Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157358 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puji Lestari
"Meningkatnya angka prevalensi kontrascpsi telah memberikan kontribusi yang bosar bagi penurunan fertilitas yang mantap di Indonesia dan telah berhasil menekan Iaju pertumbuhan penduduk. Narnun tidak semua wanita marnpu mempertahankan ukuran keluarga yang mereka inginkan dengan konsisten. Hal ini mengakibatkan tingginya angka fertilitas tidak di Indonesia. Jika kelahiran anak yang tidak diinginkan dapat dicegah maka seharusnya angka fertilitas di Indonesia akan dapat ditunmkan hingga mencapai 2,2 anak per wanita pada tahun 2007 .
Dengan menggunakan data Survei Dcmograii dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 (SDKI2007), penelitian ini menemukan bahwa pendidikan memiliki peranan penting dalam mempengaruhi keputusan wanita untuk mengalami fenilitas tidak diinginkan. Semalcin tinggi pendidikan wanita semakin kecil peluangnya untuk mengalami fertilitas tidak. Pengaruh pendidikan wanita bekerja melalui penunman preferensi fertilitas, dimana mereka yang menginginkan anak lebih sedildt (0-2 anak) mempunyai peluang yang Iebih kccil untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan Sementara status bekerja wanita dan tingkat kekayaan rumah tangga tidak dapat menjelaskan pengaruh pendidikan terhadap keputusan wanita untuk mengalami fertilitas tidak Dimana wanita yang bekelja cenderung tmtuk mengalami fertilitas tidak diinginkan dan semakin tinggi tingkat kekayaan rumah tangga maka semakin cenderung untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan.
Kemampuan wanita untuk mencegah fertilitas tidak diinginkan yang dilihat dari keoepatan wanita untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan tidak sepenuhnya dapat dijelaskan olch pendidikan wanita karena mereka yang bcrpendidikan SMP keatas berisiko lebih cepat untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan. Namun kecepatan wanita untuk mcngalami fertilitas tidak diinginkan lebih dapat dijelaskan oieh penurunan preferensi fertilitas dan status bekezja mereka dimana mereka yang menginginkan anak lebih sedikit berisiko lebih laznbat untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan demikian pula mereka yang bekerja bedsiko lebih Iambat untuk mengalami fertilitas tidak diinginkan. Selain itu semakin tinggi tingkat kekayaan rumah tangga semakin bcrisiko lebih lambat untuk mengalami ferlilitas yang tidak diinginkan.

The increasing of contraceptive prevalence rate had a high contribution for sustain fertility decline in Indonesia Unfortimately, women’s control over reproduction is far from perfect, and, as a consequence, the number of unwanted reproductive events is substantial in Indonesia. If unwanted birth could be eliminated than total fertility rate in Indonesia would be 2,2 children per women rather than 2,6 children per women in 2007.
Using the Indonesian Demographic and Health Survei 2007 (IDHS 2007), this research find that women’s education is an important factor in iniluence women’s decision to have unwanted fertility. Women with lower levels of education are more likely to have unwanted fertility than women with higher education. The elfect of women’s education works through the decline of fertility preferences, which women who want large number of children are more likely to have unwanted fertility. While women’s working status and levels of household's wealth can't explain how women’s education work to women’s decision of having unwanted fertility. Which women with working status and women with higher levels of household’s wealth are more likely to have unwanted fertility.
Women's ability to avoid unwanted fertility, which in this research is from the women's speed to have unwanted fertility is clearly can’t explain by women education Women with secondary level of education are more risk to have unwanted fertility quickly than women with lower education. Women's ability are more clear to explain with the decline of fertility preferences and women's working status. Women who want large number of children are more risk to have unwanted fertility quickly and women with "not working status" are more risk to have unwanted fertility quicldy. While women with lower levels of household's wealth are more risk to have unwanted fertility quickly than women with higher levels of household's wealth.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34299
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuridista Putri Pratiwi
"Tingkat fertilitas merupakan salah satu indikator yang menjadi prioritas utama pencapaian MDGs Indonesia. Tingkat fertilitas di Jawa Barat merupakan yang tertinggi di Indonesia. Tingkat fertilitas di dalam data survei dapat diukur dengan menggunakan jumlah anak lahir hidup (ALH). Umur kawin pertama merupakan salah satu faktor terpenting yang dapat mempengaruhi tingkat fertilitas. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur kawin pertama terhadap tingkat fertilitas wanita usia subur di Provinsi Jawa Barat. Penelitian menggunakan desain studi cross sectional dengan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Penelitian menggunakan kriteria inklusi wanita usia subur usia 15-49 tahun yang pernah menikah di Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan pada wanita yang pernah penikah di Provinsi Jawa Barat, mereka yang menikah di usia ≤ 18 tahun memiliki risiko 2,5 kali lebih tinggi untuk memiliki tingkat fertilitas tinggi dibandingkan yang menikah di usia > 18 tahun setelah variabel lain dikendalikan. Variabel lain yang turut berperan dalam tingkat fertilitas wanita usia subur yaitu umur, tempat tinggal, tingkat pendidikan istri, status pekerjaan istri, norma tentang besarnya keluarga, dan penggunaan alat kontrasepsi saat ini. Oleh karena itu, kegiatan KIE terkait program KB dan pendewasaan usia perkawinan, pemberdayaan wanita, serta pembukaan lapangan pekerjaan untuk meningkatkan status ekonomi diperlukan sebagai upaya mencegah dan mengatasi permasalahan terkait fertilitas di kalangan wanita usia subur di Provinsi Jawa Barat.

Fertility rate is one of indicator that include in the top priority of Indonesia’s MDGs achievement. West Java has the highest fertility rate in Indonesia. The fertility rate in survey data can be measured by using the number of children ever born (CEB). Age at first marriage is one of the most important factors that can affect the fertility rate. The study was conducted to determine the effect of age at first marriage to the fertility rate of women in their childbearing ages in West Java. The study uses a cross-sectional study design with SDKI 2012. The inclusion criteria of this study is women aged 15-49 years who were married in West Java.
The results showed that in women who were married in West Java province, those who were married at age ≤ 18 years had a 2.5 times higher risk to have high fertility rates than those married at age > 18 years after other variables are controlled. Other variables played a role in the fertility rate of women in childbearing ages are age, place of residence, wife’s education level, wife's employment status, norms about family size, and current contraceptive use. Therefore, IEC activities related to family planning programs and increasing age at first marriage, women's empowerment, and the opening of employment opportunities that important to improve the economic status are necessary of to prevent and resolve problems related to fertility among women of childbearing ages in their childbearing ages in West Java.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Nurina Paramita
"Penelitian ini bertujuan memelajari pengaruh intensitas cahaya malam hari terhadap fertilitas dan channel yang membuat intensitas cahaya malam hari berpengaruh terhadap fertilitas di Indonesia. Hasil regresi panel fixed effects dengan data tiga tahunan dari data Susenas, Podes, dan satelit DMSP/OLS menunjukkan bahwa intensitas cahaya malam hari sebagai proksi tingkat pembangunan dan penggunaan listrik, berpengaruh signifikan terhadap penurunan fertilitas di Indonesia. Intensitas cahaya malam hari berpengaruh signfikan terhadap peningkatan umur kawin pertama dan penurunan pengguna alat/metode kontrasepsi modern.

This research aims to study impact of night-time lights intensity on fertility and channel that makes night-time lights intensity affects fertility in Indonesia. The results of fixed effect panel regression with triennial data from National Socioeconomic Survey, Village Census, and DMSP/OLS satellite show that night-time lights intensity as a proxy for capturing development level and electricity use, significantly affects fertility decline in Indonesia. Night-time lights intensity significantly affects increasing of age at first marriage and decreasing user proportion of modern contraception."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T46119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Nurvidya Anwar
"Dalam analisis determinan fertilitas ada dua jenis pengukuran yang dipakai sebagai variabel terikat, yaitu fertilitas kumulatif dan fertilitas current. Analisis fertilitas dengan menggunakan fertilitas kumulatif sebagai variabel terikat telah banyak dilakukan di Indonesia. Namun, pemakaian variabel ini dapat menyembunyikan suatu hubungan yang sebenarnya karena masalah urutan waktu kejadian antar variabel yang digunakan. Sedangkan analisis yang menggunakan fertilitas current bisa dipandang sebagai suatu hubungan kausal yang lebih baik. Sayangnya, analisis semacam ini masih jarang dilakukan.
Berkaitan dengan kedua jenis pengukuran tersebut terdapat dua kegiatan yang dilakukan dalam tesis ini, pertama studi pustaka mengenai analisis fertilitas dengan menggunakan fertilitas kumulatif. Studi ini dilakukan secara mendalam yang tidak terbatas pada analisis yang telah ada melainkan juga dengan analisis tambahan sehubungan tersedianya data yang Baru. Selain itu juga studi pustaka mengenai analisis fertilitas dengan fertilitas current yang jumlahmya terbatas.
Kegiatan kedua yaitu analisis determinan fertiiitas di Indonesia dengan menggunakan pendekatan proximate determinant yang dipengaruhi oleh variabel sosial ekonomi. Dalam pendekatan ini, proximate determinant merupakan variabel antara yang langsung berpengaruh terhadap fertilitas. Sedangkan variabel sosial ekonomi mempengaruhi fertilitas melalui dampaknya pada proximate determinant. Dalam hal ini fertilitas diukur sebagai fertilitas current.
Penelitian ini menggunakan data Survai Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1991, dan merupakan lanjutan dari penelitian yang dilakukan Ananta et al (1991). Dengan data yang tersedia memungkinkan beberapa modifikasi dapat dilakukan. Modifikasi tersebut terdapat pada model statistik, pengu-kuran proximate determinant dan pemilihan sampel yang dipakai.
Suatu rangkaian model statistik digunakan sehingga memungkinkan menganalisis dampak proximate determinant terhadap fertilitas dan dampak variabel sosial ekonomi pada proximate determinant. Serta model untuk menguji apakah variabel sosial ekonomi mempengaruhi fertilitas melalui proximate determinant yang dipakai atau tidak."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Rajawali, 1981
304.63 Sek
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Sutji Rochani D., author
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh beberapa variabel sosial ekonomi dan demografi terhadap jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh wanita migran risen dan wanita non migran risen di DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam menganalisis bersumber pada Survai Prevalensi Indonesia 1987 untuk daerah DKI Jakarta.
Dasar yang digunakan untuk menganalisis, adalah kerangka pemikiran Ronald Freedman (1975) yang mengembangkan suatu model yang disebut The sosiological analysis of fertility levels. Freedman menggunakan dasar pemikiran Davis and Blake dalam ruang lingkup sosiologis yang lebih luas. Variabel independen terdiri dari variabel sosial ekonomi, antara lain adalah pendidikan isteri/responden, pendidikan suami, pekerjaan suami, status bekerja isteri, tempat tinggal isteri waktu berumur kurang dari 12 tahun, status migrasi isteri/responden dan variabel demografi lainnya adalah umur isteri, umur kawin pertama, serta lama kawin. Sedangkan yang digunakan sebagai variabel dependen adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup sampai saat survai.
Hasil analisis tesis ini adalah
1. Umur dan lama kawin mempunyai hubungan positif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
2. Umur kawin pertama mempunyai hubungan negatif dengan paritas yang dipunyai baik wanita migran risen maupun wanita non migran risen.
3. Pendidikan isteri, wanita migran risen yang tamat SMA atau lebih mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita migran risen yang tamat SMP atau kurang. Sedangkan wanita non migran risen dengan pendidikan yang lebih rendah yaitu tamat SMP atau lebih cenderung mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan wanita non migran risen yang berpendidikan tamat SD atau kurang.
4. Pendidikan suami dari wanita migran tampaknya tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan pendidikan suami wanita non migran cenderung mempunyai hubungan negatif terhadap paritasnya.
5. Wanita migran yang tidak pernah bekerja cenderung mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita migran status kerja lainnya. Dan wanita non migran yang bekerja terus (maksud bekerja terus adalah sebelum kawin sampai saat wawancara masih bekerja) mempunyai paritas lebih sedikit dibandingkan dengan paritas wanita non migran status kerja lainnya.
6. Pekerjaan suami terlihat tidak mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap paritas yang dimiliki wanita migran maupun wanita non migran.
7. Tempat tinggal waktu kecil dari wanita migran cenderung tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap paritasnya, sedangkan wanita non migran yang waktu kecil tinggal di kota besar mempunyai paritas lebih banyak dibandingkan dengan paritas wanita non migran yang waktu kecil tidak tinggal di kota besar.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dyah Siswanti E
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor sosial budaya dan fertilitas, dimana didalam faktor tersebut terdapat aspek sentralitas kekerabatan. Dalam sentralitas kekerabatan ini dapat dilihat dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat di Indonesia pada umumnya terdapat perbedaan yang menyolok antara kota dan pedesaan, sehingga sering dikatakan bahwa masyarakat kota sebagai masyarakat yang bercorak patembayan dan masyarakat pedesaan bercorak paguyuban. Dua corak masyarakat yang berbeda ini tentunya akan mempunyai dampak yang berbeda pula dalam perilaku fertilitas. Akan tetapi perilaku fertilitas tidak sepenuhnya tergantung pada sifat kekerabatan, faktor individu seperti umur, pendidikan, umur kawin pertama dan pemakaian alat juga mempengaruhi fertilitas. Penelitian ini bersumber kepada data SPI 1987, dan dipilih Propinsi Sawa Timur sebagai daerah penelitian. Responden penelitian ini adalah wanita yang berstatus kawin (currently married women) berusia antara 15 - 49 tahun berjumlah 1581 responden. Untuk menggali informasi lebih mendalam, dilakukan wawancara dengan responden yang telah menikah dan juga para orang tua serta para pimpinan tidak formal dalam masyarakat.
Teori yang menjadi dasar analisis dalam penelitian ini adalah analisa yang diajukan oleh Davis dan Blake yang dikembangkan oleh Freedman. Teori ini cenderung berpangkal pada tingkat fertilitas yang terjadi pada suatu saat, kemudian diteliti faktor-faktor yang melatar belakangi kehidupan individu dan masyarakat. Model tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh yang kuat antara lingkungan dan struktur sosial dan ekonomi. Struktur sosial ekonomi saling berpengaruh melalui norma mengenai besarnya keluarga dan norma mengenai peubah antara yang pada gilirannya mempengaruhi fertilitas melalui peubah antara. Sebaliknya fertilitas mempengaruhi struktur sosial ekonomi dan tingkat mortalitas melalui peubah - peubah tersebut. Dari model ini juga dapat dilihat bagaimana norma-norma social dan organisasi bekerja mempengaruhi fertilitas melalui peubah antara.
Analisa data dilakukan dengan cara analisa deskriptip yaitu menyajikan data dalam bentuk tabulasi silang untuk membahas masing-masing hubungan dari model yang dibuat. Sedangkan untuk melihat peubah bebas dalam satu model secara bersama-sama mempunyai hubungan dengan peubah tak bebas dilakukan dengan analisa regresi ganda. Langkah-langkah dalam analisa ini dibagi menjadi tiga model. Model pertama membahas hubungan antara peubah antara dengan jumlah anak yang dilahirkan, model ke-dua hubungan antara peubah sosial budaya dengan jumlah anak yang dilahirkan, sedangkan model ke-tiga, hubungan antara peubah antara dan peubah sosial budaya secara bersama-sama terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Hasil yang diperoleh sebagai berikut:
Model pertama, Umur kawin pertama menunjukkan hubungan yang negatif dengan jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Semakin muda usia pada waktu kawin maka jumlah anak yang dilahirkan ada kecendurangan lebih banyak. Sedangkan wanita yang pernah pakai alat kontrasepsi menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Wanita yang pernah pakai alat kontrasepsi mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak pernah pakai alat kontrasepsi. Interaksi umur dan pemakaian alat kontrasepsi menunjukkan hubungan positif baik di kota maupun pedesaan. Ini berarti wanita yang tinggal di kota dan pedesaan memakai alat kontrasepsi hanya untuk tujuan "stopping". Sedangkan wanita yang, berumur muda masih dalam masa pembentukan keluarga, sehingga masih enggan untuk memakai alat kontrasepsi. Interaksi umur kawin pertama dan pemakaian alat kontrasepsi untuk daerah kota menunjukkan hubungan yang negatif. Artinya wanita yang kawin pada umur muda mempunyai kecenderungan tidak menggunakan alat kontrasepsi, mengingat masa awal suatu perkawinan bertujuan untuk pembentukan keluarga. Wanita yang tinggal di kota meskipun sudah relatif modern ternyata belum banyak memakai alat kontrasepsi. Berarti perilaku masyarakat kota masih mempunyai nilai-nilai yang berlaku pada umumnya, yaitu bertujuan untuk mempunyai anak lebih dahulu sampai mempunyai anak berikutnya.
Model ke-dua, wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah di pedesaan mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah. Wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah diduga dipengaruhi saran-saran dari orang tua yang dapat mempengaruhi jumlah anak yang dilahirkan. Masyarakat pedesaan yang mempunyai corak paguyuban dan struktur masyarakat yang bersifat mekanis mempunyai nilai-nilai tradisionil yang masih layak untuk ditaati, antara lain masih adanya pengaruh dari orang tua terutama aturan-aturan terhadap jumlah anak yang dilahirkan dan di satu sisi masih ada pengaruh dari orang tua dikarenakan masih percaya adanya mitos yaitu masih percaya adanya pemeo-pemeo seperti sendang kapit pancuran. Di kota tidak ada perbedaan antara wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah dengan yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Suatu hal yang wajar kalau kita simak bagaimana ciri kota di Indonesia yang bercorak patembayan dengan struktur masyarakat yang bersifat organis, kota mempunyai lingkungan budaya yang sering dipandang banyak menerima medernisasi menyebabkan ikatan sosial masyarakat yang ada terutama dalam keluarga inti semakin "longgar", sehingga dapat diartikan bahwa pengaruh lingkungan masyarakat lebih dominan daripada lingkungan keluarga terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Sedangkan wanita yang tidak tamat SD mempunyai anak lebih banyak dari yang tidak pernah sekolah baik di kota maupun di pedesaan.
Model ke-tiga, Umur ibu tetap menunjukkan hubungan yang positif dengan jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Pada umumnya semakin tinggi umur seseorang wanita maka semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan, karena peubah umur dengan jumlah anak yang dilahirkan mempunyai korelasi yang tinggi. Demikian halnya dengan umur kawin pertama yang pada model ke-tiga ini tetap menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan.
Apabila hanya memperhatikan peubah antara saja (model pertama) pemakaian alat kontrasepsi menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Setelah peubah sosial budaya diperhatikan (model ke﷓ dua) ternyata menunjukkan hubungan positif. Perubahan ini dikarenakan ada hubungan yang kuat dengan peubah pendidikan. Apabila dibandingkan menurut tempat tinggal, rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita yang memakai alat kontrasepsi di pedesaan lebih kecil dibandingkan dengan yang tinggal di kota. Karena pada umumnya tingkat sosial ekonomi orang kota lebih tinggi dibandingkan pedesaan, diharapkan keikut sertaan wanita yang memakai KB lebih tinggi di kota. Keikut sertaan masyarakat kota dalam KB bukan karena kurang kesadaran atau tidak mampu membiayai, kemungkinan disebabkan segi pelayanan yang dirasakan tidak sesuai dengan masyarakat kota. Karena pada umumnya orang kota ingin mendapatkan pelayanan yang lebih pribadi atau ?a personalized servive" . Sedangkan di pedesaan lebih banyak dikarenakan struktur masyarakatnya yang "kolektif" sehingga datang berduyun-duyun ke Puskesmas adalah sesuatu yang wajar.
Tidak ada perbedaan antara wanita yang berpendidikan dengan yang tidak pernah sekolah terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Dari hasil korelasi Pearson ternyata ada hubungan yang cukup kuat dengan peubah umur kawin pertama dan pemakaian alat kontrasepsi. "
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faad Maonde
"ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Fertilitas di Sulawesi, suatu studi berdasarkan Data Survai Prevalensi Indonesia Tahun 1987, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi dan demografi terhadap fertilitas (sebagai tujuan umum) dan mempelajari perbedaan proporsi dan rasio kecenderungan faktor sosial ekonomi terhadap fertilitas dan terhadap variabel antara (pemakaian kontrasepsi, masa menyusui, masa kumpul dan masa subur) sebagai tujuan khusus dan/atau secara langsung maupun melalui variabel antara. Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan berkaitan antara lain : Ananta (1981), Bongaarts (1978), David dan Blake (1956), Easterlin (1977) dan Freedman (1975).
Dari 993 orang wanita berumur 15-49 tahun, pada saat survai yang berstatus kawin, dari sub-sampel Sulawesi berjumlah 1069 berusia 15-49 tahun terdiri dari : 139 responden untuk Sulawesi Utara, 354 responden Sulawesi Tenggah, 395 Sulawesi Selatan dan 217 responden Sulawesi Tenggara. Jumlah tersebut ternyata 74,52 % bertempat tinggal di pedesaan dan selebihnya 25,48 % tinggal di perkotaan. Hasil empiris selanjutnya memperlihatkan bahwa pemakaian kontrasepsi dalam periode proximate (-9 sampai dengan -21) bulan sebelum survai, sebagai salah satu indikator untuk mengendalikan kelahiran tidak menunjukkan perkembangan kuantitas yang berarti yaitu sebesar 20,34 %. Dari 20,34 % peserta KB di Sulawesi ternyata hanya 5,34 % bertempat tinggal di perkotaan dan selebihnya 15 % bertempat tinggal di pedesaan.
Hasil analisis inferensial dari 7(tujuh) model regresi logistik berganda termasuk interaksi dua faktor yang diperhatikan, secara umum menunjukkan bahwa variabel sosial ekonomi dan demografi yang diperhatikan serta keempat variabel antara kecuali masa kumpul mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap-temungkinan melahirkan setahun sebelum survai. Pengaruh faktor sosial ekonomi dan demografi terhadap kelahiran setahun sebelum survai, melalui variabel antara dan tidak melalui variabel antara menunjukkan kecenderungan yang lama, kecuali variabel umur dan pendidikan responden cenderung berbeda.
Perbedaan karakteristik dan pengaruh berbagai faktor sosial ekonomi dan demografi diuraikan sebagai berikut
Umur Responden, berdasarkan hasil empiris menujukkan bahwa hubungan umur responden dengan kelahiran menunjukkan pola yang hampir berbentuk huruf U, baik terhadap responden di pedesaan demikian pula terhadap responden di perkotaan, dengan proporsi paling rendah terdapat pada kelompok responden berumur 20-29 tahun. Selanjutnya, hubungan umur terhadap proporsi pemakaian KB menunjukkan hubungan turun naik dengan proporsi paling rendah terdapat pada kelompok responden berumur 30-39 tahun.
Pengaruh umur responden setelah dikontrol variabel antara dan variabel sosial ekonomi terhadap proporsi kelahiran menunjukkan pengaruh negatif, dan setelah dikontrol oleh hanya variabel sosial ekonomi mempunyai pengaruh naik turun dengan kelahiran tertinggi terdapat pada kelompok umur 20-29 tahun (Tabel 4.1 model-1, model-3) dan (lampiran-8, lampiran-10).
Pendidikan. Pendidikan isteri mempunyai hubungan terhadap proporsi kelahiran setahun sebelum survai. Berdasarkan hasil empiris untuk responden di perkotaan menunjukkan bahwa pendidikan isteri memberikan pola kelahiran yang menurun, sedangkan untuk responden di pedesaan memberikan pola turun naik dengan proporsi kelahiran terendah terdapat pada responden berependidikan tamat Sekolah Dasar. Pendidikan terhadap proporsi pemakaian kontrasepsi dalam periode proximate memberikan hasil empiris yang bervariasi yaitu untuk responden di perkotaan mempunyai hubungan turun naik dengan proporsi paling rendah terdapat pada responden berpendidikan tamat Sekolah Dasar, kemudian.untuk responden di pedesaan antara pendidikan tidak tamat Sekolah Dasar dan tamat Sekolah Dasar hampir tidak ada perbedaan yang berarti dengan proporsi sebesar 20, 50 % dan 50,54 %; dan kemudian pada responden berpendidikan SLTP sedikit meningkat menjadi 21,62 %.Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis inferensial, pendidikan responden memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kelahiran setahun sebelum survai antara analisis model-1 dan model-3 yaitu :
Berdasarkan analisis model-1, pengaruh pendidikan terhadap kelahiran setahun sebelum survai dengan dikontrol oleh variabel antara dan variabel sosial ekonomi demografi lainnya memberikan pengaruh negatif, artinya semakin tinggi pendidikan yang dicapai oleh responden semakin kecil kemungkinannya untuk melahirkan.
Berdasarkan analisis model-3, pengaruh pendidikan terhadap kelahiran dengan dikontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya memberikan pengaruh positif, artinya semakin tinggi pendidikan yang dicapai responden semakin tinggi kemungkinnya responden melahirkan.
Di sisi lain, pengaruh pendidikan isteri melalui variabel antara terhadap proporsi kelahiran dengan memperhitungkan pengaruh status tempat tinggal dan status pekerjaan isteri (sebagai faktor interaksi) memberikan hasil estimasi bahwa tingkat pendidikan isteri mempunyai resiko yang tidak konsisten (bervariasi) terhadap kelahiran (berhubungan positif/ negatif). Dan pendidikan responden terhadap kemungkinan pemakaian kontrasepsi dalam periode proximate yang ditemukan dalam studi ini bertentangan dengan temuan sebelumnya di mana semakin tinggi pendidikan responden semakin tinggi kemungkinannya dalam menggunakan kontrasepsi, tetapi dalam temuan berdasarkan analisis model-4 dalam studi ini memberikan hasil bahwa semakin tinggi pendidikan yang dicapai oleh responden semakin kecil kemungkinannya untuk menggunakan kontrasepsi. Hal ini ada kecenderungan rendah/kecilnya prosentase responden yang menggunakan kontrasepsi.
Pengaruh pendidikan suami berdasarkan model-3 dengan dikontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya dalam model memberikan hasil bahwa pendidikan suami mempunyai pengaruh positif terhadap kemungkinan melahirkan setahun sebelum survai.
Tempat Tinggal. Karena didominasi oleh responden yang tinggal di pedesaan sebesar 74,52 % dari seluruh responden maka, kecenderungannya akan memberikan warna karakteritik responden di pedesaan. Berdasarkan hasil empiris menunjukkan bahwa tempat tinggal mempunyai hubungan dengan proporsi kelahiran setahun sebelum survai, dan proporsi pemakaian kontrasepsi. Hubungan tersebut tergambar bahwa kelahiran di pedesaan lebih tinggi 0,4 % dibandingkan dengan kelahiran di perkotaan yaitu antara 38,34 % dan 37,94 %, sedangkan pemakaian kontrasepsi di perkotaan lebih tinggi 0,54 % dibandingkan dengan pemakaian kontrasepsi di pedesaan yaitu antara 20,41 % dan 20,95 %.
Berdasarkan analisis inferensial memberikan basil bahwa status tempat tinggal menurut model-1 dan model-3 memberikan estimasi yang sama yaitu :
Berdasarkan model-1, pengaruh tempat tinggal responden terhadap proporsi kelahiran setahun sebelum survai yang dikontrol variabel antara, variabel sosial ekonomi dan demografi memberikan estimasi bahwa resiko melahirkan di pedesaan lebih tinggi 1,9 kali dibandingkan dengan di perkotaan (berhubungan positif).
Berdasarkan model-3, pengaruh tempat tinggal responden terhadap proporsi kelahiran dengan dikontrol hanya variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya, memberikan estimasi bahwa resiko melahirkan di pedesaan lebih tinggi 1,54 kali dibandingkan dengan kelahiran di perkotaan.
Di sisi lain, tempat tinggal terhadap kelahiran melalui variabel antara dengan memperhitungkan pengaruh pendidikan dan status pekerjaan isteri (sebagai faktor interaksi) serta di kontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi memberikan basil bahwa resiko melahirkan di pedesaan tidak konsisten (bervariasi) yaitu kelahiran di pedesaan mempunyai pengaruh positif/negatif (naik turun) dibandingkan dengan di perkotaan. Dan tempat tinggal responden terhadap proporsi pemakaian kontrasepsi dengan dikontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi berdasarkan model-4 memberikan basil estimasi bahwa proprsi pemakaian kontrasepsi di pedesaan lebih rendah 0,76 kali dibandingkan di perkotaan (negatif).
Status Pekerjaan Isteri. 493 orang (49,65 %) responden dengan status bekerja pada saat survai mempunyai hubungan terhadap proporsi kelahiran setahun sebelum survai. Hubungan yang ditunjukkan berdasarkan hasil empiris memberikan hasil bahwa responden yang bekerja mempunyai proporsi melahirkan lebih rendah dibandingkan yang tidak bekerja, baik terhadap responden yang tinggal di pedesaan demikian juga terhadap responden di perkotaan (label 4A.3).
Status pekerjaan (analisis model-1) terhadap kelahiran dengan dikontrol oleh variabel antara dan tanpa dikontrol variabel antara (model-3), variabel sosial ekonomi dan demografi memberikan pengaruh positif artinya semakin tinggi proporsi responden yang bekerja semakin tinggi pula kemungkinan responden melahirkan.
Status pekerjaan isteri terhadap kelahiran dengan melalui variabel antara dengan memperhitungkan variabel pendidikan dan status tempat tinggal (sebagai faktor interaksi) serta dikontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya di dalam model memberikan hasil bahwa resiko melahirkan terhadap status pekerjaan isteri tidak konsisten (bervariasi). Dan status pekerjaan isteri terhadap pemakaian kontrasepsi ditemukan serupa yaitu bervariasi.
Variabel Antara. Pengaruh variabel antara (pemakaian kontrasepsi, kumpul, menyusui dan subur) berdasarkan model-1 yaitu variabel antara dengan dikontrol oleh variabel sosial ekonomi dan demografi memberikan kesimpulan bahwa pemakaian kontrasepsi dan menyusui pengaruh negatif, kemudian untuk variabel masa subur mempunyai pengaruh positif. Selanjutnya berdasarkan model-2 memberikan kesimpulan yang serupa kecuali masa kumpul tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap kelahiran setahun sebelum survai. "
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatang Abdul Madjid. S
"ABSTRAK
Keberhasilan program kependudukan di Indonesia memberikan kontribusi sangat berarti kepada keberhasilan pembangunan pada umumnya. Hasil upaya tersebut menyatu dalam ujud nyata yang telah dirasakan masyarakat, terbukti dengan adanya pengakuan dan penghargaan yang datang dari berbagai kalangan, bahkan dari luar negeri.
Salah satu bukti keberhasilan itu antara lain angka fertilitas telah menurun dari 5.5 pada periode 1967-1970 menjadi 3.3 pada periode 1584-1987. Dan diramalkan bahwa pada tahun 2000 wanita Indonesia usia 15-49 akan menunjukkan fertilitas sebesar 2.7, Suyono (1989).
Pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat tidak hanya cukup bangga dengan keberhasilan yang telah dicapai, melainkan sadar bahwa masih banyak hal yang perlu terus diupayakan agar dengan itu dapat mempertahankan dan sekaligus meraih keberhasilan yang lebih baik lagi.
Upaya-upaya tersebut antara lain melakukan berbagai studi, seperti dalam bidang kependudukan dan bidang-bidang lainnya yang lebih rinci dan berkesinambungan.
Guna mencapai sasaran secara konsisten sebagaimana diharapkan, maka penguasaan aspek-aspek kependudukan seperti faktor-faktor yang menentukan fertilitas, perlu dikaji ulang dengan kontinyu dan simultan; melalui berbagai studi multidisipliner. Hal ini perlu, karena hasil-hasil studi yang telah ada akan senantiasa dirasakan masih belum memadai baik jumlah maupun ragamnya. Kurangnya hasil penelitian ini tidak saja dirasakan di kota-kota besar, di tingkat daerah sekalipun akan terjadi hal serupa sejalan dengan pesatnya pembangunan di berbagai bidang.
Berkenaan dengan kurangnya hasil-hasil penelitian tersebut seperti hasil analisis fertilitas di propinsi Sumatera Selatan, dirasakan menambah adanya kendala, khususnya yang berkaitan dengan proses perencanaan pembangunan baik sektoral maupun global. Hal ini memperkuat niat penulis untuk melakukan studi ini.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>