuk analisis pembanding, dilakukan pula transesterifikasi minyak sawit bersih dengan perlakuan yang sama. Setelah reaksi transesterifikasi, dilakukan ozonasi 100 ml sampel metil ester dari transesterifikasi selama 30 menit secara semi batch dengan konsentrasi ozon = 0.15%v dan laju air udara = 75 l/jam. Pada ozonasi dilakukan variasi ozonasi tanpa katalis, dan ozonasi dengan katalis zeolit dan GAC. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan ozonasi terjadi perubahan karakteristlk pada metil ester yang diozonasi dan merupakan perbaikan mutunya sebagai bahan bakar. Karakteristik yang diuji meliputi densitas, kadar air, bilangan asam total, viskositas dan indeks setana. Terjadinya perbaikan kualitas bahan bakar jelas terlihat pada kenaikan indeks setana yang dapat mencapai 6 poin. Peningkatan kualitas yang signifikan belum dapat dilihat pada metil ester terozonasi dari minyak sawit jelantah disebabkan oleh lebih kompleksnya komposisi senyawa-senyawa yang terkandung dalam minyak sawit jelantah. Perubahan-perubahan yang terjadi menunjukkan terbentuknya senyawa-senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek sebagai hasil penjenuhan ikatan rangkap oleh ozon dan pembentukan senyawa ozonida yang memiliki kualitas penyalaan yang baik
"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Cahyo Nugroho
"Ignition delay merupakan salah satu parameter panting dalam operasi mesin diesel, ignition delay didefinisikan sebagai selang waktu antara mulai injeksi bahan bakar sampai dengan mulainya terjadi penyalaan bahan bakar, pembakaran akan optimum bila penyalaan terjadi sebelum titik mati atas. Secara ukuran derajat putaran poros engkol, semakin tinggi putaran mesin semakin panjang ignition delaynya, sehingga perlu adanya perubahan waktu injeksi. Ignition delay semakin pendek bila bilangan cetana bahan bakar bertambah, bilangan cetana solar dapat dinaikkan dengan menambah metil ester yang mempunyai bilangan cetana lebih tinggi.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan bakar campuran metil ester kelapa sawit (ME) dan solar terhadap unjuk kerja mesin dan ignition delay. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin diesel satu silinder injeksi langsung. dengan memperbandingkan beberapa komposisi campuran bahan bakar yaitu solar murni, 20% massa metil ester (20% ME), 30% ME dan 40% ME. Pengujian dilakukan berdasarkan kurva daya yang dihasilkan bahan bakar solar. Ignition delay didapat dari grafik tekanan gas dalam silinder terhadap posisi poros engkol, untuk itu dalam pengujian dilakukan pengukuran tekanan gas dalam silinder.
Dari pengujian didapatkan bahwa torsi dan daya yang dihasilkan bahan bakar campuran ME dan solar 1.5 s/d 4% lebih rendah dibanding solar. Sedangkan tingkat emisi asap lebih rendah 5 ski 25%. Ignition delay semakin pendek bila putaran mesin dan bilangan cetana bertambah, dengan suatu persamaan linier pengaruh putaran mesin dan bilangan cetana terhadap ignition delay adalah : ignition delay = 0.0033 putaran mesin-0.375 bilangan cetana 4-38.321.

Ignition delay is important parameter for diesel engine operation. Ignition delay is the time between start of injection and start of combustion, combustion will be optimum if started before TDC. Injection liming advancing is needed, because ignition delay (in crank angle degree) increase as engine speed increase. Ignition delay decrease as cetane number increase, cetane number of petroleum diesel can be increased with addition of methyl ester.
The research conduct in a single cylinder direct injection diesel engine, the engine was fueled with several different composition fuel blend ( petroleum diesel and ME). The fuel blend are petroleum diesel (D), 20% mass ME (20 % ME), 30% and 40% ME. Effect of different fuel blend to engine performance and ignition delay is studied. Engine setting to get power curve for petroleum diesel used as the basic. engine test Ignition delay was determined from cylinder pressure vs. crank position diagram. Cylinder pressure measurement is needed to get cylinder pressure vs. crank position diagram.
Engine power for ME & petroleum diesel blend are 1.5 - 4 % lower than petroleum diesel, and smoke are 5 - 25 % lower. Engine speed, cetane number and ignition delay correlation is : ignition delay = 0.0033 engine speed -0.375 cetane number + 38.321 .
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T5197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norman Kartaatmadja
"Aditif bensin seperti TEL ataupun MTBE dimaksudkan untuk menaikkan angka oktana agar pembakaran mesin menjadi lebih baik. Penggunaan aditif tersebut mulai dihindari karena memiliki efek berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup karena adanya logam berat dan senyawa kimia beracun lainnya. Pada penelitian ini, aditif bensin dibuat dengan bahan baku minyak sawit melalui tahapan reaksi transesterifikasi, reaksi perengkahan dan reaksi epoksidasi. Minyak sawit diubah menjadi metil ester melalui reaksi transesterifikasi. Metil ester akan mengalami proses perengkahan katalitik dengan katalis H-Zeolit yang menggunakan sistem semi-kontinu, dimana produk perengkahan akan diperoleh secara kontinu sedangkan umpan ditambahkan secara berkala. Dengan sistem semi-kontinu ini diperoleh dua jenis produk yaitu Distilat Crack Product dan Bottom Crack Product. Distilat Crack Product akan mengalami reaksi epoksidasi dengan hidrogen peroksida (H2O2) dan katalis asam formiat. Produk sintesa yang akan dijadikan aditif bensin ini diharapkan dapat meningkatkan angka oktana dan juga memberikan sifat pelumasan akibat gugus fungsi yang dimilikinya. Pengujian angka oktana dilakukan terhadap campuran 5% volume aditif bensin dan 95% volume bensin premium (RON 85) menggunakan mesin uji CFR-F1 (Cooperative Fuel Research F1) dengan metode ASTM D 2699 dan diperoleh peningkatan angka oktana dari 85 menjadi 86.4. Perhitungan pencampuran linier dari data pengujian dengan metode ASTM D 2699 untuk menghitung angka oktana aditif bensin menghasilkan angka oktana sebesar 113, dengan asumsi tidak terjadi reaksi kimia pada pencampuran aditif dengan bensin. Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan uji densitas, uji viskositas dan uji FTIR dapat disimpulkan bahwa Distilat Crack Product dan Bottom Crack Product telah mengalami perengkahan menggunakan sistem semi-kontinu, dimana Distilat Crack Product lebih terengkah dibandingkan Bottom Crack Product. Selain itu, hasil karakterisasi juga menunjukkan adanya gugus epoksida pada aditif bensin yang merupakan senyawa oksigenat sehingga dapat berfungsi sebagai aditif bensin peningkat angka oktana. Hadirnya gugus epoksida dan gugus karboksil pada aditif bensin dapat memberikan sifat pelumasan pada permukaan logam.

Gasoline additive likes TEL or MTBE used for increasing _Ctane number, so the combustion process becomes better. Recently, that additive prohibited because containing heavy metal and other dangerous chemical substance that can give a harmful effect for environment and organism. In this research, gasoline additive made from palm oil through transesterification reaction, catalytic cracking reaction, and epoxidation reaction. Palm oil synthesized becomes methyl ester through transesterification reaction. Methyl ester synthesized through catalytic cracking reaction with H-Zeolit catalyst using semi-continue system, become two kinds of products, which are Distillate Crack Product and Bottom Crack Product. Distillate Crack Product synthesized with hydrogen peroxide using formic acid catalyst in epoxidation reaction. Synthesized product that will be a gasoline additive could increase _Ctane number and has lubrication effect, because of its functional groups. _Ctane number testing use CFR-F1 (Cooperative Fuel Research F1) testing machine based on ASTM D 2699 to 5% gasoline additive volume and 95% premium gasoline volume (RON 85) blending and we get the increasing in _Ctane number from 85 to 86.4. Based on the _Ctane number data from ASTM D 2699, we can do linier blending calculation that gives an _Ctane number 113, with assumption that no chemical reaction _Ccur in the blending. Based on characterization results using density, viscosity and FTIR testing, we can conclude that Distillate Crack Product and Bottom Crack Product have cracked using semi-continue system, which Distillate Crack Product is more cracking than Bottom Crack Product. Besides that, there is epoxide group in gasoline additive and it is an oxygenate substance that can be a gasoline additive for increasing the _Ctane number. Epoxide group and carboxyl group in gasoline additive will give a lubrication effect to metal surface."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S49302
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penggunaan mesin diesel telah berkembang dengan pesat. Peningkatan jumlah keadaraan bermotor terutama kendaraan bermesin diesel mengakibatkan polusi udara yang seperti NOx, SOx, hidrokarbon dan partikulat (PM-10).
Untuk itu diperlukan suatu upaya yang dapat mengurangi laju polusi dengan melakukan perbaikan terhadap kualitas pembakaran pada mesin diesel dan bahan bakar solar. Salah satu faktor yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan Cetane Number (CN) pada minyak solar. CN yang tinggi berarti waktu tunda penyalaan lebih singkat dan jumlah solar yang dibutuhkan untuk pembakaran menjadi lebih sedikit. Kenaikan harga CN akan menyebabkan penurunan emisi NOx, partikulat serta menurunkan getaran dan suara berisik mesin.
Salah satu cara untuk meningkatkan CN adalah dengan penambahan aditif/cetane
improver pada minyak solar. Aditif yang komersial adalah 2 Ethyl Hexy/ Nitrate (2-EHN)
yang merupakan senyawa organik nitrat
Pada penelitian ini dilakukan sintesis cetane improver dari minyak kelapa dengan
metode nitrasi menggunakan HN03 dan H2S04. Hasil reaksi adalah metil ester nitrat
yang mempunyai struktur mirip dengan 2-EHN.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
- Metil ester nitrat terbentuk sebagai basil sintesis yang ditunjukkan dengan adanya
peak NO3, pada spektra IR.
- Yield reaksi 74,84 %
- Penambahan 1% metal ester nitrat pada solar meningkatkan Cn dari 44,68 menjadi 47,49"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S49376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaenal Abidin
"Sumber energi utama yang banyak digunakan di berbagai negara saat ini adalah minyak bumi. Keberadaan minyak bumi terus berkurang seiring dengan bertambahnya kendaraan maupun mesin-mesin yang digunakan untuk membantu kehidupan manusia. Biodiesel, khususnya yang berasal dari minyak jelantah adalah salah satu dari jenis bahan bakar alternatif yang menarik. Biodiesel dapat digunakan pada solar sebagai bahan bakar pencampur. Keuntungan dari penggunaan biodiesel adalah ketersediaan biodiesel sebagai bahan bakar terbarukan dan nilai dari angka setana yang tinggi. Hal yang patut diperhatikan dalam penggunaan biodiesel 'minyak jelantah' sebagai bahan bakar utama maupun sebagai senyawa pencampur bahan bakar adalah aspek konsumsi bahan bakar mesin diesel. Biodiesel, memiliki nilai kalor yang lebih rendah dari solar. Akibatnya, untuk menghasilkan daya keluaran yang sama, bahan bakar dengan campuran biodiesel akan membutuhkan jumlah bahan bakar yang lebih banyak.

Fossil fuel is the most favorite fuel that has been used by people. The availibility of fossil fuel is decreasing, contrast to the increasing number of automobiles and other 1C engines. Biodiesel, especially from waste vegetable oil is an attractive alternate fuel. Biodiesel can be used with PetroDiesel (solar) as a blend fuel. Some of the advantages of using biodiesel as ablending substance are, it is a renewable fuel and its have high cetane number. One aspect that need to be noticed is the fuel consumption aspect of IC engines. Biodiesel's heat value is lower than petrodiesel. This mean, the blending of petrodiesel and biodiesel will lower the heat value of the blend. Consequently, to generate same power, the fuel consumption of biodiesel will be higher than petrodiesel."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S37876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Febnita Eka Wijayanti
"Minyak jelantah merupakan limbah berbahaya yang dapat didaur ulang menjadi metil ester melalui proses esterifikasi dari asam lemak dengan metanol. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar total metil ester yang diperoleh dari reaksi transesterifikasi dengan metode kromatografi gas (KG). Reaksi ini dilaksanakan dengan perbandingan mol metanol dengan minyak 4:1, 5:1, 9:1, 10:1, 12:1, dan 20:1 pada suhu 40oC selama 1 jam dengan konsentrasi katalis (KOH) sebesar 1,5 % dari berat minyak. Pengaturan suhu injektor, detektor, dan kolom KG berturut-turut adalah 230oC, 250oC, dan 130oC. Kolom KG diatur menggunakan pemrograman suhu dengan suhu awal 130oC, kenaikan suhu 2oC/menit sampai 230oC dan dipertahankan selama 100 menit. Metil ester murni hasil transesterifikasi minyak jelantah diperoleh dari sampel metil ester yang dihasilkan dengan perbandingan mol metanol dengan minyak 5:1, 9:1, dan 10:1. Waktu retensi metil ester dimulai dari menit ke-18 sampai menit ke-59. Kadar total metil ester sampel kontrol MEB 9:1 adalah 99,74%; sampel MEJ 4:1 adalah 99,42%; sampel MEJ 5:1 adalah 99,68%; sampel MEJ 9:1 adalah 99,61%; sampel MEJ 10:1 adalah 99,68%; sampel MEJ 12:1 adalah 99,42%; dan sampel MEJ 20:1 adalah 99,48%.

Waste cooking oil is dangerous pollution which could be recycled as methyl ester by esterification process between fatty acid and methanol. This research was aimed to determine some methyl ester total content as a result from transesterification reaction using gas chromatography (GC) method. The reaction was carried out with methanol?oil at mol ratio of 4:1, 5:1, 9:1, 10:1, 12:1, and 20:1 at 40oC for 1 hour with catalyst (potassium hydroxide) consentration of 1,5% w/w of oil. The GC injector, detector, and oven temperatures were maintained at 230, 250, and 130oC respectively. The GC oven using temperature program started from 130oC and heated at 2oC/minutes up to 230oC and it was kept for 100 minutes. Pure methyl ester that received from this transesterification of waste cooking oil were methyl ester which produced with methanol?oil at mol ratio of 5:1, 9:1, and 10:1. Time retention of methyl ester was started from 18 minutes until 59 minutes. The total amount of sample control MEB 9:1 was 99,74%; sample MEJ 4:1 was 99,42%; sample MEJ 5:1 was 99,68%; sample MEJ 9:1 was 99,61%; sample MEJ 10:1 was 99,68%; sample MEJ 12:1 was 99,42%; and sample MEJ 20:1 was 99,48%."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S32753
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Penggunaan mesin diesel dewasa ini telah berkembang dengan pesat.
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor terutama kendaraan bermesin diesel mengakibatkan polusi udara yang diselinglakan oleh gas buang mesin diesel
SOX, Hidrokarbon dan Partikulat (PM-10).
Untuk itu diperlukan suatu upaya yang dapat mengurangi laju polusi dengan cara melakukan perbaikan terhadap kualitas pembakaran pada mesin diesel dan hahan bakar solar. Salah satu faktor yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan Cerane Number (CN) pada minyak solar. CN yang tinggi berarti waktu tunda penyalaan lebih singkat dan jumlah solar yang dibutuhkan untuk pembakaran menjadi lebih sedikit. Kenaikan harga CN akan menyebabkan penurunan emisi NOX, partikulat serta menurunkan getaran dan suara berisik mesin.
Salah satu cara untuk meningkatkan CN adalah dengan penambahan aditif/cemne improver pada minyak solar. Dalam penelitian ini dilakukan sintesa cetane improver dari minyak kelapa sawit dengan penambahan gugus nitrat melalui jalur substitusi halida menggunakan CH3l dan AgNO3. Senyawa nitrat yang terbentuk yaitu metil ester nitrat diharapkan dapat meningkatkan CN pada minyak solar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
- Metil ester nitrat terbentuk sebagai hasil sintesis yang ditunjukkan dengan adanya peak N03 pada spektra IR.
- Yield 10,92 %.
- Penamnbahan 1% metil ester nitrat pada solar meningkatkan CN sebesar 47,63 "
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S49296
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S29708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>