Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186565 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tandjung, Rini Agustien
"Latar Belakang: Akhir-akhir ini peristiwa epigenetik turut berperan menjadi penyebab keganasan. Peristiwa epigenetik meliputi metilasi DNA dan modifikasi histon. Gen penekan tumor adalah salah satu golongan gen yang merupakan target utama kcrusakan DNA. Contohnya gen penekan tumor dapat tidak berfungsi karena termutasi, termetilasi dan mengalami LOH (Loss of heterozygosity), gen WRN adalah termasuk gen penekan tumor. Gen WRN termutasi pada penyakit Werner Syndrome, gen WRN yang terletak pada kromosom 8p 11.2-12 sering mengalami LOH dan pada lokus genetik ini terdapat pada pasien usia muda kanker payudara, laporan terakhir mcnyatakan bahwa gen WRN dapat mengalami metilasi, semua kejadian pada gen WRN tersebut dapat mengarah ke kanker.
Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui karakteristik status gen WRN yang temietilasi pada pasien kanker payudara di Rumah sakit Kanker Dharmais dan hubungan gen WRN yang termetilasi tersebut dengan ekspresi mRNA nya.
Desain: Analitik.
Metode: Jaringan segar kanker payudara di isolasi sehingga didapat DNA dan RNA. Untuk mengecek kualitas DNA yang didapat dilakukan PCR konvensional dengan primer Interferon-Gamma. Dilanjutkan perlakuan sodium bisuliit, untuk mengkonversi sitosin yang tidak termetilasi menjadi urasil sedangkan sitosin yang termetilasi tetap menjadi sitosin. Primer myod-1 untuk megecek hasil perlakuan sodium bisuliit kemudian dilakukan teknik MSP dengan masing-masing Primer metilasi dan Primer tidak metisi. RNA yang didapatdi reverse rranscripiase menjadi cDNA kemudian di perlakukan bersama cDNA B-actin diperiksa dcngan Real Time PCR. Uji Mann- Whitney U dipakai untuk menguji hubungan antara gen WRN yang termetilasi dengan ekspresi mRNA dan uji Fisher untuk menguji hubungan antara gen WRN yang temietilasi dcngan data klinik meliputi usia penderita, hasil pemeriksaan lmmunohistokimia (ER, PR, IIer2, p53) dan TNM.
Hasil: Gen WRN yang termetilasi sebanyak 9 sampel dari 60 sampel (l5%). Ekspresi mRNA yang dapat dinilai datanya sebanyak 49 sampel dari 60 sampel (8 I ,67%) dan Rasio ekspresi WRN terhadap B-actin sekitar 0,00 hingga 27,75.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara gen WRN yang tcrmetilasi dengan ekspresi mRNA dengan P = 0,61 dan tidak ada hubungan antara gen yang termetilasi dengan data klinik yang terdiri dari hasil pemeriksaan ER, PR, Her2, Triple negatif, p53, dan TNM, tapi ada hubungan yang signiiikan antara usia pcnderita yang muda (dibawah dan sama dcngan 40 tahun) dengan gen WRN yang termctilasi dengan P = 0,02.

Background: Epigenetic events including DNA methylation and histone modifications contribute to the cause of malignancy. Tumor suppressor genes belong to class of genes which may be subjected to DNA damage or modification. For instance, tumor suppressor gene may be inactivated by mutation, methylation and LOH ( Loss of heterozigosity), the WRN gene is an example of tumor suppressor gene. Mutated in the premature aging Werner syndrome, WRN gene is located on chromosome 8p 11.2-12. Futhermorc, L01-I in this genetic locus is found in a subset of early onset breast cancer patients. Recent report also indicated that WRN gene may be susceptible to methylation. These data suggest that WRN gene inactivation may lead to cancer.
Objective : This study aims to examine the characteristic of a methylation status of WRN gene in breast cancer patients at Dhamiais National Cancer Hospital and the relationship between WRN gene methylation with its mRNA expression.
Design: Analytical.
Methods: DNA and RNA were isolated from archieved frozen breast cancer tissue sample. DNA quality was checked by PCR amplification of Interferon gamma gene. To determine promoter methylation, DNA was treated with bisultite to distinguish methylated cytosine from unmethylatated ones. The quality of converted DNA was determined by amplification of Myod-1 locus with contain cytosine rich sequences that are susceptible to uracil conversion upon bisultite treatment. Subsequently, WRN methylation was determined using Methylation Specific PCR (MSP) using 2 set of primers recognizing either methylated or unmethylated WRN sequence. WRN expression was determined bythe level of cDNA upon conversion of total, RNA using reverse transcriptase. Expression of WR.N was calibrated to B-actin expression using Real-Time PCR and Pffafl method. Mann-Whitney U test was used to examine the relationship between WRN gene methylation and its mRNA expression. Fisher test was used to examine the relationship between WRN gene methylation status with clinical data include age, lmmunohistokimia test (ER,PR,I-ler2,p53) and TNM.
Results: WRN gene is methylated in nine samples out of 60 samples (I5%). mRNA expression data was assessed from 49 samples out of 60 samples only (8l,67%). Although there is a trend of mRNA silencing in methylated WRN gene, the relationship does not reach statistical significance. WRN expression ratio of B- actin around 0,00 to 27,75.
Conclusion: There is no relationship between the WRN gene methylation and mRNA expression, P = 0.61 and no relationship between the WRN gene methylated with clinical data that consists of ER, PR, Ht-:r2, Triple negative, p53, and TNM. Interestingly, WRN methylation was found more frequently in early onset breast cancer patients, P=0,02.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32357
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Pramudita
"Ketidaknyamanan seringkali dirasakan pasien kanker payudara seiring perjalanan penyakit dan efek samping pengobatan. Kesejahteraan spiritual dianggap dapat menjadi mekanisme koping dalam menghadapi situasi sulit sehingga dapat membantu meningkatkan kenyamanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara kesejahteraan spiritual dengan kenyamanan. Desain penelitian berupa analitik korelasi dengan pendekatan cross-sectional, melibatkan 92 responden yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Studi ini menggunakan kuesioner SWBQ (Spiritual Well-Being Questionnaire) dan PKKP (Pengkajian Kenyamanan Kanker Payudara). Hasil penelitian menunjukkan 52,2% responden memiliki kesejahteraan spiritual tinggi serta terdapat proporsi yang imbang antara responden yang merasa nyaman dan yang tidak nyaman. Hasil uji chi-square didapatkan adanya hubungan antara kesejahteraan spiritual dengan kenyamanan pasien kanker payudara dengan p-value 0,007 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual menjadi aspek penting dalam asuhan keperawatan untuk meningkatkan kenyamanan pasien kanker payudara.

Discomfort is often felt by breast cancer patients along with the course of the disease and the side effects of the treatment. Spiritual well-being is considered to be a coping mechanism in dealing with difficult situations so that it can help increase comfort. This study aims to identify the relationship between spiritual well-being and comfort. The research design is analytic correlation with a cross-sectional approach, involving 92 respondents selected by consecutive sampling technique. This study used the instrument of SWBQ (Spiritual Well-Being Questionnaire) and PKKP (Breast Cancer Convenience Assessment) questionnaires. The results showed that 52.2% of respondents had high spiritual well-being and there was an even proportion of respondents who felt comfortable and those who were uncomfortable. The results of the chi-square test found that there was a relationship between spiritual well-being and the comfort of breast cancer patients with a p-value of 0.007 (p <0.05). It can be concluded that spiritual well-being is an important aspect of nursing care to increase the comfort of breast cancer patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, L. Rumiris
"Kanker payudara merupakan salah sam jenis kanker yang teroapat pada wanita dan masih merupakan masalah kesehatan pada wanita, karena selain merupakan salah satu penyakit keganasan kedua terbanyak juga sering menyebabkan kematian. Di Indonesia kanker payudara adalah kanker nomor dua tersering. dan di Rurmah Sakit Kanker Dharmais merupakan angka kunjungan tertinggi setiap tahunnya. Salah satu faktor protektif yang berperan menurunkan risiko kanker payudara pada wenita adalah menyusui. Tujuan penelitian ini adalah untuk rnengeta.hui hubungan antara menyusui dengan kanker payudara pada pasien Rumnh Sakit Kanker Dharmais Jakarta yang berkunjung pada periode bulan Mei - Juli 2007.
Penelitian ini menggunakan disain kasus kontrol dengan sampel peneiitian wanita melahirkan semua kelompok umur yang menderita kanker dan berkunjung ke poliklinik onkologi Rumah Sakit Kanker Dhannais Jakarta periode bulan Mei - Juli 2007. lumlah sampe1266 orang terdiri dari 127 orang kasus penderita kanker payudara dan 139 orang kontrol penderita kanker lainnya. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara o1eh perawat yang telah diberikan penjelasan mengenai daftar pertanyaa-pertanyaan da1am kuesioner. Data diuji dengan unconditional logistic regressiQu dengan program Stata versi 7,0.
Hasil penelitian diperoleh : proporsi responden yang menyusui selama >6 bulan sebesar 75,19 0/0, sisanya 24,81% menyusui selama 0 - 6 bulan; karakteristik responden rata-rata berumur 46,5 tahun, usia m£l1larche 13,5 tahun dan usia saat paritas pertama 25 tahun. Rata-rata jUn1Iah paritas adalah 2,5 kali dan rata~rata jumlah anak yang disusui adalah 2/6 anak. Rata~rata lama menyusui tiap anak adalah 12.04 bulan dan rata~rata lama menyusui sepanjang hidup adalah 32,62 bulan.
Disimpulkan terdapat hubungan dosis respon antara lama menyusui dengan risiko kanker payudara yaitu sema"kin lama menyusui sernakin kecil risiko untuk menderita kanker payudara. Hasil penelitian juga menunjukkan efek protektif lama menyusui tiap anak selaroa>6 bulan terhadap penurunan risiko kanker payudara setelah dikontrol dengan variabel umur, riwayat kanker payudara pada keluarga, usia saat menarche, jumlah paritas dan usia saat paritas pertama dengan (OR Adjusted 0,43; 95% CI : O.24~OJ80;). Efek protektif ini lebih kuat pada wanita postmenopause dibandingkan wanita premenopausal pada responden yang menyusui tiap anaknya selama >6 bulan (OR Adjusted ~ 0,14; 95% CI ; 0,03 ... 0,62) setelah dikendalikan dengan variabel umur, usia saat menopause. jumlah paritas dan usia saat paritas pertama. Disarankan pada wanita yang pemah melahirkan untuk menyusui tiap anaknya >6 bulan untuk menurunkan risiko terkena kanker payudara.

Breast cancer is cancer found in women and poses serious health problem. it rank second as the most frequent cancer and usually fatal. In Indonesia, among other cancers. breast cancer ranks second in frequency and Dharmais Cancer Hospital has highest visit each year. One known protective factor of breast cancer is breastfeeding. The aim of this study is to understand the association between breastfeeding and breast cancer among Dharmais Cancer Hospital patients in May - July 2007 period.
The study employs case-control design with sampJes of delivered mothers at all age groups who visit oncology polyclinic Dhannais Cancer Hospital during May - July 2001 period. Total sample was 266 consisted of 127 breast cancer patients and 139 other cancer controls. Primary data were coHected through interview conducted by nurse who had been explained about the questionnaire. Data were tested using unconditional logistic regression using Stata version 1.0.
The results shows that proportion of respondents who breastfed between 0--6 months was 75.190/0, 24.81% for breasfed for >6 months; average age of respondent 'WaS 46.5 years. average menarche was 13.5 years. and average first parity age of 25 years. Average parity was 2.5 times and average number of breastfed children was 2.6 children. The average duration of breasfeeding was 12.04 months and average longlife duration of breastfeeding was 32.62 months.
It is concluded that there is a significant relationship between breastfeeding and breast cancer among those who has average breastfeeding of >6 months after controlled by age, famity cancer history. menarche age, parity, and first parity age with adjusted OR of 0.43 (95% CI : 0.24-0.80). The study also concludes that breasfeeding has stronger protective effect among postmenopausal women with adjusted OR of 0.14 (95% CI : 0,03 - 0,62) after controlled by age, menopause age, parity. and first parity age. It is suggested that every mothers should breastfeed their children at least 7 months to reduce the risk of breast cancer.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Indah Pertiwi
"Kanker payudara banyak diderita perempuan. Penelitian ini bertujuan menggambarkan pengetahuan dan perilaku mencari pelayanan kesehatan pasien kanker payudara dengan desain penelitian deskriptif sederhana. Responden berjumlah 80 orang secara non probability convenience sampling. Mayoritas responden berpengetahuan baik tentang pengetahuan umum, faktor risiko, tanda gejala, skrining serta perawatan, sedangkan mengenai pengobatan masih kurang. Respon awal saat menyadari perubahan payudara diantaranya tidak bertindak, bercerita, mencari pelayanan kesehatan, melakukan pengobatan alternatif, dan herbal. Keterlambatan pemeriksaan dialami sebagian besar responden. Suami menjadi pilihan terbanyak saat diskusi awal. Dokter bedah dan fasilitas kesehatan pemerintah menjadi pilihan terbanyak saat pemeriksaan awal. Perawat perlu meningkatkan edukasi kanker payudara pada perempuan dan pasien kanker payudara.

Breast cancer occurs to many women. This study aimed to describe the knowledge and health care seeking behavior of breast cancer patients with simple descriptive research design. The respondents were 80 who are chosen by non probability convenience sampling. Majority of respondents have good knowledge about the general knowledge, the risk factors, the signs and symptoms, the screening and nursing care, but they lack about the treatment. The initial responses when there were changes in their breast included no action, telling somebody, seeking health care, getting alternative medicine and herbal. The delayed diagnosis experienced by most of the respondents. The husband became the largest selected person for the initial discussion. The surgeons and the government?s health facilities were chosen by most respondents at the first examination. Nurses need to improve the education provision about breast cancer to women and the breast cancer patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46443
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Fitri Chairunnisa
"Doksorubisin merupakan salah satu terapi antikanker yang termasuk golongan antrasiklin, memiliki aktivitas klinis pada penyakit kanker payudara. Doksorubisin dapat menimbulkan efek kardiotoksik akibat pembentukan doksorubisinol selaku metabolit utamanya. Salah satu metode biosampling terbaru yaitu volumetric absorptive microsampling memiliki berbagai kelebihan yaitu pengambilan darah secara finger prick, tidak dipengaruhi oleh hematokrit, dan dapat disimpan dalam suhu ruang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis doksorubisin dan mengetahui reaksi obat merugikan kemoterapi berbasis doksorubisin. Nilai multiple reaction monitoring (MRM) diatur pada m/z 544,22>396,9 untuk doksorubisin; m/z 546,22>398,9 untuk doksorubisinol; dan m/z 528,5>362,95 untuk daunorubisin. Nilai LLOQ yang diperoleh adalah 8 ng/mL untuk doksorubisin dan 3 ng/mL untuk doksorubisinol dengan linearitas 0,9904 untuk doksorubisin dan 0,9902 untuk doksorubisinol. Hasil analisis mendapatkan rentang kadar terukur untuk doksorubisin sebesar 9,47 – 87,84 ng/mL serta rentang kadar terukur untuk doksorubisinol sebesar 4,24 – 54,02 ng/mL. Dosis kumulatif doksorubisin pada pasien sebesar 47,93 – 346,09 mg/m2, hal ini menunjukkan bahwa risiko seluruh pasien terkena kardiomiopati di bawah angka kejadian 4%. Pasien yang mengalami penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri setelah kemoterapi doksorubisin terdiri dari penurunan fraksi ejeksi <10% dan ada 3 pasien yang mengalami penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri >10%. Alopesia merupakan reaksi obat merugikan subjektif yang paling banyak dirasakan pasien diikuti dengan mual dan muntah. Hasil uji hubungan menunjukkan adanya tidak signifikan antara kadar doksorubisin dan doksorubisinol terhadap reaksi obat merugikan pada pasien kanker payudara. Terdapat hubungan signifikan pada kadar doksorubisin terhadap dosis kumulatif dan waktu pengambilan sampel pasien.

Doxorubicin is an anticancer therapy belonging to the anthracycline class, which has clinical activity in breast cancer. Doxorubicin can cause cardiotoxic effects due to the formation of doxorubicinol as its main metabolite. One of the newest biosampling methods, namely Volumetric Absorptive microsampling, has many advantages, namely blood collection by finger prick, not affected by hematocrit, and can be stored at room temperature. This study aims to analyze doxorubicin and determine the adverse drug reactions of doxorubicin-based chemotherapy. The multiple reaction monitoring (MRM) value is set at m/z 544.22> 396.9 for doxorubicin; m/z 546.22>398.9 for doxorubicinol; and m/z 528.5>362.95 for daunorubicin. The LLOQ values ​​obtained were 8 ng/mL for doxorubicin and 3 ng/mL for doxorubicinol with a linearity of 0.9904 for doxorubicin and 0.9902 for doxorubicinol. The results of the analysis showed that the measured concentration range for doxorubicin was 9.47 – 87.84 ng/mL and the measured concentration range for doxorubicin was 4.24 – 54.02 ng/mL. The cumulative dose of doxorubicin in patients was 47.93 – 346.09 mg/m2, this shows that the risk of all patient developing cardiomyopathy is below the incidence rate of 4%. Patients who experienced a decrease in left ventricular ejection fraction after doxorubicin chemotherapy consisted of a decrease in ejection fraction <10% and there were 3 patients who experienced a decrease in left ventricular ejection fraction >10%. Alopecia is the most common subjective adverse drug reaction experienced by patients, followed by nausea and vomiting. The results of the relationship test showed that there was no significant relationship between doxorubicin and doxorubicinol levels on adverse drug reactions in breast cancer patients. There is a significant relationship between doxorubicin levels and cumulative dose and patient sampling time.xv,"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi
"Infeksi pada pasien kanker payudara yang menerima kemoterapi mielosupresif mengakibatkan kebutuhan akan hospitalisasi sehingga meningkatkan biaya kesehatan. Pemberian seftazidim dapat mempersingkat durasi neutropenia dan lama hari rawat inap. Analisis efetivitas-biaya (AEB) merupakan salah satu metode farmakoekonomi yang penting untuk menentukan obat efektif dengan biaya yang lebih rendah. Penelitian dilakukan untuk membandingkan total biaya medis langsung dan efektivitas yang dilihat dari lama hari rawat penggunaan seftazidim generik A dan B, serta menentukan seftazidim yang lebih cost-effective pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta tahun 2012.
Desain penelitian yang digunakan adalah non eksperimental dengan studi perbandingan. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan rekam medik serta data administrasi tahun 2012. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Jumlah pasien yang dilibatkan dalam analisis sebanyak 9 pasien, yaitu 7 pasien menggunakan seftazidim generik A dan 2 pasien menggunakan seftazidim generik B.
Median total biaya medis langsung kelompok generik A pada pasien kanker stadium awal maupun lanjut berturut-turut sebesar Rp Rp 15.930.407,45 dan Rp Rp 15.962.519,25, lebih tinggi dibanding generik B, berturut-turut sebesar Rp 6.716.225,21 dan Rp 7.147.956,92. Median lama hari rawat kelompok generik A pada pasien kanker stadium awal maupun lanjut berturut-turut 7 hari dan 10 hari, lebih panjang dibanding generik B, berturut-turut 3 hari dan 4 hari. Berdasarkan AEB diketahui seftazidim generik B lebih cost-effective dibanding generik A.

Infections among breast cancer patients receiving myelosuppressive chemotherapy led to hospitalization thus increased the health cost. Early administration of ceftazidime shortened duration of neutropenia and hospitalization days. Cost-effectiveness analysis (CEA) as one of pharmacoeconomic methods was important to determine treatment attaining effect for lower cost. This study was conducted to compare the total direct medical cost and effectiveness, which was measured from length-of-stay (LOS), of ceftazidime generic A and B usage, and to decide which ceftazidime that was more costeffective in early-stage and late-stage breast cancer patients at National Cancer Center Dharmais Hospital Jakarta year 2012.
The study design was nonexperimental with comparative study. Data were collected retrospectively on secondary data from medical records and administrative data in 2012. Samples were taken by using total sampling method. The number of samples were 9 patients, which included 7 patients with ceftazidime generic A and 2 patients with ceftazidime generic B.
The total direct medical cost of ceftazidime generic A in early-stage and late-stage breast cancer patients, respectively Rp 15.930.407,45 and Rp 15.962.519,25, were higher than generic B, respectively Rp 6.716.225,21 and Rp 7.147.956,92. Median LOS of ceftazidime generic A in early-stage and late-stage breast cancer patients, respectively 7 days and 10 days, were longer than generic B, respectively 3 days and 4 days. According to CEA result, ceftazidime generic B was more cost-effective than generic A.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Elisnawati
"Kelelahan (fatigue) kanker didefinisikan sebagai perasaan subjektif pasien kanker yang membuat stres akibat dari kelelahan yang terjadi berbeda dari rasa lelah biasa yang dialami oleh individu yang sehat. Sedangkan, mekanisme koping merupakan suatu cara yang digunakan oleh individu untuk menghadapi dan beradaptasi pada stresor yang ada. Hasil penelitian pada 96 pasien kanker di Rumah Sakit Dharmais menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna antara kelelahan (fatigue) kanker dengan mekanisme koping pada pasien kanker di Rumah Sakit Dharmais (p = 0,584, α = 0,05). Pengaruh budaya masyarakat Indonesia dalam mengahadapi stresor yang ada serta tidak seimbangnya perbedaan jenis kelamin responden dalam penelitian ini, pada akhirnya berdampak pada penggunaan koping ketika mengalami kelelahan (fatigue) kanker. Rumah Sakit Dharmais sebaiknya segera memberikan arahan kepada para perawat mengintervensi pasien kanker terkait dengan mekanisme koping dan kelelahan (fatigue).

Cancer-related fatigue is a subjective symptom experienced by patients that create stress as a result of the fatigue, which is different with other fatigue among healthy individuals. In another hand, coping mechanisms is used by individuals to confront and adapt the stressors. The result of the study in 96 cancer patients at "Rumah Sakit Dharmais" shows that there is no significant relationship between cancer-related fatigue with coping mechanisms (p = 0.584, α = 0.05). The influence of Indonesian culture to encountering stressors and imbalance of gender differences in this research, ultimately impact to coping which are used by respondents who are experiencing cancer-related fatigue. "Rumah Sakit Dharmais" should immediately provide nurses to intervene coping mechanisms and cancer-related fatigue among cancer patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S62868
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jade Nugrahaningtyas Liswono
"Kejadian infeksi pasca pembedahan dan pasca kemoterapi pada pasien kanker payudara dapat memperpanjang lama rawat inap sehingga meningkatkan biaya kesehatan. Meningkatnya biaya pengeluaran kesehatan mendorong adanya evaluasi ekonomi. Analisis efektivitas-biaya (AEB) sebagai salah metode farmakoekonomi penting dilakukan untuk membandingkan antibiotik yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan total biaya penggunaan, efektivitas seftriakson generik A dan B, dan menentukan seftriakson yang lebih cost-effective untuk pasien kanker payudara di RS Kanker Dharmais tahun 2012.
Desain penelitian ini adalah non eksperimental dengan studi perbandingan dan pengambilan data secara retrospektif menggunakan data sekunder dari rekam medis dan Sistem Informasi Rumah Sakit RS Kanker Dharmais. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Jumlah sampel sebanyak 16 pasien untuk seftriakson generik A dan 8 pasien untuk generik B.Efektivitas seftriakson pada indikasi pasca pembedahan untuk generik A sebesar 2,5 hari dan untuk generik B sebesar 1,0 hari, sedangkan pada indikasi pasca kemoterapi untuk generik sebesar 4,0 hari dan untuk generik B sebesar 9,5 hari.
Total biaya penggunaan seftriakson pada indikasi pasca pembedahan untuk generik A sebesar Rp 4.384.448,00 dan untuk generik B sebesar Rp 3.397.952,00,sedangkan pada indikasi pasca kemoterapi untuk generik A sebesar Rp2.284.655,00 dan untuk generik B sebesar Rp 11.195.270,00. Berdasarkan AEB,pada indikasi pasca pembedahan diperoleh hasil seftriakson generik B lebih costeffective daripada generik A, sedangkan pada indikasi pasca kemoterapi diperoleh hasil seftriakson generik A lebih cost-effective daripada generik B.

The incidence of post-surgery and post-chemotherapy infections in breast cancer patients prolonged the hospitalization days leading to the increase of health costs.The increasing health expenditure demanded the use of economic evaluation.Cost-effectiveness analysis (CEA) as one of pharmacoeconomics methods was important to compare the usage of antibiotics. The purposes of this research were to compare total cost and effectiveness of using generic ceftriaxone A and B, and to decide which ceftriaxone that was more cost-effective in breast cancer patients in Dharmais Cancer Hospital during 2012. Effectiveness was measured as ceftriaxone-using days, meanwhile cost was measured as total direct medical cost.
The research design was non experimental with comparative study and retrospective data were collected from medical records and hospital information systems of Dharmais Cancer Hospital. Samples were taken by using total sampling method. There were 6 patients using generic ceftriaxone A and 8 generic ceftriaxone B. Effectiveness of ceftriaxone for post-surgery indication in generic ceftriaxone A was 2,5 days and in generic B was 1,0 days, meanwhile for postchemotherapy indication in generic A was used 4,0 days and in generic B was 9,5 days.
Total direct medical cost of ceftriaxone for post-surgery indication in generic A and B, respectively Rp 4.384.448,00 and Rp 3.397.952,00, meanwhile for post-chemotherapy indication in generic A and B, respectively Rp 2.284.655,00 and Rp 11.195.270,00. According to CEA result, it could be concluded that generic ceftriaxone B was more cost-effective than A for postsurgery indication, meanwhile generic ceftriaxone A was more cost-effective than B for post-chemotherapy indication.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philip Waruna
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Kanker payudara merupakan kanker yang menempati urutan pertama dari keseluruhan kanker pada perempuan di Indonesia dan menurut data dari Indonesia Journal of Cancer 2012 menyebabkan kematian sebesar 458.000 perempuan. Kepadatan payudara merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker payudara yang dipicu oleh adanya estrogen yang menjadi prekursor jaringan fibrogladular menjadi padat. Pada perempuan dengan kanker payudara dan densitas payudara yang tinggi ditemui juga adanya perlemakan hati yang tinggi. Hubungan antara pasien dengan kanker payudara dengan densitas payudara yang tinggi dan perlemakan hati masih belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kepadatan jaringan payudara yang diperiksa dengan mammografi dan perlemakan hati yang diperiksa dengan ultrasonografi serta melihat hubungannya dengan estrogen reseptor yang diperiksa dengan immunohistokimia.
Metode: Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder ultrasonografi abdomen dan mammografi dari sistem PACS RS Kanker Dharmais. Penilaian yang dilakukan dengan melihat derajat kepadatan payudara yang diperiksa dengan mammografi dan derajat perlemakan hati yang diperiksa dengan ultrasonografi serta melihat status estrogen reseptor dari immunohistokimia pada pasien kanker payudara tersebut. Analisa data dilakukan dengan mengelompokan kepadatan payudara sampai 50 % dan kelompok lain dengan kepadatan lebih dari 50% dan membandingkan dengan perlemakan hati ringan dan berat.
Hasil: Pengelompokan pasien dengan kepadatan payudara sampai 50% menunjukkan terdapat banyak perlemakan hati berat, demikian juga pada kepadatan payudara yang lebih besar dari 50% menunjukkan terdapat lebih banyak lagi perlemakan hati derajat berat namun secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan Nilai Odds Ratio (OR) = 0.60 dengan 95% Interval Kepercayaan 0.12 – 3.01.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kecenderungan hubungan antara kepadatan jaringan payudara yang tinggi dengan perlemakan hati yang juga tinggi walaupun secara statistik tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

ABSTRACT
Background and Objectives: Breast cancer are the most common cancer and the first in all cancer that affected women in Indonesia and the data from Indonesian Journal of Cancer 2012 said, it cause death for about 458.000 women. Breast density are one of the risk factor that cause breast cancer and estrogen are the precursor for high density of the fibroglandular tissue. Women with breast cancer and high breast density are found to have a high degree of fatty liver. The relationship between breast cancer with high breast density and high fatty liver was unknown. The aim of these research wants to evaluation the breast density on mammography and fatty liver on ultrasound and the relationship with estrogen reseptor which was examined with immunohistochemistry.
Method: A cross sectional research is perform using mammography and ultrasound from PACS system. These research wants to evaluation the high breast density with mammograms and fatty liver with ultrasound and their relationship with estrogen receptor by immunohistochemistry. Data was merged in to two groups, one group with breast density until 50% and the other group was breast density more than 50% and compared it with mild and severe fatty liver.
Result: Patient with breast density until 50% showed more severe fatty liver as well as patient with breast density more than 50% had more severe fatty liver, although statistically had no significant relationship with Odds Ratio (OR) = 0,60 and confidence interval 0,12-3.01.
Conclusion: There are tendency relationship between higher breast density and higher fatty liver although statistically showed no significant relationship."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safarudin
"Beberapa bukti menunjukkan perubahan metabolik pada pasien kanker payudara dengan indeks massa tubuh (IMT) tinggi berhubungan resistensi insulin dan khususnya perubahan terkait produksi sitokin oleh jaringan adiposa yang merupakan kontributor utama terhadap sifat agresif dari kanker payudara yang berkembang melalui pengaruhnya terhadap angiogenesis dan stimulasi kemampuan invasif dari sel kanker. Studi kohort retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh IMT terhadap disease-free survival (DFS) lima tahun pasien kanker payudara.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai November 2014. Sampel yang digunakan pada studi ini diambil secara konsekutif sebanyak 127 pasien. Dari studi ini, diketahui bahwa DFS lima tahun pasien kanker payudara adalah 70,0%. Berdasarkan kategori IMT, pasien kanker payudara dengan IMT tinggi (>22,9 kg/m2) memiliki DFS lima tahun yang paling besar, yaitu 75,5%, diikuti pasien dengan IMT rendah (<18,5 kg/m2) sebesar 68,6%, dan 60,4% untuk pasien dengan IMT normal (18,5?22,9 kg/m2). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa IMT tidak memiliki asosiasi dengan kejadian kekambuhan atau metastase (HR=1,052, 95% CI 0,413-2,678) setelah dikontrol oleh variabel pendidikan, sosioekonomi, stadium, keterlibatan kelenjar getah bening, histopatologi, pekerjaan, dan subtipe biologis.

There are some evidences that the metabolic changes in breast cancer patients with high body mass index (BMI) associated with insulin resistance and, in particular, the related alteration in cytokine production by adipose tissue which are major contributors to the aggressive behavior of breast cancer that develop through their effects in angiogenesis and stimulation of invasive capasity of cancer cells. Retrospective cohort study conducted at the Dharmais National Cancer Hospital aims to determine the effect of BMI on five-year disease-free survival (DFS) breast cancer patients.
This study was conducted from August to November 2014. The samples in this study were collected consecutively as many as 127 patients. From this study, it is known that the five-year DFS of breast cancer patients was 70.0%. Based on the category of BMI, breast cancer patients with high BMI (>22.9 kg/m2) had the biggest DFS, followed by low BMI (<18,5 kg/m2) and normal BMI (18,5 ? 22,9 kg/m2) that the precentages successively were 75.5%, 68.6%, and 60.4%. Multivariate analysis showed that BMI was not associated with the events of recurrence or metastases (HR 1.055; 95% CI 0.413-2.678) after being controlled by other variables, such as education, sosioeconomic, staging, lymph node involvement, histopathology, occupation, and biological subtypes.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T43328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>