Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113684 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Japanese encephalitis (JE) merupakan penyakit endemik di Asia,
bahkan telah menjadi penyakit hiperendemik di Bali, Indonesia.
Keterbatasan vaksin dan belum adanya obat anti virus JE telah menjadi
kendala utama dalam mengatasi penyakit tersebut. Salah satu alternatif
adalah penemuan kandidat obat berupa inhibitor RNA helikase virus JE.
Penelitian bertujuan mengisolasi suatu substansi inhibitor aktivitas ATPase
RNA helikase virus JE dari kultur Streptomyces achromogenes (Okami dan
Umezawa, 1953). Protein RNA helikase virus JE berfungsi sebagai substrat
diekspresikan dari plasmid pET-21b yang telah ditransformasi ke dalam
Escherichia coli BL21 (DE3) pLysS. Substansi inhibitor diisolasi dari
supernatan S. achromogenes yang telah dikultur selama 3 hari. Supernatan
medium kultur menghasilkan persentase inhibisi sebesar 26,8%. Protein
inhibitor telah berhasil diisolasi dengan pengendapan amonium sulfat 0--75
%, dialisis, dan kromatografi filtrasi gel menggunakan Sephadex G-50 fine.
Uji aktivitas inhibisi dilakukan dengan uji kolorimetrik ATPase dan dianalisis
dengan SDS-PAGE 12%. Substansi hasil pengendapan amonium sulfat
sebelum dialisis menunjukkan persentase inhibisi sebesar 82,36% dan
setelah dialisis sebesar 87,77%. Hasil kromatografi filtrasi gel menunjukkan
aktivitas inhibisi tinggi mulai dari fraksi 4--11 dengan aktivitas inhibisi berturutturut
78,89%; 78,59%; 78,08%; 74,59%; 69,09%; 65,58%; 65,85%; 55.13%.
Analisis SDS-PAGE hasil isolasi dan pemurnian protein inhibitor menunjukkan substansi protein inhibitor RNA helikase virus JE memiliki berat molekul kurang lebih 37 kDa."
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Virus Japanese encephalitis (JEV) merupakan virus neuropathogen yang dapat menyebabkan penyakit pada sistem syaraf pusat seperti meningitis dan beberapa encephalitis. Meskipun vaksin telah dikembangkan, sampai saat ini belum ada obat yang spesifik dan efektif yang tersedia. Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan
skrining terhadap inhibitor RNA helikase JEV, yaitu suatu enzim yang esensial untuk replikasi virus dari isolat Actinomycetes dan ditemukan bahwa Streptomyces chartreusis dapat menghasilkan inhibitor RNA helikase JEV. Pada studi ini, protein ekstraseluler yang dapat menghambat aktivitas ATPase dari RNA helikase JEV dipurifikasi dari kultur supernatan Streptomyces chartreusis menggunakan pengendapan ammonium sulfat dan kromatografi gel filtrasi. Analisis SDS-PAGE
memperlihatkan pita tunggal dengan perkiraan berat molekul 11,4 kDa, sehingga dapat dikatakan inhibitor telah berhasil dipurifikasi menjadi protein tunggal.

Abstract
apanese encephalitis virus (JEV) is a neuropathogenic virus commonly caused central nervous diseases such as meningitis and severe encephalitis. Although vaccine has been developed, no specific and effective drug is available so far. We previously carried out a screening of inhibitor of JEV RNA helicase, an enzyme that essential
for virus replication, from Actinomycetes and found that Streptomyces chartreusis produce the inhibitor of JEV RNA helicase. In this study, an extracellular protein which has inhibition activity on ATPase activity of JEV RNA helicase was purified from supernatant of
Streptomyces chartreusis culture by ammonium sulfate precipitation and size exclusion chromatography. SDS-PAGE analysis showed a single
band with aproximate molecular mass of 11,4 kDa, suggesting that the inhibitor was successfully purified into a single protein."
[Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan], 2009
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aghnianditya Kresno Dewantari
"ABSTRAK
Arbovirus (arthropode-borne virus) yang timbul dan timbul kembali telah memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Infeksi arbovirus terbanyak di Indonesia: dengue, Japanese encephalitis (JE) dan chikungunya (CHIK) menyebabkan kasus luar biasa tiap tahun. Ketersediaan metode deteksi JE dan CHIK sangat terbatas di Indonesia. Pengembangan in-house IgM antibody-capture Enzyme Linked Immunosorbent Assay (MAC ELISA) dengan antigen local terinaktivasi akan meningkatkan deteksi dan pemantauan dengan meningkatkan spesifisitas dan sensitivitas. Antigen diproduksi dalam kultur sel dengan sel BHK-21 dan sel Vero kemudian diinaktivasi dengan gamma-irradiasi dan 0,01% beta-propiolakton. Kinerja Antigen dievaluasi dengan uji MAC ELISA dan titer virus dihitung dengan uji plak. Virus Japanese encephalitis dan chikungunya terinaktivasi pada 20 kGy gamma- irradiasi dan 0,01% BPL. In-house MAC ELISA telah dioptimisasi dengan inkubasi 2 jam. Kit in-house MAC ELISA yang telah dikembangkan berguna untuk deteksi dan pemantauan JE dan Chik dengan fasilitas terbatas.

ABSTRACT
The emerging and re-emerging arthropod-borne viruses (arboviruses) have effected many aspects of human existence. Three major arbovirus infection in Indonesia: dengue, Japanese encephalitis (JE) and chikungunya (CHIK) causes numerous outbreaks each year. However, availability of detection methods for JE and CHIK are very limited in Indonesia. Development of in-house IgM antibody-capture Enzyme Linked Immunosorbent Assay (MAC ELISA) with inactivated local antigen will improve detection and surveillance capability across Indonesia by increasing its specificity and sensitivity. Antigens were produced in cell culture using BHK-21 cells and Vero cells then inactivated using gamma-irradiation and 0.01% beta-propiolactone (BPL). Antigen performance was evaluated using MAC ELISA and virus titer were calculated using plaque assay. Japanese encephalitis virus and chikungunya virus was inactivated at 20 kGy with 0.01% BPL. Optimized in-house MAC ELISA protocol using these antigen has been developed. Developed in-house MAC ELISA kit will be beneficial for detection and surveillance of JE and CHIK with limited facility. "
2016
S65193
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Burni Prasetyowati
"Japanese Encephalitis (JE) merupakan salah satu penyakit zoonosa yang dapat menimbulkan radang akut pada susunan syaraf pusat yang ditularkan oleh hewan melalui gigitan nyamuk terutarna Culex sp. Departemen Kesehatan bekerjasama dengan sektor terkait telah melalukan berbagai upaya untuk mengetahui seberapa besar insiden JE di Indonesia dengan melakukan surveilans terhadap JE diantaranya di Propinsi Bali.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa faktor risiko lingkungan di dalam dan di luar rumah selain faktor individu penderita dan perilaku terhadap pencegahan gigitan nyamuk yang berhubungan dengan kejadian JE pada anak-anak. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol, dengan perbandingan 1 : 2. Kelompok kasus adalah anak-anak dari seluruh kabupaten di Propinsi Bali yang didiagnosa secara klinis dan laboratoris menderita JE, dan sebagai kelompok kontrol adalah anak-anak selain menderita encephalitis. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 76 kasus dan 152 kontrol. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan orang tua responden dan obsrvasi lingkungan tempat tinggal responden. Selanjutnya hasil yang diperoleh dianalisa dengan uji kai kuadrat dan regresi logistik.
Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian JE pada anak-anak dengan derajat kepercayaan 95% meliputi : adanya ternak babi (p=0,002, OR = 2,81), tempat perindukan nyamuk (p=0,005, OR = 2,59), kualitas rumah (p=0,003, 0R= 3,49), umur (p=0,0l7, OR = 2,04), jenis kelamin (p=0,03l, OR=1,84), tingkat pengetahuan ibu (p=0,000, OR=3;59), kebiasaan memakai kelambu (p=0,029, OR = 2,93), kebiasaan memakai obat nyamuk (p=0,007, OR = 2,18), pemakaian kawat kasa (p=0,006, OR = 2,78). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah kelembaban rumah (p=0,201), dan kebiasaan memakai repellent (p=0,6l4). Hasil analisa multivariat menunjukkan bahwa faktor-faktor yang Berhubungan dengan kejadian JE pada anak-anak adalah tingkat pengetahuan ibu (p=0,000, OR=3,48), kualitas rumah (p=0,016, OR=3,40), pemakaian kawat kasa (p=0,014, OR=2,79), adanya ternak babi (p=0,010,0R=2,62), umur (p=0,038, OR=2,01) dan kebiasaan memakai obat nyamuk (p=0,018, 0R=2,15).
Disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan ibu dibawah rata-rata, kualitas rumah yang buruk, adanya ternak babi, tidak memakai kawat kasa, umur kurang dari lima tahun, dau tidak mempunyai kebiasaan memakai obat nyamuk akan berisiko lebih besar untuk menderita JE. Disarankan agar meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang konstruksi rumah sehat, dimana atap dilengkapi dengan plafon, dinding dan lantai rumah tidak berlubang, ventilasi dilengkapi dengan kawat kasa sehingga nyamuk tidak dapat masuk ke dalam rumah, memelihara ternak babi mengikuti standar kandang babi yang baik dan terpisah dari lingkungan pemukiman, kerjasama dengan Dinas Pertanian tentang pemilihan jenis padi yang tidak banyak membutuhkan air sehingga dapat mengurangi tempat perindukan nyamuk, dengan tujuan untuk memutuskan rantai penularan JE. Penelitian lebih Ianjut dengan desain yang lebih sempurna, dan variabel-variabel yang penting secara teori dengan definisi operasional dan cara pengukuran yang lebih baik maupun variabel-variabel yang belum diteliti untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian JE."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13172
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sintha Yade Grace
"Telah dilakukan penelitian penapisan senyawa inhibitor dari Actinomycetes terhadap RNA helikase virus Japanese encephalitis (JE). Penelitian dilakukan selama delapan bulan (Februari--September 2006) di Laboratorium Virologi Molekular, Pusat Penelitian (Puslit) Bioteknologi LIPI, Cibinong. Penelitian bertujuan untuk memperoleh isolat-isolat Actinomycetes indigenos Indonesia penghasil inhibitor terhadap RNA helikase virus JE. Plasmid pET-21 b telah membawa gen NS3 helikase virus JE (pET-21 b/JEV ΔNS3) kemudian ditransformasi ke dalam Escherichia coli BL21 (DE3) pLysS. Jumlah supernatan isolat Actinomycetes yang ditapis sebanyak 1.000 supernatan. Penapisan inhibitor RNA helikase dilakukan dengan uji kolorimetrik ATPase.
Hasil penapisan menunjukkan sebanyak 730 isolat memiliki persentase inhibisi berkisar 0,180%--49,891%. Sebanyak 339 isolat menunjukkan efek inhibisi 0,180--9,991%, 210 isolat menunjukkan efek inhibisi 10,035--19,688%, 96 isolat memperlihatkan efek inhibisi 20,011-- 29,667%, 56 isolat memiliki efek inhibisi 30,051--39,863%, dan 29 isolat memiliki efek inhibisi 40,144--49,891%. Persentase inhibisi tertinggi diperoleh dari Actinoplanes sp. 5-849, sedangkan persentase inhibisi terendah diperoleh dari Streptomyces sp. 4-700. Hasil inhibisi negatif terhadap RNA helikase virus JE ditunjukkan oleh 270 isolat. Inhibitor yang dihasilkan oleh isolat Actinomycetes indigenos Indonesia mampu menghambat RNA helikase virus JE dengan penghambatan hidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi (fosfat inorganik)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S31423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ulfa Ivonie
"ABSTRAK
Hepatitis B adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pembentukan virus hepatitis B adalah core protein Cp . Sehingga Cp dapat digunakan sebagai salah satu target pengobatan hepatitis B. Pada penelitian ini dilakukan penapisan virtual senyawa dari basis data tanaman herbal Indonesia sebagai core protein allosteric modulator CpAM menggunakan peranti lunak AutoDock dan AutoDock Vina. Metode divalidasi dengan menggunakan parameter Enrichment Factor EF , Receiver Operating Characteristics ROC , dan Area Under Curve AUC . Pada penapisan menggunakan AutoDock digunakan grid box ukuran 55x55x55 dengan nilai EF10 0.7652 dan AUC 0.6709 sementara grid box ukuran 20.625x20.625x20.625 untuk penapisan menggunakan AutoDock Vina dengan nilai EF5 0.5075 dan AUC 0.7832. Sepuluh senyawa terbaik hasil penapisan virtual menggunakan AutoDock memiliki rentang DG: -11.74 -10.31 kkal/mol adalah yuehchukene, lansionic acid, stigmast-4-en-3-one, myrtillin, sanggenol O, lanosterol, erycristagallin, alpha-spinasterol, cyanidin 3-arabinoside, dan cathasterone. Sepuluh senyawa terbaik hasil penapisan virtual menggunakan AutoDock Vina memiliki rentang DG: -12.1 -10.7 kkal/mol adalah sanggenol O, cucumerin A, yuehchukene, palmarumycin CP1, dehydrocycloguanandin, myrtilin, liriodenine, myricetin 3-alpha-L-Arabinopyranoside, myricetin 3-galactoside, dan cassameridine.

ABSTRACT
Hepatitis B is a disease caused by hepatitis B virus. One of the main factor in virus assembly is core protein Cp . Therefore Cp is suitable to use as one of therapeutic target for hepatitis B. In this study virtual screening of Indonesia herbal database as CpAM of hepatitis B virus was performed using AutoDock and AutoDock Vina software. The methode was validated by Enrichment Factor EF , Receiver Operating Characteristics ROC , and Area Under Curve AUC parameters. The grid box size used in virtual screening with AutoDock is 55x55x55 with EF10 0.7652 and AUC 0.6709 meanwhile grid box size that will be use in virtual screening using AutoDock Vina is 20.625x20.625x20.625 with EF5 0.5075 and AUC 0.7832. The best top ten compounds from virtual screening with AutoDock has DG levels 11.74 10.31 kkal mol theare yuehchukene, lansionic acid, stigmast 4 en 3 one, myrtillin, sanggenol O, lanosterol, erycristagallin, alpha spinasterol, cyanidin 3 arabinoside, dan cathasterone. The best top ten compounds from virtual screening with AutoDock Vina has DG levels 12.1 10.7 kkal mol adalah sanggenol O, cucumerin A, yuehchukene, palmarumycin CP1, dehydrocycloguanandin, myrtilin, liriodenine, myricetin 3 alpha L Arabinopyranoside, myricetin 3 galactoside, dan cassameridine"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdayani
"Protein inti virus hepatitis B memegang peranan penting pada berbagai tahap siklus hidup virus. Dengan mengganggu peran protein inti ini oleh suatu senyawa maka replikasi virus akan terhambat. Emodin dipilih sebagai senyawa penuntun dan dilakukan modifikasi struktur dengan mengubah sifat hidrofobisitas, elektronik dan steriknya. Untuk memprediksi interaksi yang terjadi antara emodin dan senyawa turunan ester emodin dengan protein inti virus hepatitis B sebagai target obat, dilakukan pemodelan molekul dengan program simulasi penambatan dan dinamika molekul. Interaksi senyawa turunan ester emodin dengan reseptor protein inti virus hepatitis B terjadi di daerah antarmuka dimer-dimer reseptor dan membentuk interaksi yang stabil dengan asam amino pada daerah yang akan mengubah konformasi protein sehingga mengganggu perakitan kapsid dan proses replikasi virus. Senyawa turunan ester emodin disintesis dengan pereaksi dan kondisi yang sesuai kemudian dikonfirmasi strukturnya menggunakan spekrofotometri LCMS/MS, FTIR, 1H-NMR dan 13C-NMR. Senyawa yang diperoleh adalah: 3-asetil emodin, 3-benzoil emodin, 3-o-toluil emodin, 3-m-toluil emodin, 3-p-toluil emodin dan 3-dimetilkarbamoil emodin. Aktivitas inhibisi in vitro ditentukan menggunakan sel HepG2 yang ditransfeksi plasmid genom inti virus hepatitis B, immunositokimia dan fluorometri. Hasil menunjukkan bahwa turunan ester emodin aktivitasnya lebih tinggi dan sitotoksitasnya lebih rendah daripada emodin. Senyawa 3-o-toluil emodin, 3-m-toluil emodin dan 3-p-toluil emodin menunjukkan aktivitas yang tinggi dengan IC50 berturut-turut sebesar 0,4; 0,23 dan 0,11 M. Analisa hubungan struktur aktivitas menunjukkan bahwa hidrofobisitas dan sterik berkorelasi non linear dengan aktivitas inhibisi replikasi virus hepatitis B.

The core protein of hepatitis B virus plays an important role at different stages of the viral life cycle. By disrupting the role of this core protein by a compound, the viral replication will be inhibited. Emodin was chosen as a lead compound and the structure was modified by altering its hydrophobicity, electronic and steric properties to be emodin ester. Prediction of interaction between emodin and their ester derivatives with hepatitis B virus core protein as drug targets, was performed by molecular modeling simulation program of docking and molecular dynamic. The interaction of emodin ester derivatives with hepatitis B virus core protein receptors occurs in the interface area of receptor dimers and forms a stable interaction with amino acids in areas that will alter protein conformation thus disrupting capsid assembly and viral replication processes. Emodin ester derivatives compound were synthesized with reagents and suitable conditions then confirmed their structures using LCMS MS, FTIR, 1H NMR and 13C NMR spectrophotometry. The compounds obtained were 3 acetyl emodin, 3 benzoyl emodin, 3 o toluyl emodin, 3 m toluyl emodin, 3 p toluyl emodin and 3 dimethylcarbamoyl emodin. In vitro inhibitory activity was determined using HepG2 cells transfected plasmid core genomes of hepatitis B virus, immunocytochemistry and fluorometry. The results showed that the emodin ester derivatives activity is higher and its cytotoxicity is lower than emodin. The 3 o toluyl emodin, 3 m toluyl emodin and 3 p toluyl emodin showed high activity with IC50 of 0.4 0.23 and 0.11 M respectively. Structure activity relationship analysis showed that hydrophobicity and steric properties correlate non linearly with activity."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2390
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Utami
"Wabah infeksi virus banyak terjadi di lingkungan fasilitas kesehatan, seperti puskesmas. Transmisi virus di lingkungan puskesmas ini tidak hanya memberikan dampak buruk kepada pasien, namun juga kepada perawat maupun dokter yang bekerja di puskesmas.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi serta mengetahui ada atau tidaknya asam nukleat milik Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan Enterovirus 71 di lingkungan Puskesmas Ciracas, Jakarta Timur menggunakan Reverse Transcription- Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Permukaan benda pengambilan sampel dipilih berdasarkan kemungkinan sering kontak langsung dengan pengunjung Puskesmas dan kemungkinan terjadinya transmisi virus. Sampel diambil menggunakan metode swab, yang kemudian dilakukan proses ekstraksi RNA, dan sintesis cDNA dengan bantuan enzim Reverse Transcriptase. Sampel selanjutnya dapat digunakan untuk proses PCR dan elektroforesis. Total 32 sampel semua menunjukkan hasil yang negatif, yaitu tidak ditemukan asam nukleat milik RSV dan EV-71 di sampel. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya protokol kebersihan yang ketat di Puskesmas Kecamatan Ciracas yang sudah dijalankan dengan baik untuk meminimalkan kontaminasi virus ke lingkungan Puskesmas.

Outbreaks of virus can often occur in healthcare settings, such as primary health care. Transmission virus in primary health care environment represents a serious risk not only for patients, also for both staff and doctor. The aim of this study was to detection of Respiratory Syncytial Virus (RSV) and Enterovirus 71 nucleic acids on Environmental Surface in Ciracas Primary Health Care, East Jakarta using Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). The following sampling sites have been recommended based on high-touch surfaces with health visitors and possible transmission virus routes. The samples was taken using swab, and then used samples for RNA extraction and cDNA synthesis by using Reverse Transcription enzyme. The samples can then be used in PCR and electophoresis. In total 32 surface samples were collected and 32 surface samples tested negative for both RSV and Enterovirus 71 nucleic acids. The negative result caused by effective hygiene procedures have been applied in Ciracas Primary Health Care to prevent and minimize the contamination and spread of the virus in environment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Missy Savira
"ABSTRAK
<

Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan karsinoma primer tersering pada sel hati. Sebagian besar KHS disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) dan virus hepatitis C (VHC) yang memiliki patogenesis yang berbeda dalam menyebabkan KHS. Alfa-fetoprotein (AFP) sebagai penanda tumor pada KHS dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya status infeksi. Berbagai penelitian sudah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengaruh jenis virus penyebab KHS dengan kadar AFP namun hasilnya sangat beragam. Berdasarkan hal tersebut dan ditambah dengan belum adanya penelitian serupa yang menggunakan data pasien di Indonesia maka penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kadar AFP pada pasien KHS terkait infeksi VHB terhadap VHC. Penelitian ini dilakukan dengan desain studi potong lintang menggunakan 199 data AFP pasien KHS yang terdiri dari 129 kasus KHS terkait VHB dan 70 kasus KHS terkait VHC. Dari penelitian ini didapatkan sebanyak 97% dan 87.3% pasien KHS terkait VHC dan VHB mengalami peningkatan kadar AFP secara berurutan. Nilai median kadar AFP pada pasien KHS terkait VHB adalah 419 IU/mL sedangkan pada pasien KHS terkait VHC sebesar 400 IU/mL. Perbedaan nilai tersebut memiliki nilai p = 0.97 dalam uji Mann-Whitney U sehingga disimpulan tidak ada perbedaan bermakna pada rerata kadar AFP antara pasien KHS terkait VHB dibanding dengan VHC.


ABSTRACT

Hepatocellular carcinoma (HCC) is the most primary common carcinoma in liver cells. Most HCC are caused by the hepatitis B virus and hepatitis C that have different pathogenesis in causing carcinoma. Alpha-fetoprotein as tumor marker in HCC is influenced by various factors, one of which is infection status. Various studies have been carried out to determine the influence of the types of viruses causing HCC with AFP levels but the results are very diverse. Based on this and coupled with the absence of similar studies using patient data in Indonesia, this study aims to compare AFP levels in HCC patients related to HBV and HCV. Using cross-sectional design, this study included 199 data of AFP in patient with HCC comprises of 129 cases of HCC related to HBV and 70 cases of HCC related to HCV. From this study, it was found that 97% and 87.3% of HCC patients related to HCV and HBV experienced an increase in AFP levels consecutively. The median value of AFP levels in HBV-related HCC patients was 419 IU / mL while in HCV-related HCC patients was 400 IU / mL. The difference in value has a p value = 0.97 in the Mann-Whitney U test thus it is concluded that there is no significant difference in AFP levels between HBV-related HCC patients compared with HCV-related HCC.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>