Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167022 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kiblat Puspa Vijaya
"Latar belakang : Tentara Perermpuan harus mengikuti SekoJah Pertarna Perwira dimana dia akan dilatih flsik dan mentalnya sesuai aturan - aturan militer. Perubahan kehidupan dari orang biasa menjadi tentara membuat stres psikososial yang akan mengganggu poros hipotalamus hipofisis sehingga mempengaruhi po1a haidnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gangguan haid dan faktor - faktor yang mempengaruhi gangguan haid.
Metode: Studi cross - sectional ini dilakukan Januari 2009 - Maret 2010 di Pusdikkowad, Lembang, Bandung. Jumlah sampel 45 siswi (total sampel). Data diperoleh dengan wawancara, pemeriksaan fisik, dan pengisian kuesioner SCL - 90.
Hasil: Prevalensi gangguan haid menurun pada tiga bulan kedua pendidikan, 93,3 % menjadi 62,2 o/Perubaban pola haid yang terbanyak adalah 88,9 % mengalami amenorea sekunder pada tiga bulan pertama pendidikan. Tanpa pemeriksaan gangguan organik yang adekuat, faktor risiko latar belakang pendidikan, IMT, penurunan > 10 % BB, pengeluaran kalori, gangguan haid sebelum pendidikan, dan gejala gangguan mental emosional tidak terbukti berhubungan dengan gangguan haid.
Kesimpulan Dan Saran : Gangguan haid banyak dialami para siswi tentara Penyelenggara pendidikan disarankan melakukan perubaban pola pengasuhan dan pendidikan serta pemeriksaan fisik dan psikis rutin untuk deteksi dini gangguan haid selama pendidikan. Para siswi diliarapkan mampu beradaptasi dengan baik terhadap sistem pendidikan yang dijalani.

Background: Military women must have basic education to build their military character. This suddenly lifestyle changeover will make stress which cause menstrual dysfunction due to distrurbance on the hypothalamic -pituitary axis. The goal of this research are to find out the objective menstrual dysfunction prevalence and to find out the correlation between physical exercise and other factors with menstrual dysfunction.
Method: This cross-sectional research was done in January 2009 - March 20l0 in Center of Military Woman School, Lembang, Bandung. The sample consists of 45 subjects (total sample}. The collecting of data is done by interviewing. physical examination, and filling of SCL - 90 questionnaires.
Result: The prevalence of menstrual dysfunction decreased on second three months education from 93,3 % to 62,2 %, which the largest menstrual pattern changing was secondery amenorrhea (88,9 %) on first three months education. Without adecuate organic dysfunction examination, risk factors including educational background, Body Mass Index, decreasing 10 % of weight, energy expenditure, menstrual dysfunction before military education. and symptom of emotional disturbance showed no reiation with menstrual dysfunction.
Conclusions and Suggestions: Most of the military women who following their first education experienced menstrual dysfunction which most of it was secondary amenorrthea. The education stakeholder is recommended to change their education style and to commit checking of physical and psychological condition regularly to early detection of menstrual pattern changing. The students are expected to he more adaptable with this education system."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T20896
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hondli Putra
"Benzena adalah salah satu zat yang bersifat toksik dan mudah menguap yang dikenal dengan Volatile Organic Compounds VOCs . Benzena dapat menyebabkan kanker dan leukemia. Salah satu biomarker benzena dalam tubuh untuk lingkungan udara ambien adalah S-Phenylmercapturic Acid S-PMA . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi benzena di udara dan konsentrasi S-PMA dalam urin serta hubungan antara keduanya. Perlu juga di ketahuinya kekuatan hubungan antara konsentrasi S-PMA dengan variabel umur, lama pajanan, status merokok, transportasi sekolah, garasi kendaraan dan penggunaan masker. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain studi potong lintang cross sectional . Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 16 Kota Bandung pada bulan Mei 2017. Jumlah sampel sebesar 33 sampel murid kelas VIII dengan pemilihan sampel adalah acak sederhana. Konsentrasi benzena diukur dengan teknik gas kromatografi metode NIOSH 1501 dan S-PMA di ukur dengan metode LC-MS/MS. Hasil pengukuran didapatkan konsentrasi benzena di udara tidak terdeteksi < 0,092 ppm pada 10 titik pengukuran. Rata-rata konsentrasi S-PMA pada urin siswa yaitu sebesar 1,39 g/g kreatinin. Tidak ada hubungan antara konsentrasi benzena dengan konsentrasi S-PMA di urin. Kekuatan hubungan antara konsentrasi S-PMA dalam urin dengan variabel umur, lama pajanan, status merokok, transportasi sekolah dan penggunaan masker dapat digambarkan dengan persamaan regresi linier: Kadar S-PMA = 1,646 ndash; 0,179 lama pajanan 0,337 status merokok 0,596 transportasi 1,021 penggunaan masker ndash; 0,108 umur. Variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap penentuan peningkatan konsentrasi S-PMA di urin adalah penggunaan masker diperoleh p value = 0,040 artinya secara statistik ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan masker dengan peningkatan konsentrasi S-PMA. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar memperhatikan metode pengukuran benzena ke tingkat yang lebih rendah ppb."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwadi
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian
Latihan fisik (berat) dapat menyebabkan gangguan daur haid karena gangguan poros hipotalamus - hipofisis. Insiden gangguan daur haid ini akan berkurang jika latihan fisik dikurangi atau dihentikan sama sekali. Untuk mengetahui hubungan antara latihan fisik dengan gangguan daur haid pada siswa Semaba Polwan di Jakarta, telah dilakukan penelitian kuasi eksperimen one group pre test- post test design terhadap 82 orang (total sampel) siswa Semaba Polwan di Ciputat Jakarta. Pre tes dilakukan sebelum menjalani latihan fisik, post tes I setelah responden menjalani latihan fisik tingkat berat dan post tes II setelah responden menjalani latihan fisik tingkat sedang. Berat badan dan tinggi badan diukur dengan alat timbang badan dan pengukur tinggi badan. Tingkat latihan fisik ditetapkan melalui perkalian antara berat badan responden dengan energy expenditure aktivitas tersebut dengan rujukan tabel energy expenditure during various activities. Derajat stresor kerja ditentukan dengan kuesioner survai diagnostik stres yang telah disesuaikan dengan keadaan di Sepolwan, kuesioner symptom check list 90 (SCL 90) digunakan untuk mengukur adanya psikopatologi dan gangguan daur haid diketahui dari kartu catatan daur haid. Teknik analisis yang digunakan : uji chi square, penghitungan relative risk dengan confidence interval 95 %, uji korelasi, paired z-test dan analisis regresi logistik dari program SPSS.
Hasil :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa insiden gangguan daur haid sebelum latihan fisik 8,4 %, setelah latihan fisik berat selama tiga bulan 87,8 % dan setelah dosis latihan fisik diturunkan menjadi tingkat sedang 44,0 %. Proporsi gangguan daur haid saat post tes f dibanding saat pre tes menunjukan hasil yang bermakna (p 0,000; RR = 591,47 CI95 %174,43-2005,52) dan proporsi gangguan daur haid saat post tes I dibanding post tes II menunjukan hasil yang bermakna (p=0,000; RR = 4,54 C195 %2,18-9,53).Insiden gangguan daur haid yang terjadi berkurang dengan menurunnya tingkat latihan fisik. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa risiko untuk timbulnya gangguan daur haid pada siswa yang menjalani latihan fisik berat 18,12 kali dibandingkan siswa yang menjalani latihan fisik ringan. Stresor kerja dan perubahan berat badan tidak berhubungan dengan terjadinya gangguan daur haid.
Kesimpulan :
Secara umum dapat disimpulkan bahwa timbulnya gangguan daur haid pada siswa Semaba Polwan terutama berhubungan dengan latihan fisik. Gangguan daur haid ini tidak berhubungan dengan stresor kerja dan perubahan berat badan. Dari insiden gangguan daur haid tersebut berkurang dengan menurunnya tingkat latihan fisik.

Scope & Methodology :
Heavy physical exercise has been recognized to cause menstrual dysfunction due to disturbance on the hypothalamic - pituitary axis. The incidence of menstrual dysfunction will decrease, if the burden of physical exercise is decreased or stopped. To study the relationship between physical exercise and menstrual dysfunction among female police cadets in Jakarta; a one group pre & post test design experiment study was conducted on 82 subjects (total sample) female police cadets from Ciputat, Jakarta.
The pre test was conducted before the physical exercise program started, the first post test after 3 months heavy physical exercise and second post test after moderate physical exercise. The body weight and high was measured, physical exercise was classified by multiplying body weight energy expenditure in activity using was measured using Stress Diagnostic Questionnaire adjusted for this population, the Symptom Check List 90 (SCL 90), while menstrual dysfunction was diagnosed by using a menstrual recording chart. Statistical analyses used were Chi - square test, relative risk with 95%, test of association, paired z-test and logistic regression functions.
Result & Conclusions :
The incidence of menstrual dysfunction before a physical exercise program was 8,4 %, after 3 months exposed to a heavy physical exercise it was 87,8 % and after a moderate physical exercise it decreased to 44,0 %. Also were reported that significant differences found between the pre test and first post test (p=0,000; RR= 591,47 CI 95 % 174,43 - 2005,52) and also between the first and the second post test (p=0,000; RR=4,54 CI 95 % 2,18 - 9,53). Further analysis showed that the risk of heaving menstrual dysfunction among cadet during heavy physical exercise was 18,12 times compared to light physical exercise. Psychological stress and the changes in body weight showed no relation with menstrual dysfunction. Generally the study showed that the occurrence of menstrual dysfunction among the cadets was related to the physical exercise. The occurrence of menstrual dysfunction showed no relation with psychological stress and changes in body weight. The incidence of menstrual dysfunction decreased with the decrease of physical exercise.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Adi Pramono
"Pendahuluan : Gangguan menstruasi berhubungan dengan banyak faktor determinan diantaranya adalah faktor antropometri, aktivitas fisik, gaya hidup dan makanan. Saat pandemi COVID 19 terdapat perubahan pola hidup dan pola makan akibat pergerakan masyarakat yang terbatas sebagai upaya untuk memutus rantai penularan dan proses belajar yang hanya dapat diakses dari rumah masing masing. Belum diketahui apakah perubahan pola aktivitas dari siswi yang berkaitan dengan belajar dari rumah dapat mengakibatkan gangguan menstruasi. Sehingga kami melakukan penelitian untuk melihat apakah terdapat hubungan antara perubahan pola hidup tersebut dan gangguan menstruasi pada populasi remaja SMA di Jakarta selama pandemi.
Metode Penelitian : Studi survey deskriptif terhadap remaja SMA yang dilanjutkan dengan analisis perbandingan internal
Hasil : Penelitian dilakukan dari November 2020 – Januari 2021 di 6 SMA di Jakarta, total sebanyak 923 remaja wanita berusia 14 – 19 tahun berpartisipasi dalam penelitian ini yang kemudian dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan gangguan menstruasi mereka. Gangguan menstruasi 591 (64%) dan tanpa gangguan menstruasi 332 (36%). Dibandingkan dengan kelompok remaja wanita tanpa ganguan menstruasi maka kelompok remaja wanita dengan gangguan menstruasi menunjukkan aktivitas fisik yang kurang (<600 MET) (OR = 0,79, 95% IK = 0,129 – 1,069) lingkar pinggang > 73,25 cm (OR = 8,87, 95% IK = 5,61 – 14,01), asupan kalori > 1665 cal (OR = 4,94, 95% IK = 3,04 – 8,01) dan asupan lemak > 38,5 gram (OR = 54,18, 95% IK = 32,74 – 89,68). Sedangkan skor akne tinggi ( p = 0,327), kualitas tidur kurang (p=0,211), indeks massa tubuh tinggi (p=0,459), asupan vitamin B1 dan B6 rendah (p=0,291), asupan serat rendah (p=0,093), asupan besi rendah (p=0,249) dan kurangnya waktu tidur (p=0,962) tidak berhubungan dengan gangguan menstruasi.
Kesimpulan : Penurunan aktivitas fisik, pola makan yang kurang baik, besarnya lingkar pinggang mempengaruhi gangguan menstruasi dan asupan lemak yang tinggi merupakan faktor penentu utama terjadinya gangguan menstruasi siswi SMA di Jakarta selama pandemi COVID 19

Background: Menstrual disorders are associated with many determinant factors including anthropometry, physical activity, lifestyle and food intake. During the COVID 19 pandemic there were changes in lifestyle and eating habit due to limited movement of people in an effort to break the chain of transmission and learning process that can only be accessed from their homes. It is not yet known whether changes in activity patterns of students related to learning from home can result in menstrual disorders. So we conducted a study to see if there is a link between these lifestyle changes and menstrual disorders in the high school youth population in Jakarta during the pandemic.
Research Method : Descriptive survey study of high school adolescents followed by internal comparison analysis
Results: The study was conducted from November 2020 – January 2021 at 6 high schools in Jakarta, a total of 923 teenage girls aged 14 - 19 years participated in this study which was then divided into 2 groups based on their menstrual disorders. Menstrual disorders 591 (64%) and without menstrual disorders 332 (36%). Compared to the group of adolescent women without menstruation, the group of adolescent women with menstrual disorders showed less physical activity (<600 MET) (OR = 0.79, 95% IK = 0.129 – 1.069) waist circumference > 73.25 cm (OR = 8.87, 95% IK = 5.61 – 14.01), caloric intake > 1665 cal (OR = 4.94, 95% IK = 3.04 – 8.01) and fat intake > 38.5 grams (OR = 54.18, 95% IK = 32.74 – 89.68). While the high acne score
( p = 0.327), low sleep quality (p= 0.211), high body mass index (p=0.459), low intake of vitamin B1 and B6 (p = 0.291), low fiber intake (p = 0.093), low iron intake (p = 0.249) and low sleep duration (p = 0.962) are not related to menstrual disorders.
Conclusion: Decreased physical activity, poor diet, large waist circumference affect menstrual disorders and high fat intake is the main determining factor of the occurrence of menstrual disorders of high school students in Jakarta during the COVID 19 pandemic
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Krismeylinda
"

Manajemen Kebersihan Menstruasi yang tidak terkelola dengan baik dapat meningkatkan masalah kesehatan seksual dan reproduksi serta kesejahteraan wanita. Penelitian ini dikembangkan untuk melihat perbedaan kebijakan Sekolah Ramah Anak terhadap praktik Manajemen Kebersihan Menstruasi pada siswi di sekolah. Desain penelitian cross  sectional komparatif dengan 220 sampel siswi SMP kelas 7 dan 8 kategori Sekolah Ramah Anak di Kota Depok. Temuan hasil menjelaskan adanya perbedaan pada kedua kategori dengan siswi Sekolah Ramah Anak memiliki peluang 4,667 kali lebih baik melakukan praktik Manajemen Kebersihan Menstruasi. Rekomendasi bagi sekolah dan dinas terkait untuk mengevaluasi dan mengoptimalisasi kebijakan yang mendukung praktik Manajemen Kebersihan Menstruasi di sekolah.

 



Hygiene Management Menstruation that is not well managed can improve sexual and reproductive health problems and women's well-being. This study was developed to look at differences in Child-Friendly Schools policies towards the practice of Menstrual Hygiene Management in schoolgirls. Comparative cross -sectional research design with 220 samples of 7th and 8th-grade junior high school students in the Child-Friendly School category in Depok City. The findings explain the differences in the two categories with Child-Friendly School students having 4,667 times a better chance of doing Menstrual Hygiene Management. Recommendations for schools and related sectors to evaluate and optimize policies that support the practice of Menstrual Hygiene Management in schools.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasti Anditiarina
"Latar belakang: Stres kerja pada pramugari mengurangi tingkat konsentrasi dan kinerja dalam tugas terbang,serta menimbulkan gangguan fisiologis berupa gangguan siklus haid. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi stres kerja dan faktor lainnya terhadap risiko gangguan siklus haid pada pramugari.
Metode: Desain potong lintang dengan sampling purposif pada pramugari usia 19-50tahun yang melaksanakan pengujian kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan dan Garuda Sentra Medika tanggal 18-29 Mei 2015. Data untuk gangguan siklus haid dikumpulkan melalui kuesioner. Stres kerja diidentifikasi dengan National Institute for Occupational Safety and Health generic job stress questionnaire mental demands.
Hasil: Di antara 521 pramugari yang melaksanakan pengujian kesehatan, tersedia 251 subyek yang terpilih. Stres kerja, jenis penerbangan long haul dan pernah merokok merupakan faktor risiko dominan yang berhubungan dengan gangguan siklus haid. Subyek dengan stres kerja berisiko 2 kali lebih tinggi mengalami gangguan siklus haid [risiko relatif suaian (RRa)= 2,03; p= 0,104]. Subyek dengan jenis penerbangan jarak jauh 1 tahun terakhir berisiko 79% mengalami gangguan siklus haid (RRa= 1,79; p= 0,041). Subyek yang pernah merokok berisiko 70% mengalami gangguan siklus haid (RRa= 1,70; p= 0,072).
Kesimpulan: Pramugari penerbangan sipil dengan stres kerja, jenis penerbangan jarak jauh dalam 1 tahun dan pernah merokok, memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan siklus haid.

Background: Job stress among female flight attendants reduce level of concentration and flight duty performance, also cause physiological disorder such as menstrual cycle disorder. This study aimed to identify risk factors related to menstrual cycle disorder on female flight attendants.
Methods: A cross-sectional with purposive sampling was conducted on female flight attendants age 19-50 years who underwent periodic medical examination at Civil Aviation Medical Center and Garuda Sentra Medika on May 18-29,2015. Menstrual cycle disorder data collected with questionnaire. Job stress was identified by using National Institute for Occupational Safety and Health generic job stress questionnaire mental demands.
Results: Among 521 flight attendants, 251 subjects to analyze. Job stress,flight type and ever smoked were the risk factors related to menstrual cycle disorder. Subjects who had job stress had 2 times higher risk to menstrual cycle disorder [adjusted relative risk (RRa)= 2.03; p= 0.104]. Subject who had long haul flight had 79% higher risk to menstrual cycle disorder (RRa= 1.79; p= 0.041). Subject who ever smoke had 70% higher risk to be menstrual cycle disorder (RRa= 1.70; p= 0.072).
Conclusions: Female civilian flight attendant who had job stress, long haul flight within the last one year, and who ever smoked had higher risk to be menstrual cycle disorder.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eri Kurniawan
"Skripsi ini mencoba menjelaskan hubungan antara konsep pertahanan diri dengan perilaku bullying siswa Sekolah Menengah Atas ?X? di Bandung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara pertahanan diri dengan perilaku bullying siswa Sekolah Menengah Atas ?X? di Bandung dengan cara membuktikan teori pertahanan diri dari Reckless (1962) ke dalam data empiris di lapangan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan teknik survei. Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden berukuran 91 orang. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan cara non probabilitas sampling dengan metode pengambilan sampel secara quota sampling.
Hasil penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara pertahanan diri dengan perilaku bullying. Dengan kata lain, hasil temuan di lapangan mendukung hipotesis di dalam penelitian ini sekaligus bersesuaian dengan teori pertahanan diri yang dikemukakan oleh Walter Reckless.
This undergraduate thesis attempts to explain the relationship between the concept of containment and bullying behaviors of Senior High School students "X" in Bandung. The purpose of this study was to know how the relationship of containment and bullying behavior of Senior High School students "X" in Bandung by way of proving containment theory of Reckless (1962) into the empirical data in the field.
The methodology used in this study is a quantitative research method with survey techniques. The data was collected by giving questionnaire to the respondent size 91 people. The sampling technique is done by quota non-random sampling.
The results of this study indicate that there is a significant relationship between containment and bullying behavior. In other words, the findings in the field support the hypothesis in this study correspond well with the theory of containment by Walter Reckless.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Melissa Audry Rampen
"[Latar belakang: Stres kerja pada pramugari dapat menyebabkan gangguan durasi
haid yang menimbulkan dampak psikologis sehingga performa kerja terganggu.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan
terhadap gangguan durasi haid pada pramugari.
Metode: Penelitian potong lintang dengan metode convenient sampling dilakukan
pada pramugari yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai
Kesehatan Penerbangan dan Garuda Sentra Medika tanggal 18?29 Mei 2015. Data
gangguan durasi haid dikumpulkan melalui kuesioner. Stres diidentifikasi dengan
National Institute for Occupational Safety and Health Generic Job Stress
Questionnaire Mental Demands Form Number 11. Analisis dilakukan dengan
regresi Cox.
Hasil: Sebanyak 393 dari 521 pramugari berusia 19?50 tahun setuju berpartisipasi,
19 dieksklusi karena menderita gangguan durasi haid sebelum bekerja sehingga
jumlah total 374 subyek dan 35,8% di antaranya menderita gangguan durasi haid.
Stres kerja, jenis penerbangan dan usia merupakan faktor risiko yang
berhubungan dengan gangguan durasi haid. Pramugari dengan stres kerja
memiliki risiko menderita gangguan durasi haid 58% lebih tinggi [risiko relatif
suaian (RRa)=1,58; confidence interval (CI)= 0.96-2.62; p=0,071]. Pramugari
dengan jenis penerbangan jarak jauh dalam tiga bulan terakhir memiliki risiko
gangguan durasi haid 69% lebih tinggi (RRa=1,69; CI=1.17-2.43; p=0,004).
Pramugari berumur 30?39 tahun memiliki risiko gangguan durasi haid 50% lebih
rendah (RRa=0,50; CI=0.22-1.02; p=0,057).
Kesimpulan: Pramugari dengan stres kerja, jenis penerbangan jarak jauh dalam tiga bulan terakhir dan berusia 19?24 tahun dibandingkan dengan usia 30?39 tahun memiliki risiko lebih tinggi terhadap gangguan durasi haid.;Background: Job stress on female flight attendants can lead to menstrual
duration disorder and cause psychological effects that impaired work
performance. The research objective was to identify risk factors related to
menstrual duration disorder in female flight attendants.
Methods: A cross-sectional study with convenient sampling was conducted on
female flight attendants age 19?50 years who underwent routine medical
examination at Civil Aviation Medical Center and Garuda Sentra Medika,
Jakarta on May 18-29 2015. Menstrual duration disorder data collected with
questionnaire. Stress was identified by using National Institute for Occupational
Safety and Health Generic Job Stress Questionnaire Mental Demands Form
Number 11. Relative risk was analyzed by Cox regression.
Results: Among 521 female flight attendants age of 19-50 years old, 393 were
willing to participate in this study with 19 subjects were excluded and 35.8% from
total of 374 subjects had menstrual duration disorder. Job stress, flight type and
age were the risk factors related to menstrual duration disorder. Subjects with job
stress and long haul flight within three months had higher risk for having
menstrual duration disorder by 58% [adjusted relative risk (RRa)=1.58;
confidence interval (CI)= 0.96-2.62; p=0.071] and 69% (RRa=1.69; CI=1.172.43;
p=0.004) respectively. Those between age 30-39 years old had 50% less
risk of having menstrual duration disorder (RRa=0.50; CI=0.22-1.02; p=0.057).
Conclusion: Female flight attendants with job stress, long haul flight within three months and younger age had higher risk to be menstrual duration disorder. , Background: Job stress on female flight attendants can lead to menstrual
duration disorder and cause psychological effects that impaired work
performance. The research objective was to identify risk factors related to
menstrual duration disorder in female flight attendants.
Methods: A cross-sectional study with convenient sampling was conducted on
female flight attendants age 19–50 years who underwent routine medical
examination at Civil Aviation Medical Center and Garuda Sentra Medika,
Jakarta on May 18-29 2015. Menstrual duration disorder data collected with
questionnaire. Stress was identified by using National Institute for Occupational
Safety and Health Generic Job Stress Questionnaire Mental Demands Form
Number 11. Relative risk was analyzed by Cox regression.
Results: Among 521 female flight attendants age of 19-50 years old, 393 were
willing to participate in this study with 19 subjects were excluded and 35.8% from
total of 374 subjects had menstrual duration disorder. Job stress, flight type and
age were the risk factors related to menstrual duration disorder. Subjects with job
stress and long haul flight within three months had higher risk for having
menstrual duration disorder by 58% [adjusted relative risk (RRa)=1.58;
confidence interval (CI)= 0.96-2.62; p=0.071] and 69% (RRa=1.69; CI=1.172.43;
p=0.004) respectively. Those between age 30-39 years old had 50% less
risk of having menstrual duration disorder (RRa=0.50; CI=0.22-1.02; p=0.057).
Conclusion: Female flight attendants with job stress, long haul flight within three months and younger age had higher risk to be menstrual duration disorder. ]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fijri Auliyanti
"Latar belakang. Gangguan tidur pada remaja memiliki prevalens yang tinggi dan dapat memengaruhi prestasi akademik di sekolah. Namun, sejauh ini di Indonesia, belum terdapat studi yang meneliti prestasi akademik pada remaja dengan gangguan tidur serta faktor yang berhubungan.
Tujuan. Penelitian ini untuk mengetahui: (1) prevalens dan pola gangguan tidur berdasarkan SDSC, (2) proporsi murid SMP dengan gangguan tidur yang memiliki prestasi akademik di bawah rerata, (3) hubungan antara: jenis kelamin, motivasi dan strategi belajar, nilai IQ, tingkat pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, struktur keluarga, pendidikan di luar sekolah, adanya TV/komputer di kamar tidur, durasi tidur di hari sekolah, perbedaan waktu tidur dan bangun, dan prestasi akademik murid SMP dengan gangguan tidur.
Metode. Penelitian potong lintang analitik di lima SMP di Jakarta pada bulan Januari hingga Maret 2013. Skrining gangguan tidur dengan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children dilakukan terhadap 491 orang murid SMP di Jakarta. Murid yang memenuhi kriteria gangguan tidur diminta mengisi kuesioner motivasi dan strategi pembelajaran. Peneliti meminta nilai IQ subjek penelitian.
Hasil. Terdapat 129 subjek yang memenuhi kriteria gangguan tidur. Empat orang subjek di drop-out karena tidak memiliki nilai IQ. Prevalens gangguan tidur sebesar 39,7% dengan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (70,2%). Sebanyak 47,6% subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Sebagian besar subjek perempuan (71%), termasuk sosial ekonomi menengah ke bawah (58,9%), memiliki motivasi dan strategi belajar yang cukup (72,6%), dan mengikuti pendidikan di luar sekolah (87,9%). Tiga belas subjek yang memiliki nilai IQ di bawah rata-rata tidak diikutsertakan dalam analisis bivariat dan multivariat. Berdasarkan uji regresi logistik, faktor yang paling berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata secara berurutan, yaitu pendidikan di luar sekolah (> 2 jenis, non-akademik), nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki.
Simpulan. Prevalens gangguan tidur pada murid SMP di Jakarta adalah 39,7% dengan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Sebanyak 47,6% subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Faktor yang terbukti berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata adalah pendidikan di luar sekolah (> 2 jenis, non-akademik), nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki.

Background. Sleep disorders are prevalent in adolescents and may influence their academic achievement at school. However, in Indonesia, no research has ever been done to study academic achievement in students with sleep disorders and related factors.
Objectives. This study aimed to define: (1) the prevalence of sleep disorders and their patterns based on the SDSC questionnaire, (2) the proportion of junior high school students having low average academic achievement, (3) the relationship between factors; i.e gender, motivation and learning strategies, IQ level, mothers' educational level, socioeconomic level, family structure, non-formal education, TV/computer set inside the bedroom, sleep duration during schooldays, bedtimewakeup time difference; and the academic achievement in junior high school students with sleep disorders.
Method. This was an analytical cross-sectional study, performed at five junior high schools in Jakarta between January to March 2013. Screening for sleep disorders, based on the Sleep Disturbance Scale for Children questionnaires, was done in 491 junior high school students. Students who fulfilled the criteria of sleep disorders, were asked to fill in the Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ). The IQ level of each subjects was also measured.
Results. There were 129 subjects who fulfilled the sleep disorders criteria. Four subjects were dropped out due to they didn?t have IQ level. The prevalence of sleep disorder in this study was 39.7%, mostly difficulty in initiating and maintaining sleep (70.2%). There were 47.6% subjects had low average academic achievement. As many as 13 subjects had low average IQ level and were not included in bivariate and multivariate analysis. Subjects mostly female (71%), with middle-low income (58.9%), had moderate motivation and learning strategies (72.6%), and attended non-formal education (87.9%). Based on the logistic regression analysis, the most influencing factors to the low average academic achievement are consecutively: the non-formal education ( > 2 types, non-academic), the average IQ level, and male sex.
Conclusion. The prevalence of sleep disorders in junior high school students in Jakarta are 39.7%, mostly difficulty in initiating and maintaining sleep. There were 47.6% subjects had low average grade. Factors related to the low average academic achievement are non-formal education ( > 2 types, non-academic), the average IQ level, and male sex.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tara Aseana
"Latar belakang:  Seorang Prajurit Siswa yang menjalankan pendidikan pertama militer telah lulus dari proses rekrutmen diantaranya tes kesehatan jiwa. Namun pada saat menjalankan pendidikan pertama militer, beberapa kejadian pelanggaran dilakukan oleh Prajurit Siswa. Kejadian pelanggaran tersebut berpotensi menjadi pelanggaran berat. Penelitian ini menilai hubungan resiliensi pada Prajurit Siswa saat menjalankan pendidikan dihubungkan dengan kejadian pelanggaran. Metode: Subyek penelitian sebanyak 221 Prajurit Siswa Tamtama yang menjalankan pendidikan di Skadron Pendidikan 404 Pangkalan Udara Adi Sumarmo Solo. Penelitian dilakukan pada Februari 2019. Instrumen yang digunakan untuk mengukur resiliensi adalah CD-RISC dan kejadian pelanggaran didapatkan dari data yang dimiliki oleh Skaron Pendidikan 404. Seluruh data dianalisa dengan menggunakan SPSS. Hasil: Rata-rata resiliensi subyek penelitian adalah 77 (41-100). Adanya hubungan antara pendidikan subyek penelitian dan kejadian pelanggaran (p=0.007). Terdapat hubungan antara skala kontrol diri dan pendidikan pada subyek penelitian (p=0.02) dengan hasil kontrol diri subyek penelitian dengan pendidikan SMA lebih baik daripada STM. Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara resiliensi dan kejadian pelanggaran pada Prajurit Siswa Tamtama.
Background: Military students who underwent early military education had passed recruitment process which included psychiatric assessment. However, some rule violations were still observed and these violations could potentially lead to severe rule violation. This study aims to determine the association between resilliency and the occurence of rule violation among basic stage military students in Indonesia Air Force. Methods: This study consisted of 221 basic stage military students that underwent education process in Skadron Pendidikan 404 Adi Sumarmo Airforce Base. It was performed in February 2019. The instruments used to measure resiliency were CD-RISC and the number of rule violations was obtained from the Skadron Pendidikan 404s database. All data was analyzed using SPSS. Results: The mean score of resiliency was 77 (41-100). There is a relationship between education level and the number of rule violations (p=0.007). There is a relationship between the scale of self control and education level (p=0.02). Self control in the studys subjects were better for those who finished senior high school than those who finished vocational high school. Conclusion: There is no association found between resilliency and the occurence of rule violation among basic stage military students."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>