Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54455 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laila Fitri Handayani
"Setiap tahun, perusahaan penyedia jasa transportasi bahan berbahaya (B3) meningkat. Selain aspek lingkungan dan ekonomis, aspek keselamatan kerja juga merupakan faktor yang penting dalam pemilihan perusahaan jasa transportasi B3. Kerugian yang mungkin timbul karena kecelakaan transportasi B3, yakni nyawa (fatalitas), cedera, pencemaran lingkungan, masalah komersial hingga masalah hukum. PT X, perusahaan multinasional bidang specialty dumical, menggunakan rekanan perusahaan jasa pengangkutan dalam pengiriman produk ke pelanggan. Beberapa specialty chemical yang diproduksi PT X digolongkan sebagai bahan berbahaya (B3). Salah salu kecelakaan transportasi B3 terjadi pada bulan September 2008 di daerah Beli1as, Riau. Tujuan penelitian yakni mengidentifikasi penyebab langsung dan penyebab dasar terjadinya kecelakaan dengan rnetode Fault Tree Analysis (FTA) yang dikombinasikan dengan Loss Causation Model sehingga didapatkan gambaran system evaluasi rekanan kerja di bidang jasa pengangkutan B3. Bagan FTA disusun berdasarkan diskusi, data-data dan dokumentasi lainnya serta wawancara dengan perwakilan PT X dan rekanan kerjanya di bidang transportasi B3. Hasilnya yakni penyebab langsung kecelakaan adalah tindakan tidak selamat pengemudi (berupa pengereman mendadak dan membanting setir ke kiri) yang disebabkan kondisi tidak selamat (berupa keadaan jalan yang berlubang. Adanya kendaraan yang memotong dari kanan dan jarak dengan kendaraan di depan yang terialu dekat), Penyebab dasar kecelakaan tersebut yakni ierjadinya blind spot dan pengemudi tidak mengetahui jarak iring yang aman. Hal ini disebabkan (sub penyebab dasar) oleh tidak adanya pelatihan mengemudi defensif oleh rekanan kerja PT X, kurangnya kontrol manajemen rekanan kerja PT X. Sistem evaluasi rekanan kerja jasa pengangkutan B3 oleh PT X sabaiknya mencakup penilaian tersedianya perlengkapan darurat untuk transportasi B3 sesuai Surat Keputusan Direkorat Jenderal Perhubungan Darat No. 725/2004, kondisi kendaraan, kebugaran pengemudi, data kerusakan/kecelakaan.

There is tremendous growth of hazardous substances transporter company for the last 4 years, Beside economical value and environmental risk consideration. safety matter must be included as important parameter in the selection process of hazardous substances transporter partner. The potential losses that may occur because of the hazardous transportation accident are death (fatality), injury, environment contamination or damaged commercial issues and even law issues. PT X, a multinational company in specialty chemiool.is using transporter service in delivering their products to the costumers. Some of the specialty chemicals are considered as hazardous substances. One of the transportation driver?s right side and the distance to the next vehicle is too close). Furthermore, the root causes are driver's blind spot and the understanding of safe following distances. This is caused by sub root causes such as inadequate defensive driving training and Jack of management control done by the transportation provider company, The evaluation and assessment system of hazardous substances transportation provide must include the assessment to the adequate emergency tools for hazardous transportation as Ministry of Transportation regulation (Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat No. 725/2004), the vehicles liability, the driver condition and recorded previous accidents."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20910
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Melyna Virlya
"Jumlah penduduk meningkat setiap tahun di Provinsi DKI Jakarta mengakibatkan jumlah pasien dan limbah medis meningkat. Limbah medis padat rumah sakit dikategorikan LB3 dalam Permenlhk No.P.56/2015. Permasalahan, masih ditemukan limbah medis dibuang ke lingkungan dapat menimbulkan dampak di lingkungan dan makhluk hidup. Tujuan penelitian adalah menganalisis jumlah dan jenis LB3 medis padat RSPI Sulianti Saroso, RSUD Pasar Rebo, RS Medistra dan RS Husada, kinerja pelaksanaan pengelolaan limbah dan interaksi pemangku kepentingan dalam pengelolaan limbah Provinsi DKI Jakarta. Metode analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pengelolaan LB3 medis padat dan data sekunder perhitungan jumlah limbah, wawancara mendalam dan analisis ANT untuk mengetahui interaksi pemangku kepentingan dalam pengelolaan limbah di Provinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian, setelah dilakukan pendataan pengelolaan Limbah B3 medis padat pada 4 RS, untuk RSPI Sulianti Saroso dan RS Husada masih diperlukan perbaikan kinerja dalam aspek non teknis pengelolaan yaitu pendataan dan pencatatan, pelaksanaan perizinan dan pelaksanaan ketentuan dalam izin. Kesimpulan, atas status kinerja 4 RS di Jakarta tersebut diperlukan upaya sosialisasi pemenuhan peraturan dan penyiapan peraturan yang spesifik bagi RS dalam aspek non teknis pengelolaan limbah oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta.

The population increases every year in DKI Jakarta Province resulting in an increase in the number of patients and medical waste. Hospital solid medical waste is categorized as Hazardous adn Toxic Waste in the Minister of Environment and Forestry Regulation No.P.56/2015. Problems, still found medical waste disposed of into the environment can cause impacts on the environment and living things. The purpose of the study was to analyze the amount and type of Solid Hazardous Medical Waste (SHMW) of Sulianti Saroso Infectious Disease Hospital (RSPI), Pasar Rebo Regional General Hospital (RSUD), Medistra Hospital and Husada Hospital, the performance of waste management implementation and stakeholder interaction in waste management of DKI Jakarta Province. Descriptive analysis method was used to determine the management of SHMW and secondary data of waste amount calculation, in-depth interviews, and ANT analysis to determine stakeholder interactions in waste management in DKI Jakarta Province. Research results, after collecting data on solid medical hazardous waste management in 4 hospitals, for RSPI Sulianti Saroso and Husada Hospital, performance improvement is still needed in non-technical aspects of management, namely data collection and recording, licensing implementation and implementation of permit provisions. Conclusion, the performance status of the 4 hospitals in Jakarta requires efforts to socialize the fulfillment of regulations and the preparation of specific regulations for hospitals in non-technical aspects of waste management by the DKI Jakarta Provincial Government."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Fazila
"Skripsi ini membahas mengenai peraturan hukum positif Indonesia dan peraturan internasional yang mengatur tentang limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) serta permasalahan penegakan hukum lingkungan terhadap pencemaran yang disebabkan oleh limbah B3. Penelitian yuridis normatif digunakan dalam pembahasan skripsi ini dengan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa penegakan hukum lingkungan terhadap limbah B3 dapat dilakukan dengan penegakan hukum secara administratif, perdata dan pidana. Penegakan hukum secara pidana terhadap limbah B3 adalah penegakan hukum yang utama (premium remedium). Namun demikian, hal tersebut tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penegakan hukum secara bersamaan dengan dua penegakan hukum lainnya.

This thesis discussing about Indonesia and international law regarding to poisonous and hazardous waste as well as the environmental law enforcement issues for the pollution caused by the poisonous and hazardous waste. Normative and juridical study are used in this thesis with the secondary data through the literature research. The result shows that the environmental law enforcement to poisonous and hazardous waste can be conducted through the administrative, criminal, and private law. Criminal law enforcement to poisonous and hazardous waste is the main (premium remedium). However, it is possible to use criminal law simultaneously with the administrative and private law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65181
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Putri Permatasari
"Permasalahan pengelolaan lingkungan masih menjadi aspek yang belum terimplementasi sesuai dengan regulasi yang berlaku, termasuk pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Untuk mendasari perencanaan pengelolaan limbah B3 yang belum diberlakukan di UI sebagai kampus berkelanjutan (sustainable campus), diperlukan studi analisis potensi limbah yang meliputi perhitungan volume, penentuan jenis, dan karakterisasi limbah B3 potensial untuk dilanjutkan menjadi studi inventarisasi limbah. Studi analisis limbah potensial dipaparkan dengan objek studi Laboratorium Teknik Penyehatan dan Lingkungan sebagai salah satu laboratorium di UI yang menghasilkan limbah B3. Laboratorium tersebut terbagi menjadi dua yaitu 1) Laboratorium Lingkungan dan 2) Laboratorium Mikrobiologi Lingkungan dengan fokus studi pada timbulan limbah B3 dari kegiatan praktikum mahasiswa. Basis analisis adalah PP No. 18 Tahun 1999 jo. PP No. 85 Tahun 1999 serta ditunjang oleh regulasi EPA. Perhitungan dilakukan melalui studi rasional berdasarkan hukum kimia dan karakterisasi limbah berdasarkan material safety data sheets (MSDS) sehingga diperoleh bahwa 1) Laboratorium Lingkungan menghasilkan limbah B3 potensial bersifat eksplosif, mudah terbakar reaktif, iritan, beracun, karsinogenik, korosif, mutagenik, dan ekotoksik dari keseluruhan 23 jenis limbah B3 potensial dengan volume limbah tersestimasi 173, 150 liter per tahun; 2) Laboratorium Mikrobiologi Lingkungan menghasilkan limbah B3 potensial bersifat eksplosif, mudah terbakar, iritan, beracun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, dan ekotoksik dari keseluruhan 8 jenis limbah B3 dengan volume limbah potensial tersestimasi 8,06 liter per tahun.

Environmental management is still a problem aspect that has not been implemented in accordance with applicable regulations, including the management of hazardous and toxic waste. For underlying hazardous waste management plan that has not been enforced in the UI campus, the necessary studies include analysis of potential waste volume calculations, the determination of the type, and a characterization of the potential to be continued later to hazardous waste into the waste inventory study. Studies of potential waste analysis study presented to the object Sanitary and Environmental Engineering Laboratory as one of the laboratories in the UI generating hazardous waste. The laboratory is divided into two: 1) Environmental Laboratory and 2) Environmental Microbiology Laboratory where this study is focused on the generation of hazardous waste practicum by students. The analysis base is PP. 18 Year 1999 jo. PP. 85 Year 1999 and supported by the EPA regulations. The calculation is done through rational study of law is based on the chemical and potential waste characterization based on Material Safety Data Sheets (MSDS) to obtain that 1) Environmental Laboratory‟s potential hazardous waste are charactherized as explosive, reactive flammable, irritant, toxic, carcinogenic, corrosive, mutagenic, and ecotoxic of the overall 23 type potenstial hazardous waste by estimated volume 173, 150 liters per year; 2) Environmental Microbiology Laboratory‟s potential hazardous waste are charactherized as explosive, flammable, irritant, toxic, carcinogenic, teratogenic, mutagenic, and ecotoxic of total 8 types hazardous waste with estimated potential waste volume 8.06 liters per year."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56292
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Paulus Anugrah Hasudungan
"Aturan-aturan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun atau yang biasa disebut limbah B3 yang adalah bagian dari pengelolaan lingkungan hidup yang berlaku di Indonesia dianggap tidak selaras dengan jalannya kegiatan industri yang merupakan penghasil limbah B3, oleh karena itu penelitian dilakukan untuk melihat apakah peraturan-peraturan yang mengatur limbah B3 di Indonesia telah sedemekian rupa sehingga tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan internasional dan untuk menjelaskan bahwa tidak selamanya limbah B3 itu tidak dapat dimanfaatkan kembali.
Penulisan ini dianalisis secara yuridis normatif dan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Peraturan-peraturan yang mengatur tentang limbah B3 yang telah ada masih dianggap rigid, karena dalam pelaksanaannya peraturan-peraturan tersebut belum dapat menyesuaikan perkembangan teknologi dalam pengelolaan limbah B3 dan juga dianggap tidak adanya keselarasan antara pengelolaan limbah B3 yang merupakan bagian dari pengelolaan lingkungan hidup dengan kegiatan industri sebagai penghasil limbah B3.
Kemajuan teknologi dalam pengelolaan limbah B3 di dunia mengakibatkan beberapa limbah B3 dianggap tidak lagi sebagai limbah B3 atau pun menyebabkan limbah B3 yang berbahaya tersebut dapat dimanfaatkan kembali oleh industri-industri lain baik sebagai bahan baku utama kegiatannya atau pun sebagai bahan baku sekunder yang mana memunculkan adanya kegiatan ekonomi yang mengakibatkan munculnya kegiatan lintas batas limbah B3 yang menurut beberapa negara masih sangat berbahaya tapi dianggap sebagai salah satu upaya pengelolaan limbah B3 apabila dilakukan sesuai dengan aturan dan pengelolaan yang baik.

The arrangements of hazardous and toxic waste management which is part of the prevailing environmental management in Indonesia is considered not aligned with the course of industrial activity as the producer of the hazardous and toxic waste, therefore the study was conducted to see whether the regulations governing hazardous and toxic waste in Indonesia have been in such a way that do not in contrary with the international provisions and to clarify that such hazardous and toxic waste not always can not be reused.
This study analayzed by juridical normative and using a qualitative approach. The existing regulations governing hazardous and toxic waste are considered rigid, due to in practice, such regulations have not been able to adjust the development of hazardous and toxic waste management technologies and also considered that there is no alignment between the hazardous and toxic waste management which is part of the environmental management with the industrial activity as the producer of the hazardous and toxic waste.
Technological advances in hazardous and toxic waste management in the world have caused several hazardous and toxic wastes are no longer considered as the hazardous and toxic wastes or even caused such harmful hazardous and toxic waste may be reused by other industries either as the main raw material of their activities or as the secondary raw material of which raises the economic activity resulting the emergence of transboundry movement of hazardous and toxic waste activity which according to some countries are still very dangerous however considered as one of the hazardous and toxic waste management efforts if conducted in accordance with the rules and proper management.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Khansa Permatasari
"ABSTRAK
Limbah B3 jika tidak dikelola dengan tepat dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Pengelolaan yang tepat atas limbah yang mengandung B3 dapat dilakukan jika limbah tersebut teridentifikasi dengan jelas dan dilangsungkan berdasarkan izin pengelolaan limbah B3.Penelitian ini memaparkan perbandingan pengaturan pengelolaan limbah B3 di Indonesia dan di Amerika Serikat. Metode penelitian utama dalam skripsi ini menggunakan metode studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan bersumber dari data sekunder, yakni studi dokumen serta didukung dengan wawancara dengan narasumber di bidang pengelolaan limbah B3. Simpulan dari penelitian ini, Indonesia dan Amerika Serikat secara garis besar memiliki kesamaan pengaturan mengenai penentuan limbah B3, kegiatan-kegiatan pengelolaan limbah B3, dan izin pengelolaan limbah B3. Dari hasil analisa, ditemukan bahwa masih banyak pengaturan pengelolaan limbah B3 yang belum ada. Saran dari penelitian ini, Pemerintah Indonesia sepatutnya segera menetapkan standar spesifikasi bagi unit-unit pengelolaan limbah B3 yang belum diatur dalam peraturan menteri serta memperbaharui keputusan-keputusan kepala badan pengendalian lingkungan hidup dan peraturan-peraturan menteri lingkungan hidup sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 menyesuaikan dengan peraturan pemerintah tersebut. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pengelola yang menggunakan unit-unit pengelolaan tersebut dan kepada publik bahwa pengelolaan limbah B3 telah dilangsungkan sesuai dengan standar yang dianggap aman oleh pemerintah Indonesia bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

ABSTRACT
Hazardous wastes could pose harmful effect on human health and the environment if not handled properly. Appropriate management of waste containing hazardous materials may be performed if the waste is clearly identified and carried out under hazardous waste management permit.This research describes the comparison of hazardous wastes management law in Indonesia and in the United States. The main research method of this thesis is based on literature study which categorized as normative juridical and sourced by secondary data, such as documents study and supported by interviews with experts in hazardous waste management field.Conclusion of this research is, in broad, Indonesia and the United Stated have similar rules regarding determination of hazardous waste, hazardous wastes management activities, and hazardous wastes permit. From the analysis, it is found that there are still many regulations related to hazardous wastes management that are not yet existed.Recommendation of this research is Indonesian Government should immediately establish specification standard for hazardous wastes management units that have not been established and update the current regulations of hazardous wastes management by the decisions of head of the environmental control agency, also regulations by the ministry of environment before the enactment of regulation number 101 year 2014 about Hazardous Waste Management in accordance with said regulation. The aim is to provide legal certainty for hazardous wastes handlers and to the public that the management of hazardous wastes is carried out in accordance with considerably safe standards by the Indonesian Government for human health and the environment. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsanto Nursadi
"Pengelolaan B3 dan limbah B3 dilakukan oleh instausi yang bertanggung jawab , yaitu Menteri Negara Lingkungan Hidup. Instansi ini membentuk norma hukum urnum-kongkret berupa Peraturan Menteri Negara yang merupakan kewenangan atribusi dari UU Pengelolaan Lingkungan Hidup. Meneg LH juga membentuk norma hukum individual-kongkret berupa perizinan-perizinan yang berkaitan dengan B3 dan limbah B3. Instansi sektoral berwenang membentuk norma hukum umum kongkret berupa kewenangan , misalnya Undang-undang tentang Perindusirian, tentang Kesehatan, tentang Pertambangan atau Mineral dan Batubara, tentang Tenaga Kerja, tentang Tenaga Atom/Nuklir, tentang Lalu Lintas Jalan. Kewenangan tersebut diwujudkan dalam pembentukan norma hukum Peraturan Menteri mengenai hal-hal tenentu, misalnya Peraturan Menteri Perindustrian tenumg Impor Bahan Berbahan Beracun. Instansi sektoral tersebut juga melakukan pengurusan dalam bentuk pembuatan norma hukum individual-kongkret berupa perizinan yang berkaitan dengan lingkungan seperti Izin Impor B3; Izin Penggunaan B3 untuk Industri, Pertambangan, Kesehatan; Izin Pengangkutan B3 dan limbah B3. Perizinan yang dikeluarkan oleh instasni sektoral memerlukan rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab, karena instansi yang bertanggung jawab memang bertugas untuk menjaga dampak dari B3 dan limbah B3, sedangkan instansi yang berwenang lebih kepada perizinan dalam hal kegiatan di bidang masing-masing. Hasil penelitian nommatif menunjukkan bahwa Daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab kepada masyarakatnya dalam hal perlindungan lingkungan. Bentuk pertanggtuxgiawaban dari Daerah tersebut adalah melakukan pengaturan dan pengurusan terhadap urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Daerah membuat nonna hukum abstrak-umum dalam bentuk Peraturan Daerah bagi objek-objek tenentu yang langsung mengatur atau hanya berkaitan dengan lingkungan.Contoh Perda yang langsimg mengatur objek lingkungan, adalah Perda tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendaiian Pencemaran Air; tentang Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan; tentang Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis; tentang Penertiban dan Pengendalian Hutan Produksi; tentang Pengelolaan Hutan; tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah; dan Perda tentang Izin Hinder Ordommxie (Izin HO). Contoh Peraturan Daerah yang ?l1anya? berkaitan dengan pengaturan linglcungan diantaranya adalah Perda tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah (salu di antaranya adalah pembentukan Badan Lingkungan Hidup Daerah) termasuk pembentukan Dinas-dinas Daerah tentang Pengelolaan Panas Bumi; tentang Irigasi; tentang Ketertiban Umum; tentang Pajak dan/atau Retribusi Daerah yang berkaitan dengan lingkungan; tentang Perikanan dan Usaha Kelautan; tentang RPJMD; teniang RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota; tentang Pemberian izin yang berkaitan dengan lingkungan. Perda-perda tersebut disebut berkaitan, karena yang diatur sebenarnya adalah objek yang lain, tetapi dekatfberkaitan dengan lingkungan. Daerah juga mengeluarkan norma hukum yang umum-konkret, berupa Peraturan Kepala Daerah tentang hal tertentu, rnisalnya tentang Baku Mutu Lingkungan di Jawa Timur. Nomm hukum yang individual-kongkret mempakan bentuk perwujudan kewenangan dan tanggung jawab daerah yang paling banyak, yaitu keluamya perizinan yang berkaitan langsung dengan lingkungan. Pengaturan dan pengurusan mengenai B3 dan limbah B3 kemudian didesentralisasikan ke Daerah berdasarkan PP 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Umsan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, khusus pada lampiran mengenai bidang Lingkungan Hidup. Urusan pemerintahan yang didesentralisasikan tersebut tergannmg pada Iuas daerah, lingkup Kabupaten/Kota diurus oleh pemerintahan Kabupatenfliota, sedangkan bila urusan pemerintahan sub-sub bidang B3 dan limbah B3 tersebut lintas Kabupaten/Kota diurus oleh pemerintahan Provinsi. Meskipun Daerah hanya memiliki kewenangan yang terbatas , tetapi Daerah tetap dapat melindungi daerahnya dalam bentuk pcngatumn dan pengurusan yang tidak langsung pada objek B3 dan Iimbah B3. Misalnya pengaturan lokasi khusus industri (yang mungkin menggunakan, menghasilkan dan mengolah limbah B3) dalam Perda tentang RTRW, pengaturan mengenai pengangkutan lintas batas daerah Provinsi-Kabupaten-Kota dengan tidak membebani retribusi tetapi pengaturan pengangkutannya, pengaturan bersama mengenai kemungkinan menyebar/mengalimya limbah B3 dari satu kabupaten/kota ke kabupaten/kota lain dalam satu provinsi atau bahkan amar provinsi. Selain itu, Daerah juga dapat melakukan pengurusan terhadap B3 dan limbah B3 yang menjadi kewenangannya dalam bentuk pengendalian perlzinan. Beberapa hal mengenai B3 dan lirnbah B3 saat ini sudah menjadi kewenangan Daerah, dan hal tersebut dilaksanakan dengan ketat dan konsekugn. Seperti misalnya, Daerah dapat menolak suatu lokasi Industri yang tidak sesuai dengan RTRW yang sudah ditetapkan, atau menolak berdasarkan tingkat bahaya dari indusrri B3 dan limbah B3 yang akan ditempatkan didaerahnya. Pada sisi lain, diluar kewenangan yang dimilild oleh Daerah yang berasal dari kewenangan atributif undang-lmdang, Daerah juga dapat memiliki pertimbangan dalam hal pengaturan dan pengurusan B3 dan limbah B3 dari sumber lain. Sumber lain yang dimaksud adalah prinsip-prinsip hukum lingkungan internasional. Prinsip-prinsip tersebut memang tidak mengikat secara langsung subyek hukum Daerah, karena Daerah bukan merupakan subyek hukum intemasional, tetapi prinsip-prinsipnya dapat dijadikan rujukan dalam hal pembentukan norma hukum di Daerah.

The responsibility for hazardous substance and hazardous waste management lies with the State Minister of Environment. In this regard, the Minister has an attributive authority, being an authority directly attributed by the Indonesian Environmental Management Act, to establish general-concrete legal norms, in the form of ministerial regulations. In addition to establishing these norms, the Minister has also an authority to issue individual-concrete legal norms in the fomis of various licenses related to hazardous substances and hazardous wastes. In addition to the Minister of Environment, other sectoral departments or agencies also share responsibility in managing hazardous substances and wastes. These departments or agencies have the responsibility to create general-concrete legal norms based on various sectoral acts, such as industrial, public health, mineral and coal, labour, nuclear energy, and road traffic acts. Although not focusing on environmental management, these sectoral acts may to some extent still be applicable to hazardous substance and waste management Hence, one could find various regulations issued by sectoral departments or agencies, which regulate hazardous substance and waste management within their relevant sector. One example of this type of sectoral regulation is the regulation of Minister of Industry concerning the Importation of Hazardous Substances. The sectoral departments or agencies have also the authority to create individual-concrete legal norms in form of various licenses, such as the license to import hazardous substances, the license to use hazardous substances in industry, mining, and public health sectors, and the license of hazardous substance and waste transportation. When issuing sectoral licenses, departments or agencies should base their decisions on the recommendation given by the Minister of Environment as the authority responsible for controlling the impacts of hazardous substances and wastes. Regional government has also responsibility and authority in environmental management. For this, autonomous local government may create general-abstract legal norms in the form of bylaws that directly or indirectly regulate environmental protection. Examples of environmental bylaws are bylaws concerning water quality management and water pollution control, bylaws concerning the utilization of surface water, bylaws concerning forest and critical land rehabilitation, bylaws concerning control on production forest, bylaws concerning forest management, bylaws concerning underground water, and bylaws concerning nuisance license (license derived from Hinder Ordonanrie -the nuisance ordinance). Meanwhile, examples of bylaws that indirectly relate to environmental management are bylaws on organization and management of regional agencies, including provincial and district agency for the environment, bylaws on geothermal energy, bylaws on public order, bylaws on regional environmental taxes and charges, bylaw on fisheries, bylaws concerning regional development planning, bylaws conceming regional spatial planning, bylaws on licenses or authorization related to the environment. Local Regional government has also the authority to create general-concrete legal norms, in the form of govemor or regent/mayor regulation related to certain environmental issues, such as environmental quality standards. Local government has also the authority to create individual~concrete legal norms in the form of various licenses that directly correspond to environmental management. The latter authority appears to be the most frequently exercised authority at the local level. According to Government Regulation No. 38 of 2007 concerning the Distribution of Government Affairs among Central Government, Province, and District government (in particular in its annex on environmental management), the responsibility and authority for hazardous substance and waste management are decentralized to local govemrnent. Decentralization of hazardous substance or waste management to regions applies only to the extent that [its impacts of] are confined to each region. If the scope of management of the substance or waste is considered to be limited to one district, it will become the responsibility and authority of the respective district. If the scope of management of the substance or waste is considered a cross-district issue, it will become the authority of the provincial government in which those districts are located. Although local government has a rather limited authority in regulating and managing hazardous substances and waste, it may nevertheless Provide protection by enacting bylaws which are not directly intended to regulate the substances and wastes. For example, the regional govemment has certainly the authority, in their spatial planning, to designate certain areas for industry that uses, produces, or treats hazardous Wastes. They could also enact bylaws that specify how hazardous substances and wastes are to be properly and safely transported. In another example, a group of regional governments might form a joint bylaw concerning the possibility of hazardous wastes to spread or flow trom one district to others within one province or even to districts in other provinces. Furthermore, regional government may play a role in the management of hazardous substances and wastes by excersing its control over various licenses. Several aspects in the management of hazardous substances and wastes have indeed become the authority of local govemment. For example, regional government may retiise a proposal for an industrial use that it considers not in compliance with the previously determined regional spatial planning; or it may also refuse the proposal based on the magnitude of harms likely to result from the proposed industry. In addition to various attributive authorities, regional government may also resort to other sources of authority when it intends to play a role in the management of hazardous substances and wastes. These sources are intemational environmental principles. Although not directly binding for local government, since it is not part of multinational environmental agreements, these principles could nevertheless be used as references forthe formulation of legal norms at the local level."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
D988
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Tegar Devaas Sulistiyaji
"Penelitian ini membahas mengenai proses pengiriman bahan bakar minyak yang dilakukan oleh ABC Carrier. Masalah pengiriman bahan bakar minyak ini dikaji karena masih terdapat beberapa permasalahan dalam proses pengiriman bahan bakar minyak yang menghambat jaringan rantai pasokan bahan bakar minyak di Indonesia. Dengan semakin meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia setiap tahunnya, membuat bahan bakar minyak membutuhkan penanganan lebih agar kinerja rantai pasokan bahan bakar minyak dapat berjalan efektif dan efisien. Untuk dapat menangani permasalahan tersebut, dilakukan penelitian untuk menganalisa bagaimana proses pengiriman bahan bakar minyak pada ABC Carrier dan mencari alternatif solusi proses pengiriman lain yang mampu meningkatkan efisiensi rantai pasokan bahan bakar minyak.
Penelitian dilakukan dengan metode simulasi event diskrit menggunakan perangkat lunak Arena versi 14 oleh Rockwell Automation®. Parameter utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah waktu pengiriman (lead time), total biaya pengiriman dan keuntungan (profit) yang didapatkan oleh ABC Carrier. Dengan dua skenario usulan yaitu skenario 1 (penambahan resource berupa SME) dan skenario 2 (pelatihan dan sertifikasi) maka ditemukan bahwa skenario 1 dengan penambahan resource berupa SME, memberikan waktu pengiriman (lead time) yang paling rendah dengan keuntungan yang tinggi.

This study discusses the fuel delivery process conducted by ABC Carrier. Fuel delivery problem is studied because there are still some problems in the process of fuel delivery, which inhibits the supply chain network of fuel in Indonesia. Along with the increased consumption of fuel in Indonesia, have made fuel requires a special attention so that supply chain performance of fuel can run effectively and efficiently. To be able to deal with these problems, the research is carried out to analyze the fuel delivery process at ABC Carrier and seek the alternative solutions that can improve the efficiency of the fuel delivery process.
This research conducted using discrete event simulation using Arena simulation software version 14 by Rockwell Automation®. The main parameters used in this study are lead time, total shipping costs and profits (profit) obtained by ABC Carrier. Among two alternatives proposed, scenario 1 (additional resource in the form of SME) and scenario 2 (training and certification) it was found that scenario 1 with the addition of resources such as SME, providing lower lead time with higher profits.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S58920
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Takdir Rahmadi
Surabaya: Airlangga University Press, 2003
344.046 TAK h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Larastika
"Aktivitas di laboratorium atau rumah sakit pendidikan di Universitas Indonesia, pasti akan menghasilkan limbah bahan berbahaya Dan beracun (B3) yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan dapat mengancam lingkungan, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Sampai saat ini, Universitas Indonesia belum memiliki sistem pengelolaan limbah B3 secara terpadu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber dan karakteristik limbah B3 di beberapa laboratorium di Fakultas Teknik, Fakultas Matematika dan IPA, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, serta sistem pengelolaan limbah B3 yang dapat diterapkan di lingkungan Universitas Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang karakteristik dan sistem pengelolaan limbah B3 di Universitas Indonesia. Analisa data diolah dengan teknik kualitatif dan wawancara untuk menggambarkan secara rinci karakteristik limbah B3 yang dihasilkan dan merekomendasikan sistem pengelolaan limbah B3 berdasarkan sistem pengelolaan eksisting yang telah diterapkan pada beberapa laboratorium di FT, FMIPA, FK, dan FKG di Universitas Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah yang dihasilkan beberapa laboratorium di FT, FMIPA, FK, dan FKG Universitas Indonesia berasal dari limbah laboratorium dan limbah medis. Karakteristik limbah B3 meliputi limbah laboratorium (flammable, harmful, korosif, toksik, eksplosif, oxidizing, karsinogenik, dangerous for the environment, limbah organik, dan bahan kadaluarsa) dan limbah medis (limbah benda tajam, limbah lain yang terkontaminasi, limbah patologis, limbah cairan tubuh manusia/darah/produk darah, limbah kandang binatang/binatang yang dimatikan/alas tidur binatang dan kotorannya, dan limbah farmasi).
Rekomendasi sistem pengelolaan limbah B3 yang dapat diterapkan di Universitas Indonesia meliputi pengumpulan, penyimpanan sementara, dan pengolahan. Berdasarkan hasil penelitian maka setiap laboratorium atau rumah sakit pendidikan di Universitas Indonesia disarankan harus melakukan upaya minimisasi limbah B3, melakukan manajemen pengelolaan limbah B3 secara konsisten dan pengawasan secara rutin, dan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai sistem pengelolaan limbah B3 di Universitas Indonesia.

Activities in the laboratory or teaching hospital at the University of Indonesia, will inevitably produce waste. One of which is hazardous waste, when thrown into the environmental media can threaten the environment, health, and survival humans and other living creatures. Today the University of Indonesia does not have hazardous waste management system. The aim of research was to determine the sources and the characteristics of the hazardous waste in several laboratories in the Faculty of Engineering, Faculty of Mathematics and Science, Faculty of Medicine, and Faculty of Dentistry, University of Indonesia, and hazardous waste management system that can be applied at the University of Indonesia.
This research was a qualitative research with the objective of making the description about characteristics and hazardous waste management system at the University of Indonesia. Data analysis was taken by qualitative techniques and interviews to describe in detail the hazardous waste characteristics and recommend the hazardous waste management system based on the existing hazardous waste management system that has been applied in several laboratories in the FT, FMIPA, FK, and FKG at the University of Indonesia.
Result of the study showed that the waste was produced several laboratories in the FT, FMIPA, FK, and FKG University of Indonesia comes from laboratory waste and medical waste. Characteristics of hazardous waste consist of laboratory waste (flammable, harmful, corrosive, toxic, explosive, oxidizing, carcinogenic, dangerous for the environment, organic waste, and expired material) and medical waste (sharps, other contaminated waste, pathological waste, waste human body fluids/blood/blood products, waste animal enclosures/disabled animals/animal bedding and manure, and waste pharmaceuticals).
Recommendation of hazardous waste management proposed consist of collection, temporary storage, and treatment. Based on research results, any laboratory or teaching hospital at the University of Indonesia to expected to have hazardous waste minimization efforts, do the hazardous waste management in a consistent and routine monitoring, and conduct further research on the hazardous waste management systems at the University of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S860
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>