Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4941 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Philadelphia: The Wistar Intitute of Anatomy and Biology, 1947
599.94 HRD
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sandy Sofian Sopandi
"

Latar Belakang: Morfologi telinga bervariasi antarindividu bergantung pada berbagai faktor, di antaranya faktor geografis dan etnik. Indonesia yang dihuni beraneka ragam suku bangsa tidak memiliki data mengenai protrusi normal telinga. Studi ini bertujuan untuk menyediakan data dasar anthropometri protrusi normal telinga pada mahasiswa fakultas kedokteran subras Melayu.

Metode: Penulis melakukan sebuah studi potong lintang pada mahasiswa fakultas kedokteran Rumah Sakit Hasan Sadikin. Dengan subjek duduk tegak, penulis mengukur jarak antara mastoid dan heliks pada level superaurale dan tragal. Penulis menggambarkan karakteristik protrusi telinga menggunakan statistic deskriptif.

Hasil: Kami melibatkan 409 mahasiswa fakultas kedokteran yang terdiri dari 105 laki-laki dan 304 perempuan. Dari 326 subjek Melayu, 307 merupakan keturunan Deutero Melayu, sementara 19 Proto Melayu. Protrusi superaurale rerata untuk subras Deutero Melayu adalah 16,7 mm (SD = 2,9) untuk telinga kiri dan 16,6 mm (SD = 2,9) untuk telinga kanan. Protrusi tragal adalah 21,7 mm (SD = 3,5) untuk telinga kiri dan 21,7 mm (SD = 3,5) untuk telinga kanan. Protrusi superaurale rerata untuk subras Proto Melayu adalah 15,8 mm (SD = 2,6) untuk telinga kiri dan 15,5 mm (SD = 3,6) untuk telinga kanan. Protrusi rerata level tragal adalah 20,1 mm (SD = 2,4) untuk telinga kiri dan 20,4 mm (SD = 3,3) untuk telinga kanan. Sebanyak 36 subjek merupakan subras campuran, dengan protrusi superaurale rerata 17 mm (SD = 3,4) untuk telinga kiri dan 16,9 mm (SD = 3,2) untuk telinga kanan. Protrusi tragal rerata kiri dan kanan kelompok ini adalah 22,7 mm (SD = 3,6) dan 22,9 mm (SD = 4). Sisa 47 subjek berasal dari subras lain, yaitu Cina, India, dan Arab, dengan protrusi superaurale rerata kiri 14,7 mm (SD = 2,8) dan kanan 14,1 mm (SD = 2,9). Protrusi tragal rerata kelompok ini adalah 20,2 mm (SD = 3,6) untuk telinga kiri dan 20,6 mm (SD = 3,9) untuk telinga kanan.

Diskusi dan Kesimpulan: Hasil studi penulis menunjukkan hasil serupa dengan studi Purkait pada dewasa India. Meskipun demikian, protrusi tragal rerata studi ini melebihi kriteria klasik telinga prominen Adamson dan Wright yaitu 20 mm. Studi ini memberikan data anthropometri dasar untuk protrusi telinga populasi Indonesia, khususnya subras Melayu.


Background: Ear morphology varies between individuals depending on many factors, the geographical and ethnic factors among others. While Indonesia is inhabited by diverse ethnic groups, data regarding normal ear protrusion is not available. This study aims to provide a baseline data on normal ear protrusion anthropometry among medical students of Malay subraces.

Methods: We conducted a cross-sectional study on Rumah Sakit Hasan Sadikin medical students. With the subject sitting upright, the distance between mastoid and the helix on superaurale and tragal level is measured. We depicted ear protrusion characteristics using descriptive statistics.

Result: We enrolled 409 medical students. There were 105 male and 304 female. From 326 Malay subjects, a total of 307 subjects were from Deutero Malay descent, while 19 were Proto Malay. The mean superaurale protrusion for Deutero Malay subrace was 16.7 mm (SD = 2.9) for the left ear and 16.6 mm (SD = 2.9) for the right ear. The tragal protrusion was 21.7 mm (SD = 3.5) for the left ear and 21.7 mm (SD = 3.5) for the right ear. The mean superaurale protrusion for Proto Malay subrace was 15.8 mm (SD = 2.6) for the left ear and 15.5 mm (SD = 3.6) for the right ear. Mean protrusion on the tragal level was 20.1 mm (SD = 2.4) for the left ear and 20.4 mm (SD = 3.3) for the right ear. Thirty six subjects were mixed subrace, whose mean superaurale protrusion was 17 mm (SD = 3.4) for the left ear and 16.9 mm (SD = 3.2) for the right. Their mean left and right tragal protrusion was 22.7 mm (SD = 3.6) and 22.9 mm (SD = 4). The remaining 47 subjects belonged to other subraces, i.e. Chinese, Indian, and Arabic, with the left mean superaurale protrusion 14.7 mm (SD = 2.8) and the right 14.1 mm (SD = 2.9). Their mean tragal protrusion was 20.2 mm (SD = 3.6) for the left ear and 20.6 mm (SD = 3.9) for the right.

Discussion and Conclusion: Our results showed comparable values to Purkaits similar study on Indian adults. However, our mean tragal protrusion exceeds Adamson and Wrights classic criteria of protruding ear, which is 20 mm. This study provided a baseline anthropometric data on ear protrusion of Indonesian population, especially Malay subraces.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pontjo Tjahjo Marwoto
"Tujuan: Mengetahui sebaran antropometri kaki pelari sprin dan sebaran antropometri kaki pelari jarak jauh dan mengetahui adakah perbedaan antropometri kaki pelari sprin bila dibandingkan dengan kaki pelari jarak jauh. Desain penelitian: Studi potong lintang.
Metode: Studi potong lintang pada atlit pelari sprin dan atlit pelari jarak jauh yang dilakukan setelah aktifitas berlatih. Subjek dibagi menjadi 2, yaitu kelompok pelari sprin dan kelompok pelari jarak jauh, diukur panjang kaki, lebar kaki, tinggi ball, tinggi tarsal dan tinggi achilles pada kedua kaki. Hasil pengukuran dibandingkan antara kedua kelompok.
Alat ukur: Alat ukur Modifikasi Ferial - Edi dan Calliper.
Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan dimana kaki kanan maupun kiri kaki pelari sprin lebih besar daripada kaki pelari jarak jauh dengan p = 0,034 (kaki kanan) dan p = 0,043 (kaki kiri). Demikian juga pada lebar kaki, dimana kaki pelari sprin lebih lebar bila dibanding lebar kaki pelari jarak jauh, dengan p< 0,001. Sedangkan tinggi ball kanan pelari sprin dibandingkan dengan tinggi ball kanan pelari jarak jauh tidak berbeda secara bermakna, dengan p = 0,283. Tinggi ball kiri pelari sprin berbeda secara bermakna bila dibandingkan tinggi ball kiri pelari jarak jauh. Demikian juga tinggi tarsal dan tinggi achilles kaki pelari sprin berbeda secara bermakna bila dibandingkan dengan tinggi tarsal dan tinggi achilles kaki pelari jarak jauh baik kaki kanan maupun kaki kiri, dengan p < 0,001.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan antropometri yang bermakna pada panjang, lebar, tinggi ball kiri, tinggi tarsal dan tinggi achilles antara kaki pelari sprin bila dibandingkan dengan kaki pelari jarak jauh. Tidak terdapat perbedaan bermakna anata tinggi ball kaki kanan pelari sprin terhadap tinggi ball kanan kaki pelari jarak jauh.

Objective: To determine the foot anthropometric distribution of long distance runner and sprinter’s and is there any difference in foot anthropometry between long-distance runners and sprint runners.
Study Design: Cross sectional study.
Methods: A crosssectional study in the tract and field athletes. Subjects were divided into sprint runners group and long-distance runners group, measured leg length, foot width, ball height, tarsal height, Achilles tendon height on both feet. The measurement results were compared between the two groups.
Measuring instruments: Modification Ferial - Edi device and calliper.
Results: There were significant differences in the right foot or left foot runner sprin feet larger than distance runners with p = 0.034 (right leg) and p = 0.043 (left foot). Similarly, the width of the foot, where the foot sprint runners wider than the width of the foot of long-distance runners, with p <0.001. Ball height of the right ball height between sprinter and long distance runners did not differ significantly, with p = 0.283. Left ball height of sprinters differ significantly when compared to the left ball height of distance runner. Similarly in tarsal and Achilles height sprinters feet significantly different when compared with the tarsal and Achilles height of distance runners feet both right and left leg, with p <0.001.
Conclusions: There are significant differences in anthropometric length, width, left ball height, tarsal and Achilles height between sprinter and long distance runners feet. But there was no significant difference in right ball height of sprinter compare to right distance runner ball height.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T35208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Hetty Juli
"Latar Belakang : Perawatan pada pasien - pasien dengan kasus celah bibir dan langit-langit unilateral melalui beberapa tahap serta kerjasama dari beberapa disiplin ilmu yang saling terkait agar hasil yang diperoleh optimal. Tindakan Alveolar Bone Grafting (ABG) adalah salah satu prosedur yang paling penting pada penanganan pasien ini. ABG sangat mempengaruhi erupsi dari gigi geligi dan stabilitas rahang atas pada pasien dengan celah bibir dan langit - langit unilateral. Hal ini menimbulkan banyak keluhan pada pasien sendiri maupun keluarganya.
Tujuan : Penelitian ini mengevaluasi pengaruh penatalaksanaan alveolar bone grafting sesuai protap di RSAB Harapan Kita Jakarta terhadap besarnya nilai deformitas nasal secara antropometri melalui photogrammetri, serta melihat hasil akhir estetik yang proporsional pasca tindakan alveolar bone grafting sebagai salah satu cara untuk mengevaluasi protokol tata laksana yang tetap terhadap pasien - pasien celah bibir dan langit - langit.
Metode : Pasien celah bibir dan langit - langit unilateral pasca alveplar bone grafting dilakukan evaluasi deformitas nasal secara antropometri melalui photogrammetri dari 3 aspek yaitu: anterior,lateral dan basal.
Hasil : Pengukuran antropometri secara photogrammetri dari 3 aspek dengan landmark sebanyak 14 titik dan item jarak sebanyak 11. Evaluasi terhadap upper lip length, upper lip projection dan nostril sill elevation pada sisi non cleft dan sisi cleft. Dari uji t-test pengukuran pada upper lip length dan upper lip projection menunjukkan hasil yang bertambah secara signifikan. Dilakukan uji koreksi dengan Fisher Exam Test dengan nilai 1.
Diskusi : Hasil penelitian menunjukkan adanya kesesuaian pengukuran antropometri secara photogrammetri hasil operasi pasca bone graft pasien celah bibir dan langit - langit unilateral dan menunjukkan hasil akhir estetik yang proporsional dengan nilai yang kecil.
Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa protokol tata laksana pasien celah bibir dan langit - langit di Unit Celah Bibir dan Langitan RSAB Harapan Kita Jakarta memberikan hasil yang memuaskan terhadap pasien dan keluarganya dengan melihat terjadinya deformitas pada nasal dan bibir yang tidak begitu besar serta dihasilkannya estetik yang proporsional.

Background : Rehabilitation of patients with unilateral cleft lip and palate requires multi steps and coordination of multidisciplinary science and connecting to produce an optimal result. Alveolar Bone Grafting (ABG) is an important procedure in the treatment of this patients. ABG extremely to influence of the erupting teeth and the stability of the maxilla in patients with unilateral cleft lip and palate. Many complains appearance about this for patient either the family.
Aims : To evaluated the effect of alveolar bone grafting procedure at Cleft Center Harapan Kita General Hospital in order to see the broad value of nasal deformity from anthropometry with photogrammetry and aesthetic proportional patients with unilateral cleft lip and palate. To make a decision that the correct protocol for the treatment in this case.
Method : Patients with unilateral cleft lip and palate post alveolar bone grafting procedure received evaluating of nasal deformity investigated with anthropometry by photogrammetry from 3 aspect: anteriorly, laterally, and basal.
Result : Anthropometry measurement by 3 aspect of photogrammetry with landmark to consist of 14 point and 11 distance item. Evaluation of upper lip length, upper lip projection, and nostril sill elevation at cleft site and non cleft site. t-test showing that the value of upper lip length and upper lip projection is significantly increase. We do the correction test with Fisher exam test with value is 1.
Discussion : This study is showing an adaption between anthropometry measurement with photogrammetry of patients with unilateral cleft lip and palate with the result after post alveolar bone grafting procedure and aesthetic proportional as final result with small value.
Conclusion : We conclude that treatment protocol the patients with unilateral cleft lip and palate at Cleft Center Harapan Kita General Hospital to give some satisfied to patients itself and the family based on a small of nasal deformity at lip and the final result of aesthetic proporsional.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Almu Muhamad
"Pendahuluan. Congenital Talipes Equino Varus (CTEV, clubfoot) merupakan salah satu kelainan kaki bawaan yang paling sering ditemui di dunia. Jika tidak ditangani, clubfoot akan mempengaruhi kualitas hidup secara signifikan. Teknik Ponseti telah diterima secara universal sebagai metode terapi dengan hasil yang sangat memuaskan.
Tujuan. Mengetahui korelasi antara parameter antropometri kaki dengan skor Dimeglio pasca Ponseti.
Metode Penelitian. Penelitian analitik observasional dilakukan dengan desain cross sectional terhadap pasien clubfoot unilateral yang datang ke RSCM 2008-2013. Selain pencatatan data dasar dan jenis tatalaksana yang dilakukan, diukur juga panjang kaki, lebar kaki dan lingkar betis kedua kaki, serta penilaian skor Dimeglio. Uji t digunakan untuk menganalisis perbedaan rerata panjang kaki, lebar kaki dan lingkar betis kaki ctev dengan kaki normal. Sedangkan Uji korelasi Pearson digunakan untuk menganalisis korelasi antara selisih antropometri dengan Skor Dimeglio.
Temuan dan Diskusi Penelitian. Rerata skor Dimeglio pasca terapi adalah 4,8. Uji t satu arah ditemukan panjang kaki, lebar kaki dan lingkar betis kaki CTEV lebih kecil signifikan dari kaki normal (t0>t, CI 95%). Korelasi selisih panjang kaki dengan Skor Dimeglio 0,694. Korelasi selisih lebar kaki dengan skor Dimeglio 0,367. Korelasi selisih lingkar betis dengan skor Dimeglio 0,305. Uji Korelasi Pearson ditemukan korelasi bermakna antara selisih panjang kaki dengan skor Dimeglio (P<0,01). Sedangkan tidak ditemukan korelasi antara lebar kaki dan lingkar betis dengan skor Dimeglio (P>0,01).
Kesimpulan. Luaran metoda Ponseti dengan skor Dimeglio pada clubfoot unilateral adalah baik. Rerata panjang, lebar, dan lingkar betis kaki CTEV lebih rendah dari kaki normal. Terdapat korelasi antara selisih panjang kaki dengan skor Dimeglio pasca terapi.

Introduction. Clubfoot is one of the most common congenital foot deformity in the world which affect the quality of life. Ponseti technique has been universaly accepted as the method with a very satisfactory result.
Objective. This study aims to find any correlation between Dimeglio score post Ponseti-treated clubfoot with anthropometric parameter of the foot.
Method. This is an observational analytic study with cross sectional design. Unilateral clubfoot patients who came to Cipto Mangunkusumo Hospital from 2008 until 2013 were recruited. Measurement of foot length, foot width, and calf circumference of both feet and Dimeglio score assessment was done. T-test was used to analyze the differences of foot length, foot width, and calf circumference between both feet. Pearson correlation test was used to analyze the correlation between anthropometric differences and severity of clubfoot.
Result and Discussion. The mean of post-treatment Dimeglio score was 4.8. One-way t-test found that the foot length, foot width and calf circumference of clubfeet were significantly smaller than the normal feet (t0>t, CI 95%). The correlation of difference in foot length, foot width, and calf circumference with Dimeglio score was 0.694, 0.367 and 0.305, respectively. Pearson correlation test found significant correlation between the difference in foot length and Dimeglio score (p<0.01).
Conclusion. The outcome of Ponsetti technique for unilateral clubfoot using Dimeglio score is good. The means of foot length, foot width, and calf circumference for clubfoot were found to be less than normal foot. There were correlation between differences of foot length and post treatment Dimeglio score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Sito Ayu
"Tesis ini merupakan penelitian cross sectional yang bertujuan membuat model prediksi persen lemak tubuh untuk remaja laki-laki usia 12-19 tahun (n = 111), dengan melakukan studi validasi pengukuran antropometri dan model Prediksi (Slaughter, Deurenberg, Lee dan Chan) terhadap persen lemak tubuh BIA. Pada penelitian ini juga menjelaskan korelasi antara pengukuran antropometri (IMT WHO, skinfold thickness dan lingkar pinggang) serta model prediksi (Slaughter, Deurenberg, Lee dan Chan) dengan persen lemak tubuh BIA. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified proportional. Penelitian ini dilakukan pada siswa MTs dan MA. Multiteknik Yayasan Asih Putera kelas 7-12.
Hasil penelitian menunjukkan IMT WHO memiliki korelasi paling kuat dengan persen lemak tubuh BIA (r = 0,804) diantara pengukuran antropometri yang digunakan. Model Prediksi IMT WHO memilki sensitivitas paling tinggi yaitu 94%, diikuti dengan model prediksi IMT WHO dan umur (94%) dan model prediksi Sitoayu. Seluruh variabel memiliki korelasi yang signifikan dengan persen lemak tubuh BIA (p < 0,0005). Hasil analisis multiregresi menunjukkan variabel yang dominan adalah IMT WHO, skinfold thickness, dan umur dengan model prediksi persen lemak tubuh baru (Sitoayu) = 23,28 + 1,56*IMT WHO + 0,13*ST - 0,62*U. Model prediksi ini memiliki AUC 0,937 dan nilai sensitivitas yaitu 84%.

The primary purpose of this cross-sectional study to develop percentage body fat prediction model for boys aged 12-19 years (n = 111), by conducting a validation study anthropometric measurements and predictions model of body fat percentage (Slaughter, Deurenberg, Lee and Chan) to percent body fat BIA. In this study also examined the correlation between anthropometric measurements (WHO BMI, skinfold thickness and waist circumference) and predictions model (Slaughter, Deurenberg, Lee and Chan) with percent body fat BIA with stratified proportional design. The research was carried out on students MTs and MA. Multiteknik Yayasan Asih Putera grade 7-12.
Bivariat analysis showed BMI WHO has the strongest correlation with percent body fat BIA (r = 0.804) between the anthropometric measurements were used. The Prediction model IMT WHO also has the best sensitivity (94%), the second is IMT WHO and Age (94%) and the third is Sitoayu. All variables have a significant correlation with percent body fat BIA (p < 0,0005). Multiregresi analysis results indicate that the dominant variable is the WHO BMI, skinfold thickness and age with the predictions model of percent body fat Sitoayu = 23,28 + 1.56 *BMI WHO + 0.13 * ST - 0.62 *Age. This prediction model has AUC 0,937 and the best sensitivity value of 84%.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T32978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Nolli Iskandar
"Latar belakang : Deformitas nasal pada pasien dengan celah bibir disebabkan oleh deviasi septum nasal, distorsi tulang rawan alar, dan ketidaksejajaran maksila dan tulang alveolar yang disebabkan oleh bidang palatum yang melebar. Penambahan rinoplasti pada teknik labioplasti menjadi solusi pada pengelolaan pasien UCLP dengan tujuan untuk mendapatkan kesimetrisan nostril. Penelitian ini bertujuan membandingkan ukuran dan kesimetrisan nostril sisi celah dan non celah pasca kombinasi Labioplasti teknik Cronin dengan Rinoplasti teknik Tajima.
Metode : Penilaian kesimetrisan nostril berdasarkan skala antropometri dari data fotograf wajah, yaitu ukuran tinggi nostril, lebar nostril, tinggi ¼ medial nostril, dan luas nostril pada 35 pasien UCLP pasca kombinasi Labioplasti teknik Cronin dengan Rinoplasti teknik Tajima.
Hasil : Dari hasil statistik didapatkan P<0,05 pada lebar dan tinggi ¼ medial nostril. Sedangkan pada tinggi dan luas nostril didapatkan P>0,05 . Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada tinggi dan luas nostril antara sisi non celah dengan sisi celah pada pasien pasca labioplasti Teknik Cronin dan Rinoplasti teknik Tajima, sedangkan pada lebar dan tinggi ¼ medial nostril terdapat perbedaan yang bermakna.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan pada tinggi dan luas nostril pasca labioplasti teknik Cronin dan rinoplasti teknik Tajima pada pasien UCLP. Sedangkan pada lebar dan tinggi ¼ medial nostril terdapat perbedaan antara sisi celah dan non celah.

Background: Nasal Deformity in cleft lip patient is caused by nasal septum deviation, alar cartilage distortion, and unparallel maxilla and alveolar bone which caused by widening of palate. Additional rhinoplasty in labioplasty method becomes a solution in management of UCLP patient in order to achieve nostril symmetrically. The aim of this experiment is to compare nostril size and symmetry between cleft side with non cleft side post labioplasty Cronin method and Rhinoplasty Tajima method.
Methods: Evaluation of Nostril symmetrical according to anthropometry scale from profile photograph, which are nostril height, nostril width, ¼ medial nostril height, and nostril area in 35 UCLP patients post labioplasty with combination of Cronin and rhinoplasty method.
Result: Based on statistic, the result showed P<0,05 within width and ¼ medial nostril height. On the other side, height and nostril area result showed p>0,05. This shows that there is no significant difference between height and nostril area between non cleft side with cleft side in patient post labioplasty Cronin method and Tajima method Rhinoplasty. On the other side, there is significant different between width and ¼ medial nostril height.
Conclusion: There is no significant different between height and nostril area post labioplasty Cronin method and Tajima method Rhinoplasty in UCLP patient. On the other side, there is significant difference between width and ¼ medial nostril height between cleft side and noncleft side.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rahmah Fadilah Shaumi
"Penelitian ini bertujuan untuk mencari ukuran pengganti yang mudah diaplikasikan dan memiliki validitas optimum untuk mendeteksi prehipertensi pada remaja. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan sampel siswa-siswi kelas 10 dan 11 SMA Sejahtera 1 Kota Depok yang kelasnya dipilih menggunakan simple random sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2019 dengan jumlah sampel sebanyak 145 orang. Berdasarkan nilai Area Under Curve (AUC), RLPTB dan IMT/U memiliki nilai prediksi paling tinggi terhadap tekanan darah siswa-siswi SMA Sejahtera 1 Kota Depok. RLPTB memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 78,1% dalam memprediksi peningkatan tekanan darah laki-laki serta memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 73,7% dalam memprediksi peningkatan tekanan darah perempuan. Selain itu, IMT/U juga dapat dijadikan ukuran pengganti untuk mendeteksi kenaikan tekanan darah siswa-siswi SMA Sejahtera 1 Kota Depok dengan nilai cut off 1,6 untuk memprediksi kenaikan tekanan darah laki-laki dan 1,1 untuk memprediksi kenaikan tekanan darah perempuan. IMT/U memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 76,6% dalam memprediksi peningkatan tekanan darah laki-laki serta memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 63,2% dalam memprediksi peningkatan tekanan darah perempuan. IMT/U merupakan ukuran yang sangat mudah diaplikasikan yaitu dengan mengukur tinggi badan dan berat badan.

The purpose of this study is to determine alternative measurement that easy to apply and has optimum validity to detect prehypertension in adolescents. The study design was cross sectional with 10th and 11th grade students Sejahtera 1 Senior High School of Depok as the sample which the classes were selected using simple random sampling. The study was conducted in March-May 2019 with a total sample of 145 people. This study concluded that waist to height ratio (WtHR) and body mass index (BMI) have the highest predictive value for student's blood pressure. WtHR cut off value was 0.5 to predict a rise in male and female blood pressure. WtHR has a sensitivity of 100% and a specificity of 78.1% in predicting an increase in male blood pressure and has a sensitivity of 100% and specificity of 73.7% in predicting an increase in female blood pressure. Furthermore, BMI cut off value was 1,6 to predict a rise in male blood pressure and 1,1 to predict a rise in female blood pressure. BMI has a sensitivity of 100% and a specificity of 76,6% in predicting an increase in male blood pressure and has a sensitivity of 100% and specificity of 63,2% in predicting an increase in female blood pressure. BMI is a measurement that easy to be applied by measuring body height and body weight."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wong Winami Wati
"Telah dilakukan penelitian antropometri di Jakarta pada 40 laki-laki dewasa muda Cina Indonesia, 40 laki-laki dewasa muda Jawa, 40 laki-laki dewasa muda Flores dan 40 laki-laki dewasa muda Papua yang semuanya menetap di Jakarta. Parameter antropometri yang diukur adalah tinggi badan (vertex-base), panjang lengan atas/humerus (acromion-radiale), panjang lengan bawah(radius (radiale-stylion), panjang tungkai atas/femur (Trochanterion-tibiale) dan panjang,tungkai bawah/tibia (tibiale-sphyrion). Pengukuran dilakukan dengan metode pengukuran Martin dengan antropemetri Martin. Data diolah untuk mendapatkan faktor multiplikasi (Fm) dan ratio pada setiap kelompok, nilai rata-rata dan simpang bakunya, kemudian dilakukan perbandingan diantara kelompok menggunakan test anova dengan tingat kemaknaan 5% atau nilai p < 0,05.
Hasil penelitian menunjukan adanya persamaan (tidak berbeda bermakna) diantara orang Cina, Jawa dan Flores pada tinggi badan, panjang lengan atas (hunters), panjang lengan bawah (radius), panjang tungkai atas (femur) dan panjang tungkai bawah (tibia). Tetapi terdapat sedikit perbedaan pada ukuran lengan bawah (radius) antara laki-laki Jawa dan Flores. Tinggi badan dan panjang tungkai atas (femur) kelompok Papua (kelompok melanesoid) berbeda secara signifikan dari kelompok Cina, Jawa dan Flores (kelompok Mongoloid) sedangkan panjang lengan atas (humersu), lengan bawah(radius dan tungkai bawah (tibia) semuanya sama (tidak berbeda secara signifikan). Kelompok Papua (kelompok melanesoid) berbeda secara signifikasi dengan kelompok Flores, Jawa dan Cina ( kelompok mongoloid) pada : 1. Faktor multiplikasi radius (lengan bawah) dan tibia (tungkai bawah); 2. Ratio radius ( lengan bawah), femur (tungkai atas) dan tibia (tungkai bawah).
Hubungan panjang tulang-tulang panjang terhadap tinggi badan dijabarkan dalam persamaan regresi sebagai berikut :
Kelompok Mongoloid Indonesia :
(WHmo) TB = 99,467 + 2,083 HSE : 5,705r : 0,467
(WRmo) TB = 102,964 + 2,457 R. SE : 4,475 r : 0,720
(WFmo) TB = 103,804 + 1,364 FSE : 5,131r : 0,606
(WTmo} TB = 96,939 + 1,981 TSE : 4,832r : 0,663
Kelompok Melanesoid Indonesia : (WHme) TB = 119,300 + 1,398 H SE : 4,103 r : 0,440
(WRme) TB = 126,803 + 1,401 R SE : 4,216 r : 0,385
(WFme) TB = 143,760 + 0,414 FSE : 4,312r : 0,330
(WTme) TB =114,325+ 1,378 TSE : 4,072r : 0,454
Pengujian ketepatan rumus dalam penerapan pada 30 orang laki-iaki Indonesia yang terdiri atas 25 orang Mongoloid Indonesia dan 5 orang Melanesoid Indonesia menunjukkan bahwa rumus yang diperoleh menghasilkan penyimpangan tinggi badan kurang lebih 1%.

An anthropometric study was conducted in Jakarta in 2002 on 40 young adult males of Indonesia Chinese, 40 young adult males of Javanese, 40 young adult males of Flores and 40 young adult of males of Papua. Anthropometric parameters taken were body height (base-vertex), upper arm length/humerus (acromiale-radiale), lower arm length/radius (radiale-stylion), thigh length/femur (trochanterion-tibiale), shank lengthltibia (tibiale-sphyrion). Measurement was carried out according to Martin's method using Martin's Anthropometer. The measurement was computed to obtain: the multiplication factors (MF) and ratios of parameter pairs, means and their standard deviation values. Comparisons between the groups were analyzed using student anova test with the 5% significance level or p value < 0.05.
Result of computation showed the homogeneity (non significant different) among Chinese', Javanese' and Flores's body height (base-vertex), upper arm length/humerus (acromiale-radiale), lower arm length (radius)(radiale-stylion), thigh/femur (trochanterion- tibiale) and shank lengths (tibia) /tibiale-sphyrion. But there was a slight heterogeneity in lower arm length/radius measures between Flores and Javanese male. Body height and thigh(femur) length of Papua group (melanesoid group) differed significantly from those of Chinese, Javanese and Flores groups ( mongoloid groups), while upper arm (humerus) length, lower arm (radius) length and shank (tibia)length were all homogenous (did not differ significantly). Papua group (melanesoid group) differed significantly with Flores, Javanese and Chinese groups (mongoloid groups) in: 1. Multiplication Factors of radius (lower arm) and tibia (shank), 2.Ratios of radius (lower arm), of femur (thigh) and of tibia (shank).
Relationship of long bones of upper and lower extremities and body height was formulated as shown below:
Male Mongoloid Group (Chinese, Javanese and Flores populations)
(WHmo) Bodyheight= 99.467 + 2.083H SE:5.705 r.0.467
(WRmo) Bodyheight= 102.964 + 2.457R SE:4.475 r.0.720
(WFmo) Bodyheight= 103.804 + 1.364F SE:5.131 r.0.606
(WTmo) Bodyheight= 96.939 + 1.981T SE:4.832 r.0.663
Male Melanesoid (Papua) (WHme) Bodyheight= 119.300+ 1.398H SE:4.103 r.0.440
(WRme) Bodyheight= 126.803+ 1.401R SE:4.216 r.0.385
(WFme) Bodyheight= 143.760+ 0.414F SE:4.312 r.0.330
(WTme) Bodyheight= 114.325+ 1.378T SE:4.072 r.0454
Application test of these formulas on 30 individuals consisting of 25 Indonesian' mongoloids and 5 Indonesian melanesoids showed that the formulas give the deviation of body height of less than 1°%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T9970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirta Hediyati Reksodiputro Erlangga
"Sejak dahulu manusia selalu berusaha untuk menemukan dan menjabarkan konsep tentang kriteria wajah cantik. Pemikiran tersebut terus berubah seiring dengan berjalanannya waktu, yang banyak dipengaruhi oleh faktor etnik, ras, ekonomi, agamalkeyakinan dan kebudayaan. Pada jaman Renaisance Yunani para ahli berusaha menjabarkan wajah cantik dan menarik secara estetika. Estetika berasal dart bahasa Yunani, aisthesis yang berarti keindahan/kecantikan. Bangsa Yunani menganggap konsep cantik meliputi filosofi dan penampilan fisik. Mereka menciptakan figur Venus de Milo sebagai gambaran klasik dari proporsional cantik dengan berdasarkan Classical Greek Canon namun Classical Greek Canon/Neoclassical Canon tidak dapat sepenuhnya diaplikasikan pads semua ras dan etnik. Salah satu karya Leonardo da Vinci (menggunakan metode Neoclassical Canon) menghasilkan lukisan wajah perempuan yang proporsional dan ideal. Menurut Leonardo da Vinci wajah seimbang harus dapat dibagi tiga dengan perbandingan yang sama, yaitu antara garis rambut frontal dengan garis supra orbital (Trichion-Glabella), garis supra orbital dengan dasar hidung (Glabella-Subnasal), dan dasar hidung serta Ujung bawah dagu (Subnasal Menton).
Konsep menarik dan cantik telah banyak didiskusikan oleh ahli bedah namun definisi obyektif sulit dijabarkan. Pada wajah estetika, menarik meliputi kombinasi kualitas wajah, seimbang, proporsional, simetri, harmoni dan nilai budaya yang berlaku. Dewasa ini banyak diusahakan metode analisis yang lebih konsisten. Antropometri wajah adalah pengukuran terhadap setiap bagian dari wajah, meliputi nilai ukuran/proporsi secara vertikal, horizontal dan sudutlangulasi pada setiap bagian wajah. Antropometri dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antropometri, yaitu antropometri secara langsung, antropometri dengan hasil dokumetasi (fotogrammetri), atau pun antropometri berikut radiografi wajah dan kepala (sefalometri). Perangkat tersebut dapat membantu perencanaan estetika, rinoplasti dan/atau operasi rekonstruksi. Berdasarkan pengukuran antropometri, atau pun fotogrammetri yang telah dilakukan terhadap beberapa ras menunjukkan perbedaan ukuran analisis wajah pada setiap ras dan etnik. Pembentukan kontur wajah selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor ekologi, seperti jenis makanan dan iklim tempat tinggal. Oleh karena itu dapat ditemukan ciri khas kontur wajah bagi suatu ras atau populasi pada daerah tertentu.
Analisis dan proporsional wajah telah banyak dibahas pada bangsa Kaukasia dan Afrika Amerika namun hanya sedikit data mengenai bangsa Asia. Farkas melaporkan 132 nilai pengukuran antropometri wajah pada perempuan dan laki-laki Amerika Utara (Kaukasia). Chou melaporkan 29 nilai pengukuran antropometri wajah pada orang Korea. Analisis wajah merupakan langkah pertama dalam mengevaluasi pasien yang datang, baik untuk prosedur rekonstruksi maupun kosmetika wajah. Operasi wajah demi tujuan estetika pada orang Asia akan menjadi tidak proporsional bila mengacu pada data dan ukuran Kaukasia. Lebih lanjut banyak bangsa Asia yang ingin tetap mempertahankan wajah etnik asli mereka setelah dioperasi. Tantangan bagi para ahli bedah adalah untuk tetap mempertahankan etnik bentuk wajah yang asli dan memperbaiki bagian yang tidak proporsional terhadap keseluruhan bentuk wajah.
Analisis wajah dapat menjadi lebih mudah dilakukan dengan menggunakan teknik fotogrammetri yaitu pengukuran antropometri wajah dengan menggunakan hasil dokumentasi Rhinobase Software merupakan perangkat yang dapat membantu proses fotogrammetri, dimana hasil foto akan dianalisis dengan menggunakan perangkat ini. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari Rhinobase Software. Selain berguna untuk fotogrammetri, perangkat tersebut dapat pula membantu ahli bedah dalam menyimpan keseluruhan data pasien (anamnesis, pemeriksaan fisik, fotogrammetri, rencana operasi, dan hasil operasi).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>