Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207875 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Apri Adiari Manu
"Tradisi sifon dilakukan saat Iuka sunat belum benar-benar sembuh, dan rentan terhadap pcnularan PMS termasuk HIV/AIDS. Tradisi ini mulai berkembang di Kota Kupang dan diiakukan oleh pemuda-pemuda suku lain diluar suku Atoin-Melo. Untuk itu perlu diketahui apa yang mendorong pelaku sunat untuk melakukan swan dan bagaimana persepsi terhadap penularan PMS. Penelitian dilakukan di Kota Kupang dengan menggunakan pcndekaian kualitatif dengan disain RAP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi terhadap kcrentanan penularan PMS masih kurang dan motivasi untuk kejantanan, kebersihan, dan kcsehatan merupakan ii-:ktor yang mcndorong informan melalcukan sunat tmdisional syfon. Penelitian ini menyarankan untuk dilakukan kegiatan untuk meningkatkan pemahaman tentang bahaya penularan PMS dan perlunya melakukan sunat yang sehat.

Sifon tradition was done when the post circumcision injm'y not yet healed thus it was very susceptible of sexual transmitted diseases including HIV/AIDS. The tradition staned to develop in Kupang and done by male youth who were not Atoin-Metto tribe. Thus it was necessary to find out what the reinforcing factors of doing sifon and how is the perception of STD infection. This quantitative research was done in Kupang with RAP design. The result showed tha there was still lack of perceived susceptibility of STD. Issues of masculinity, cleanliness and health were become reinforcing factors toward informants in doing sifon traditional circumcision."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34014
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Yuniati Demang
"Tes HIV merupakan gerbang utama dalam rangkaian penanganan kasus HIV. Diketahuinya status HIV seseorang akan meningkatkan upaya pencegahan pada orang yang belum terinfeksi HIV dan membantu orang yang terinfeksi untuk segera mengakses layanan pengobatan. Berdasarkan laporan STBP tahun 2015 Lelaki potensial berisiko tinggi merupakan kelompok kunci yang memiliki prevalensi tes HIV paling rendah. Orang yang memiliki persepsi berisiko tertular penyakit akan cenderung untuk mengakses layanan kesehatan untuk mengetahui status kesehatannya, dan persepsi berisiko tertular HIV diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan tes HIV. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh persepsi berisiko tertular HIV terhadap perilaku tes HIV pada lelaki potensial berisiko tinggi. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder STBP tahun 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 4.898 orang yang diambil dari 12 kab/kota di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang berpersepsi berisiko tertular HIV memiliki faktor protektif 0,9 kali untuk melakukan tes HIV dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki persepsi berisiko tertular HIV, dengan adjusted RO sebesar 0,9 dan 95 CI 0,5-1,5. Hasil ini belum bisa mengungkapkan adanya pengaruh persepsi berisiko tertular HIV terhadap perilaku tes HIV pada responden lelaki potensial berisiko tinggi.

An HIV testing is the main gate in the circuit handling cases of HIV. Knowing one 39 s HIV status will increase prevention efforts on those who have not been infected with HIV and, furthermore, will help an infected person for immediately accessing treatment services. Based on the 2015 STBP rsquo s report, potential high risk men is a key group who has the lowest prevalence of HIV testing. People who have the perception of the risk of contracting the disease will tend to access health care services to find out the status of his health, and moreover, the perception of risk of contracting HIV is allegedly is one of the factors that affect a person do HIV testing. This research aims to study the influence of perception are at risk of contracting HIV testing behavior against HIV potential high risk men. This research is the analysis of secondary data of STBP in 2015. The research method used is cross sectional with number of samples as much as 4,898 people drawn from 12 counties cities in Indonesia. The research results showed that respondents who have the perception of risk of contracting HIV has a protective factor of 0.9 times to perform HIV testing compared to respondents who do not have the perception of the risk of contracting HIV, with adjusted RO of 0.9 and 95 CI 0.5 1.5. These results have not been able to reveal the influence of perceptions of the risk of contracting HIV on the behavior of HIV testing in potential high risk male respondents. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dally Rahman
"Stigma pada Tuberculosis (TB) paru dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif merupakan masalah kesehatan yang serius. Stigma dan diskriminasi menjadikan pasien menutupi status penyakit dan berdampak pada terhambatnya pasien untuk melakukan program pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran pengalaman pasien TB paru dengan HIV positif pada stigma ganda yang dialaminya. Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif femomenologi dengan metode wawancara mendalam pada 9 orang pasien TB paru dengan HIV positif. Data dianalisis menggunakan teknik Colaizzi. Hasil penelitian mendapatkan tujuh tema, yaitu stigma ganda yang diterima, perilaku diskriminatif petugas kesehatan, perilaku diskriminatif keluarga dan lingkungan, internal stigma, dampak stigma ganda, harapan untuk tidak didiskriminasi, diterima dan didukung, serta strategi koping pada stigma ganda. Rekomendasi penelitian ini, perlu adanya penerapan manajemen stigma sebagai Standar Operasional Prosedur bagi perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien TB paru dengan HIV positif.

Tuberculosis (TB) and Human Immunodeficiency Virus (HIV) related stigma is a serious problem worldwide. Stigma and discrimination have made patients hide their status and had the impact on non adherence of patient treatment program. The purpose of this study was to explore the experiences of double stigma perceived by TB and HIV patients. The design of study was phenomenology qualitative research design with in-depth interview to 9 lung TB and HIV positive patients. Data were analyzed by Colaizzi?s techniques. This study identified seven themes included experienced on double stigma, health worker discriminatory attitudes, family and public discriminatory attitudes, internal stigma, the impact of double stigma, the expectation to not be discriminated, accepted and supported, and coping strategy on double stigma. The expectation of this study, have to apply stigma management as Standard Operational Procedures for nurse on provide services to TB and HIV patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T43674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Rizka Wardhani
"Latar belakang: Kota Depok mengalami kenaikan 110 kasus kanker serviks pada 2021-2022. Sebagian besar kasus kanker serviks disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV). Program imunisasi HPV di Indonesia terintegrasi dengan imunisasi sekolah. Cakupan HPV nasional pada 2021 adalah 78,5% pada dosis 1 dan 60,6% pada dosis 2 dan data cakupan terakhir Kota Depok tahun 2023 adalah 85,3% (di bawah target 90%). Cakupan imunisasi bergantung pada peran orang tua sebagai pemegang keputusan imunisasi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mencari determinan status imunisasi HPV anak terutama dari aspek orang tua dan mendapatkan informasi alasan anak tidak menerima vaksin. Metode: Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan teknik cluster random sampling. Studi ini melakukan analisis univariat dengan menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan regresi logistik. Hasil: Cakupan imunisasi HPV pada populasi sampel 79,2%. Dua alasan terbanyak mengapa anak tidak vaksin adalah tidak mendapatkan informasi dari sekolah (41,5%) serta anak sakit atau tidak masuk sekolah (26,8%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa persepsi hambatan orang tua yang rendah (OR 3,57; 95% CI: 1,69-7,51) dan orang tua yang mendapatkan cukup dukungan informasi dari penyedia layanan (OR 2,86; 95% CI 1,14-7,22) memiliki odds yang lebih besar untuk mendapatkan imunisasi HPV. Kesimpulan: Banyaknya orang tua/wali yang tidak mendapatkan informasi dari sekolah dan anak tidak hadir saat jadwal imunisasi, menyiratkan perlu adanya evaluasi prosedur penyampaian informasi serta tindakan proaktif dalam menghubungi orang tua/wali dari anak yang melewatkan imunisasi secara berulang.

Background: Depok City experienced an increase of 110 cervical cancer cases in 2021-2022. Most cases of cervical cancer are caused by human papillomavirus (HPV) infection. The HPV immunization program in Indonesia is integrated with school immunization. The national HPV coverage in 2021 is 78.5% at dose 1 and 60.6% at dose 2 and the latest coverage data for Depok City in 2023 is 85.3% (below the 90% target). Immunization coverage depends on the role of parents as decision makers for child immunization. This study aims to find the determinants of children's HPV immunization status, especially from the parents' aspect and get information on the reasons why children do not receive the vaccine. Methods: The study design used was cross sectional with cluster random sampling technique. This study conducted univariate analysis using frequency distribution and bivariate analysis using logistic regression. Results: HPV immunization coverage in the sample population was 79.2%. The top two reasons for not vaccinating children were lack of information from the school (41.5%) and sickness or absence from school (26.8%). Bivariate analysis showed that low perceived parental barriers (OR 3.57; 95% CI: 1.69-7.51) and parents who received enough information support from providers (OR 2.86; 95% CI 1.14-7.22) had greater odds of HPV immunization. Conclusions: The high number of uninformed parents/guardians from schools and missed immunizations implies the need to evaluate information delivery procedures and proactively contact parents/guardians of recurrent missed immunizations."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marwazi Ansory
"Fenomena gunung es dan window period yang dimiliki oleh kasus HIV/AIDS menjadi salah satu alasan kuat dibutuhkannya upaya penanggulangan HIV/AIDS yang paripurna dan tepat sasaran, oleh karena itu sistem informasi eksekutif Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Depok memegang peranan di dalamnya, tentunya sistem ini perlu dukungan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik , berjalan lancar, berjenjang dan berkesinambungan.Membangun sistem informasi eksekutif KPA Kota Depok adalah upaya menyediakan informasi yang berkualitas bagi para pimpinan KPA Kota Depok, sebagai instrumen pendukung pengendalian dan penilaian sehingga dapat mengambil kebijakan dan tindakan yang tepat dalam rangka menciptakan lingkungan yang kondusif untuk upaya penanggulangan AIDS di Kota Depok. Prototype Sistem informasi Eksekutif ini dikembangkan dengan SDLC (System Development Life Cycle) dengan model iterative dan incremental, dibangun dengan berbasis web dan database, menggunakan bahasa program: PHP, dengan database:mysql. Memungkinkan prototype ini dapat dikembangkan terus menjadi lebih baik.

Iceberg phenomenon and owned by the window period of HIV / AIDS(Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) is one of the reasons it needs strong efforts to combat HIV / AIDS are complete and appropriate, therefore, executive information systems (EIS) in Depok AIDS Commission play a role in it, of course These systems need to support a good system for recording and reporting. Developing Executive information system is an attempt to provide quality information for Depok AIDS Commision leaders, as an instrument of control and assessment support so that it can take policies and measures appropriate in order to create a conducive environment for the AIDS response in Depok. Executive information system prototype was developed with the SDLC (System Development Life Cycle) iterative and incremental model, built with web-based and database, using programming languages: PHP, databases: mysql. This prototype can be developed allowing it keeps getting better.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomasouw, Eryza Odilia
"Kasus HIV di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun, dengan penularan tertinggi pada kelompok usia produktif. Efek jangka panjang yaitu penurunan angka harapan hidup, peningkatan kemiskinan dan ketidakseimbangan ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan antara faktor lingkungan sosiekonomi dan demografi yang terdapat pada setiap provinsi di Indonesia dengan prevalensi HIV pada tahun 2013.
Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi ekologi dengan uji statistik regresi linier sederhana dan regresi linier ganda. Terdapat korelasi kuat positif antara upah minimum provinsi dengan prevalensi HIV (r = 0,52 ; R2 = 0,27 ; P-value = 0,002). Perlu penelitian lebih lanjut pada tingkat kabupaten yang memisahkan Tanah Papua dari populasi studi dan dengan indikator ekonomi yang lebih bervariasi.

HIV case in Indonesia is increasing every year. The highest transmision is among people in their productive age. Long term effect of this situation is the decreasing of life expectancy, increasing of poverty, and lead to economic imbalance. The purpose of this study was to identify the relationship between socioeconomic & demography factors in each province in Indonesia and HIV prevalence in 2013.
Study design used in this study is ecological study and the statistical methods used are simple linear regression and multiple linear regression. The result showed a strong positive correlation between provincial minimum wage and HIV prevalence (r = 0,52 ; R2 = 0,27 ; P-value = 0,002). Further advance research need to be done in regency level that separate Papua region and using a more varied indicator of economy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Hezron Kurnia
"Latar belakang: Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) merupakan salah satu faktor etiologi KSS (Karsinoma Sel Skuamosa) kepala dan leher serta mempengaruhi hasil terapi. Hipoksia tumor menunjukkan respon terapi yang buruk pada sebagian besar keganasan, termasuk KSS. Studi ini bertujuan mengevaluasi karakteristik HPV dan hipoksia dalam KSS rongga mulut dan orofaringeal serta kaitannya terhadap respons radiasi.
Metode: Penelitian eksperimental pada KSS rongga mulut dan orofaring yang telah menjalani terapi radiasi di Departemen Radioterapi antara Januari 2013 hingga Desember 2017.
Hasil: Dari total 18 subjek, 44,4% memiliki infeksi HPV positif, 66,7% menunjukkan marker hipoksia positif. Hubungan infeksi HPV dan hipoksia dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan (OR HPV = 2,0 (0,2-15,3), OR hipoksia positif = 0,6 (0,15-2,5), atau hipoksia negatif = 1,2 (0,6-2,3), p = 0,638). Dalam penelitian ini, enam pasien (33,3%) memiliki respon lengkap, tujuh pasien (38,8%) memiliki respon parsial, satu pasien memiliki respon stabil, dan empat pasien (22,2%) memiliki respon progresif terhadap radiasi. Tidak ada hubungan yang signifikan antara HPV + / hipoksia +, HPV + / hipoksia-, HPV- / hipoksia +, dan kelompok HPV- / hipoksia- terhadap tanggapan terapi (p = 0,514).
Kesimpulan: Peningkatan insiden HPV dan hipoksia tumor yang tinggi pada pasien dengan rongga mulut dan kanker orofaringeal. Namun, tidak ada efek signifikan dari HPV dan tumor hipoksia terhadap respons radiasi. Hipoksia berhubungan dengan respon progresif.

Background: Human Papilloma Virus (HPV) infection can lead to head and neck cancer and affect therapy outcomes. Hypoxic tumors are known to show poor therapy response in majority of malignancies, including Squamous Cell Carcinoma (SCC). This study aimed to show characteristics of HPV and hypoxia in oral cavity and oropharyngeal cancer and their association in radiation response.
Method: We conducted an experimental study on patients diagnosed with oral cavity cancer and oropharyngeal cancer who had undergone radiation therapy in Radiotherapy Department between January 2013 until December 2017.
Result: From a total of eighteen subjects, 44.4% had positive HPV infection, 66.7% had positive for hypoxia.. The association of HPV infection and hypoxia in this study showed no significant relationship (OR HPV = 2.0(0.2-15.3), OR positive hypoxia = 0.6(0.15-2.5), OR negative hypoxia = 1.2(0.6-2.3), p=0.638). In this study, six patients (33.3%) had complete response, seven patients (38.8%) had partial response, one patient (5.6%) had stable response and four patients (22.2%) were progressive respon to the radiation. There was also no statistically significant association between HPV+/hypoxia+, HPV+/hypoxia-, HPV-/hypoxia+, and HPV-/hypoxia- group against therapy responses (p=0.514). In this study all progressive response related with hypoxia status.
Conclusion: There were high incidences of HPV and tumor hypoxia in patients with oral cavity and oropharyngeal cancer. However, there was no significant effects of HPV and tumor hypoxia to final radiation response. Hypoxia related to progressive disease.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini Hidayah
"HIV telah menjadi epidemi selama lebih dari tiga dekade dunia dan menjadi agenda kesehatan global yang terus dibahas. Status epidemi HIV di Tanah Papua menunjukkan perkembangan yang berbeda dengan wilayah lain di Indonesia dan telah memasuki kategori tergeneralisasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui besar masalah HIV dan hubungan faktor sosiodemografi, ko-infeksi, perilaku, lingkungan dan pelayanan kesehatan dengan kejadian HIV di Tanah Papua pada tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dengan menggunakan data sekunder Survei Terpadu Biologis dan Perilaku Tanah Papua Tahun 2013. Sampel berjumlah 5.334 responden, berusia 15-49 tahun yang bersedia dan berhasil dilakukan rapid test untuk mengetahui status HIV. Hasil penelitian ini adalah ditemukannya faktor sosiodemografi yang berhubungan dengan kejadian HIV di Tanah Papua, yaitu usia, tingkat pendidikan dan suku asal; faktor ko-infeksi, yaitu status sifilis; faktor perilaku, yaitu pengetahuan, usia pertama berhubungan seks, status poligami, sirkumsisi, seks di luar nikah, seks saat menstruasi, konsumsi alkohol sebelum berhubungan seks, penggungaan narkoba suntik dan kebiasaan menyayat tubuh; faktor lingkungan, yaitu strata geografis; faktor pelayanan kesehatan, yaitu ketersediaan kondom, akses dan biaya pemeriksaan pelayanan VCT. Uji statistik multivariat menunjukkan faktor yang paling berhubungan dengan HIV pada responden laki-laki yaitu sirkumsisi, sedangka pada keseluruhan responden yaitu biaya pemeriksaan pelayanan VCT. Penelitian ini menemukan bahwa peluang lebih tinggi untuk status HIV positif ditemukan pada responden berada pada usia 15-24 tahun, pendidikan tinggi, suku asal papua, status sifilis positif, pengetahua rendah, pertama kali berhubungan seks pada usia 15-24 tahun, tidak berpoligami, tidak sirkumsisi, pernah seks di luar nikah dan saat menstruasi, jarang konsumsi alkohol sebelum seks, menggunakan narkoba suntik, tidak melakukan kebiasaan menyayat tubuh, akses kondom sulit, akses ke pelayanan VCT mudah, serta biaya pemeriksaan VCT tidak terjangkau.

HIV has become an epidemic for more than three decades and remained global health issue. The status of the HIV epidemic in Papua shows a different developments compared to other regions in Indonesia and has been classified as having generalized category. This research aims to determine the problem of HIV and the association between sociodemographic, co-infections, behavioral, environmental and health services factors with HIV infection in Tanah Papua in the year 2013. This research is a quantitative study, with a cross-sectional design and use secondary data from the Survei Terpadu Biologis dan Perilaku in Tanah Papua in 2013. The number of sample is 5334 respondents aged from 15-49 years old who are willing to and successfully conduct a rapid test to determine the HIV status. The results of this research is to find sociodemographic factors that associated with HIV infection in Papua, which are age, education and ethnic; co-infection factors, which is the status of syphilis; behavioral factors, which are knowledge, age of first sex, status of polygamy, circumcision, extramarital sex, sex during menstruation, drunk alcohol before having sex, injecting drug use, and traditional healing with scrathcing body; environmental factors, which is geographical strata; health care factors, which are availability of condoms, access to VCT and costs of VCT test. Multivariate statistical test indicates that the most associated factor with HIV infection among male respondents is circumcision, however among overall respondents the most associated factor is the costs of VCT test.. This research found the risk of HIV infection is higher for respondents around the age of 15-24 years old, higher educational level, origin of Papua, positive in syphilis status, lower knowledge level, first had sex at around the age of 15-24 years old, had one sex partner, lack of circumcision, had extramarital sex, had sex during menstruation, infrequent drunk alcohol before sex, injecting drug use, not making a habit of healing with scrathcing body, have a difficult access to condom, accessable to VCT, and high costs of VCT test."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryatun
"Latar Belakang: Penggunaan terapi antiretroviral (ARV) dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita HIV/AIDS. Namun penggunaan ARV juga sering menimbulkan reaksi hipersensitivitas dalam berbagai manifestasi dan gradasi, mulai dari yang ringan sampai potensial mengancam nyawa. Pemahaman tentang prediktor kejadian reaksi hipersensitivitas dapat membantu klinisi dalam menatalaksana pasien HIV/AIDS sehingga memberikan luaran klinis yang lebih baik.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor prediktor terjadinya reaksi hipersensitivitas pada penggunaan obat nevirapin dan efavirenz pada penderita HIV/AIDS di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada pasien HIV/AIDS rawat jalan di UPT HIV RSCM selama Januari 2004 sampai Desember 2013. Status demografik, data klinis dan laboratorium diperoleh dari rekam medis. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dilakukan pada prediktor dengan data nominal dan Uji Mann Whitney pada prediktor dengan data numerik. Adanya data yang tidak lengkap diatasi dengan teknik multiple imputation. Semua variabel yang memenuhi syarat akan dilanjutkan dengan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil: Total subjek yang mendapat terapi ARV baik sebagai terapi pertama kali (naïve patient) atau substitusi pada kelompok nevirapin berjumlah 2.071 subjek dan efavirenz 1.212 subjek. Insiden terjadinya reaksi hipersensitivitas terkait penggunaan nevirapin dan efavirenz adalah sebesar 14%, dan 4,5%. Insiden kejadian reaksi hipersensitivitas silang adalah 5%. Prediktor reaksi hipersensitivitas yang bermakna pada analisis multivariat adalah prediktor terkait penggunaan nevirapin, yaitu jenis kelamin perempuan (OR=1,622; IK95% 1,196-2,199; p=0,002), CD4+ awal >200 sel/mm3 (OR=1,387; IK95% 1,041-1,847; p=0,025), koinfeksi dengan hepatitis C (OR=1,507; IK95% 1,138-1,995; p=0,004), dan kadar SGPT awal >1,25 kali batas atas nilai normal (OR=1,508; IK95% 0,998-2,278; p=0,051). Sedangkan prediktor reaksi hipersensitivitas terkait penggunaan efavirenz tidak ada yang memiliki kemaknaaan secara statistik.
Simpulan: Jenis kelamin perempuan, jumlah CD4+ awal >200 sel/mm3, koinfeksi dengan hepatitis C dan kadar SGPT awal yang abnormal merupakan prediktor independen terjadinya reaksi hipersensitivitas terkait penggunaan nevirapin pada pasien HIV/AIDS.

Background: ARV therapy decreases morbidity and mortality in AIDS/HIV patients. Beside its benefits, ARV therapy induces hypersensitivity reactions manifesting in various level of severity from mild to life threatening symptoms. Understanding the predictors of hypersensitivity reaction will help clinicians to manage HIV/AIDS patients particularly in anticipating the risks that will give better clinical outcomes.
Objectives: To determine the predictors of hypersensitivity reactions in nevirapine and efavirenz administration among HIV/AIDS patients in RSCM .
Methods: This is a cohort retrospective study in patients with HIV/AIDS in UPT HIV RSCM during January 2004 to December 2013. Demographic status, clinical and laboratory data are obtained from medical records. Bivariate analysis using Chi-Square test performed on nominal data and Mann Whitney test on numeric data. Incomplete data is resolved by multiple imputation techniques. All eligible variables analyzed with multivariate analysis using logistic regression.
Results: There are 2.071 naïve patients or substitution regiment in nevirapine group and 1.212 subjects in efavirenz group. Hypersensitivity reaction incidence in nevirapine and evafirenz group are 14% and 4.5% consecutively. Cross hypersensitivity reaction incidence between these drugs is 5%. Hypersentivity reaction predictors associated with nevirapine administration are female gender (OR=1,622; 95%CI 1,196-2,199; p=0,002), baseline CD4+ absolute count >200 cells/mm3 (OR=1,387; 95%CI 1,041-1,847; p=0,025), hepatitis C coinfection (OR=1,507; 95%CI 1,138-1,995; p=0,004), and baseline ALT level > 1.25 x ULN (OR=1,508; 95%CI 0,998-2,278; p=0,051), but there is no predictors associated statistically significant with efavirenz hypersensitivity reaction.
Conclusion: Female gender, baseline CD4 absolute count >200 cells/mm3, hepatitis C coinfection and baseline ALT level > 1.25 x ULN are independent predictors for hypersensitivity reaction due to nevirapine usage in HIV/AIDS."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pudji Handayani
"Pendahuluan: Human Papillomavirus (HPV) tipe 16 dan 18 dapat terdeteksi pada saliva individu sehat dan dapat menimbulkan risiko transmisi bagi dokter gigi. Metode penelitian: Metode potong lintang menggunakan 27 butir pertanyaan kuesioner pengetahuan HPV dan kontrol infeksi serta deteksi PCR terhadap HPV 16 dan 18 pada saliva. Hasil penelitian: Dari total 152 kuesioner (98%) didapatkan median skor pengetahuan HPV 7 (3-10) dan kuesioner kontrol infeksi 38 (25-48). Tidak terdeteksi HPV 16 dan 18 dari 73 subjek. Kesimpulan: Tingkat pengetahuan HPV dan kontrol infeksi “cukup” dan tidak terdapat korelasi antar variabel.

Introduction: HPV type 16 and 18 which can be detected in saliva of healthy individual, could poses a transmission risk to dentist. Research method: A cross-sectional study of 27-items questionaires on HPV knowledge and infection control as well as PCR detection of HPV type 16 and 18. Results: The median score of HPV knowledge was 7 (3-10) and the infection control was 38 (25-48) of the 152 eligible questionnaire (response rate 98%). No HPV type 16 and 18 were detected in 73 eligible subjects for PCR detection. Conclusion: The level of the dentists’s knowledge on HPV and control infection were “sufficient” and no correlation between variables."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>