Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188026 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wijayadi
"Penelitian mengenai anti-dumping di Indonesia saat ini masih mengandalkan analisis tradisional dan metode COMPAS, mirip dengan pendekatan yang digunakan pada era 1970-1980-an di Amerika Serikat. Namun, kelemahan dari analisis tradisional dan COMPAS adalah kecenderungannya menuju subjektivitas daripada objektivitas ilmiah. Untuk mengatasi masalah ini, penelitian ini mencoba menggunakan ekonometrika untuk mengurangi subjektivitas dalam hasil penyelidikan anti-dumping. Metode ekonometrika dapat memberikan hasil yang lebih terukur secara kuantitatif dan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang hubungan kausalitas antara dumping impor dan dampaknya terhadap industri domestik.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Dari sisi permintaan:
- Menilai signifikansi dan besarnya pengaruh produksi, pendapatan nasional, konsumsi, harga impor dari negara subject impor dan non-subject impor terhadap harga domestik produk uncoated woodfree writing and printing paper di Indonesia.
2. Dari sisi penawaran:
- Menilai signifikansi dan besarnya pengaruh produksi, harga pulp, harga bahan bakar minyak, dan kapasitas produksi terhadap harga domestik produk yang sama.
3. Mengetahui hubungan kausalitas:
- Menganalisis hubungan antara impor dengan harga dumping dan dampak pada industri domestik dalam kasus anti-dumping produk uncoated woodfree writing and printing paper tahun 2013.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi dari model yang dikembangkan oleh Prusa & Sharp untuk kasus cold-rolled sheet di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan:
Dari Sisi Permintaan:
1. Produksi: Pada tingkat keyakinan 99%, terdapat hubungan negatif antara produksi dan harga domestik. Kenaikan produksi sebesar 1% menyebabkan penurunan harga domestik sebesar 0,51%.
2. Konsumsi: Pada tingkat keyakinan 99%, konsumsi domestik berhubungan positif dengan harga domestik. Kenaikan konsumsi domestik sebesar 1% menyebabkan kenaikan harga domestik sebesar 0,49%.
3. Harga Impor dari Negara Subject Impor (Finlandia, India, Korea Selatan, Malaysia): Pada tingkat keyakinan 95%, harga impor dari negara subject impor berhubungan positif dengan harga domestik. Kenaikan harga impor sebesar 1% menyebabkan kenaikan harga domestik sebesar 0,11%.
4. Pendapatan Nasional: Tidak signifikan mempengaruhi harga domestik.
5. Harga Impor dari Negara Non-Subject Impor: Tidak signifikan mempengaruhi harga domestik.
6. Kausalitas: Terdapat hubungan kausalitas antara harga impor dari negara subject impor (Finlandia, India, Korea Selatan, Malaysia) dengan injury pada industri domestik, sedangkan harga impor dari negara non-subject impor (Jepang, Jerman) tidak menunjukkan hubungan kausalitas yang signifikan.
Dari Sisi Penawaran:
1. Produksi: Pada tingkat keyakinan 90%, terdapat hubungan negatif antara produksi dan harga domestik. Kenaikan produksi sebesar 1% menyebabkan penurunan harga domestik sebesar 0,51%.
2. Harga Pulp: Pada tingkat keyakinan 90%, harga pulp berhubungan positif dengan harga domestik. Kenaikan harga pulp sebesar 1% menyebabkan kenaikan harga domestik sebesar 0,64%.
3. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM): Pada tingkat keyakinan 95%, harga BBM berhubungan positif dengan harga domestik. Kenaikan harga BBM sebesar 1% menyebabkan kenaikan harga domestik sebesar 0,28%.
4. Kapasitas Produksi: Pada tingkat keyakinan 99%, kapasitas produksi berhubungan positif dengan harga domestik. Kenaikan kapasitas produksi sebesar 1% menyebabkan kenaikan harga domestik sebesar 0,23%.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan ekonometrika memberikan hasil yang lebih objektif dalam menganalisis kasus anti-dumping dan mengurangi subyektifitas yang mungkin terjadi dengan metode analisis tradisional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T32004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arni Yusnita
"ABSTRAK
Produk Baja Pelat/Lantaian Canai Panas Hot Rolled Plate / HRP merupakan produk baja utama yang digunakan sebagai bahan baku industri manufaktur, perkapalan, dan konstruksi. Kebutuhan HRP di dalam negeri selain dipenuhi oleh produk dalam negeri, juga dilakukan impor. Pada tanggal 6 januari 2009, pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberlakuan SNI produk baja canai panas menjadi wajib sebagai hambatan teknis bagi produk impor non standar yang masuk ke Indonesia. Selain itu, dengan adanya indikasi dumping untuk produk HRP yang berasal dari Negara Singapura, Ukraina, dan Republik Rakyat Tiongkok RRT , pemerintah mengeluarkan kebijakan tindakan remedies pengenaan Bea Masuk Anti Dumping BMAD dengan periode pengenaan selama 3 tahun 6 bulan sejak tanggal 2 Oktober 2012. Pada bulan Juni tahun 2015, melalui program harmonisasi tarif BTKI 2012, pemerintah mulai memberlakukan kenaikan tarif bea masuk umum MFN terhadap beberapa produk baja termasuk HRP dari 5 menjadi 15 . Dengan berakhirnya masa pemberlakuan anti dumping pada tanggal 2 April 2016 dan adanya usulan perpanjangan dari industri dalam negeri, maka perlu dilakukan penelitian efektivitas kebijakan pengenaan BMAD serta kebijakan SNI Wajib dan Kenaikan MFN baik secara bersama ndash; sama maupun terpisah terhadap volume impor produk HRP. Penelitian ini menggunakan data panel impor produk HRP mulai bulan April 2007 s/d April 2016 dan cross section 3 tiga negara Singapura, Ukraina dan RRT dengan model ekonometri pendekatan Model Efek Tetap. Variabel penjelas yang diperhitungkan adalah nilai PDB riil, harga, nilai, pangsa pasar, besaran BMAD, tarif MFN, dan variabel dummy SNI Wajib. Dari hasil estimasi dan analisis diperoleh hasil bahwa kebijakan pengenaan BMAD berdampak negatif terhadap impor HRP, begitu juga dengan kebijakan SNI Wajib dan MFN yang berdampak negatif terhadap impor HRP dan ketiga variabel kebijakan signifikan mengurangi impor ketika diberlakukan secara bersama - sama.

ABSTRACT
Hot Rolled Plate HRP is widely used as raw material for manufacture, marine industry, and construction. Domestic demand of HRP fulfilled not only by domestic product but also from import. From january 6th, 2009, government of Indonesia enact SNI mandatory for HRP product as technical barrier for non standard product. From June 2015, government increase MFN tariff from 5 to 15 for several steel product including HRP due to harmonizing tariff program. At October 2nd 2012, government through the Ministry of Finance also enact anti dumping policy for HRP import from Singapure, Ukraine and RRT which ended at April 2016. Since domestic industry request to extend the BMAD policy, we need to evaluate the effectiveness of the BMAD policy together with SNI mandatory and MFN tariff policy. This study analyzes the impact of anti dumping policy against imports in HRP products using econometric model analysis which approached by Fixed Effect Model FEM . Explanatory variables were taken into model are the real GDP, price, exchange rate, market share, anti dumping duty, MFN tariff and dummy variables of mandatory SNI. The estimation on monthly time series data that period in april 2007 till april 2016 and cross section from Singapore, Ukraine and RRT, showed that the policy of Anti dumping, MFN tariff and mandatory SNI had negative impact on the imports of HRP when applied together, but not significant when applied individually."
2016
T47084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nizam Alija Nazarudin
"Perkembangan perdagangan internasional sejak adanya kemajuan teknologi seakan tidak mengenal batas-batas negara sehingga perdagangan barang antar negara semakin bebas dan membentuk pasar persaingan sempurna. Adanya praktek dumping yaitu persaingan dalam bentuk harga berupa diskriminasi harga atau menjual di bawah harga pasaran adalah imbas dari adanya pasar bebas yang bersaing untuk memperoleh keuntungan. Pengaturan untuk menanggulangi dampak negatif dari praktik dumping ditetapkan dalam Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 dan merupakan salah satu Multilateral Trade Agreements yang ditandatangani bersamaan dengan Agreement Establishing The World Trade Organization WTO. Praktik dumping yang dilarang menurut WTO adalah penjualan barang sejenis yang dibawah harga normal yang menyebabkan kerugian material di Industri dalam negeri. Sebagai anggota WTO, Indonesia wajib melindungi industri dalam negeri dari akibat negatif dumping dengan cara memberikan bea masuk antidumping kepada barang impor dan melindungi industri dalam negeri dari tuduhan dumping negara lain. Dengan adanya Komite Anti Dumping Indonesia KADI Indonesia mempunyai suatu lembaga yang bertugas untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan barang impor yang tidak adil dan memberikan perlindungan atau pembelaan terhadap produk-produk ekspor Indonesia yang dituduh dumping di Negara tujuan.

The development of international trade since the advent of technology as if not know the boundaries of the country so that trade goods between countries more free and form a perfect competition market. The existence of the practice of dumping the competition in the form of price in the form of price discrimination or selling below the market price is the impact of a free market competing for profit.The arrangement to address the negative impact of dumping practices is set out in the Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 and is one of the Multilateral Trade Agreements signed in conjunction with the World Trade Organization WTO Agreement Establishing. Dumping practices prohibited under the WTO are the sale of similar goods below the normal price causing material losses in the domestic Industry. As a member of the WTO, Indonesia is obliged to protect the domestic industry from the negative effects of dumping by providing import duties on anti dumping and protecting domestic industries from accusations of dumping of other countries. The existence of anti dumping BMAD action against Indonesia biodiesel export must be adjusted with Anti dumping Agreement so that justice in international trade can be achieved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Winarti Haryani
"lmplementasi Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Penanganan Kasus Tuduhan Dumping dari Negara Malaysia. Dilakukan pendeskripsian impiementasi kebqakan Pemerintah Indonesia atas Persetujuan Antidumping yang dilaksanakan oleh institusi pengamanan perdagangan dalam menangani kasus tuduhan dumping dari negara Malaysia. Tuduhan dumping dikenakan kepada Indonesia karena industri dalam negeri Malaysia merasa dirugikan dengan adanya produk impor dari Indonesia yang dijual dengan harga lebih murah dibandingkan dengan harga domestik. Berlaku sebagai pokok permasalahan tesis adaiah bagaimanakah resolusi penyelesaian penanganan kasus iuduhan dumping dan apakah resolusi penyelesaian penanganan kasus dapat menurunkan atau menghapuskan Bea Masuk Antidumping yang ditetapkan oleh Otoritas Antidumping Malaysia. Adapun tujuan penelitian adaiah untuk menjelaskan resolusi penyelesaian penanganan kasus tuduhan dumping dari Malaysia oleh Pemerintah Indonesia yang dapat menurunkan atau menghapuskan Bea Masuk Antidumping.
Tesis menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari diskusi, wawancara dan penyebaran kuesioner. Diskusi dan wawancara diiakukan secara terpisah terhadap pihak yang menangani kasus tuduhan dumping, serta penyebaran kuesioner kepada produsen/eksportir yang pernah mendapatkan advokasi atau pembelaan atas kasus tuduhan dumping dari Oioritas Antidumping Malaysia. Data sekunder diperoleh melalui kajian terhadap berbagai tulisan yang terdapat di jurnal perdagangan internasionaI, makalah, artikel, buku-buku yang relevan dengan penelitian, dan peraturan perundang-undangan.
Dan hasil pengolahan dan analisis data dapat diformulasikan beberapa butir kesimpulan sebagai berikut: (1) Tingkat pemahaman dunia usaha terhadap masalah dumping sudah memadai. Dengan catatan, hanya perusahaan berskala besar yang bersedia untuk melibatkan din dalam proses yang membutuhkan kehadiran Iangsung wakil perusahaan dalam hal hearing dan dispute. (2) Keberadaan lnstitusi Pengamanan Perdagangan sebagai pendamping yang berperan menangani dan mengatasi tuduhan dumping, direspon oleh perusahaan dengan variasi yang Iebar rentangnya. Namun pada intinya semua produsenleksportir menyepakati pentingnya keberadaan dan peran yang dijalankan lnstitusi Pengamanan Perdagangan sebagai pendamping, terutama dalam kerangka penyelesaian antar pemenntah (Government to Government) (3). Institusi Pengamanan Perdagangan sudah bertindak proaktif dengan cara memberitahukan kepada pihak yang berkepentingan tentang akan adanya penyelidikan antidumping oleh negara Malaysia terhadap produk impor asal Indonesia, sejalan dengan pelaksanaan pasal 6.11 Aniidumping Agreement tentang interested parties dan pasal 12 Antidumping Agreement tentang public notice.
Mengacu kepada kesimpulan di atas, beberapa saran yang dapat dan perlu ditindaklanjuti adalah sebagai berikut; (1) Diperlukan aturan hukum dalam Undang-undang Perdagangan dan manual baku yang dapat dijadikan pedoman penyelesaian penanganan tindakan antidumping khususnya kasus tuduhan dumping dari Maiaysia. (2) Perlunya pemahaman akan arti penting lobbying dalam mengantisipasi kemungkinan adanya tuduhan dumping dari negara mitra dagang. (3) Perlu dilakukan penelitian lebih Ianjut dan Iebih komprehensif mengenai prioritas pelayanan lnstitusi Pengamanan Perdagngan terhadap produsenieksportir Indonesia yang terkena tuduhan dumping.

The Implementation Policy of the Government of the Republic of Indonesia in Antidumping Cases Against Malaysia. Description regarding the implementation policy of the Govemment of the Republic of Indonesia is made on the basis of the Antidumping Agreements conducted by Indonesia which is directly handled by the Institution of Trade Defense. The antidumping case against Indonesia is raised by Malaysia since its domestic industry suffered an injury caused by Indonesian imported products which is sold at a lower price than its domestic price. The underlined issue in this thesis refers to how the dispute settlement in antidumping case can be resolved and whether this case of dispute settlement can be reduced or eliminated the Antidumping Duty which has been imposed by the Malaysian Antidumping Authority. Nevertheless, the aim of this research is to analyze how the Government of Indonesia handling of the dispute settlement in antidumping case against the Malaysian Government in relation to the possible reduction or elimination of Antidumping Duty.
This thesis used a descriptive part of researcll of methodology with quantitative approach. The data used in this research contained of primary data and secondary data. The primary data was obtained from results of discussion and interviews, and disseminating questionnaire. Discussion and interviews were conducted separately to interested parties subject to antidumping case as well as the dissemination of questionnaire to producerlexporter after receiving advocacy subject to the Malaysian antidumping case againstlndonesia. On the other side, the secondary data was sourced from various articles contained in international trade journal, thesis, books, research materials, antidumping regulation handbooks, and Iegislations.
The result of data processing and analysis can be formulated into several points of conclusions, as follow: (1) The level of knowledge of the business sectors is sufficient However, there are only large scale companies who are willing to be involved in the process that requires participation from representatives of companies in the case of healing and dispute. (2) The accompanying of the Institution of Trade Defense in charge in handling the antidumping case has been responded by companies with various perceptions. Nevertheless, the essence laid whether the producers/exporters agreed on the importance of the functions and roles of the institution of Trade Defense as being the associated parties, particularly in the framework of dispute settlement between Governments. (Government to Govemment). (3). The Institution of Trade Defense had been pro-actively notified the interested parties regarding the initiation of antidumping investigation by the Malaysian Antidumping Authority against the imported product originated from indonesia, in line with the implementation of Article 6.11 of Antidumping Agreement regarding interested parties and Article 12 Antidumping Agreement regarding public notice.
Referring to th above conclusions, there are several recommendations to be followed up, as follow: (1). The need of regulation governed under Legal Acts and manual handbooks as a guidance for handling dispute settlement in antidumping cases, particularly the Malaysian antidumping case. (2). The level of knowledge on the importance of lobbying in order to anticipate the possibility of antidumping case raised by trade dialogue partners. (3). The need to conduct further research and a more comprehensive service priorities provided by the Institution of Trade Defense to the Indonesian producers/exporters subject to anti dumping case.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Kluwer Law International, 1996
341.754 ANT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ray Leonard
"Dumping merupakan praktik perdagangan tidak sehat yang dilakukan dalam konteks
perdagangan lintas batas Negara atau perdagangan internasional yang melibatkan
para pelaku usaha antar Negara. Praktik dumping biasanya dilakukan dalam rangka
menguasai pasar suatu Negara dengan cara menjual produk dengan nilai dibawah
kewajaran sehingga merugikan industry dalam negeri suatu Negara hingga akhirnya
tidak dapat berkembang. Antidumping merupakan suatu hukum yang bertujuan
mencegah terjadinya praktik dumping dengan memberlakukan berbagai cara yang
biasanya dikenal sebagai hambatan guna menciptakan persaingan harga yang
seimbang. Penyelesaian sengketa dumping merupakan instrumen antidumping
nasional dan internasional yang diajukan oleh pelaku usaha maupun oleh pemerintah
suatu Negara kepada Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) dengan
membawa kepentingan industry nasionalnya.
Penelitian tesis penulis merupakan penelitian normative yang bersifat kualitatif
dengan menggunakan teori Critical Legal Studies penulis melakukan pembahasan
terhadap pokok-pokok permasalahan guna menghasilkan suatu kesimpulan dan
saran-saran atas hasil penelitian

ABSTRACT
Dumping is an unfair trade practice which is done in the context of cross-border
trade or international trade involving inter-State businesses. Dumping practices are
usually done in order to dominate the market of a State by selling products with an
undervalue prices beyond the fairness to the detriment of the domestic industry of a
country until it cannot evolve. Anti-dumping is a law that aims to prevent the
practice of dumping by imposing a variety of ways which is usually known as the
barriers to entry to create a fair price competition. Dumping dispute resolution is a
national and international anti-dumping instrument filed by businesses and by the
government of a State to an International Trade Organization (WTO) to bring the
interests of national industry.
This thesis is normative qualitative research using the theory of Critical Legal
Studies the writers study the thesis problems in order to produce a conclusion and
suggestions on the research results."
Jakarta: 2013
T34866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Cassie Johanna
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa ketentuan WTO dan hukum
nasional Indonesia berkaitan dengan pengaturan dumping dan antidumping di
Kawasan Bebas dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengenakan atau tidak
mengenakan Bea Masuk Antidumping pada barang dumping yang akan masuk ke
Kawasan Bebas di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang
bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya
peraturan perundang-undangan dan buku. Tindakan Antidumping menurut
ketentuan WTO pelaksanaannya wajib dilakukan apabila telah dipenuhi syaratsyarat
tindakan dumping dan berdasarkan hasil investigasi Komite Antidumping.
Perbandingan antara nilai normal dengan nilai ekspor hasil investigasi tersebut
akan mendapatkan suatu marjin dumping yang dinilai sangat penting dalam
menentukan besaran pengenaan Bea Masuk Antidumping. Pada praktiknya, bea
masuk antidumping justru dibebaskan dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas (Kawasan Bebas) sebagaimana Pasal 14 Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai
Serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Serta Berada
di Kawasan yang Telah Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas. Dengan dibukanya lalu lintas barang yang masuk ke dalam
Kawasan Bebas tanpa terkena bea masuk, apalagi bea masuk antidumping,
ternyata dapat mengakibatkan terjadinya disorientasi pelindungan dan
pengamanan perdagangan yaitu menimbulkan kerugian produsen ataupun industri
dalam negeri dan mengakibatkan terhambatnya industri dalam negeri karena kalah
bersaing dari produsen luar negeri yang berhasil memasukkan barangnya ke
Kawasan Bebas. Ketentuan WTO mengenai Territorial Application-Frontier
Traffic-Customs Unions and Free-trade Areas, memungkinkan masuknya barang
ke dalam suatu Kawasan Bebas untuk dikenakan Tindakan Pemulihan
Perdagangan, salah satunya Tindakan Antidumping, sehingga dapat menjadi dasar
bagi Pemerintah Indonesia untuk dapat melakukan perubahan pengaturan
mengenai bea masuk pada Kawasan Bebas.

ABSTRACT
This research aims to analyze the provisions of the WTO and the
Indonesian national law relating to dumping and anti-dumping regulation in Free
Zone and efforts should be made to wear or not to wear Antidumping Duties on
dumping of goods that will go to the Free Zone in Indonesia. This research is a
normative juridical law using secondary data, such as legislation and books.
Antidumping action under the terms of WTO implementation must be done if the
conditions have been fulfilled dumping measures and is based on the results of the
investigation Antidumping Committee. The comparison between the normal value
with an export value of the results of the investigation will get a dumping margin
which was considered very important in determining the amount of the imposition
of Antidumping Duty. In practice, anti-dumping duties actually released within
the Free Trade Zone and Free Port (Free Zone) as well as Article 14 of
Government Regulation No. 10 of 2012 on the Treatment of Customs, Taxation
and Excise And Procedure Entry and goods to and from And Being in the Region
Defined as Free Trade Zone and Free Port. With the opening of freight traffic
coming into the free zone without incurring customs duties, let alone antidumping
duties, it can result in disorientation protection and trade security that is
causing losses of industrial or domestic producers and resulted in inhibition of
domestic industry because of competition from producers outside who managed to
enter the country the goods to the free zone. WTO provisions concerning
Territorial Application-Frontier Traffic-Customs Unions and Free-trade Areas,
allowing the entry of goods into a free zone for the Restoration of Commerce
imposed measures, one of which Antidumping Measures, which can be the basis
for the Indonesian government to be able to make changes to the settings on duty
entered the free zone.;This research aims to analyze the provisions of the WTO and the
Indonesian national law relating to dumping and anti-dumping regulation in Free
Zone and efforts should be made to wear or not to wear Antidumping Duties on
dumping of goods that will go to the Free Zone in Indonesia. This research is a
normative juridical law using secondary data, such as legislation and books.
Antidumping action under the terms of WTO implementation must be done if the
conditions have been fulfilled dumping measures and is based on the results of the
investigation Antidumping Committee. The comparison between the normal value
with an export value of the results of the investigation will get a dumping margin
which was considered very important in determining the amount of the imposition
of Antidumping Duty. In practice, anti-dumping duties actually released within
the Free Trade Zone and Free Port (Free Zone) as well as Article 14 of
Government Regulation No. 10 of 2012 on the Treatment of Customs, Taxation
and Excise And Procedure Entry and goods to and from And Being in the Region
Defined as Free Trade Zone and Free Port. With the opening of freight traffic
coming into the free zone without incurring customs duties, let alone antidumping
duties, it can result in disorientation protection and trade security that is
causing losses of industrial or domestic producers and resulted in inhibition of
domestic industry because of competition from producers outside who managed to
enter the country the goods to the free zone. WTO provisions concerning
Territorial Application-Frontier Traffic-Customs Unions and Free-trade Areas,
allowing the entry of goods into a free zone for the Restoration of Commerce
imposed measures, one of which Antidumping Measures, which can be the basis
for the Indonesian government to be able to make changes to the settings on duty
entered the free zone., This research aims to analyze the provisions of the WTO and the
Indonesian national law relating to dumping and anti-dumping regulation in Free
Zone and efforts should be made to wear or not to wear Antidumping Duties on
dumping of goods that will go to the Free Zone in Indonesia. This research is a
normative juridical law using secondary data, such as legislation and books.
Antidumping action under the terms of WTO implementation must be done if the
conditions have been fulfilled dumping measures and is based on the results of the
investigation Antidumping Committee. The comparison between the normal value
with an export value of the results of the investigation will get a dumping margin
which was considered very important in determining the amount of the imposition
of Antidumping Duty. In practice, anti-dumping duties actually released within
the Free Trade Zone and Free Port (Free Zone) as well as Article 14 of
Government Regulation No. 10 of 2012 on the Treatment of Customs, Taxation
and Excise And Procedure Entry and goods to and from And Being in the Region
Defined as Free Trade Zone and Free Port. With the opening of freight traffic
coming into the free zone without incurring customs duties, let alone antidumping
duties, it can result in disorientation protection and trade security that is
causing losses of industrial or domestic producers and resulted in inhibition of
domestic industry because of competition from producers outside who managed to
enter the country the goods to the free zone. WTO provisions concerning
Territorial Application-Frontier Traffic-Customs Unions and Free-trade Areas,
allowing the entry of goods into a free zone for the Restoration of Commerce
imposed measures, one of which Antidumping Measures, which can be the basis
for the Indonesian government to be able to make changes to the settings on duty
entered the free zone.]"
2015
T44228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saputro Handoyo
"Perkembangan ekonomi yang semakin mengarah kepada terbentuknya pasar bebas tidak dapat dihindari lagi dengan menyatunya ekonomi antar bangsa. Hal tersebut adalah merupakan salah satu tanda bergesernya arah perekonomian dunia menuju arah liberalisasi perekonomian global. Untuk mengatur keseimbangan dan kesamaan antara hak dan kewajiban dalam globalisasi perekonomian antara negara telah disepakati adanya suatu lembaga yang mengatur hal tersebut yaitu World Trade Orgatuzation (WTO) yang dibentuk pada tanggal 15 April 1994 di Marekkesh, Maroko. Indonesia sebagai salah satu negara anggotanya telah meratifikasi Agreemem Eswi?!is/ung the World Trade Orgaiuzation (WTO) dengan dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1994 yang secara otomatis juga telah meratifikasi Antidumping Code (1994) yang merupakan salah satu bagian dari perjanjian WTO tersebut. Diratifikasinya perjanjian WTO beserta Antidumping Code (1994) ditindak lanjuti oleh pemerintah Indonesia dengan menyisipkan ketetentuan dasar antidumping sebagaimana diatur dalam antidumping code (1994) dalam UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan Jo PP No. 34 tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan.
Komite Antidumping Indonesia (KADI) sebagai suatu lembaga yang diamanatkan dari ketentuan antidumping tersebut memiliki kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan tentang dumping yang timbul dalam perdagangan antar negara. Kebijakan yang telah dikeluarkan oleh KADI tersebut baik menetapkan pengenaan antidumping maupun tidak, bila dikaji dari persfektif yuridis yaitu : struktur, substansi dan budaya serta dari persfektif ekonomi nasional (kepentingan pengusaha sebagai produsen dan juga kepentingan masyarakat sebagai konsumen).
Disarankan bagi KADI sebagai lembaga yang berwenang memutus sengketa dumping atau subsidi hendaknya dalam kebijakan yang dikeluarkannya mempergunakan landasan yuridis yang bersifat khusus yang berbeda dalam hal Kepabeanan dalam suatu undang-undang tersendiri yang tetap memperhatikan ketentuan yang terdapat dalam antidumping code (1994) dan Struktur kelembagaan KADI sebaiknya bersifat SRO yaitu sebagai suatu lembaga yang independen dan mempunyai kewenangan untuk mengatur, menentukan serta memutus sendiri halhal yang diperlukan dalam mengatur sektor yang berada di bawah pengawasannya atau bila bersifat sebagai suatu lembaga inter-departemen, maka sebaiknya KADI berada di bawah koordinasi langsung Menteri Keuangan untuk memangkas alur pengenaan antidumping atau subsidi yang panjang. Untuk kepentingan bersama hendaknya kebijakan antidumping yang dikeluarkan oleh KADI mempertimbangkan semua kepentingan yang terkait dalam perdagangan tersebut serta dapat memberikan gambaran tentang batasan yang jelas kapan suatu praktek dumping dapat dikenakan dan sejauh mana praktek dumping dapat dimaafkan dengan alasan untuk kepentingan masyarakat sebagai konsumen."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Leonardo
"Tesis ini membahas mengenai sifat norma hukum dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.010/2006 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping Terhadap Impor Tepung Gandum (HS.1101.00.10.00) Dari Uni Emirat Arab sehingga dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara oleh badan hukum perdata asing yang merasa kepentingannya terhadap ekspor tepung terigu gandum ke Indonesia terganggu akibat adanya peraturan tersebut dengan alasan peraturan tersebut merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang berupa Penetapan (beschikking) dan bukan Peraturan (regeling). Untuk mencapai tujuan tersebut, Penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Tesis ini akhirnya menyimpulkan bahwa Penetapan Bea Masuk Anti-Dumping yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan hendaknya harus terlebih dahulu diuji apakah Penetapan Bea Masuk Anti-Dumping tersebut sudah sesuai dengan sifat norma hukumnya atau tidak.

This thesis is discussing about the nature of legal norms from Finance Minister Regulation No.42/PMK.010/2006 About Imposition of Anti-Dumping Duty On Imports of Wheat Flours (HS.1101.00.10.00) From United Arab Emirates until it could be sued in Jakarta Administrative Court by foreign private legal entities who felt their interest on exports of wheat flours into Indonesia were disrupted caused by this regulation with reason this regulation was Administrative Decree in the form of Determination (beschikking) and not was Regulation (regeling). In achieving these objectives, descriptive analysis methods are used. Finally, this thesis has conclusion that the Determination of Anti-Dumping Duty by Finance Minister should be tested first whether this Determination of Anti-Dumping Duty is completely accordance with it legal norms or not."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>