Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149875 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irwan Yusriadi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas krisis finansial atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai krisis moneter (krismon). Krisis iinansial dapat menlmbulkan dampak yang sangat berbahaya, tak hanya sekedar menganggu stabilitas perekonomian nasionai, tetapi lebih dari iw, krisis iinansial dapat memunculkan krisis multidimensi bahkan hilangnya eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKR1). Karena dampaknya yang sangat berbahaya itulah krisis finansial dapat dicegah agar jangan sampai terjadi kembali di Indonesia. Badan Intelijen Negara (BIN) telah dan akan terus melakukan upaya pencegahan terjadinya krisis Hnansial di Indonesia pasca krisis fiskal di Yunani tahun 2010. Upaya penoegahan dilakukan dengan mengoptimalkan kinerja Direktorat Keuangan dan Perbankan pada Deputi Ekonomi BIN. Upaya dalam bidang intelijen ekonomi tersebut antara lain dengan rnelakukan pengawasan (monitoring) terhadap kebijakan- _otoritas keuangan Indonesia dan implementasi kebijakan tersebut, térutama yang berkaitan dengan penciptaan utang baru, dan manajemen utang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis melalui pendekatan intelijen stratejik. Hasll penelitian ini menyarankan kepada BIN untuk semakin meningkatkan kinerja Direktorat Keuangan dan Perbankan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki.

ABSTRACT
This thesis discusses the Iinancial crisis, or better known in Indonesia as the monetary crisis (krismon). The financial crisis could not merely disrupt the stability of national economy,-but more than that, the financial crisis can bring out the multidimensional crisis, even the loss of existence of the Republic of Indonesia (NKRI)Because of those dangerous impacts on the financial crisis must be prevented to avoid happening again in Indonesia. State Inteliigence Agency (BIN) has been and will continue to take steps to prevent the financial crisis in Indonesia after the Greece fiscal crisis in 2010, Deterrence efforts carried out by optimizing the performance of the Directorate of Finance and Banking in Economic Deputy BIN. Efforts in the field of economic intelligence, among others, by conducting surveillance / monitoring against the policies of Indonesia?s financial authorities and the irnpiernentation of these policies, especially those associated with the creation of new debt, and debt management. The study was a qualitative research design with descriptive analytical approach to strategic intelligence. The results of this study suggest to the BIN to further improve the performance of the Directorate of Finance and Banking by optimizing resources.
"
2010
T33375
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rhifa Ayudhia
"ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis peran Bank Dunia dalam perkembangan sektor perlindungan sosial di Indonesia dengan menggunakan kerangka berpikir neo-gramscianism yang dikemukakan oleh Robert Cox. Tulisan ini mengkategorikan perkembangan sistem perlindungan sosial di Indonesia ke dalam lima periode, yaitu i periode sebelum Krisis Finansial Asia 1997, ii periode diperkenalkannya program Jaring Pengaman Sosial JPS tahun 1997-2001, iii periode transisi program temporer menjadi program reguler terinstitusionalisasi tahun 2002-2004, iv periode pembentukan sistem jaminan sosial nasional tahun 2005-2011, dan v periode pengintegrasian institusi jaminan sosial tahun 2012 hingga saat ini. Dari hasil analisis yang dilakukan, tulisan ini berkesimpulan bahwa terdapat peranan Bank Dunia yang penting di dalam proses perkembangan program perlindungan sosial di Indonesia ditinjau dari sisi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pendanaan. Tulisan ini berargumen bahwa keterlibatan aktif Bank Dunia tersebut merupakan manifestasi dari fungsi Bank Dunia sebagai organisasi internasional untuk melanggengkan hegemoni norma neoliberalisme. Pada akhirnya, tulisan ini menyimpulkan bahwa agenda untuk mengembangkan sistem perlindungan sosial merupakan suatu langkah yang harus ditempuh Bank Dunia untuk melanggengkan sistem hegemoni neoliberalisme yang ada.

ABSTRAK
This paper aims to analyze the role of the World Bank in the development of social protection policy in Indonesia using the neo gramscianism framework proposed by Robert Cox. This paper categorized the development of social protection system in Indonesia into five periods, namely i i the period before the 1997 Asian Financial Crisis, ii the introduction period of the Social Safety Net SSN 1997 2001, iii temporary transitional program period into an institutionalized program 2002 2004, iv the period of establishment of the national social security system in 2005 2011, v the period of integration of social security institutions in 2012 to the present. The result of the analysis concludes that, there is an important role of the Bank in the development process of social protection programmes in Indonesia, in terms of planning, implementation, supervision, and funding. This research argues that the World Bank rsquo s active involvement is a form of manifestation of the World Bank rsquo s function as an international organization to perpetuate the hegemony of neoliberalism values. Ultimately, this research concludes that the World Bank as the manifestation of the existing system of neoliberal hegemony in which the agenda to develop social protection system is an essential step to take to perpetuate the current system."
2017
S68675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Corry Angelica
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas intervensi pemerintah Korea Selatan dalam mengatasi krisis finansial yang melanda pada tahun 1997. Pemerintah Korea Selatan memiliki cara tersendiri dalam menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga Korea Selatan dapat dengan cepat terlepas dari krisis. Oleh sebab itu, pertanyaan utama dari penelitian ini adalah bagaimana cara pemerintah dalam menangani krisis finansial di Korea Selatan. Isu ini menarik untuk diteliti karena pada saat itu, Korea Selatan menerapkan sistem ekonomi market oriented, dengan adanya intervensi dari pemerintah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk mengeksplorasi faktor-faktor kompleks pada isu tersebut. Dalam penelitian ini, digunakan teori developmental state dan konsep intervention policy. Tujuan dibuatnya penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa intervensi pemerintah dalam perekonomian dapat memberikan dampak positif bagi Korea Selatan. Karena pada pemerintahan sebelumnya, adanya intervensi tersebutlah yang menimbulkan krisis finansial.

ABSTRAK
This study discusses the South Korean government 39 s intervention in overcoming the financial crisis that struck in 1997. The South Korean government has its own way of solving the problem so that South Korea can quickly escape the crisis. Therefore, the main question of this study is how the government handles the financial crisis in South Korea. This issue is interesting to examine because at that time, South Korea implemented a market oriented market economy, with the intervention of the government. This study uses qualitative methods to explore the complex factors on the issue. This research use developmental state theory and concept of intervention policy. The purpose of this study is to prove that government intervention in the economy can have a positive impact on the country. Because in the previous era, the existence of government intervention is the cause of the financial crisis."
2017
S68788
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evan Permana Sunjaya
"Penelitian yang dibahas dalam tulisan ini ditujukan untuk menjelaskan alasan dan penilaian Mahathir Mohamad memilih untuk menerapkan kembali kebijakan new economic policy dalam upaya mengatasi dampak krisis finansial Asia tahun 1997, dan menolak secara tegas paket bantuan yang ditawarkan oleh International Monetary Fund dan Bank Dunia. Alasan Mahathir Mohamad dapat dijelaskan secara rasional melalui penilaian-penilaian terhadap konsekuensi yang akan didatangkan dari kebijakan alternatif yang akan diterapkan. Pilihan tersebut memberikan dampak pada pembangunan ekonomi dan politik di Malaysia.
Dengan menggunakan teori pilihan rasional karya Raymond Boudon, dan konsep experience & decision Value milik Kahneman dan Tversky, tulisan ini berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik pilihan rasional dalam pengambilan kebijakan publik yang berkembang di Malaysia. Hal ini diindikasikan melalui kebijakan yang diambil oleh pemerintah Malaysia didasarkan pada kebijakan-kebijakan ekonomi politik yang dijalankan sebelumnya, yakni New Economic Policy (1970-1990) dan National Development Policy (1991-1996). Selain itu, Mahathir juga menilai konsekuensi yang akan terjadi, apabila Malaysia menerima paket bantuan IMF, maka akan terjadi liberalisasi pasar dan intervensi asing serta merusak tatanan ekonomi dan politik Malaysia yang telah dibangun selama ini.

The research discussed in this article is intended to explain the reason and judgment Mahathir Mohamad chose to reimplement new economic policy in an effort to overcome the impact of the Asian financial crisis of 1997, and explicitly reject the aid package offered by International Monetary Fund and the World Bank. Mahathir Mohamad reason can be explained in a rational way through assessments of the consequences that will come from alternative policies that will be applied. The options have an impact on economic and political development in Malaysia.
Using the theory of rational choice by Raymond Boudon, and the concept of experience value and decision value by Value Kahneman and Tversky, this paper seeks to identify the characteristics of rational choice in developing public policy in Malaysia. This is indicated by measures taken by the Malaysian government is based on political economic policies that run before, the new economic policy (1970-1990) and national development policy (1991-1996). Moreover, Mahathir also assess the consequences will be if Malaysia receive IMF aid package, there will be liberalization of markets, foreign intervention and undermine economic & political order Malaysia that have built over the years."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Nerpatari Suilyas
"Periode krisis keuangan tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 telah diteliti sebagai salah satu sumber kerusakan dalam pembangunan ekonomi global. Jumlah investasi asing, yang juga salah satu indikator pembangunan ekonomi, hancur oleh krisis keuangan ini. Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat dampak krisis keuangan global terhadap investasi asing di Belanda. Namun, untuk mengukur ini, peraturan pemerintah dan ukuran pasar Belanda penting untuk dianalisis sebagai faktor yang mempengaruhi keputusan untuk berinvestasi di negara-negara tertentu. Hasil menunjukkan bahwa investasi asing di Belanda tidak mengikuti tren dari negara lain. Pada tahun 2009, tren dari issue ini condong ke atas meskipun menurun lagi pada tahun 2010, yang terutama disebabkan oleh perubahan dalam peraturan pemerintah daripada ukuran pasar.

The financial crisis period 2008 until 2010 has been investigated as one of the sources of damage in the global economic development. The amount of foreign investment, which also one of the indicators of economic development, was ruined by the financial crisis. Therefore, this paper aims to investigate the degree of the impact of global financial crisis on foreign investment in the Netherlands. However, in order to measure this, government regulation and market size in the Netherlands are important to be analyzed as factors that influence decision to invest in certain countries. The result shows that foreign investment in the Netherlands did not follow the trends of other countries. It has upward sloping in 2009, though it decreased again in 2010, which were mainly due to the changes in the government regulations rather than the market size."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oda Sekar Ayu Issusilaningtyas
"Ada keuntungan dan kerugian ambigu dari ekonomi bawah tanah dalam suatu negara ekonomi. Gagasan yang bisa diperdebatkan seputar apakah ekonomi bawah tanah dapat membantu negara ekonomi dalam kasus krisis. Banyak ekonom mungkin percaya bahwa itu bisa berubah menjadi pengukuran yang menyesatkan. Masalah meningkat ketika strategi fiskal dan moneter harus menjadi tindakan bersama untuk mengendalikan ekonomi bawah tanah, dalam kasus krisis keuangan global. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan analisis kebijakan publik untuk masalah ekonomi bawah tanah di Indonesia selama krisis keuangan global. Periode penelitian adalah 2004-2017 dan populasi dalam penelitian ini adalah Indonesia. Sampel diperoleh melalui metode purposive sampling. Regresi Least Square Biasa digunakan sebagai metode analisis data dalam penelitian ini. Ditemukan dari penelitian ini bahwa nilai rata-rata ekonomi di Indonesia dari 2004 hingga 2017 adalah 26 dari PDB dengan kerugian dari potensi pajak sekitar 2,8 dari PDB.

There are ambiguous advantages and disadvantages of underground economy within an economic state. The debatable notions surrounding whether or not underground economy might help an economic state in the case of crisis. Many economists also believe that it might destroy an economic performance of a country since it might turn into misleading measurements. The problems rise when fiscal and monetary strategies should take actions together in order to control underground economy in the case of global financial crisis. The objective of this research is to obtain public policy analysis for underground economy problem in Indonesia during global financial crisis. The research period is from 2004 2017 and population in this research is Indonesia. Sample is obtained through purposive sampling method. Ordinary Least Square regressions are used as the data analysis method in this research. It is found from this research that the average value of underground economy in Indonesia from 2004 to 2017 is 26 of GDP with the loss from tax potential around 2,8 of GDP."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T50937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nariswari Khairanisa
"ABSTRAK
Globalisasi pendidikan telah membuka ruang interaksi yang semakin intensif antara pemerintah suatu negara dengan institusi internasional seperti Bank Dunia. Di Indonesia, Bank Dunia berperan dalam mengarahkan haluan kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia melalui serangkaian preskripsi kebijakan. Skripsi ini mempertanyakan dorongan Pemerintah Indonesia untuk menerima preskripsi reformasi pendidikan tinggi meskipun Pendidikan Tinggi kerapkali diposisikan sebagai infant industry bagi negara berkembang. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, skripsi ini menggunakan kerangka teori discursive institutionalism dan policy borrowing. Oleh sebab itu, skripsi ini menelaah beragam preskripsi Bank Dunia yang diturunkan ke dalam diskursus-diskursus Pemerintah Indonesia pada proses identifikasi kepentingan, konstruksi kebijakan, dan legitimasi kebijakan. Skripsi ini menunjukkan bahwa gagasan new paradigm dan knowledge economy yang berorientasi pada peningkaan daya saing berperan penting dalam mendorong Pemerintah Indonesia untuk melakukan reformasi pendidikan tinggi pasca krisis finansial 1997. Implikasi dari reformasi ini adalah perubahan cara melihat pendidikan dari pendidikan sebagai barang publik menjadi pendidikan sebagai barang privat. Kajian ini berguna untuk mengkaji bagaimana struktur memengaruhi agen di mana Bank Dunia memengaruhi Pemerintah Indonesia.

ABSTRAK
The globalization of education has opened an increasingly intensive interaction space between the governments of a country with international institutions such as the World Bank. In Indonesia, the World Bank plays a role in guiding the policy direction of higher education in Indonesia through a series of policy prescriptions. This thesis questioned the Indonesian Government s decision to receive a prescription for higher education reform although higher education is often positioned as an infant industry for developing countries. To answer the question, this thesis uses discursive institutionalism and policy borrowing theory. Therefore, this thesis examines the various World Bank prescriptions that are derived into Indonesian Government discourses on the process of identifying interests, policy constructs, and policy legitimacy. This thesis shows that the idea of new paradigm and knowledge economy oriented towards the enhancement of competitiveness play an important role in encouraging the Indonesian Government to undertake higher education reforms after the 1997 financial crisis. The implications of this reform are the change in how education is seen from education as public goods into education as private goods . This review is useful for assessing how structures affect agents in which the World Bank influences the Indonesian Government."
2017
S69504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurjanah
"

 

Pada tahun 1998, 2000, dan 2002, Pemerintah Indonesia berunding di forum Paris Club untuk menyelesaikan masalah utang luar negerinya akibat krisis ekonomi 1998. Penelitian ini membahas bagaimana proses perundingan utang antara Indonesia dengan negara kreditur Paris Club . Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana masalah utang luar negeri pada saat krisis 1998 dan bagaimana perundingan itu berlangsung dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil dari penelitian ini adalah utang luar negeri pada krisis 1998 menjadi bermasalah karena dihantam oleh penurunan kurs rupiah terhadap dolar AS, masalah pengelolaan utang luar negeri, dan besarnya beban utang. Untuk keluar dari masalah itu Pemerintah memutuskan untuk melakukan penjadwalan utang luar negeri yang jatuh tempo di forum Paris Club. Perundingan utang pasca krisis diadakan hingga tiga kali. Adapun perundingan itu dikenal dengan perundingan Paris Club I, Paris Club II, dan Paris Club III. Hal itu diharapkan agar dapat mengurangi tekanan APBN serta menghindari default yang nantinya akan berdampak pada kredibilitas Indonesia dimata dunia internasional.

 


In 1998, 2000, and 2002, the Indonesian Government negotiated with the Paris Club forum to resolve its foreign debt problems due to the 1998 economic crisis. This research discusses the process of debt negotiations between Indonesia and the Paris Club creditor countries. The aim is to find out how is the problem of foreign debt during the 1998 crisis and how the negotiations took place. This research is using historical methods,  consisting of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. The results of this study are foreign debt in the 1998 crisis became a problem because it was hit by a decline in the rupiah exchange rate to US dollar, foreign debt management problems, and the large of debt burden. To resolve those problems, the Indonesia Government decided to reschedule foreign debt due in the Paris Club forum. Debt negotiations after crisis 1998 were held three times. The negotiations are known as the Paris Club I, Paris Club II, and Paris Club III. The government of Indonesia expected to be able to reduce the pressure of the state budget and avoid defaults which would later have an impact on Indonesia's credibility in the eyes of the international community.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahira
"Krisis keuangan global yang terjadi sejak pertengahan tahun 2008 telah menekan pertumbuhan ekonomi global dan menyebabkan banyak negara termasuk Indonesia mengalami kontraksi ekonomi. Untuk mengantisipasi dampak krisis, pemerintah dan Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan fiskal dan moneter ekspansif. Berbagai program stimulus fiskal yang diikuti dengan penurunan suku bunga selama krisis keuangan global terbukti mampu menstabilkan kembali perekonomian, namun tidak demikian halnya dengan angka ketimpangan pendapatan yang terus meningkat dari tahun ke tahun pasca krisis. Untuk itulah, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan fiskal dan moneter ekspansif yang diambil selama krisis keuangan global terhadap ketimpangan pendapatan rumah tangga di Indonesia. Untuk menggambarkan transmisi kebijakan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, digunakan pendekatan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Finansial (SNSEF). Sedangkan untuk mengetahui besarnya ketimpangan pendapatan rumah tangga, digunakan analisis Indeks Theil. Melalui update SNSEF Indonesia 2008, diketahui adanya perlambatan ekonomi selama krisis terutama disebabkan oleh anjloknya kinerja ekspor dan merosotnya investasi. Untuk melakukan investasi selama krisis, rumah tangga menggunakan lebih banyak tabungan. Sedangkan guna menutupi pengeluaran untuk konsumsi, rumah tangga miskin membutuhkan transfer pendapatan yang cukup tinggi dari pemerintah dan anggota keluarga mereka yang berada di luar negeri. Selain itu, terjadi peningkatan kredit konsumsi yang cukup tinggi terutama dilakukan oleh rumah tangga kota tidak miskin. Dengan menggunakan angka multiplier SNSEF, diketahui bahwa kebijakan fiskal ekspansif yang dipadu dengan kebijakan moneter ekspansif yang diambil selama tahun 2009 mampu secara signifikan meningkatkan pendapatan rumah tangga, meskipun dampak yang diberikan melalui pelonggaran moneter tidak cukup besar. Dari sisi fiskal, berdasarkan angka Indeks Theil, diketahui bahwa kebijakan pemberian subsidi kepada sektor usaha dan transfer pendapatan kepada rumah tangga selain meningkatkan pendapatan juga mampu menurunkan ketimpangan pendapatan antar rumah tangga dibandingkan dengan kebijakan penurunan pajak.

Global financial crisis started in mid 2008 had depressed global economic growth. It also had triggered contraction for the economy in many countries, including Indonesia. Meanwhile, in order to anticipate this impact, the government and the Central Bank imposed expansionary fiscal and monetary policies. Various fiscal stimulus programs followed by lowering interest rates during global financial crisis have re-stabilized the economy. However, there still remained a problem, where income inequality continues to rise year by year in the post-crisis period. Therefore, this research is conducted with an aim to investigate the impacts of expansionary fiscal and monetary policies imposed during global financial crisis on household’s income inequality in Indonesia. To describe policy transmission towards household’s income distribution, this research employs Financial Social Accounting Matrix (FSAM) approach. Whereas, the Theil Index is used to examine the degree of income inequality of household. Through assessing the 2008 updated Indonesian FSAM, it can be seen that there is an economic deterioration during crisis which is mainly caused by the decline in export perfomance and by the fall in investment. During the crisis, the main source of households’ investment was from their savings. Meanwhile, the poor households required higher income transfer from the government and their family which were working abroad to pay for their consumption expenditure. As well, there was a significant increase in consumption credit, in particular by non poor urban households. Applying the FSAM multiplier, it can be known that the combination of expansionary fiscal and monetary policies imposed in 2009 were significantly able to increase household income. But, the impact of monetary policy was not significantly big. From the fiscal side, using the Theil Index, it can be known that the subsidy policy given to business sector and the transfer delivered to households are not only able to increase income, but they are also able to reduce income inequality between households if these are compared to cutting tax policy."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Rivanka
"Dalam jangka waktu yang terhitung cepat, Korea Selatan mampu membangkitkan kembali perekonomiannya pasca Krisis Finansial Asia tahun 1997, termasuk dalam sektor perdagangan. Korea Selatan melakukan perubahan dari kebijakan developmentalist yang telah diterapkannya sejak 1960-an menjadi kebijakan neoliberalisme dalam perdagangan. Hal tersebut dilaksanakan melalui implementasi kebijakan perdagangan bebas, secara khusus, proliferasi FTA secara bilateral maupun regional. Penulisan tinjauan literatur ini bertujuan untuk memahami faktor mana yang menonjol dalam proses penyusunan kebijakan perdagangan Korea Selatan pasca Krisis Finansial Asia tahun 1997. Berdasarkan metode taksonomi, penulisan tinjauan literatur ini terbagi dalam empat tema besar, yakni kepemimpinan politik sebagai aktor signifikan dalam penyusunan kebijakan perdagangan, ide dalam penyusunan kebijakan perdagangan, faktor ekonomi internasional dalam penyusunan kebijakan perdagangan, dan faktor keamanan dan strategis dalam penyusunan kebijakan perdagangan perdagangan Korea Selatan pasca Krisis Finansial Asia tahun 1997. Dari keempat tema tersebut, muncul dua belas isu dominan, yakni signifikansi aktor eksekutif, signifikansi National Assembly, perdebatan antara ide developmentalism dan neoliberal, ide konfusianisme, ide proteksionisme, faktor sistemik, perspektif Korea Selatan terhadap mega-FTA, keuntungan ekonomi KORUS FTA, dinamika politik regional, trade-security nexus dengan AS, dan strategi hedging Korea Selatan. Dari keseluruhan tinjauan literatur ini, penulis menemukan beberapa kesenjangan literatur yang dapat digunakan untuk riset selanjutnya, diantaranya adalah pembahasan kepemimpinan politik yang sangat menonjol, basis kekuatan aktor eksekutif dalam proses penyusunan kebijakan perdagangan, minimnya pembahasan mengenai chaebol sebagai salah satu aktor yang berperan dalam penyusunan kebijakan perdagangan, respons kelompok veto terhadap kebijakan perdagangan pemerintah Korea Selatan, dasar ide neoliberalisme dalam kebijakan perdagangan, dan pembahasan rekan FTA Korea Selatan yang kurang beragam dan hanya terpusat pada FTA Korea-Chili dan KORUS FTA.

In short time, South Korea was able to revive its economy after the Asian Financial Crisis of 1997, including its trade sector. South Korea made a change from developmentalist policies which implemented since 1960s into neoliberalism. It is shown by the implementation of free trade policies, bilateral and regional FTAs in particular. This literature review aims to understand which factors stand out in the process of formulating South Korea`s trade policy after Asian Financial Crisis of 1997. Based on taxonomy method of literature review, this writing is divided into four major themes, namely political leadership as a main actor in the making of trade policy, ideas in the making of the trade policy, international economy factor in the making of trade policy, and strategic and security factors in the making of trade policy. From those four themes, there are twelve dominant issues, namely significance of executive actors, significance of the National Assembly, issue of democracy, debate between developmentalism and neoliberal ideas, the idea of confucianism, the idea of protectionism, systemic factors, South Korean perspective on mega-FTA, economic benefits of KORUS FTA, regional political dynamics, trade-security nexus with US, and South Korea`s hedging strategy. The writer has identify few literature gaps as the main findings of the literature and could be use for the next research: dominance of executive actors in trade policy decision-making process, basis of executive actor`s power in the trade policy, lack of discussion about chaebol as the main actor in the making of trade policy, veto players response to South Korea`s trade policy, basis of neoliberalism ideas in the trade policy, and lack of discussion about South Korea`s FTA partners other than Korea-Chile FTA and KORUS FTA."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>