Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164365 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Esy Maryanti
"Mikrosporidia merupakan emerging parasite pada manusia yang dapat menyebabkan kelainan intestinal, muskular, okular dan sistemik. lnfeksi mikrosporidia terutama terjadi pada penderita HIV/AIDS, dan yang sering dilaporkan yaitu mikrosporidiosis intestinal dengan gejala diare kronis dan wasting syndrome yang akan memperberat keadaan penderita AIDS. Di Indonesia sampai saat ini belum ada data-data mikrosporidia dan infeksi yang ditimbulkannya, sedangkan kasus HIV/AIDS makin bertambah secara cepat dan merupakan suatu ancaman global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi mikrosporidia pada penderita AIDS dengan diare kronis di Jakarta dan korelasi jumlah CD4 dengan densitas mikrosporidia. Sebanyak 126 sampel tinja penderita AIDS dengan diare kronis yang dirujuk ke Laboratorium Parasitologi FKUI dari berbagai Rumah Sakit di Jakarta dipcriksa dengan teknik pewamaan kromotrop standar dan quick-hot gram kromotrop dan dihitung dcnsitas spora mikrosporidia. Pada penelitian ini diperoleh prevalensi mikrosporidiosis intestinal sebesar 7,l% dengan pewarnaan kromotrop standar dan 6,3% dengan quick-hot gram kromotrop serta tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua teknik tersebut (p=l,00). Tcrdapat korelasi yang negatif antara densitas mikrosporidia dengan jumlah CD4 (p=0,00;r=-0,979). Dari penelitian ini dapat disimpulkan prevalensi mikrosporidia pada pendedta AIDS dengan diare kronis cukup rendah. Teknik pewamaan kromotrop standar dan quick-hot gram kromotrop dapat digunakan untuk mendeteksi mikrosporidia pada tinja. Pada penderita AIDS denganjumlah CD4 yang rendah didapatkan densitas miknosporidia yang tinggi.

Microsporidia is an emerging parasite in human which infect gastrointestinal tract, muscular, ocular and systemic. Microsporidia infection is primarily a disease of HIV/AIDS patients. Intestinal microsporidia is most common infection and associated with chronic diarrhea and wasting syndrome which worsened patient condition. Until now, there is no available data on this parasite in Indonesia. The objective of this study was to determine the prevalence of intestinal microsporidia among the AIDS patient with chronic diarrhoea in Jakarta and to determine the correlation between microsporidia?s density and CD4 count. A number of 126 stools from AIDS patients with chronic diarrhea referred to Parasitology Laboratory FKUI were examined by standard chromotnope staining and quick-hot gram chromotrope. The result showed the prevalence of intestinal microsporidia is 7.1% by standard chromotrope staining and 6.3% by quick-hot gram chromotrope. There is no significant difference between positive cases microsporidia (p=l.00). A negative correlation between the density of microsporidia and CD4 cell counts (p=0.00; r=-0.979) was observed. In conclusion prevalence of rnicrosporidia among AIDS patients with chronic diarrhoea is low. Standard chromotrope staining and quick-hot gram chromotrope can be used to detect microsporidia. The density of microsporidia was higher in patient with low CD4 cell counts."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32315
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahdini
"Cryprosporidium sp adalah parasit yang merupakan protozoa penyebab diare pada individu lmunodefisiensi seperti penderita HlV/AIDS, Diagnosis criptosporidiosis dengan menemukan ookista pada tinja menggunakan metode pulasan tahan asam dinilai kurang sensitif. Deteksi koproantigen Crypto:,poridium sp menggunakan ELISA diketahui lebih sensitif dan spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk deteksi koproantigen Cryptosporidlum sp pada pasien HIV/AJDS dengan diare kronik menggunakan ELISA dan MTA serta melihat korelasi antara nilai absorbansi dengan hitung ookista. Sebanyak 95 sampel tinja dari pasien HIV/AIDS dengan diare kronik diperiksa menggunakan pulasan tahan asam yang merupakan gold standort dan deteksi koproantigen. Frekuensi kriptosporidiosis menggunakan deteksi koproantigen sebesar 36,8% dan dengan metode MTA 11,6%. Nilai sensitivitas dan spesifisitas koproantigen dibandingkan dengan pulasan tahan asam sebesar 100% dan 71A%. Tidak terdapat korelasi antara nilai absorbansi dengan hitung ookista.

Cryptosporidium sp is a protozoan parasite, causes severe diarrhea in immunodeficient hosts like the HIV/AIDS patients. Diagnosis of cryptosporidiosis by finding the oocyst from stool by modified acid fast staining, is insensitive. Coproantigen detection offers more sensitive and specific technique to detect Cryptosporidium infection. The objective of this study is to determine cryptosporidiosis proportion among HIVIAIDS patients by Cryptosporidial antigen detection in stool compare it to modified acid fast staining and determine its correlation with oocyts count. A number of 95 stool specimens from the HIV/AIDS patients with chronic diarrhea were subjected to coproantigen ELISA test and modified acid-fast staining (gold standard). The frequency of Criptosporidial infection was 36,8% and 11,6% respectively by coproantigen detection and AF staining with 100% sensitivity and 71.4% specificity. There is no correlation between optical density and oocyst count."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32063
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahdini
"Cryptosporidium sp adalah parasit yang merupakan protozoa penyebab diare pada individu imunodefisiensi seperti penderita HIV/AIDS. Diagnosis criptosporidiosis dengan menemukan ookista pada tinja menggunakan metode pulasan tahan asam dinilai kurang sensitif. Deteksi koproantigen Cryprosporidfum sp mengunakan ELISA diketahui lebih sensitif dan spesifik. Penelitian ini bertujuan untuk deteksi koproantigen Cryptosporidium sp pada pasien HIV/AIDS dengan diare kronik menggunakan ELISA dan MTA serta melihat korelasi antara nilai absorbansi dengan hitung ookista. Sebanyak 95 sampel tinja dari pasien HIV/AIDS dengan diare kronik diperiksa rnenggunakan pulasan tahan asam yang merupakan gold standorr dan deteksi koproantigen. Frekuensi kriptosporidiosis menggunakan deteksi koproantigen sebesar 36,8% dan dengan metode MTA lI,6%. Nilai sensitivitas dan spesifisitas koproantigen dibandingkan dengan pulasan tahan asam sebesar 100% dan '71,4%. Tidak terdapat korlasi antara nilai absorbansi dengan hitung ookista.

Cryptosporidium sp is a protozoan parasite, causes severe diarrhea in imrnunodeticient hosts like the HIV/AIDS patients. Diagnosis of cryptosporidiosis by finding the oocyst from stool by modified acid fast staining, is insensitive. Coproantigen detection offers more sensitive and specific technique to detect Cqptosporidium infection. The objective of this study is to determine eryptosporidiosis proportion among HTV/AIDS patients by Cryptosporidial antigen detection in stool compare it to modified acid fast staining and determine its correlation with ooeyts count. A number of 95 stool specimens from the HIV/AIDS patients with chronic diarrhea were subjected to coproantigen ELISA test and modified acid-fast staining (gold standard). The frequency of Criptosporidial infection was 36,8% and 11,6% respectively by coproantigen detection and AF staining with 100% sensitivity and 71,4% specificity. There is no correlation between optical density and oocyst count."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32882
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Triwindawati
"Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui korelasi antara kadar vitamin C serum
dengan kadar SOD eritrosit pada penderita HIV/AIDS . Penelitian dilakukan di UPT
HIV RSUPNCM Jakarta mulai bulan Februari sampai Maret 2013. Penelitian ini
merupakan studi potong lintang terhadap 52 orang penderita HIV. Data yang diambil
meliputi data karakteristik subyek berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan,
asupan energi, asupan vitamin C, status gizi, riwayat pengobatan ARV, jumlah
limfosit T CD4. Dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar vitamin
C serum dan kadar SOD eritrosit. Analisis korelasi menggunakan uji Pearson dengan
kemaknaan p<0,05. Hasil: Subyek penelitian 25 perempuan dan 27 laki-laki, rerata
usia 33,60±4,84 tahun. 80,8% berada dalam rentang usia 30–40 tahun dan 82,7%
berpendidikan sedang. Asupan energi 76,9% kurang dengan rerata untuk perempuan
1700,41±316,25kkal/hari dan rerata laki-laki 1996,33±525,72kkal/hari. Asupan
vitamin C 100% kurang dengan rerata untuk perempuan 46,62±15,66mg/hari dan
laki-laki 46,97±13,39mg/hari. Status gizi 44,2% cukup dan 40,4% lebih dengan rerata
IMT 21,98±3,48kg/m2. Sebanyak 94,2% sudah mendapat ARV dan jumlah limfosit T
CD4 terbanyak berada pada kategori II CDC (200–499sel/?L) yaitu sebanyak 63,5%
dengan median 245(50–861)sel/?L. Kadar vitamin C serum sebanyak 92,3% dalam
kategori rendah dengan median 0,23(0,10–0,56)mg/dL. Kadar SOD eritrosit
terbanyak (53,8%) dalam kategori normal dengan rerata 1542,10±5,42U/gHb.
Terdapat korelasi negatif lemah yang tidak bermakna antara kadar vitamin C serum
dengan kadar SOD eritosit (r= −0,109 dan p=0,442)

The objective of this study was to investigate the correlation between serum vitamin
C concentration and erythrocyte SOD concentration of HIV/AIDS patients. Study
was conducted at UPT HIV/AIDS RSUPNCM from February to March 2013. The
study was a cross sectional study of 52 HIV/AIDS patients. Data collected including
subject characteristic age, sex, education, energy intake by food record 2x24 hour,
vitamin C intake by FFQ semikuantitatif, nutritional status, history of ART, and CD4
lymphocyte count. Conducted laboratory tests to measure serum vitamin C
concentration and erythrocyte SOD concentration. Statistical analysis was done using
Pearson’s correlation test.
Result: Subject consisted of 27 men and 25 women, mean of age 33.60±4.84years
old. 80.8% age in range 30–40years old. 82.7% were medium education level. 76.9%
subject had low energy intake, mean 1700.41±316.25kcal/day for women and mean
1996.33±525.72kcal/day for men. 100% subject had low vitamin C intake with mean
46.62±15.66mg/day for women and 46.97±13.39mg/day for men. . Nutritional status
of 44.2% had normal and 40.4% over enough with a mean BMI 21.98±3.48 kg/m2.
94.2% had ART and 63.5% lymphocyte count at category II CDC with mean
245(50–861)cell/?L. 92.3% subyek had low serum vitamin C concentration with
median 0.23(0.10–0.56)mg/dL. 53.8% subject had normal erythrocyte SOD
concentration with mean 1542.10±5.42U/gHb. There was no correlation between
serum vitamin C and erythrocyte SOD. (r=−0.109 and p=0.442)
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trubus
"Perkembangan jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan, sebagai akibat cara penularannya yang pada umumnya melalui hubungan seksual.
Sejak secara resmi dilaporkan dan ditemukan di Bali tahun 1987, penyakit ini telah mengundang perhatian para ahli dari sejumlah bidang ilmu terkait. Data jumlah kasus HIV/AIDS sampai sekarang, 31 Maret 2000, yang tercacat dan terlaporkan adalah 1190 kasus, yang terdiri dari 887 orang HIV positip dan 303 orang AIDS. Selama ini kajian penyakit ini lebih banyak dikaji dengan pendekatan medis, karena ada asumsi bahwa permasalahan penyakit HIV/AIDS seperti halnya penyakit-penyakit lain merupakan permasalahan medis belaka. Namun demikian dalam perkembangannya seorang penderita yang sering disebut dengan Odha ternyata tidak hanya mengadapi persoalan kesehatannya saja, tetapi dalam kehidupan sehari-harinya Odha juga menghadapi permasalahan sosial, yakni mendapat perlakuan yang diskriminatif baik dari keluarga maupun dari tenaga medis sendiri. Bahkan dalam banyak kasus, Odha dan keluarganya mendapat tuduhan yang bermacam-macam yang berkaitan dengan perilaku seksualnya.
Mengingat kehidupan sosial yang buruk, karena selalu mendapat tekanan baik dari tekanan internal maupun eksternalnya, menyebabkan Odha harus menggunakan cara-cara tersendiri dalam rangka mempertahankan kehidupannya. Oleh karena itu penulis mengadakan penelitian terhadap proses adaptasi Odha dalam mempertahankan hidup dengan studi kasus pada pengidap HIV/AIDS di Sanggar Kerja Yayasan "X". Seperti diketahui bahwa sanggar tersebut selain berfungsi sebagai tempat penampungan sementara dan sebagai salah satu model perawatan Odha di rumah, tetapi juga sebagai tempat Odha untuk beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Dalam penelitian ini penulis mengambil beberapa Odha untuk dijadikan informan, termasuk juga orang-orang yang terkait dengan Odha.
Walaupun dalam penelitian ini menggunakan analisis individual, tetapi dalam pelaksanaannya berhasil mengungkapkan bahwa pengetahuan dan reaksi Odha, terhadap penyakit HIV/AIDS, termasuk juga reaksi keluarga ataupun masyarakat, sangat berbeda-beda dan bergantung pada pengetahuan masingmasing. Reaksi masyarakat pada umumnya menghindari Odha, dan bahkan dalam beberapa kasus justru mengucilkan Odha, karena takut tertular penyakitnya. Sedangkan reaksi Odha sendiri secara terinci dapat dikemukakan, sebagai berikut: (1) ketakutan akan kehilangan pekerjaan; (2) masalah keungan dan biaya pengobatan; (3) takut ditolak oleh pasangan, kolega, dan keluarga; (4) mempunyai teman yang sakit atau meninggal karena AIDS; (5) takut terhadap diskriminasi; (6) cemas akan terjadi cacat dan kehilangan fungsi tubuh; (7) antisipasi terhadap isolasi sebelum kematian; (8) takut akan terjadi gangguan mental; dan (9) takut akan kematian.
Oleh karena kondisi yang tidak menguntungkan, maka dalam banyak kasus para Odha dengan menggunakan seperangkat pengetahuannya, kemudian secara aktif berhasil mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapinya. Beberapa strategi Odha dalam mepertahankan hidupnya adalah dengan mengisolasi diri dari lingkungannya, membuka diri dengan memberitahukan penyakitnya kepada orang-orang yang dianggapnya dekat, bersikap hidup positif dan selalu berserah diri pada Tuhannya, dan membentuk jaringan sosial dengan sesama Odha dalam rangka berbagi perasaan, penderitaan, dan informasi."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robiatul Adawiyah
"Latar Belakang: Kriptokokosis meningeal merupakan infeksi oportunistik yang muncul pada penderita terinfeksi HIV di Indonesia. Penyebab utama kriptokokosis adalah Cryptococcus neoformans. Laporan terkait karakteristik klinis, mikologis dan laboratorium klinis pada pasien AIDS dengan kriptokokosis meningeal belum ada di Indonesia. Tujuan: Mengetahui karakteristik klinis, mikologis dan laboratoris pasien AIDS dengan kriptokokosis meningeal di Jakarta. Metode: Penelitian deskripsi retrospektif dengan desain potong lintang ini dilakukan di RSCM dan RSKO untuk data klinisnya dan pemeriksaan laboratoriumnya dilakukan di laboratorium departemen Parasitologi FKUI dan Westerdijk Fungal Biodiversity Institute, Utrecht, the Netherlands. Hasil: Gejala klinis utama adalah sakit kepala. Pasien yang hidup lebih banyak dari yang meninggal di RS. Isolat Cryptococcus sp. seluruhnya memproduksi melanin, membentuk empat fenotipe koloni, memiliki dua jenis mating-type dan empat genotipe (AFLP1, AFLP1 A, AFLP2 dan AFLP3). Terdapat infeksi campur mating-type dan genotipe pada satu pasien. Hitung CD4 mayoritas rendah.
Diskusi: Mating-type terbanyak adalah α- α karena lebih virulens. Genotipe yang ditemukan sesuai laporan di dunia. Infeksi campur mating-type dan genotipe diduga karena jamur yang menginfeksi memiliki mating-type dan genotipe yang berbeda.
Kesimpulan: Sakit kepala merupakan gejala klinis terbanyak. Genotipe terbanyak adalah AFLP1. Terdapat infeksi campur mating-type dan genotipe pada satu pasien.

Background: Meningeal cryptococcosis is an opportunistic infection in HIV-infected patients. The main cause of cryptococcosis is Cryptococcus neoformans. Reports related to clinical, Mycological and laboratory characteristics in AIDS patients with meningeal cryptococcosis do not yet exist in Indonesia. Objective: To determine the clinical, Mycological and laboratory characteristics of AIDS patients with meningeal cryptococcosis in Jakarta. Methods: This retrospective description study with cross-sectional design was conducted at RSCM and RSKO for clinical data and laboratory tests were carried out in the laboratory of the department of Parasitology FKUI and Westerdijk Fungal Biodiversity Institute, Utrecht, the Netherlands. Results: The main symptom is headache. Patients live more than those who died in the hospital. All isolates of Cryptococcus sp. produce melanin, forming four colony phenotypes, having two types of mating-type and four genotypes (AFLP1, AFLP1 A, AFLP2 and AFLP3). There were a mixed mating-type and genotype infection in one patient.
Discussion: Most mating-types are α- α because they are more virulent. Genotype found is the same with reported in the world. The mixed mating-type and the genotype because suspected infecting fungi have different mating-types and genotypes.
Conclusion: Headache is the most symptom. Most genotypes are AFLP1. There was a mixed mating-type and genotype infection in one patient.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsanty Collein
"Penelitian ini bertujuan memperoleh pemahaman mendalam tentang makna spiritualitas pada klien HIV/AIDS dalam konteks asuhan keperawatan.Rancangan penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi dengan desain deskriptif eksploratif. Penelitian ini memperoleh lima tema yaitu (1) mendekatkan diri kepada Tuhan, (2) menghargai hidup pasca diagnosis HIV, (3) butuh dukungan dari orang terdekat, (4) mempunyai harapan untuk kehidupan yang lebih baik di hari depan,dan (5) kebutuhan spiritual yang tidak terpenuhi. Sebanyak 7 partisipan berpartisipasi menceritakan pengalamannya. Metode wawancara mendalam dan pengamatan lapangan merupakan alat bantu pengumpulan data. Data di analisis menggunakan metode Collaizi (1978). Hasil penelitian menyarankan perawat perlu melakukan pengkajian spiritual pada klien HIV/Aids selama di rawat di RS sehingga perawat dapat memberikan intervensi keperawatan yang tepat untuk membantu klien

This study aims to explore the meaning of spirituality in HIV / AIDS patients in the nursing care at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. This research is a qualitative research phenomenology design with descriptive explorative. There were five themes in this research including more attach to God, respect for life after HIV diagnosis, need a support system, hope for a better life and patient's spiritual need?s were not fulfilled. Seven participants were recruited in this study 7 participants.In-depth interviews, field note and the observation sheet were used to collect data. The seven procedural steps proposed by Collaizi (1978) were utilized in data analysis.The result suggested nurses are supposed to make an assessment for spiritual needs as a nursing intervention and optimize nursing curriculum."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T29407
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zaira Naftassa
"Cryptococcus merupakan khamir bersimpai yang menyebabkan kriptokokosis dan pada era HIV/A1DS jumfah kasus meningkat tajam. Manifestasi klinik kriptokokosis berbeda sesuai dengan spesies dan serotipe, sehingga identifikasi menjadi sangat penting. Selain itu penerapan spesies pe;nting untuk studi epidemiologis kriptokokosis. Penelitian ini merupakan penelltian deskriptif untuk mengidentifikasi spesies dan serotipe serta virulensi jarnur. Seiai itu ingin diketahui penyebaran penyakit di Jabodetabek. Bahan yang diperiksa adalah 40 lsolat koleksi Departemen P.arasitologi FKUI dan 25 isolat dari cairan otak kulit dan darah. Metode pemeriksaan terdiri ata:s uji asimilasi (kit API 20C AUX), uji pembentukan germ tube, biakan pada medium CGB dan CDBT dan NSA. Penyebaran kasus kriptokokosis diadapatkan berdasarkan domisili pasien. Hasil uji asimilasi didapatkan Cr. neoformans (64 isolat), Cr. lat:rentii var. laurentfi (l isolat). Hasil uji pembentukan germ tube didapatkan bahwa jamur yang diteliti bukan golongan Candida. Penetapan spesies dengan medium CGB didapatkan seluruh isolat adaiah Cr. neoformans. Hasil penetapan serotipe dengan median CDBT didapatkan seluruh isoiat adalah Cr. neoformans serotipe A. Uji virulensi dengan medium NSA memperlihatkan pembentukan pigmen melanin pada semua isofat. Data demografis menunjukkan distribusi penderita kriptokokosis di Jim a wilayah DKI,.Bogor dan Bandung.

Cryptococcus is encapsulated yeast that caused Cryptococcosis in human. In the era of HIV/AIDS there is an increased number of cryptococcosis. Its clinical manifestation varied according to the species, so species idcntif1calion is quite important. Furthermore species identification is also important in epidemiology study. This descriptive study aimed to identify species and stereotype of Cryptococcus and also its virulence. The study also aimed to know the distribution of Cryptococcosis in Jabodetabek. There wex 40 isolates from the collection of Department of Parasitology FKUl. and other 25 isolates were isolated from spinal fluid, blood and skin. The study Vas done using API 20C AUX, germ tube fonnation test, CGB for the differentiation of Cryptococcus. gattii and Cryptococcus neoformans. and, CDBT for serotyping and melanine production by plating the isolates on niger seed agar. The study on the distribution of the disease was based on patients residence. The results were, 64 isolates of Cr. neoformans and 1 Cr. laurentii. Germ tube formation test is negative. Identification of species with CGB agar showed all isolates were Cr. neoformans. Stereotype identification with CDBT were all stereotype A. All isolate were capable of forming melanin when growth on NSA. Demographic data of the patients shows a wide distribution including 5 areas of DKI, Bogor and Bandung."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32385
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini membahas gambaran kemampuan perawat di Rumah Sakit Pasar Rebo Jakarta Timur dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang terapi ARV kepada penderita HIV-AIDS. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif sederhana yang bersifat kuantitatif dengan responden sebanyak 68 orang yang ditentukan dengan tehnik random sampling dan instrumen berupa kuesioner clan observasi. Hasil penelitian dari kuesioner rnemmjukkan bahwa 48,53% responden mempunyai pengetahuan yang tinggi dan 51,47% responden mempunyai pengetahuan yang rendah.
Hasil observasi pelaksanaan pendidikan kesehatan secara umum, sebanyak 52,94% responden mempunyai kemampuan tinggi clan 47,06% mempunyai kemampuan yang rendah. Dan hasil riset ini dapat disimpulkan bahwa gambaran kemampuan perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan masih rendah, sehingga perawat diharapkan dapat meningkatkan kemarnpuannya dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang terapi ARV kepada ODHA.

The ability of nurses in providing health education is still low, so that nurses are expected to improve theirs ability to provide health education about ARV therapy for HIV-AIDS patients. This study discuss the image of nursing skills in Pasar Rebo hospital in East Jakarta to provide health education about ARV therapy for HIV-AIDS patients. This study used simple descriptive method and quantitative with 68 respondents who were determined by using random sampling techniques and instruments such as questionnaires and observations.
The results of the questionnaires showed that 48.53% of respondents have a high knowledge and 51.47% of respondents have a low knowledge. As general the result of observations for health education, as much as 52.94% of respondents have a high capacity and 47.06% have a low ability. From the results of study can be concluded that the image of.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
TA5913
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teti Ernawati
"Cara kerja : Selama bulan Juni hingga September 2006, 97 perempuan dengan HIV positif baik yang telah mendapat terapi ARV atau belum, mengikuti penelitian di Poliklinik POKDISUS AIDS RSCM. Data didapatkan dari status dan wawancara serta pengambilan tes Pap. Dari status diketahui kadar CD4 yang telah diperiksa terakhir. Karena masalah dana hanya diambil sepuluh sampel untuk mengetahui jenis DNA HPV serviks peserta penelitian. Dilihat jugs bagaimana karakteristik penularan HIV pada perempuan yang diteliti. Pelaporan hasil tes Pap dengan sistem Bethesda.
Hasil : Temuan tes Pap abnormal adalah 23,7%, terbanyak adalah LIS derajat rendah yakni 11,3%, diikuti ASCUS 10,3% dan LIS derajat tinggi 2,1%. Pada perempuan HIV positif yang diteliti kadar CD4 kurang dari 200 sel/mm3 adalah 40,2% ; antara 200-500 adalah 47,4% dan lebih dari 500 adalah 12,4%. Dari sepuluh peserta yang diperiksa DNA HPV diketahui enam orang didapatkan jenis high risk. Penularan infeksi HIV pada perempuan yang diteliti adalah melalui kontak seksual dengan suami pengguna putau 44,3%, suami yang multipartner 18,6%, perilaku seksual multipartner peserta penelitian sebanyak 26,8% dan peserta penelitian yang mengkonsumsi narkoba putau 10,3%.
Kesimpulan Temuan tes Pap abnormal terbanyak adalah LIS derajat rendah yakni 11,3%. Kadar CD 4 sebagian besar perempuan dalam penelitian ini adalah kurang dari 500 sel per mm3 (87,6%). Enam dari sepuluh peserta penelitian yang diperiksa DNA HPV didapatkan jenis high risk (risiko tinggi). Karakteristik penularan infeksi HIV terbanyak pada perempuan yang diteliti adalah penularan melalui kontak seksual dengan suami yang telah terinfeksi HIV Iebih dulu 62,9%.

Objective: to investigate Pap smear test result of the HIV positive women at POKDISUS AIDS RSCM.
Method: Between June and September 2006, 97 HIV-positive women from POKDISUS AIDS RSCM policlinic were enrolled. Some of the women have received the ARV treatment, while some others have not. Data were obtained from the medical records, interview and Pap test of the participant. From the medical records, the last CD4 level was obtained. Causes of financial problem only ten experiment samples were collected to investigate the type of cervical HPV DNA. It was also inspected how the HIV transmission characteristic of the women involved. The Pap's test report was using the Bethesda system.
Result: the Pap test outcome shown: abnormal 23.7%, consisting: LGSIL 11.3%, followed by ASCUS 10.3% and HGSIL 2.1%. At the HIV positive women, the CD4 level less than 200 cells/mm3 is 40.2%; ranges between 200 - 500 cells/mm3 is 47.4% and more than 500 is 12.4%. From the 10 (ten) participants investigated, it is known that 6 (six) of them got the high-risk type. The transmission of HIV infection of the participants: through the sexual activity of the drug/putaw abuse spouses is 44.3%, through the sexual activity of the multipartners spouses is 18.6%, and by the multipartners sexual activity is 26.8% and by the drug/putaw abuse is 10.3%
Conclusion: the Pap test outcome shown the most occurrences is L;GSIL 11.3%, the CD4 level of the HIV positive women is mostly less than 500 cells/mm3 (86,7%). Further, 6 (six) out of 10 (ten) participants investigated got the high-risk type. Most of the transmission of HIV infection of the participants is through the sexual activity of the drug/putaw abuse spouses, who have been infected already.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>