Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198279 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Trihatmanto
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pengeluaran Pemerintah Daerah Kotamadya/Kabupaten perkapita pada bidang pendidikan dan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan terhadap pertumbuhan ekonomi pada masing-masing daerah kotamadya/kabupaten di Propinsi DKI Jakarta. Dihipotesakan pada penelitian ini hasil yang positif dan signifikan, yang artinya peningkatan pengeluaran pemerintah perkapita pada bidang pendidikan dan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan meningkatkan pertumbuham ekanomi pada masing-masing daerah kotamadya/kabupaten di Propinsi DKI Jakarta. Dengan kata lain program pendidikan dan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah kotamadya/kabupaten tersebut, karena salah satu tolak ukur peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat diukur melalui peningkatan pendapatan perkapita.
Metodologi penelilian yang digunakan adalah uji regresi panel data dengan menggunakan fixed effects untuk 6 kotamadya/kabupaten di Propinsi DKI Jakarta selama tahun 2002 sampai dengan tahun 2007, variabel terikat yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi, adapun variabel bebasnya adalah pengeluaran perkapita bidang pendidikan, pengeluaran perkapita bidang program pemberdayaan masyarakat kelurahan, tenaga kerja, serta investasi.
Hasil regresi menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah perkapita bidang pendidikan dan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan memberikan pengaruh yang positif dan signifikan. Demikian juga dengun tenaga kerja dan investasi juga memberikan pengaruh yang signifikan terbadap pertumbuhan ekonomi."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T21212
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Purnomo
"PPMK merupakan program pemberdayaan masyarakat yang menyediakan bantuan masyarakat dengan pendekatan Bantuan Langsung Masyarakat, berbasis Komunitas, senilai 2 Milyar setiap kelurahan sifatnya block grant dengan mengutamakan prinsip Demokratis, Transparan dan Akuntabilitas. Adapun sasarannya secara garis besar sebagal berikut:
- Memperkuat kelembagaan komunitas RW untuk diberdayakan secara keseluruhan.
- Penambahan modal bagi usaha produktif untuk meningkatkan produktifitas dan membuka lapangan kerja baru.
- Meningkatkan prasarana dan sarana dasar lingkungan dan adanya matching fund swadaya dari masyarakat.
Dalam pelaksanaannya ada berbagai kendala tekhnis yang menafikan upaya sungguh-sungguh dari pelaku utama dalam hal ini adalah Dewan Kelurahan dan tidak tepat sasaran. Adapun beberapa kendala tekhnis tersebut adalah sebagai berikut:
- Kelembagaan yang sudah berakar dalam komunitas RW tidak diperankan justru dalam pelaksanaan PPMK membentuk kelembagaan baru sehingga perlu waktu untuk sosialisasi.
- Kegiatan PPMK dibatasi dengan beberapa kegiatan fisik dan ekonomi sedangkan nilai proyek 2 Milyar itupun melalui 4 tahap, sehingga menimbulkan kesenjangan, realisasi tidak sejumlah usulan, ada yang tertunda bahkan belum jelas, akhirnya banyak masyarakat yang tidak puas.
- Situasi banjir yang berakibat pada dialihkannya dana fisik untuk kegiatan bidang lain, namun prosesnya memerlukan waktu sehingga penyerapan tahap pertama dinilai lambat.
Namun demikian dari hasil penelitian yang menggunakan Analisis Dampak yang dipadukan dengan Analisis SWOT didapatkan bahwa strategi SO terpilih dengan nilai total 10,23.
Strategi ini menghendaki keterlibatan seluruh kelembagaan komunitas RW {Ketua LPM, Ketua RT-RW dan organisasi kemasyarakatan dalam pembinaannya yaitu PKK, Karang Taruna Indonesia, dan lainnya khas komunitas setempat} sebagai stakeholder untuk berperan sesuai dengan fungsinya dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan didanai dengan BLM PPMK dengan tetap mengutamakan pada prinsip demokratis, transparan dan akuntabilitas. Kalupun mekanismenya baru, perlu dilakukan pelatihan khusus kepada kelembagaan komunitas RW tersebut. Tidak perlu dibentuk kelembagaan baru yang pada akhirnya banyak kelembagaan baru tapi aktivitasnya minim, timbul tenggelam dan tidak berkelanjutan.
Sehingga dengan melibatkan para stakeholder tersebut meskipun dalam pencapaian tujuan tidak maksimal namun dapat memberikan kepuasan kepada para stakeholder yang nantinya akan timbul saling pengertian dan kepercayaan yang dapat mengarahkan pemberdayaan masyarakat komunitas secara keseluruhan dalam meningkatkan kesejehteraan hidupnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mursalim
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kelurahan Teluk Kabung Selatan Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang Propinsi Sumaera Barat. Latar belakang penulis meneliti masalah ini adalah karena selama ini telah banyak kebijakanlprogram pengentasan kemiskman dan keterbelakangan yang dilaksanakan di Kelurahan Teluk Kabung Selatan seperti IDT, PDMDKE, dan lain-lain, tetapi kenyataannya secara umum program tersebut dinilai gaga!. Dan sekian banyak penyebab terjadinya kegagalan tersebut, penyebab utama yang dijadikan alasan kegagalan oleh pelaksana program adalah karena rendahnya kualitas SDM dan kondisi geografis wilayah Kelurahan Teluk Kabung Selatan yang terisolir. Kalau alasan ini benar, maka apapun namanya program pengentasan kemiskinan yang akan dilaksanakan di Kelurahan Teluk Kabung Selatan, sudah dapat dipredìksi akan gagal. Karena rendahnya kualitas SDM dan kondisi wilayah yang terisolir tersebut, akan selalu dijadikan alasan gagalnya pelaksanaan program. Padahal rendahnya kualitas SDM dan kondisi geografis yang tensolir merupakan tugas dañ penanggung jawab program dan pelaksana program untuk merubahnya. Oleh karena itu, dengan ditetapkannya kembali Kelurahan Teluk Kabung Selatan sebagai lokasi pelaksanaan program pengentasan kemiskinan (Program PEMP), timbul pertanyaan apakah program ini akan berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kelurahan Teluk Kabung Selatan, khususnya nelayan. Atau apakah akan bemasib sama dengan program sejenis yang sudah dilaksanakan sebelumnya, karena pada saat program ini diiaksanakan, kualitas SDM Kelurahan Teluk Kabung Selatan tetap masih rendah dan kondisi geografis wiíayahnya pun, juga masih terisolir.
Atas dasar itulah, penelitian ini ditujukan untuk : pertama, mengetahui proses pelaksanaan Program PEMP di Kelurahan Teluk Kabung Selatan; kedua mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program dan upaya mengatasinya. Untuk itu, metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptit dengan teknik pengumpulan data studi kepusakaan, wawancara mendalam dan pengamatan Iangsung di lapangan.
Dan hasil penelitian terlihat bahwa rendahnya kualitas SDM dan kondisi geografis Kelurahan Teluk Kabung Selatan yang terisolir, memang merupakan penyehah kegagalan peiaksanaan program. Tetapi keduanya bukan merupakan penyebab utama. Penyebab utamanya, sebenarnya adalah kurarignya keseriusan pelaksana program dalam melaksanakan tugasnya.
Pada tahap awal pelaksanaan program, seperti dalam tahap sosialisasi program, pembentukan kelembagaan, dan penentuan jenis usaha KMP Sungal Pisang lndah, walaupun SDN4nya rendah dan kondjsj kelurahan yang terisolir, kegiatan Program PEMP berhasil dilaksanakan, Penyebabnya adalah karena pelaksana program serius melaksanakan tugasnya. Tetapi setelah itu, mulal terlihat ketidakseriusannya dalam melaksanakan tugas, yaitu menyatahgunakan dana pelatihan yang disediakan program untuk meningkatkan kualitas SDM nelayan KMP Sungai Pisang Endah dalam mengembangkan kegiatan usahanya, terutama pelatihan mengoperasikan kapal tonda multipurpose yang berteknologi tinggi. Padahal melalui survey yang dlakukannya sebelum sosialisasi, pelaksana program sudah mengetahui bahwa semua nelayan KMP Sungai Pisang belum mahir menggunakan kapal tonda multi purpose tersebut. Hal ini teijadi karena lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh penanggung jawab program terhadap pelaksanaan kegiatan Program PEMP yang dit akukan oleh pelaksana program.
Lemahnya pengawasan tersebut juga terlihat dan tidak maksimalnya peran pelaksana program yang bertugas untuk melakukan kegiatan pernbinaan, pendampingan, dan pengawasan terhadap pengembangan kegiatan usaha KMP Sungai Pisan g Indah. Akibatnya, semangat melaut nelayan KMP Sungai Pisang Indah menjadi turun. Mereka menjadi mudah menyerah pada nasib dan tidak kreatif ketika menemui ham batan dalain pelaksanaan program. Disamping itu, lemahnya pengawasan tersebut, menyebabkan pelaksana program menjadikan kondisi geografis Kelurahan Teluk Kabung Selatan yang jauh dan terisolir sebagai alasan untuk jarang datang ke Kelurahan Teluk Kabung Selatan melaksanakan tugasnya.
Walaupun pelaksanaan Program PEMP di Kelurahari Teluk Kabung Selatan dapat dikatakan gagal, tetapi aset-asetnya masih ada, yaitu satu unit kapal tonda multi purpose dan satu unit alat tangkap payang. Hal ini berbeda dengan pelaksanaan program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan sebelumnya, dimana talc satu pun asetnya kelihatan. Oleh karena ith, masih ada harapan program ini akan berhasil dilaksanakan di masa datang. Untuk perbaikannya direkomendasikan agar pelaksana program dan penanggung jawab program dapat berperan lebih serius dalain menjalankan pembinaan, pendampingan, dan pengawasan terhadap kegiatan usaha KMP Sungai Pisang Indah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T4376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siboro, Jules
"Di Indonesia, keberhasilan pembangunan yang telah dilakukan, tidak diragukan lagi, khususnya selama PJP I. Sjahrir menyatakan bahwa dari tahun 1969 hingga tahun 1988 telah terjadi peningkatan yang nyaris fantastis dari persediaan perkapita dari jumlah barang dan jasa yang ada dalam masyarakat Indonesia. Peningkatan itu dapat dilihat pada Tabel 1 (Lampiran .2).
Zulkarnain Djamin menyatakan, pada waktu kita mulai membangun dahulu, penghasilan rata-rata per jiwa rakyat Indonesia hanya sekitar 70 dollar Amerika setahun. Sekarang penghasilannya sudah diatas 600 dollar Amerika. Diukur dari produksi nasional pada harga konstan, selama 25 tahun terakhir ini perekonomian kita telah tumbuh dengan rata-rata lebih dari 6 % setiap tahun. Tidak banyak negara yang berhasil mencapai pertumbuhan (ekonomi) dalam jangka waktu yang cukup panjang. Pada tahun 1970 ada 60 orang diantara kita yang hidup miskin dari setiap 100 orang penduduk. Jumlah penduduk miskin ini sangat besar, yaitu : sekitar 70 juta jiwa. Saudara-saudara kita yang miskin ini terus bertambah kecil jumlahnya dari tahun ketahun. Pada tahun 1990 tinggal 15 orang yang masih hidup miskin dari setiap 100 orang penduduk. Namun, karena penduduk kita besar jumlahnya maka jumlah penduduk yang masih hidup miskin itu masih besar juga jumlahnya sekitar 27 juta jiwa.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa selama Indonesia melaksanakan pembangunan, sejak diletakkannya landasan yang kuat dalam pembangunan dengan dimulainya pelaksanaan Repelita I (1969/70-1973/74) hingga Repelita V (1989/90-1993/94), banyak sudah hasil-hasil yang telah di capai dan telah dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Namun disamping-itu masih banyak juga ditemukan dampak negatif atau kekurangan-kekurangan, sehingga merupakan tantangan atau kendala untuk tahapan pembangunan selanjutnya.
Beberapa diantara kekurangan-kekurangan atau dampak negatif dari pembangunan yang telah dilakukan (dengan Trilogi Pembangunan sebagai Strategi, Dasar atau Landasan Pembangunan sejak Repelita I), yang terlihat saat ini adalah kesenjangan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan. Penduduk miskin di Indonesia hingga tahun 1993 sebanyak 25,9 juta jiwa, Dimana diantaranya 8,7 juta di perkotaan dan 17,2 juta di pedesaan. Namun terlihat bahwa persentase penduduk miskin di perkotaan hampir sama dengan di pedesaan (13,4% kota dan 13,8% desa), tetapi penurunan jumlah penduduk miskin di desa lebih cepat daripada di kota.
Dari lima faktor atau penyebab kemiskinan yang dinyatakan oleh Robert Chamber, salah satu diantaranya adalah : Isolasi. Isolasi (karena tidak berpendidikan, tempat tinggal yang jauh terpencil atau diluar jangkauan komunikasi) menopang kemiskinan, pelayanan dan bantuan pemerintah tidak sampai menjangkau mereka, serta menutup kemungkinan masuk dalam daftar penerima kredit. lsolasi memperkuat kerentanan. Isolasi berarti kurang hubungan dengan para pemimpin politik atau bantuan hukum, serta tidak tahu apa yang dilakukan penguasa."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T7182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Harapan
"Pergeseran paradigma dari pemerintah (government) menuju kepemerintahan (governance) yang terjadi saat ini tidak hanya pada tataran makro dengan lahimya berbagai legislasi tentang otonomi dan desentralisasi. Bagi Pemerintah Daerah DKI Jakarta paradigma kepemerintahan juga sudah dibangun di tataran mikro yaitu kelurahan. Ditetapkannya berbagai Perda tentang pmerintahan kelurahan, serta didirikannya Dewan Kelurahan (Dekel) yang dibidani pemerintah dan operasinya dijalankan masyarakat merupakan upaya membangun kepemerintahan lokal di tingkat bawah. Dengan paradigma itu ada kemauan politik untuk membatasi peran dominatif pemerintah dan memperkuat partisipasi masyarakat.
Model kemeperintahan lokal yang intinya menyediakan ruang dan mengaktifkan peran berbagai aktor dan institusi untuk mengambil bagian signifikan dalam pembangunan adalah pembagian kerja koordinatif dan heterarkhis dalam kerangka otonom. Intinya adalah membangun relasi sinergistik dalam bentuk komplementaritas dan kelekatan sehingga masing-masing aktor atau institusi pemerintah dan privat memberikan kontribusi setara dan signifikan bagi komunitas, dalam kerangka otonomi yang melekat (embedded autonomy) (Pierre, Jessop, Stoker 2000: Evans 1995, I996; Ostrom 1996, Woolcock 1998).
Meski agak normatif, model kepemerintahan terbukti bukan utopia diterapkan di negara berkembang seperti indonesia. Pengalaman kawasan di negara-negara berkembang seperti Porto Alegre di Brasil, Novgorod di Rusia, Kerala di India, relasi sinergistik pemerintah dan masyarakat dapat terjadi dalam atmosfir pembagian kerja yang Fungsional dan produktif. Pada tataran lokal, model itu dibangun dengan memberi dan menciptakan ruang yang luas bagi aktor dan institusi masyarakat sipil dengan fasilitasi pemerintah untuk bersama-sama melakukan perubahan. Hasilnya adalah model itu sangat fungsional sebagai tambatan modal sosial dengan terjadinya interaksi intens, saling belajar dan saling kontrol antar stakeholders, sehingga terjadi efisiensi ongkos pombangunan secara signifikan dan masyarakat menunjukkan rasa memiliki atas berbagai program pembangunan.
Replikasi model dari suatu negara ke negara lain atau suatu kawasan ke kawasan Iain memang dapat dilakukan sepanjang terdapat social curcumstances yang relevan. Nampaknya model kepemerintahan lokal yang kini terjadi di kelurahan Jakarta adalah replikasi dari model yang terjadi pada kawasan lain. Persoalan dari suatu replikasi model adalah bahwa ia harus mempertimbangkan determinan tertentu terutama pengalaman masa lalu, iklim sosial politik, termasuk kultur lokal. Berjalannya model kepemerintahan di kawasan yang disebut di atas sangat ditentukan oleh atmosfir masyarakatnya yang legalitarian dan juga tata birokrasinya yang sehat, yang sebagiannya dipengaruhi oleh faktor anugerah sejarah yang telah berjalan berabad-abad, termasuk juga inovasi organisasional yang diperjuangkan oleh para reformis di kalangan pemerintah dan masyarakat sipil.
Jika dikaitkan dengan atmosfir di Indonesia (Jakarta), determinan di atas dapat disebut tidak memiliki akar. pengalaman masa lalu dengan pemerintah yang mencengkeram, iklim sosial politik saat ini yang masih pada taraf transisional, serta kultur lokal yang masih dikungkung klientelisme, sebagiannya kurang memberi fundasi kokoh bagi berjalannya gerakan kepemerintahan lokal. Akan tetapi pergeseran paradigma dan implementasi berbagai model kepemerintahan lokal yang terjadi saat ini dalam bentuk formal rules (mulai dari UU 22/1999; 3212004 hingga Perda DKI Jakarta 5/2000) dan berbagai ujicoba program (sepeni Dewan Kelurahan) sesungguhnya menjadi potensi menuju pernbangunan sistem kepemerintahan yang baik (good governance).
Untuk memahami persoalan di atas, studi ini kemudian mempertanyakan "dalam setting dan situasi sosial facial circumstances) apukah sinergi dapat terjadi antara pemerintah (kelurahan) dan masyarakat (Dekel) khususnya di Kelurahan Gedong?" Secara lebih rinci pertanyaannya adalah (i) apakah dimensi peraturan formal (UU, perda dan peraluran lainnya) menyediakan ruang bagi terjadinya pembagian kerja sinergistik antara pemerintahan lokal dan masyarakat, dan sejauh mana aturan tersebut fungsional dalam mempengaruhi perilaku dan tindakan aktor pemerintah dan masyarakat (Dekel) melaksanakan kepemerintahan lokal? (ii) determinan-determinan budaya (lnformal rules) apakah di dalam masyarakat yang mempengaruhi (mendukung, memperlancar, menghambat) kepemerintahan lokal? serta (iii) dalam dimensi apakah program partisipatif (PPMK) yang ada fungsional mempengaruhi (mendukung, memperlancar, menghambat) kepemerintahan lokal?
Untuk menemukan jawaban, data dihimpun dari para informan kunci yaitu pejabat pemerintah mulai dari atas (Pemda DKI) hingga pejabat kelurahan, perangkat warga seperti para pcngurus RW dan RT, Dekel, tokoh-tokoh informal masyarakat, LSM, warga biasa serta kelompok pemanfaat dana PPMK. Data diperoleh melalui studi dokumentasi, pengamatan partisipatif, wawancara mendalam, diskusi terarah (FGD), untuk selanjulnya dianalisis secara kualitatif.
Studi ini menemukan, secara struktural (institusional) telah ada perubahan paradigma menuju kepemerintahan lokal di tataran regulatif terbukti dengan muatan berbagai aturan formal yang mengatur dan mengarahkan terjadinya sinergi (kelekatan dan komplementaritas) antara pemerintah kelurahan (Pemkel) dan masyarakat (Dekel). Akan tetapi pada tataran empiris sinergi yang terjadi masih pada taraf simbolik. Hal ini disebabkan perubahan pada ranah struktural (inslitusional) di tingkat atas tidak otomatis diikuti perubahan struktural (institusional) di tingkat bawah pada tubuh pemerintah Iokal. Selanjutnya perubahan pada dimensi struktural (institusional) pada tataran negara tidak otomatis diikuti parubahan pada dimensi kognitif (relasional) pada tataran masyarakat. Ada dilema antara upaya menyediakan ruang bagi bangkitnya masyarakat sipil dengan kepentingan mempertahankan status quo pemerintah. Akibatnya di lapangan terjadi bentuk ?relasi sinergistik baru? antara Pemkel dan masyarakat (Dekel) dengan mengembangkan resiprositas negatif yang dilakukan dengan menarik diri untuk tidak saling berinteraksi intens, tidak saling belajar dan tidak saling mengontrol agar masing-masing pihak aman pada posisinya sendiri. Pemerintah dan masyarakat justru membangun otonomi yang tidak melekat.
Program PPMK yang diharapkan mcnjadi instrumen mempertautkan pemerintah, Dekel dan warga justru menjadi alat dikotomi karena program direkayasa untuk menciptakan sekat-sekat di antara ketiganya. Pemerintah tidak mencampuri urusan PPMK dengan ekspektasi Dekel melakukan hal serupa dengan tidak mengintervensi berbagai program dan proyek pemerintah. Dana PPMK dipinjam-gulirkan kepada ?warga mampu? dengan ekspektasi agar akumulasi dana tetap terjaga sehingga Dekel mendapat citra sebagai penyelenggara PPMK yang berhasil (kepentingan institusional). Cara ?win-win solution " yang terjadi saat ini, meski menjauh dari esensi sinergi, pada taraf tertentu cukup ?fungsional? sebagai ?sabuk pengaman? bagi masing-masing pihak untuk tidak terjebak dalam konflik terbuka yang akhirnya merugikan komunitas. Dengan pola ini pula penembusan batas publik. privat di tingkat lokal belum bisa terjadi, dan kekhawatiran bahwa pemerintah dan masyarakat (Dekel) membangun kolusi dan public rem seeking juga tidak terjadi.
Berdasarkan temuan ini saya mengajukan tiga rekomendasi: (i) gerakan good local governance perlu mempertimbangkan struktur sosial politik lokal dan dilaksanakan secara menyeluruh, dimulai dengan refonnasi struktur pemerintahan Iokal yang mengarah pada otonomi. Pemda DKI Jakarta perlu melakukan amandemen bagi berbagai peraturan perundangan untuk memperbaharui kebijakan dengan (a) memberi peran Iebih besar kepada Jekot dan Dekelg (b) melakukan pemilihan kepala kelurahan secara Iangsung; (c) menciptakan kontrak politik antara kepala kelurahan dengan warga untuk menjalankan tugas-tugas kepemerintahan lokal; (ii) harus ada koherensi antara Iogika aturan formal yang dibangun di tingkat atas dengan Iogika lembaga eksekutif dan masyarakat di tingkat lapangan dengan kontrol yang intens; (iii) model pemberdayaan ekonomi warga yang tidak pernah berkelanjutan (sustainable) perlu direformulasikan dengan membaginya menjadi dua kategori yaitu (a) bantuan sosial (social assistance) dan (b) kredit keuangan mikro (microflnance). Jenis pertama diciptakan sebagai "lumbung esa" yang ditujukan sebagai jaminan substitutif bagi warga kurang beruntung yang terkena risiko kehilangan atau ketiadaan pendapatan, jenis kedua dikelola warga yang kompeten, terlatih dan ahli di bidang itu untuk mencapai profit dan hasilnya untuk subsidi bantuan sosial dan juga pembangunan infrasruktur kelurahan untuk menciptakan kelurahan yang mandiri".

The paradigm shift from "government" towards "governmance" has structurally changed the map of national and local governance of Indonesia. At the macro level, Act number 22/l999 and 32/2004 concerning local autonomy and decentralization have functioned as national guidelines to shift from centralized government to become decentralized govemance. As the impact to the micro level, local governments have also enacted several local regulations aimed at strengthening local communities. Currently, local govemment of Jakarta has also enacted local regulations (among others is Number 5/2000) and built Local Social Chamber (Dewan Kelurahan) of the so-called ?Dekel? in every kelurahan in Jakarta. Dekel which was fonnerly initiated by local government of Jakarta functions as a local civil society organization where all its activities are operated and managed by citizen?s representatives whose elected in participatory and democratically manner from every neighborhood areas (Rukun Warga). The shift ofthe paradigm seems to be a government political will to strengthen local people and to minimize local government?s dominations.
Local governance which essentially provides certain spaces for civil society and activate all related stakeholders to take part significantly in local development is a division of labor which relates to the new practices of coordinating activities through networks, partnerships, deliberative forums, and heterarchical cooperation in an embedded autonomy. The subject matter of local governance is mutually reinforcing relations between government and groups of engaged citizens in synergistic relation both in complementarity and also in embeddedness (Pierre, Jessop, Stoker 2000: Evans 1995, 1996; Ostrom 1996, Woolcock 1998).
Local governance, refers to the experiences of several developing countries might be feasibly implemented in Indonesia. Many states (e.g. Porto Alegre in Brazil, Novgorod in Russia, Kerala in India), have been proving that synergistic relation between government and civil society could be created and strongly functional and productive to the development. The model, in fact, enables harmonious cooperation among local actors and institutions where social capital is embedded. Actors and institutions are mutually having intensive relations, social leaming processes, and social control that enables development sustainable and efficient.
Replication of a model conducted by govemment of Jakarta would only be feasible as far as a relevant or resemble social circumstances are provided. A replication, however, should also consider other determinant factors such as past experiences, social and political atrnospheres, as well as local cultures. However, the success story of local govemancc in mentioned states, mostly determined by its egalitarian people and healthy local bureaucracy which is rooted in a long history as historical endowment. Besides, the rcforrnists from local govemment also takes important role on improving organizational innovations. While in Jakarta such historical determinant factors are not rooted. Government of new order regime which was co-opted, hegemonic and centralistic, the current transitional social and political situation and the local cultures remain sustaining clientelism are probably the fundamental inhibitions to realize the new governance paradigm. Therefore, the need for studying new paradigm shift (formal rules and local institutional building) would be important.
To understand above research problems, grand tour research question is "in which social settings d circumstances are the local govemment and citizens (Dekel) able to make synergy" Sub research uestions are; (i) do formal rules (acts, local regulations, etc.) provide spaces for synergistic division of...
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
D794
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariyana
"PPMK merupakan suatu program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, dengan masyarakat yang berada di tingkat paling bawah, yaitu masyarakat kelurahan sebagai sasarannya. Salah satu kelurahan yang menjadi pelaksana PPMK adalah Kelurahan Bukit Duri. Program PPMK di Kelurahan Bukit Duri telah berjalan sejak tahun 2003. Namun, meski pelaksanaan PPMK di Kelurahan Bukit Duri sudah mendapatkan predikat sangat baik, tingkat kemiskinan di daerah tersebut masih cukup tinggi. Oleh karenanya, skripsi ini akan membahas mengenai bagaimanakah dampak PPMK di Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dalam pengumpulan data dan pendekatan kuantitatif untuk menganalisis data. Dalam menganalisis, peneliti menggunakan pemikiran dari Leo Agustino mengenai 4 dimensi dari dampak, yaitu pengaruh suatu program terhadap kelompok sasaran, pengaruh suatu program terhadap kelompok nonsasaran, keadaan program di masa kini, serta pengaruh tidak langsung suatu program terhadap kelompok sasaran. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, mayoritas responden memberikan tanggapan positif terhadap masing-masing dimensi tersebut.

PPMK is a program that held by Jakarta Provincial Government which aims to improve the well-being, with people who are at the lowest level, masyarakat kelurahan, as a target. One of the region that implement PPMK is Bukit Duri. PPMK in Bukit Duri has been running since 2003. However, despite the fact that the implementation of Bukit Duri's PPMK got a very good title, the poverty rate in the area is still quite high. Therefore, this paper will discuss how are the impact PPMK in Bukit Duri, Tebet, South Jakarta. This study uses a quantitative methods in collecting data and a quantitative approach to analyze the data. In the analysis, researchers used the ideas of Leo Agustino about 4 dimensions of impact, which are the impact of a program to target groups, the effect of a program to an nontarget group, in the present state of the program, as well as the indirect effect of a program to target groups. In the end, most of respondents gave positive responses to each dimensions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Teguh Pamungkas
"Permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah apakah faktor - faktor produksi yang diwakili oleh Infrastruktur Ekonomi, infrastruktur Sosial, dan Infrastruktur Administrasi/Institusi mempunyai pengaruh dan kontribusi yang signifikan terhadap output propinsi-propinsi agar dapat ditentukan arah kebijakan pemerintah dalam pengembangan Infrastruktur dan Institusi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data panel dengan kurun waktu dari 1993 hingga 2004 untuk 26 propinsi di Indonesia. Untuk mencari hasil yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) maka dilakukan beberapa uji untuk Panel seperti Chow Test dan Hausman Test sehingga didapatkan model panel data Fixed Effect untuk menyelesaikan data dengan karakteristik seperti diatas.

The main objective of this study is to determine the effects of Economic, Social, and Administrative/Institutional Infrastructure on economic growth of twenty-six provinces in Indonesia during 1993-2002 using panel data analysis. From the result of this study we can describe which infrastructure has the highest influence on developing Indonesia economic growth. Quantitative and qualitative analysis were used in this research. Qualitative analysis describes the condition of existing infrastructure in Indonesia. Panel data analysis with fixed effect method was used as a quantitative analysis to capture the main objective of this research."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S6699
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hermanu Dwi Atmono
"Sampai saat ini masalah kemiskinan masih merupakan fenomena sosial yang terus berkembang. Walaupun banyak upaya untuk mengatasi kemiskinan, tetapi secara mendasar masalah ini belum pernah terselesaikan dengan baik. Secara politis, issue kemiskinan (termasuk kemiskinan di perkotaan) masih diperdebatkan.
Mengatasi kemiskinan di perkotaan pada hakekatnya merupakan upaya pemberdayaan orang miskin kota untuk dapat mandiri. Namun perlu disadari bahwa kemiskinan di perkotaan adalah masalah multi dimensi yang penanggulangannya tidak dapat hanya dengan pemberdayaan ekonomi semata. Masyarakat miskin perkotaan bukanlah kelompok yang tidak berdaya sama sekali, melainkan pada dasarnya mereka juga mempunyai potensi tertentu yang dapat diberdayakan. Agar mereka dapat melepaskan diri dari problema kemiskinan.
Perkembangan pelaksanaan kegiatan bina ekonomi PPMK yang semula ditujukan untuk pemberdayaan "orang miskin", telah bergeser kepada "orang yang perlu diberdayakan yang mempunyai usaha", sehingga dalam beberapa tingkat sudah tidak tepat sasaran. Utamanya lagi, tingkat pencapaian penerima manfaat secara persentase masih kecil. Demikian pula untuk jenis kegiatan bina sosial, pemanfaatan tidak diarahkan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan, tetapi lebih fokus kepada kegiatan karitas dan pemberi santunan padahal tugas ini dapat dicakup dari program lain. Dalam konteks ini, mungkin merupakan cara trickle down effect alit lokal terhadap kondisi tidak diberinya pinjaman dana bagi penduduk miskin. Di sisi lain, kegiatan bina fisik sudah lebih terfokus pada peningkatan prasarana dan sarana kesehatan Iingkungan, meski di sisi lain, berpotensi pula menimbulkan kesenjangan antar RT.
Atas pertimbangan di atas, maka PPMK cenderung memiliki potensi untuk membangun segregasi dan enclave baru di tingkat komunitas yang diciptakan oleh alit lokal. Intervensi negara ke dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, tanpa memperhatikan aspek pemberdayaan dan keswadayaan masyarakat itu sendiri membawa peluang bagi rejim yang berkuasa untuk kepentingan kelompok mereka. Akibatnya masyarakat menjadi sangat tergantung kepada bantuan pemerintah. Irnplikasinya bukan hanya menambah keuletan dan ketangguhan melainkan ketergantungan.

Until now, poverty problem is still social phenomenon. Although many poverty evaluation has been introduced, but not finished yet with successful. As political issue (include poverty in city), poverty is debate table.
The bottom line of Poverty alleviation in city is empowerment effort, to the poor for independence. But we should realize that poverty is multi dimension problem. So the effort of alleviation can not do in economic aspect itself. The city poorer have specific potential to empowerment for them, so they can solver their problem.
The activity of economic train in PPMK has changed from empowerment "the poor people" to "the people who need the empowerment and who own the business". So we can say that objective is not right. Especially the target do not cover high percentage many people. In social train, the use of loan not directed to for increase capacity building, but focus in charity activity. In this context is the way to tricle down effect local ellite on condition not gives loan to the poor. In other side physical train activity had focus on health infrastructure improvement although have potential effect on infrastructure gap in RT Level.
For that reason, PPMK tend to make segregation and new enclave in community level which created by local elite. State intervention to daily social and economic life without concern to empowerment and self fulfillment community can create the government to influence the community. So the community can highly dependent to aid of government."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iswandi
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan program PEL melalui pengadaan alat tangkap dalam upaya pemberdayaan masyarakat nelayan di Kelurahan Balohan Kecamatan Sukajaya Kota Sabang Daerah Istimewa Aceh. Perhatian kepada kelompok masyarakat nelayan di wilayah ini penting dilakukan karena di samping memiliki potensi perikanan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, juga masih terdapat masyarakat nelayan yang relatif masih miskin.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat di daerah yang berpotensi dengan cara meningkatkan nilai tambah produksinya melalui pembentukan dan pendayagunaan kelembagaan, mobilisasi sumber daya, serta jaringan kemitraan pengembangan usaha kecil sesuai kompetensi ekonomi lokal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tahapan dalam pelaksanaan program PEL melalui pengadaan alat tangkap di lapangan, hambatan-hambatan, dan alternatif pemecahannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, wawancara mendalam (indept interview) dan observasi langsung dimana peneliti langsung berada di lapangan. Informan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling selanjutnya informan lain ditelusuri dengan mengikuti prinsip teknik snow ball.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan Program PEL melalui pengadaan alat tangkap meliputi beberapa tahap, yaitu tahap sosialisasi program, tahap persiapan, pelaksanaan dan tahap pelestarian kegiatan. Sosialisasi program terdiri dari kegiatan penyebaran informasi dan pelatihan. Penyebaran informasi melalui mimbar ceramah di meunasah (surau) lebih efektif dari pada papan informasi dan brosur-brosur, hal ini disebabkan masyarakat setempat sangat patuh terhadap agama dan aturan adat. Papan informasi dan brosur-brosur ternyata kurang menarik minat kelompok sasaran, karena masih kurangnya kemampuan dan minat baca dari masyarakat, sehingga informasi tentang program hanya beredar dan dipahami oleh kalangan terbatas. Pertemuan diskusi kelompok sasaran melalui lembaga yang telah tumbuh dalam masyarakat menjadi sarana dalam penyampaian informasi. Dalam sosialisasi program juga dilaksanakan pelatihan manajemen keuangan dan industri bagi masyarakat pemanfaat serta sifat dari program tersebut.
Tahap persiapan pelaksanaan program meliputi pemilihan desa partisipasi, pembentukan kelompok, dan perumusan rencana kegiatan. Pemilihan desa partisipasi PEL dilaksanakan berdasarkan musyawarah, namun dalam hal ini terlihat adanya intervensi dimana forum musyawarah tersebut terlalu diarahkan oleh dikoordinator TPPK. Pembentukan, kelompok KMP masih dirasakan belum tepat sasaran yang mana keputusan lebih didominasi oleh pihak petugas dan begitu pula dengan perumusan rencana kerja masih terlihat kebutuhan yang diberikan belum mewakili dari kelompok masyarakat pemanfaat. Oleh karena itu persiapan pelaksanaan diharapkan dapat menjadi proses belajar bagi masyarakat, sehingga rencana program yang dibuat sesuai dengan kebutuhannya.
Pelaksanaan kegiatan meliputi tahap pengajuan dan pencairan dana, kegiatan kelompok sasaran, pemantauan, evaluasi dan pelaporan. kegiatan pengajuan dan pencairan dana dilakukan berdasarkan rencana kegiatan (RK) yang telah dimusyawarahkan ditujukan kepada pimpinan proyek agar dana dicairkan ke rekening TPPK yang ada di bank lokal (BM), selanjutnya diajukan ke KPKN dengan dilengkapi tanda tangan ketua TPPK dan FK. Dalam pelaksanaan kegiatan PEL, keterlibatan kelompok sasaran belum memberikan masukan-masukan yang bersifat pemikiran, hal ini terlihat dari peralatan yang di berikan belum sesuai dengan kebutuhan KMP. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan hasil dilaksanakan oleh tim pelaksana dengan melibatkan warga masyarakat sehingga terbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk melakukan pengawasan secara internal, tetapi sayangnya kegiatan tersebut hanya dilakukan pada awal-awal program saja. Peningkatan pendapatan tidak disebabkan oleh kerjasama kelompok, akan tetapi penggunaan alat tangkap yang efektif.
Kemudian tahap pelestarian, dalam pelestarian program terlihat masih kurang berjalan karena tingkat kesadaran dari petugas masih kurang dalam mengarahkan dan memantau sistem perguliran dana, demikian juga dalam pemasaran, peran jaringan kemitraan dengan pihak swasta belum terlihat. Menurut pengamatan di lapangan terlihat bahwa terminasi yang dilakukan bukanlah karena masyarakat pemanfaat yang mandiri atau berhasil, melainkan karena habisnya waktu yang telah ditetapkan dalam proyek telah berakhir.
Beberapa kendala dalam pelaksanaan program antara lain: kurangnya peran tim pelaksana (fasilitator) dalam pelaksanaan program, sosialisasi program kurang berhasil, kurangnya motivasi dan partisipasi masyarakat, rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas masyarakat, minimnya tanggungjawab serta sikap malas (budaya malas) yang dimiliki oleh anggota kelompok sasaran, dengan demikian tingkat keberhasilan program rendah atau tidak mencapai tujuan.
Perbaikan yang perlu dilakukan agar pelaksanaan program PEL melalui pengadaan alat tangkap berjalan dengan efektif maka perlu meningkatkan peran serta tim pendamping (fasilitator) sehingga kehadirannya dapat menjadi motivator, perlu dilakukan penataan ulang perencanaan agar tercipta keserasian antara tujuan dengan kebutuhan kelompok sasaran dalam pelaksanaan program, Pemerintah secara konsisten mendorong masyarakat untuk menuntut ilmu, disamping itu juga perlu dilakukan persiapan sosial dengan mengedepankan metode participatory rural appraisal (PRA), dan mengadakan pendekatan non-direktif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3062
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>