Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130225 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diba Astried Mixmarina
"Rumah sakit sebagai salah satu institusi kesehatan harus memberikan pelayanan medis kepada seluruh pasien dengan memanfaatkan seluruh kemampuan dan fasilitas yang ada secara optimal dan dengan cara yang seefektif dan seefisien mungkin tanpa mengurangi mutu sesuai dengan standar pelayanan medis yang ada. Untuk. memastikan hal tersebut telah dilakukan perlu dibuat suatu konsep pelayanan yang mencakup seluruh aspek kegiatan yang dijalani pasien sejak awal masuk rumah sakit sarnpai keluar dari rumah sakit. Konsep pelayanan ini dapat dibuat dalam bentuk Clinical Pathway yang dengan rinci dan mendetil menggambarkan perjalanan perawatan pasien di rumah sakit.
Tujuan penelitian ini adalah untuk. mengetahui clinical pathway operasi histerektomi di Rumah Sakit Cengkareng tahun 2006. Pemilihan operasi histerektomi karena histerektomi merupakan tindakan bedah obstetri ginekologi ketiga terbanyak yang dilakukan di kamar operasi Rumah Sakit Cengkareng tahun 2006. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif observasi berdasarkan data rekam medis tahun 2006. Pendekatan dilakukan dengan wawancara mendalam kepada Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Manajer Keperawatan dan perawat ruangan serta telaah data.
Hasil penelitian ini menunjukkaan dapat dilakukan pembuatan clinical pathway operasi histerektomi di RS Cengkareng, serta dapat diketahui segal akegiatan pasien sejak pasien berada dalam tahapan pendaftaran, penegakan diagnose, pra operasi, operasi, post operasi dan kontrol. Diagnosis utama yang didapatkan adalah Mioma Uteri Kista Endometriosis, Prolapsus Uteri Grade III, Perdarahan Ante Partum, Adenomiosis Uteri, Kista Ovarium, Displasia Seviks, Ruputra Uteri, Agenesis Vagina, kehamilan EKtopik Terganggu, Kista Endometriosis+Adenomiosis Uteri dan Kista Ovarium + Mioma Uteri. Sedangkan ditemukan diagnosis penyerta yaitu anemia, perdarahan, hipertensi, apendisitis dan abses dinding abdomen, sementara ditemukan penyulit berupa sepsis. Adanya penyerta dan penyulit menyebabkan terjadinya tiga pengelompokan pasien berdasarkan diagnosis utama, yaitu diagnosis utama tanpa penyerta dan penyulit, diagnosis utama disertai penyerta dan diagnosis utama disertai penyerta dan penyulit. Terdapat perbedaan kegiatan pada ketiga kelompok diagnosis tersebut. Umur rata-rata pasien penelitian ini adalah di atas 40 tahun. Rata-rata hari rawat pasien secara keseluruhan adalah 7,2 hari, munnn terdapat perbedaan bila dilihat dari masing - masing kelompok diagnosis utama, peda kelompok diagnosis utama tanpa penyerta dan penyulit selama 5,5 hari, kelompok diagnosis utama disertai penyerta selama 7,8 hari, dan kelompok diagnosis utama disertai penyerta dan penyulit selama 20 hari. Standar asuhan keperawatan khusus untuk perawatan pesien operasi histerektomi belum ada dan hanya menggunakan standar asuhan keperawatan bedah obsgyn. Pada penggolongan dalam ARDRG, histerektomi telah dimasukkan sebagai kelompok diagnosis terkait dengan kode DRG N04Z, namun tidak disebutkan adanya kemungkinan penyakit penyerta dan penyulit yang akan mempengaruhi lama hari rawat dan meningkatkan variasi tindakan yang diterima pasien. Sedangkan pada operasi histerektomi di Indonesia temyata didapatkan adanya beberapa penyakit penyerta dan penyulit.
Saran dari penelitian ini kepada kepada Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologiagar selalu mengisi rekam medis secara lengkap dan jelas dan membantu melengkapi Standar Pelayanan Medik RS yang ada agar dapet dignnakan sebagai acuan dalam pembuatan clinical pathway kasus lainnya. Kepada komite keperawatan agar disusun Standar Asuhan Keperawatan untuk pasien operasi histerektomi dan melengkapi pengisian lembar asuhan kaperawatan dalam berkas rekam. Sementara kepada Manajemen Rumah Sakit disaraakan untuk melengkapi Standar Pelayansn Medik Rumah Sakit agar dapat dijadikan acuan dalam pembuatan clinical pathway, menyesun clinical pathway untuk kasus - kasus terbanyak di RS Cengkareng dan melakukan sosialisnsi kepada seluruh unit tentang penerapan clinical pathway.

Hospital as one of health institution must provide the medical service for all the patient using all of their abilities and facilities optimally with the most efective and efficien ways without decreasing the quality according to the medical service standard. To ensure that, it need a tool as a concept for integrated service which include all aspect of patient's activity start from they enter the hospital until discharge. This concept can be made as a Clinical Pathway which describing all patient's treatment in detail.
The aim of the research is to find out the clinical pathway for hysterectomy at Cengkareng hospital in 2006. The reason of choosing hysterectomy as the example case because of the rank of hysterectomy as the third most obstetric and gynaecology surgery perform at the oparating room at Cengkareng hospital in 2006. This research using the kualitative observative method based on the year 2006's medical record ? The approached is by depth interview with the Obstetric and Gynacologiest, Nursing Manager and room nurse and deta analyzing.
The result of the research showed us that the clinical pathway for hysterectomy can be made and we also can find out all patienfs activities since they were in the stage of admission, diagnosis, pre operative, operative, and follow up. The main prolapse grade III? The average age of the patients in this research are above 40 years old. The average lengths of stay in generally is 7,2 days, but there are differences lengths of stay in each category, for the main diagnosis without commorbidity and complication is 5,5 days, for the main diagnosis without commorbidity is 7,8 days and for the main diagnosis with commorbidity and complication is 20 days.Until now, there is no special nursing service standard for hysterectomy and oly using the common obsgyn surgery nursing service standard. In the grouping of ARDRO, hysterectomy is already as a diagnosis related groups with the code DRO N04Z, but there is no chance of commorbidity and complication who will affect the length of stay and increasing the variety of treatment. On the other side, hysterectomy perform in Indonesia has several commorbidities and complication.
The suggestion for the Gynaecologyst is to fill the medical record clearly and detailed and help to complete the hospital's medical service, which can be used as a tool for creating another clinical pathway. To the nursing committee, it suggest to create a special nursing service stsndard for hysterectomy patient and complete the filling of the nursing service paper in medical record. As to the hospital management, it suggest to complete the hospital medical service standard which can be used as a tool in creating clinical pathway, make clinical pathways for the most cases at Cengkareng Hospital and to socialized the clioical pathway to all units.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T20930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reiza Nandhika Usman
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penyusunan clinical pathway dan analisis biaya appendicitis akut RS Bogor Medical Center tahun 2014 berdasarkan clinical pathway. Penelitian kualitatif dan kuantitatif ini dilakukan melalui telaah rekam medik, observasi dan wawancara. Pada akhir penelitian berhasil disusun clinical pathway appendicitis untuk RS BMC dan pada analisis biaya, didapatkan cost recovery rate yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada appendicitis akut adalah 67% untuk perawatan kelas I, 58% untuk perawatan kelas II dan 49% untuk perawatan kelas III.

ABSTRACT
This thesis discusses the clinical pathways arrangement and cost analysis of acute appendicitis in BMC hospital based on clinical pathways in the year of 2014. Qualitative and quantitative research was conducted through review of medical records, observation and interviews. At the end of the study an appendicitis clinical pathways for BMC hospital was successfully arranged and from the cost analysis we obtained that cost recovery rate paid by the Social Security Agency (BPJS) in acute appendicitis are 67 % for first-class inpatient room, 58 % for second-class inpatient room and 49 % for third-class inpatient room.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggar Jito
"Desentralisasi pelayanan kesehatan mendorong terjadinya perubahan System kelembagaan Rumah Sakit di suatu daerah. Adanya UU RI No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara akan member peluang bagi Pembahan Rumah Sakit pemerintah yang sebelumnya swadana menjadi Badan Layanan Umum. Badan Layanan umum melupakan suatu badan kuasi pemerintah yang tidak bertujuan mencari Iaba, meningkatkan kualitas pelayanan public dan memberikan Fleksibilitas manajemen rumah sakit. Pembahan system kelembagaan Rumah sakit memerlukan standadsasi dalam pengelolaan keuangan Sampai saat ini biaya pelayanan kesehatan bervariasi yang disebabkan oleh tidak adanya harga standar yang berdasarkan Unit Cost dari pelayanan tersebut. Hingga Diperlukan suatu perhitungan unit Cost menurut Diagnostic Related Groups yang tersusun dalam Clinical Pathway.
Clinical Pathway merupakan suatu alat yang mampu untuk rneuinglcatkan mutu dan pengendalian biaya lcarena dapat menghindari tindakan yang tidak perlu dari suatu pelayanan di Rumah Sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Cost Of treatment Tonsilelctomi berdasarkan penyusunan Clinical Palhway di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi tahun 2006. Tonsilektomi merupakan salah Satu tindakan pembedahan yang tertua, yang berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsil palatine dari fossa tonsilaris_ Di inggris tahun 1987 - 1993 telah dilalcukan 70000 - 90000 tindakan tonsilelctomi dan adenodelctomi per tahun. Sedang dari catatan medis Rumah Salcit Umum Pusat Dipilihnya Tonsilektomi dalam penelitian ini dikarenakan Salah satu tindakan Pembedahan terbanyak di Rumah Sakit dan tidak membutuhkan pemanfaatan sumber daya yang bervariasi dan adanya penelitian yang menggambarkan biaya Bahan habis Pakai lebih diatas tarif yang ditentukan.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan rancangan penelitian survey kuantiuitifi Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2007 sarnpai April 2007 dengan mempergunal-can data sekunder dari Rekam Medis pasien rawat inap dengan tindakan Tonsilektorni tahun 2006 dan data primer yang berasal dari Wawancara. Perhitungan biaya Unit Cost dihitung dengan metode Activity based Costing ( ABC ). Analisa data dilakukan secara uuivariat untuk melihat distribusi B-ekuensi dan proporsi masing - masing variable.
Berdasarkan penelitian, pengelompokan menurut AR - DRG tidal: dapat diterapkan. Menurut pengelompolcan yang dilakukan di RSUD Kota Bekasi dihasilkan : Tonsilektomi murni, Tonsilektomi dengan penyakit penyerta, Tonsilelctomi dengan penyakit penyulit, Adenotonsilektomi rnurni dan Adenotonsilektomi dengan penyakit penyerta. Sedangkan penyusunan Episode Clinical Pathway didapatkan 6 tahapan yaitu Tahap pendaiizaran, Penegakkan diagnose, Pra Terapi, Terapi, Follow up dan Pulang.
Hasil perhitungan Cost of Treatment Tonsilektomi di RSUD Kota Bekasi Tahun 2006 : ( 1 ). Tonsileldomi tanpa adenoidektami dengan penyakit penyulit 1 1.Kelas Perawatan Bougenvile VIP : Rp 760.582, 2.Bougenvile Utama : Rp 763.996,97, 3. WKI :Rp 577.2l0,14, 4. WKII : Rp 566.799,72, 5.WK HI I R.p s6o_o4o,'/2, 6. Mawar ; Rp 481.47102 dengan Lama hari mwar 2 hari. ( 2 ).Tonsilek1omi tanpa adenoidektomi dengan penyakit penyerta, Berdasarkan penyakit penyerta : 2.1 Anemia dan Observasi Febris ; 1. Kelas Perawatan Bougenvile VIP 1 Rp 2.096.988,08, 2.Bougcnvile Utama : Rp 2.l08.596,32, 3. WK I 2 Rp l.465.688,99, 4.WK [I I Rp l.463.302,56, 5. WK III 2 Rp 1.4-40.320,78, 6.Mawar : Rp l.164.5l8,35, 2.2 PKIB : 1. Kelas Perawatan Bougenvile VIP : Rp 762.384.46, 2. Bougenvile Utama : Rp 765.798,65, 3. WK I : Rp 553.821,90, 4, WK II : Rp 57O.16l,48, S. WK III : Rp 563.402, 6. Mawar : Rp 483.344,56, 2.3 Bronchopneumonia : 1. Kelas Perawatan Bougenvile VIP 1 Rp 767.828,46, 2 Bougenvile Utama : Rp 771.242,82, 3 WK I : Rp S59.266,07, 4. WK II: Rp 575.605,65, 5. WK III: Rp 568.846,31, 6. Mawar: Rp 488,768.71 2.4, Hipertensi siruasional ; 1. Kelas Perawatan Bougenvile VIP : Rp 765_564,12, 2. Bougenvile Un-una ; Rp 76s.97s,31, 3. WK 1 1 np 593_417,3, 4- WI( ll 1 Rp 6o9_756,ss, 5. WK III : Rp 602.997, 6. Mawar : Rp 524.433,94 (3) Tonsilekromi tanpa adenoidektomi mumi : 1.Ke1as Perawatan Bougenvile VIP : Rp 748.014, 08, 2. Bougenvile Utama : Rp 751.428,2, 3. WK I: Rp 564_641,43, 4. WK II: Rp 554.231, 5. WK IH: Rp 529.924,89, 6. Mawar : Rp 468.908,31 Median Lama hari rawat 2 hari. (4). Tonsilektomi dengan Adenodelctomi dengan penyakit penyerta : 1. Kelas Perawatan Bougenvile VIP : Rp 775,243,691 2. Bougenvile Utama : Rp 778.657,88, 3.WK I : Rp 59l.87l,05, 4. WK II : Rp 58l.460,63, 5. WK 111 : Rp 574_701,28, 6 Mawar : Rp 496.137,93Median Lama hari rawat 2 hart( 5 ) Torzsileldomi dengan Adenodektomi murni : l. Kelas Perawatan Bougenvile VIP : Rp 771.901,31, 2. Bougenvile Utama 2 Rp 775.315,50, 3. WK I 1 Rp 588,528,67, 4. WK II 1 Rp 578.l18,25, 5. WK III :Rp 571,358,90, 6. Mawar : Rp 492,795,S5. Median Lama hari rawat 2 hari. Berdasarkan hasil diatas maka diperlukan perhitungan biaya rawat inap berdasarkan penyusunan Clinical Pathway sebagai dasar penentuan tarif rumah sakit.

Decentralize in health treatment lead to some changes in Hospital institution within a certain region. Based on UU RI No. 1 year 2004 in relation of State Treasury will give opportunity to State Hospitals to change which was in self funding form to become Public Health Service. Public Health Service is a non- profit Government institution, improving public service quality and giving flexibility to Hospital management. There should be a standardization in every changes of Hospital Institution, especially in finance Sevior. Up to these days, health service fee are varies which is caused by no standardization which based on Unit Cost from its services. Therefore, Unit Cost calculation are needed according to Diagnostic Related Groups which are compiled in Clinical Pathway.
Clinical Pathway is an instrument that will help to increase quality and cost control, as it can avoid tiom unnecessary actions of Hospital services. The aim of this research is to lind out Cost of treatment Tonsillectomy based on compiling Clinical Pathway in Bekasi City General Hospital in the year 2006. Tonsillectomy is one of the oldest surgery, which is a surgery of removing tonsil palatine tissue from Fossa tonsillitis. In England, within the year of 1987~ 1993 there had been 70000-90000 Tonsillectomy and Adenodektorny per year. Meanwhile, fiom the medical notes of RSUP Dr Sarjito, tonsillectomy are more then half of surgery actions in THT section.
This research will use case study method with quantitative survey methodology. The implementation of this research started in March 2007 to April 2007, and using secondary data recorded hospitalized Patient with Tonsillectomy surgery action in the year 2006 and also using primary data which was based on direct interviews. Unit cost are calculated using Activity Based Costing (ABC) method. Data analysis is implemented as univariatly to see frequency distribution and proportion on each variable.
Based on research grouping according AR-DRG can not be implemented. Based on grouping that had been implemented at Bekasi City General Hospital are as followed: Pure Tonsillectomy, Tonsillectomy with following disease, Tonsillectomy with complication disease, Pure Adeno Tonsillectomy and Adeno Tonsillectomy with following disease. In the meantime, compiling of Clinical Pathway episode is obtaining 6 steps which are: registration , established diagnose, pre-therapy, therapy, follow up then Horne. Final Clinical Pathway is needed to get clinical pathway concept as a tool to increase quality and cost control.
The result cost of treatment tonsillectomy at Bekasi City General hospital in 2006 ( 1 ). Tonsillectomy with complication disease 1 1. Bougenvile VIP : Rp 760.582, 2.Bougenvile Utama : Rp 763.996,97, 3. WK I : Rp 577.2l0,l4, 4. WK II: Rp s66.799,72, 5_wK In ; Rp 560.040,72, 6. Mawar ; Rp 481.47102 with time length of stay 2 days. ( 2 ). T onsilectongr with following disease, Based on following disease : 2.1 Anenuh dan Observasi Fabris ; I. Bougenvile VIP : Rp 2.096.988,08, 2.Bougenvile Utama : Rp 2. 108.596,32, 3. WK I : Rp l_465.688,99, 4.WK II 1 Rp 1.463.3o2,s6, 5. WK III . Rp 1.440.320,78, 6.Mawar 1 Rp 1-164.51s,35, 2.2 PKYB : 1. Bougenvile VIP : Rp 762.384.46, 2. Bougenvile Utama 2 Rp '765.798,65, 3. WK I 2 Rp 553.82l,90, 4. WK 1] : Rp 570.161,48, 5. WK III : Rp 563.402, 6. Mawar : Rp 483.344,56, 2.3 Bronchopneumonia: 1. Bougenvile VIP : Rp 767.828,46, 2 Bougenvile Utama : Rp 77l.242,82, 3 WK I : Kp 559.266,07, 4. WK II: Rp 575.605,65, 5. WK III: Rp 568.846,3l, 6. Mawar: Kp 488.768.73, 2.4, Hiperteusi simasional ; 1. Bougenvile VIP : Rp 765.564,l2, 2. Bougenvile Utama 1 Rp 768.978,31, 3. WK I : Rp 593.417,3, 4. WK Il : Rp 609.756,88, 5. WK III : Rp 602.997, 6. Mawar 1 Rp 524.433,94 (3) Pure f0l|Si??L?f0I|Q?Z l. Bougenvile VIP : Rp 748.014, 08, 2. Bougenvile Utama ; Rp 751.42s,2, 3. WK 1; Rp 564.641,43, 4. WK II: Rp 554.231, 5. WK 111: Rp 529.924,89, 6. Mawar 1 Rp 468.908,3l with time length of stay 2 days. ( 4 ). Adenotonsilectongmy with following disease: l. Bougenvile VIP :Rp 775_243,69S, 2. Bougenvile Utama 1 Rp 778.657,88, 3.WK I 1 Rp 591.871,05, 4. WK II 1 Rp 58] .460,63, 5. WK HI 1 Rp 5?74.7Ol,28, 6 Mawar : Rp 496.l37,93 with time length of stay 2 days( 5 ) Pure Adenotonsileldomiz I. Bougenviie VIP : Rp 771_90l,3l, 2. Bougenvile Utama : Rp 775_3I5,S0, 3. WK I : Rp 588,528,67, 4. WK II : Rp 578.l18,25, 5. WK 111: Rp57l,358,90, 6. Mawar : Rp 492,795,55_ With time length of stay 2 days. Based on results above, therefore, we need calculation of hospitalised fee based on compiling Clinical Pathway as a benchmark to decide the hospital tariff.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T31609
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Sastramaya Khayan
"Mutu pelayanan Rumah Sakit di Indonesia sangat bervariasi. Keadaan ini mendorong Pemerintah melalui Depkes Rl untuk menetapkan standar baku tarif dan mutu Rumah Sakit yang berlaku secara nasional melalui suatu sistem Case mix dengan nama INA DRG Depkes. Namun dalam kenyataan penempan tarif INA DRG Depkes menimbulkan polemik bagi pihak Rumah Sakit.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penetapan cost of treatment berbasis clinical pathway kasus kanker payudara dengan tindakan bedah masektomi radikal modifikasi dan kemoterapi FAC dengan tarif INA DRG Depkes di Rumah Sakit Kanker Dharmais tahun 2008.
Hasil penelilian menunjukkan adanya perbedaan pengelompokan kanker payudara menurut AR DRG versi 5.2 dimana ditemukan penyakit penyerta DM, asma, hipertensi, dan penyakit penyulil anemia. Lama hari rawat tidak berbede di setiap diagnosa. Perbedean hanya terletak pada jenis obat yang diberikan yang disesuaikan dengan penyakit yang menyertai. Pada tarif INA DRG Depkes penempan tarif melalui rata-rata data yang dikirimkan oleh 15 Rumah Sakit tanpa adanya clinical pathway dan cost of treatment. Tindakan bedah MRM payudara dan cost of treatment FAC berada lebih tinggi daripada tarifiNA DRG Depkes. Penelitian ini belum menggambarkan seluroh penatalaksanaan pada kanker payudara, sehingga disarankan untuk d.ilakukan penelitian Jebih lanjut khususnya untuk penetapan COT radiotherapi yang mengikuti tindekan bedah MRM dan kemoterapi.
Kami sarankan kepada Depkes Rl untuk melengkapi tarif INA DRG Depkes agar dapat membuat clinical pathway sebsgai standar utilisasi pelayanan kesebatan dan selalu melakukan revisi daftar tarif INA DRG Depkes setiap tahun agar dapat mempertahankan mutu pelayanan Rumah Sakit.

The Quality service of Hospital in Indonesia is highly varied. This situation make the Government through Depkes RI to specify the standard of the Hospital quality and tariff applied nationally through a Case mix system by the name of INA DRG DEPKES. But in reality of applying of tariff INA DRG DEPKES generate polemic for Hospital.
This research purpose is to know the cost of treatment based on clinical pathway breast cancer case with Modified Radical MMastectomy nd F AC Chemotherapy with INA DRG Depkes tariff at Dharmais Cancer Hospital year of2008.
Research result show the difference of breast cancer grouping according to AR DRG version of5.2 where found DM disease, asthma, hypertension, and anaemia. Every diagnosis have the same length of stay. Difference only in the given drug type based on disease accompanied. INA DRG Depkes tariff based on data delivered by 15 Hospital without existence of clinical pathway and cost of treatment. Surgery on MRM breast cancer and cost of treatment FAC higher than INA DRG Depkes tariff. This research not yet show the entire breast cancer surgery, we suggest to do a further research spceially on Cost of Treatment radiotherapy following the action operate on MRM and chemotherapy.
We suggest to Depkes RI to complete the INA DRG Dcpkes tariff so that they can make clinical pathway as standard service utility of health and always revise the INA DRG Depkes tariff list every year so that they can maintain the quality service of Hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T32503
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman Widjaja
"Mutu pelayanan Rumah Sakit adalah identik dengan derajat kepuasan. Pelayanan Rumah Sakit dimulai dari sejak pasien masuk ke halaman Rumah Sakit sampai ke Iuar halaman. Sering pasien menganggap bahwa pelayanan Rumah Sakit kurang bermutu dan merasa tidak puas olch hal-hal kecil.
Salah satu tantangan utama para Profcsional Pelayanan Medis, para manajcr dan administrator untuk eflisiensi penggunaan sumbcr-sumber daya yang terbatas, mcnycdiakan kualitas tinggi, tepat waktu, berdasarkan bukti, praktek terbaik. Perangkat Integrated Care Pathway menawarkan hal tersebut. Orang dan proscs yang sempurna membuat satu Iayanan kesehatan yang berkualitas. Bagaimana Integrated Care Pathway menginformasikan dengan memperkenalkan pengetahuan, peralatan dan kerangka konseptual.
Pada penelitian diambil kasus Demam Berdarah Dengue karena dari data yang ada bahwa kasus Demam Berdarah Dengue adalah kasus yang paling terbanyak sampai dinyatakan olch Dinkes DKI sebagai Wabah sehingga setiap pasien yang didiagnosa Demam Berdaxah Dengue dan dirawat di kclas III di Rumah Sakit Umum Daerah maka biaya pengobatannya akan ditanggung olch Pemda DKI melalui Dinkes DKI.
Tujuan Penelitian disini adalah untuk mengetahui tetjadinya Integrasi dengan implementasi Integrated Care Pathway pada kasus Demam Berdarah Dengue diruangan rawat inap kclas III di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng.
Subjek penelitian adalah pasien yang dirawat di kelas I II dengan diagnosa masuk dan diagnose pulang yang ditulis oleh Doktcr Spcsialis Anak atatt Dokter Spesialis Penyakti Dalam adalah Demam Berdarah Dengue ( DBD ). Karena pasien yang dirawat di kelas 3 dcngan diagnose Demam Berdarah Dengue dijamin oleh Pemda DKI2 Pcnelitian mcnggunakan metode kualitatif secara retrospektif dengan melihat status di bagian rekam medis yang ditulis oleh Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Pcnyakit Dalam. Pasien dengan diagnose Demam Berdarah Dengue yang dirawat dikelas III yang diambil sebztgai penelitian adalah pasien yang dirawat dari bulan I Januari 2008 sampai 3| Oktober 2008.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi tingkat Koordinasi 98 %, Komunikasi 93 %, Kontinuity 54 %, Kolaborasi 93 %. Dengan data tersebut diatas maka dapat disimpulkan Implementasi Integrated Care Pathway pada kasus Demam Berdarah Dengue di RSUD Cengkareng pada dasarnya sudah beljalan cukup baik, hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa hal seperti tindakan menjadi lebih terstandar, pelayanan menjadi Iebih standar sesuai dengan SOP dan tcrintegrasi, jenis:obat obatan dan jumlahnya yang digunakan menjadi tcrstandar, jenis pemeriksaan menjadi terstandar, Iama rawat dirumah sakit menjadi jelas, biaya yang dikeluarkan pasien menjadi Iebih murah.
Saran pada penelitian ini masih perlu dicvaluasi mengenai format Integrated Care Pathway sendiri. Dcngan pcnelitian ini dapat diusulkan masih perlu revisi mengcnai format template Integrated Care Pathway, perlu adanya sosialisasi rutin kcpada setiap pegawai misalnya Dokter dan perawat karena sering terjadi pergantian atau pegawai baru seperti Dokter dan Perawat, dan hal terscbut membuat pelaksanaan Integrated Care Pathway tidak bisa benjalan dengan baik karena mercka bclum memahami pcnggunaan formulir terscbut. bila mungkin untuk kcdepannya template Integrated Care Pathway dapat melibatkan pasicn sehingga pasien _bisa mandiri, menambah pengetahuan pasicn dan mengetahui dengan benar tahapan penanganannya.
Saran untuk Dinkes DKI, perlu dikembangkan pola pclayanan penanganan pasien Dcmam Berdarah Dengue yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah secara scrcmpak mengingat pasien yang ditangani dcngan kasus tcrsebul setiap hari jumlahnya banyak dan hampir dapat dikatakan tidak berhenti dari tahun kc tahun. Dengan data seperti itu maka perlu disikapi untuk pencegahan kasus pcnanggulangan Dcmam Berdarah Dengue dilingkungan dan untuk pasicn yang dirawat di Rumah Sakit dibuat kesepakatan bersama dcngan menggunakan Integrated Care Pathway sehingga biaya yang digunakan dapnt terkontroi dan pztsien yang dapat ditangani menjadi lebih banyak dan jiwa jiwa yang tcrsclamatkan menjadi lebih banyak lagi dan mudah diaudit.
Saran untuk Asuransi, dengan menggunakan Integrated Care Pathway pada kasus ini dapat dibuktikan bahwa pelayanan yang dilakukan seperti pada kasus Dcmam Berdarah Dengue dapat etisiensi sehingga biaya yang digunakan dapat minimal dan asuransi dcngan mudahnya melihat dan melakukan konlrol. Sehingga tidak ada lagi kecurigaan over utilisasi atau Over treatment. Kedepanya dengan bertambahnya kasus yang ada scmoga dapat dibuatkan template ICP untuk kasus kasus yang lain sehingga kepercayaan Asuransi terhadap pelayanan Rumah Sakit dapat meninggakat.
Saran untuk Pasicn, dengan adanya Integrated Care pathway maka pasien dari hari kc hari dapat belajar dan lebih kooperatif scrta mengerti terttang pcnanganan penyaldtnya. Diharapkan dengan pelaksanaan pelayanan menggunakan Integrated Care Pathway pasien bisa Iebih melibatkan diri dan memahami tentang reneana tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan untuk dirinya sehingga kcluhan mengenai malpraktek dnpat diperkccil.

The quality of I-lospital service is same with satisfication degree. The hospital services are started from the patient came into yard of hospital until outside ofthe yard. Usually the patient estimated that the hospital?s services under grade and feel unsatislied by small things.
One of the main challenger of Prol`I`essionaI Medical Services, managers and administrator for ellicient useful of limited resources, supply the high quality, on~time, based on evidence, best practice. Tool of Integrated Care Pathway provided those things. People and perfect process make one quality medical How the Integrated cate Pathway infonnea with introducing the knowledge, eqttipntent and conceptual design.
On research, we took Dengue Hemoragic Fever case because it was the majority data until was declared by DKl?s Health District as epidemic, so that every patient which is diagnosed by Dengue l-lcmoragic Fever and treated at third class in Regional General Hospital so the Regional Govemment will be responsible for the cost through DKl?s Health District.
The purpose of research here is knowing how has become the integration with Implementation of Integrated Care Pathway on Dengue Hcmoragic Fever case at III-rd class of treatment room at Ccngkarcng Regional General llospital. Subject of research is patient which is treated at ill-rd class with in diagnose and out diagnose written by Pediatrician or lnternist is Dengue Hemoragic Fever( DHI* ). Because the patient which is treated at III-rd class with Dengue Hemoragic Fever guaranteed by DKI's Regional Government. The research used Qualitative method retrospectively by looking at file in medical record, written by Pediatrician and lnternist. Patient with Dengue Ilemoragic Fever's Diagnose which is treated at 3? class, taken as research is patient were treated from January lst, 2008 until October 31, 2008. The research?s result indicates that there?s Coordination degree 98%, Communication 93 %, Continuity 54 %, Collaboration 93 %. With those data so the implementation of Integrated Care Pathway on Dengue Hemoragie Fever case at Cengkareng Regional General Hospital had already good enough, it can he proved by some things like action to be more standardization, services be more standard agree with SOP and integrated, kind of medicines and the total which is used become standardization, kind of investigation become standardization, length stay at hospital become clear, the cost must be paid by patient become cheaper.
The suggestion on this research still need be evaluated about the format of Integrated Care Pathway itseIĀ£. With this research could be sugecsted that it still need revition about the format template Integrated Care Pathway, it still need routine socialization to every employee such as Doctor and nurse because it often changes or new employee such as Doctor and nurse, and it could make the implementation of Integrated Care Pathway could not work good because they had not understood how to use the form, if possible for the future, the template of Integrated Care Pathway could involved patient so patient could be autonomous., add patient knowledge and know rightly the handling phase.
Suggestion for DKI's Health District, it need to be expanded the pattem of handling service of Dengue Hemoragic Fever patient which is treated at Regional General Hospitaialtogether, considering the total of patient with that case every day more and more and almost can not stop from year to year. With that data so it need to be attention for prevention of Dengue Hemoragic Fever at the area and for patient which is treated at Hospital, made an agreement to go together used by Integrated Care Pathway so the using cost could be controlled and patient that could be take cane could be more and more savely spirit too and easy to be audited.
Suggestion for Insurance, by using Integrated Care Pathway at this case could be proven that the service such as at Dengue Hemoragic Fever case could be efficient so the using cost could be minimal and insurance could be easier see and do the control. So there is not any suspicion over utilization or over treatment. With the additional of case ahead, hopefully it could be made the template of ICP for other cases so that the insurance realiable on l-Iospital`s Services could be increasing.
Suggestion for the patient, with Integrated Care pathway so patient from day to day could leam and more cooperative and understand about the handling of the sickness. Hopefitlly with the implementation service using the integrated Care Pathway, the patient can be more participate and understand about the action planning and medical treatment which will be done to themselves until complaint about malpractice could be smaller.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T32087
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Amalia Putri Hutami
"Indonesia telah mengimplementasikan Universal Health Coverage sejak 1 Januari 2014, ini merupakan suatu prestasi sekaligus tantangan. Maka dari itu, strategi rumah sakit dalam meningkatkan mutu dan mengendalikan biaya adalah dengan membuat clinical Pathway, salah satu perangkat yang digunakan untuk memperbaiki proses pelayanan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif bersifat cross sectional, mengambil data sekunder dari rekam medik dan berkas billing pasien yang dirawat 1 januari ? 31 Desember 2014 di Rumah Sakit Hermina Depok, populasi 1107 pasien dan sampel dipilih berdasarkan variasi terbanyak yaitu pasien dengan riwayat Sectio caesaria sebanyak 265 pasien. Diolah menggunakan software ?Tools Pengembangan Pra Clinical Pathway dan Evaluasi Clinical Pathway? serta pengolahan data univariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang memiliki resiko tinggi persalinan operasi 26.4%, lebih rendah daripada pasien yang tidak memiliki resiko persalinan operasi yaitu sebesar 73,6%. Pasien dengan jenis pembayaran pribadi lebih banyak yaitu 53.6% daripada pasien asuransi 45.3% dan JKN BPJS hanya 1.1%. Kamar perawatan kelas II lebih banyak dipilih oleh pasien yaitu 33%, VIP 29%, kelas III 23%, dan paling sedikit adalah kelas I yaitu 15%. ALOS sebesar 3.16 dan 99.6% hari perawatan sudah sesuai. Tidak semua pasien dilakukan visite berturut-turut selama masa perawatan. Terdapat 11 parameter pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan paket ibu 94.3% lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan pemeriksaan paket persiapan operasi 25.7% dan hematologi rutin 8.7%, terdapat 8 parameter lain yang dilakukan terpisah dari paket dan tidak ada dalam clinical pathway. Pemeriksaan CTG 40% ini lebih banyak dilakukan dibandingkan pemeriksaan USG 0.8%.
Penggunaan kelas terapi obat telah sesuai dengan clinical pathway yaitu; ringer laktat, RL/D5, obat-obatan anestetik, analgesik, antibiotik, uterotonika, roborantia, dan lactagogue. Kelas terapi yang tidak terdapat dalam clinical pathway adalah antiemetik. Tindakan operasi Sectio caesaria dan pemasangan infus adalah 100%, pemasangan oksigen 93.2%, sedangkan pemasangan kateter 75%. Kesesuaian utilisasi layanan di hari pertama, seluruh variabel menunjukkan adanya perbedaan dengan rencana perawatan dalam clinical pathway. Hari kedua, masih ada tindakan operasi sebesar 15.5%, konsultasi 5%, pemeriksaan laboratorium 78.5% dan pemeriksaan radiologi 4.2%. Hari ketiga, masih ada tindakan operasi sebesar 1.5%, konsultasi 8%, dan pemeriksaan laboratorium 0.04%. Utilisasi layanan di hari keempat dan kelima, utilisasi sudah sesuai dengan clinical pathway.

Indonesia has implemented a Universal Health Coverage since January 1, 2014, this is an achievement and a challenge. Therefore, the strategy of hospitals in improving quality and controlling costs is to make a clinical pathway, one of the devices that are used to improve the service process. This research uses descriptive quantitative approach is cross sectional, taking secondary data from medical records and billing files hospitalized patients from January 1 - December 31, 2014 at the Hermina Depok Hospital, a population of 1107 patients and samples selected based on variations of the most is patients with a Sectio Caesaria history as 265 patients. Processed using software 'Tools Pre-Clinical Development and Evaluation of Clinical Pathway' as well as data processing univariate too.
Results showed that patients who are at high risk 26.4% is lower than patients who do not have the risk of delivery operations in the amount of 73.6%. Patients with the type of personal payment is 53.6% more than insured patients of 45.3% and JKN BPJS only 1.1%. Treatment rooms class II preferred by patients is 33%, 29% VIP, 23% Class III, and the least is the Class I is 15%. ALOS at 3,16 and 99.6% of treatment days was appropriate. Not all patients got visited row during treatment. There are 11 parameters of laboratory tests, examination of 94.3% mothers pack a lot more done than the preparation packet inspection operation of 25.7% and 8.7% routine hematology, there are 8 other parameters are done separately from the package and not in clinical pathways. CTG examination is 40% more than an ultrasound examination carried 0.8%.
The use of therapeutic classes of drugs are in compliance with clinical pathways, namely; Ringer's lactate, RL/D5, anesthetic drugs, analgesics, antibiotics, uterotonic, roborantia, and lactagogue. Therapeutic classes that are not included in the clinical pathway is an antiemetic. Surgery and the infusion was 100%, 93.2% oxygen installation, while the catheter 75%. Suitability utilization of services in the first day, all the variables showed a difference in treatment planning in clinical pathways. The second day, there is still a surgery operation 15.5%, 5% consultations, 78.5% laboratory tests and radiological examinations 4.2%. The third day, there is still an operation of 1.5%, 8% consultations, and 12.04% laboratory tests. Utilization of services in the fourth and fifth days, the utilization is in accordance with clinical pathways.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widia Puspa Hapsari
"

Penelitian menganalisis impelementasi Clinical Pathway (CP) Typhoid fever melalui deskripsi utilisasi pelayanan serta tagihannya pada periode sebelum dan sesudah implemenatsi CP. Studi dilakukan di RS PMI Bogor bertujuan untuk mengeksplor siklus pembuatan CP serta utilisasi pelayanan kesehatan yang diberikan sehingga menimbulkan tagihan. Metode kualitatif digunakan untuk menjelaskan tahapan dalam pembuatan CP dan metode kuantitatif digunakan untuk mengeksplor utilisasi layanan dan tagihan yang ditimbulkan serta melihat signifikansi implementasi CP terhadap utilisasi pelayanan dan billing. Simulasi INA-CBG dilakukan akibat temuan dalam penelitian. Data berasal dari sistem informasi rumah sakit, billing dan rekam medis. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada signifikansi/perubahan pada utilisasi pelayanan secara statistik p-value >0.05 antara kelompok pada periode sebelum dan sesudah implementasi CP melalui Uji T dan Uji non parametrik Mann-Whitney U dengan tingkat kepercayaan 95%. Namun secara substansi terjadi perubahan tagihan pasca implementasi clinical pathway Typhoid fever dari Rp. 4,269,051 meningkat menjadi Rp. 5,225,384. Setelah dilakukan penyesuaian obat yang berfungsi terapeutik dan simtomatik terhadap Typhoid fever, maka total tagihan menjadi Rp. 4,771,016 dan meningkat menjadi Rp. 5,959,796. Proses pencatatan diagnosis di dalam rekam medis menjadi isu di RS PMI Bogor. Adanya potensi undercode yang mempengaruhi severity level kasus INA-CBGs (A-4-14), rumah sakit berpotensi kehilangan sebesar Rp. 485,200 hingga Rp. 1,450,400.


This research elaborated Typhoid fever Clinical Pathway (CP) implementation which were described using service utilization and the incurred billing before and after the implementation of CP. Study was conducted in PMI hospital Bogor and aimed to explore CP development cycle and the later service utilization delivered and hence, the incurred billing from each period (before and after CP implementation). Qualitative method was used to explore stages in CP development and quantitative method was used to explore the significance of CP implementation to service utilization and the billing. INA-CBGs grouping simulation was conducted due to a research finding. Data were derived from hospital information system, billing, and medical records. Study resulted in no significance of service utilization before and after CP implementation and it was predicted using T-test and Mann-Whitney U test showing p-value >0.05. However, changes in billing substantially changed from IDR 4,269,000 to IDR. 5,225,384. Adjustment was done by excluding drugs other than for therapeutic and symptomatic pursposes resulting in the increment of billings (e.g. IDR. 4,771,016 before and IDR. 5,959,796 after CP implementation). Simulation through INA-CBGs grouping showed that there were potential undercoding from higher severity level of Typhoid fever case (A-4-14). Hospital might subsequently lose IDR 485,200 up to IDR.1,450,400 each case reimbursed.

"
2019
T54055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Prasetya
"Pembiayaan kesehatan merupakan suatu permasalahan yang terjadi di seluruh dunia. Banyak metode dan sistem yang telah dikembangkan mengenai hal ini. Indonesia seperti halnya Negara lain, menghadapi masalah yang sama dalam pengembangan sistem pembiayaan kesehatan. Dihadapkan dengan keadaan saat ini dalam krisis pembiayaan kesehatan, DKI Jaya dipaksa untuk dapat mengendalikan biaya. Mendapatkan biaya satuan yang handal dalam semua RSUDnya merupakan kebutuhan dasar dalam pertahanan ekonomi, di masa system pembiayaan kesehatan yang masih kurang baik di Indonesia. Definisi dari biaya satuan yang handal merupakan kunci kesuksesan semua rumah sakit. Clinical pathways disadari oleh DKI Jaya sebagai alat esensial dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk rakyat. Pengembangan pathways ini kemudian dilanjutkan dengan kesadaran untuk perhitungan biaya tiap pathway yang ada. Dengan diketahuinya biaya ini selanjutnya untuk menganalisa efektifitas biaya per pathway pun mudah dilakukan.
Tujuan dari riset ini adalah untuk mengetahui metoda untuk menghitung cost of treatment berbasis clinical pathway dari diagnosa yang telah dibuat oleh RSUD DKI Jaya. Angka yang didapatkan di dalam penelitian ini adalah untuk selanjutnya dapat diklarifikasikan keakuratannya dan terbuka untuk penelitian lebih jauh, karena data yang didapatkan untuk pendukung masih belum dapat dijustifikasi. Diagnosa terpilih adalah Operasi Lensa dengan Diagnosis Katarak yang merupakan One Day Care. Diagnosa terpilih karena merupakan tindakan dengan frekuensi paling tinggi di DKI Jaya dan pelayanannya melibatkan banyak sumber daya. Budi Asih dan Tarakan adalah rumah sakit yang dipilih secara purposive sebagai perwakilan RSUD DKI Jaya.

Health financing has always been an ongoing issue in the world. There are many methods and systems that had been developed all over regarding this subject. Indonesia, like many countries, faces the same problem in developing its health financing system. Confronted with the current health care financial crisis, DKI Jaya is forced to control its cost. Setting up a reliable cost unit in its hospitals is a fundamental necessity for economic survival, given the current general conditions in Indonesia's healthcare system. Definition of a suitable cost unit is the crucial factor for success. Clinical pathways are recognized by DKI Jaya as essential tools for delivering health services to people. Developing these pathways should then be followed by evaluating the cost of each pathway. Once the cost of the pathway is known, analyzing the cost effectiveness of the pathway can easily be done.
The purpose of this research is to more understand the method to calculate cost of treatments based on the clinical pathways of the diagnoses that have been developed by DKI Jaya,. As for the values are for further clarification and research as the supporting data are not yet justified as the best data provided. The diagnose that is chosen Cataract Procedure, that is representing One Day Care surgical treatments. The diagnose is selected as it is the highest frequency within DKI Jaya's hospital and the treatment involved many resources. Budi Asih and Tarakan are the hospitals that are purposively chosen for the research, as representatives of all DKI Jaya?s hospitals.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T41333
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erani Soengkono
"Nama : Erani SoengkonoProgram Studi : Kajian Administrasi Rumah SakitJudul : Evaluasi Implementasi Penerapan Clinical Pathway PadaPasien Anak Dengan Gastroenteritis Akut Di RS HusadaTahun 2015Gastroenteritis akut merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena faktormortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama pada anak-anak. Proses pelayanan yangbaik dan terorginisir akan meningkatkan hasil keluaran outcome yang baik daripasien dengan gastroenteritis akut. Clinical Pathway dapat digunakan sebagai standardyang jelas untuk meningkatkan kualitas pelayanan, mengurangi lama hari perawatandi rumah sakit, biaya perawatan dan mengurangi variabilitas. Rumah Sakit Husadayang menerapkan clinical pathway gastroenteritis akut pada pasien anak sebagai alatkendali mutu harus benar-benar merencanakan, menyusun, menerapkan danmengevaluasi clinical pathway secara sistematis dan berkesinambungan.Penelitian inidilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang menggunakan Tools PengembanganPra Clinical Pathway dan Evaluasi Clinical Pathway serta pendekatan kualitatif denganwawancara mendalam. Implementasi clinical pathway gastroenteritis akut pada pasienanak di RS Husada dapat dilihat dari faktor input sumber daya manusia, biaya / dana,kebijakan rumah sakit, ketersediaan obat dan alat kesehatan, sarana dan prasarana ,faktor proses mulai dari proses pra persiapan clinical pathway sampai tahapimplementasi dan faktor output berupa kesesuaian pelayanan kesehatan denganclinical pathway gastroenteritis akut lama hari rawat, visite DPJP, pemeriksaanpenunjang, tindakan keperawatan dan penggunaan obat dan alat kesehatan . Hasilpenelitian didapatkan dari faktor input sumber daya manusia menjadi faktorpenghambat penerapan clinical pathway gastroenteritis akut sehingga penerapannyatidak berjalan baik, sedangkan dari sisi proses langkah awal pembuatan clinicalpathway tidak dijalankan dengan benar sehingga menjadi awal hambatan pada prosesimplementasi selanjutnya, dan dari faktor output masih belum ada kesesuaianpelayanan dengan clinical pathway gastroenteritis seperti visite DPJP, penggunaanobat dan alkes yang polifarmasi dan tidak efisien, serta pemeriksaan penunjang yangtidak diperlukan.Kata Kunci: gastroenteritis akut, pasien anak, evaluasi, implementasi, ClinicalPathway.

ABSTRACTName Erani SoengkonoStudy Programe Study of Hospital AdministrationTitle Evaluation of Clinical Pathways Implementation inPedriatic Patiens With Acute Gastroenteritis in HusadaHospital, 2015.Acute gastroenteritis becomes health problem all over the world, because it is thecausal factor of high mortality and morbidity especially in children. Good and wellorganizedprocess of healthcare service will improve the outcome of the patients withacute gastroenteritis. Clinical pathway may be used as clear standard to improve thequality of health care, and also to reduce the length of hospital stay, hospital costs anddecrease the variability. Husada Hospital which implementing the clinical pathwayacute gastroenteritis in children as a quality control should really plan, organize,implement and evaluate clinical pathway systematically and continuously. Methodethat used for the research are quantitative approach with development of pre clinicalpathways and evaluation of clinical pathways tools, and also indepth interview. Theaim of this research are to find out the inhibiting factors for implementation of clinicalpathways acute gastroenteritis which seen from input factors human resources,funds, hospital policy, availability of drugs and medical equipments, also facilitiesand infrastructure process factors which start from pre preparation of clinicalpathways until the implementation phase the output factors to look at theappropriateness of health services acute gastroenteritis in children with clinicalpathways in Husada Hospital. The result showed that the inhibiting factors from inputfactors are human resources, then process factors are the beginning of deciding on anICP to develop, and the output which there are no appropriatness in service healthwith acute gastroenteritis clinical pathways e.g. visite doctors, using drugs andmedical equipments, laboratories, radiology that unnecessary Keywords acute gastroenteritis, children, evaluation, implementation, clinicalpathway.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Dyah Nur Astuti
"Tujuan penelitian ini untuk menyusun clinical pathwaykemoterapi adjuvant pada kanker payudara tanpa penyakit komorbid dr RSUP Dr Kariadi Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian operasional denganmetode pengambilan data retrospektif. Penelitian dilakukan di RSUP Dr Kariadi Semarang pada tahun 2012 pada instalasi rekam medis, instalasi rawat inap, instalasi farmasi, instalasi laboratorium dan bagian perbekalan farmasi. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis dengan kanker payudara dengan pada tahun 2012, yang dilakukan kemoterapi.
Data primer yang didapatkan meliputi : Jumlah dan identitas pasien kanker payudara yang dilakukan kemoterapi pada tahun 2012, hasil wawancara dan wawancara mendalam, hasil wawancara dalam fokus grup diskusi, hasil pengamatan langsung pada saat kemoterapi dilakukan. Data sekunder didapatkan dari dokumen rekam medis pasien kanker payudara yang dilakukan kemoterapi pada tahun 2012. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu formulir penelitian, pedoman wawancara, pedoman diskusi grup. Karakteristik usia penderita kanker payudara berkisar antara 27 tahun dan yang tertua berusia 93 tahun dengan rerata usia 47,93 + 9,7 tahun. Pembiayaan terbanyak yang digunakan ialah dengan pembiayaan pribadi. Pasien kanker payudara pada tahun 2012 paling banyak berasal dari Semarang. Rata-rata lama hari perawatan pasien kanker payudara yang dilakukan kemoterapi ialah 8,3 hari.
Diagnosis kanker payudara dibedakan berdasarkan jenis histopatologi, stadium dan grading. Jenis kanker payudara yang paling banyak pada penelitian ini ialah Karsinoma Duktus Invasif. Stadium yang paling banyak dijumpai yaitu stadium IV. Derajat histopatologi yang paling banyak dijumpai ialah grade II. Jenis pemeriksaan yang paling banyak dilakukan yaitu pemeriksaan darah, pemeriksaan fungsi ekskresi ginjal dan pemeriksaan fungsi ekskresi liver. Pelayanan kemoterapi menggunakan kombinasi obat, dengan rata-rata 2,62 macam obat yang digunakan. Jenis obat yang paling banyak dilakukan yaitu Siklofosfamid, 5 Fluorouracil dan Doksorubisin.
Obat nonkemoterapi yang diberikan pada pasien kanker payudara yang akan dilakukan kemoterapi ialah obat anti muntah, obat anti alergi dan obat pencegah sekresi asam lambung. Clinical pathway kemoterapi pada kanker payudara melalui beberapa tahapan yaitu : Tahap pendaftaran kemoterapi, dapat dilakukan melalui instalasi rawat inap ataupun rawat jalan. Tahap persiapan kemoterapi dengan pemeriksaan laboratorium darah rutin, test fungsi ekskresi hepar dan test fungsi ekskresi ginjal.

The main purpose of this study is to arranging clinical pathway for adjuvant chemotherapy on breast cancer without comorbid disease at dr Kariadi General Hospital Semarang. This research is anoperational research, the data were collected retrospectively. The study was conducted at Dr Kariadi General Hospital Semarang in 2012. The data was taken on the medical records department, inpatient department, pharmacy department, laboratory department and pharmaceuticals department.
The samples in this study were breast cancer patients who underwent chemotherapy in 2012. Primary data that we obtained include: number and identity of patients breast cancer chemotherapy conducted in 2012, the results of interviews and in-depth interviews, the result of consensus making group discussion and direct observation during chemotherapy. Secondary data were obtained from medical records of breast cancer patients who underwent chemotherapy in 2012. Instrument that used in this studies were research form, guidance interviews, group discussion guidelines. Characteristics of breast cancer patients age in this study ranged from 27 years old for the youngest to93 years old for the oldest, with mean age was 47,93 + 9,7 years old. Most of the patient financial state was personal. Most breast cancer patients came from Semarang with average length of stay of 8,3 days.
Breast cancer diagnosis was distinguished by the type of histopathology, staging and grading. Most type of breast cancer in this study was Invasive Ductal Carcinoma, most staging found in this study was stadium IV. Most histopathological degree found was grade II. The examination that performed in patients were blood tests, kidney function tests, and liver function tests. In dr Kariadi General Hospital, the chemotherapy which is used for patients with breast cancers consist more than one drug, with an average of 2.62 different drugs used. The chemotherapy drugs that used frequently were Cyclophosphamide, 5 Fluorouracil and Doxorubicin.
Non-chemotherapy drugs which are given to patients with breast cancer who undergo chemotherapy are anti-vomiting drugs, antihistamines drugs and drugs to prevent gastric acid secretion. Clinical pathway in chemotherapy of breast cancer through several stages: chemotherapy registration phase which can be done through inpatient or outpatient. Chemotherapy preparation phase, with routine blood laboratory tests, liver function tests excretion and renal excretion function test.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T38252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>