Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107885 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Sopiyudin Dahlan
"Tujuan : Untuk mengetahui apakah trombosit dan kovariat lainnya yaitu jenis kelamin, usia, lama saklt, perdarahan, status gizi, hepatomegali, hematokrit, dan leukosit merupakan prediktor terjadinya renjatan pada pasien demam berdarah dengue (DBD) anak. Desain : kohort retrospektif dcngan analisis survival di dua rumah sakit di Jakarta. Penentuan tilik potong untuk trombosit, leukosit, dan hematokrit berdasarkan lama sakit menggunakan metode receiver operating characleristic (ROC). Nilai diskriminasi model prediksi menggunakun parameter area under curve (AUC). Subyek : Pasien suspek DBD, derajat I-Il, tanpa penyakit penyerta, lama sakit 3-5 hari. Keluaran utama: I-lubungan antara trombosit dengan renjatan dan model prcdiksi renjatan DBD pada awal perawatan dan 24jam perawatan. Hasil : Telah direkrut sebanyak 525 subyek dari catatan medis rumah sakit. Insidens renjatan sebesar 6,l%. Titik potong trombosit awal perawatan dengan lama sakit 3, 4 dan 5 hari musing-masing adalah 81.500/ul, 59.500/ul dan 53.500/ul. Titik potong trombosit 24 jam perawatan dengan lama sakit 4, 5 dan 6 hari masing-masing adalah 59.500/ul, 53.500/ul, dan 45.000/ul. Baik trombosit awal perawatan maupun 24 jam perawatan berhubungan dengan teijadinya renjatan dengan hazard ratio masing-masing sebesar 3,5 (lK95% 1,5-8,4) dan 3,3 (lK95% 1,4-7,5). Nilai diskriminasi trombosit awal perawatan dan 24 jam perawatan musing-masing sebesar 72,3% (IK 95% 63,1-8l,6) dan 67,'7% (IK 95% 58,2-‘77,3). Trombosit bersama-sama dengan karakteristik klinis rumah sakit, perdarahan, status gizi, interaksi lama sakit dengan hematokrit, dan interaksi lama sakit dengan hepatomegali baik pada awal perawatan maupun 24 jam perawatan merupakan prediktor lerjadinya renjatan. Model prediksi pada awal pcrawatan dan 24 jam perawatan mempunyai nilai kalibrasi yang baik dan nilai diskriminasi yang baik dengan AUC sebesar 84,l%; lK95% 77,9-90,3 untuk awal perawatan dan 80,4% (IK 95% 72,4-88,4) untuk 24 jam perawatan. Nilai diskriminasi model prcdiksi ini lebih baik daripada nilai diskriminasi trombosit awal perawatan maupun 24jam perawatan. Kesimpulan dan saran: Trombosit merupakan prediktor terjadinya renjatan pada DBD anak akan letapi penggunaan trombosit sebagai prediktor renjatan akan lebih balk jika digunakan bcrsama-sama dengan parameter Iainnya yaitu perdarahan, status gizi, hepatomegali, dan hematokrit. Saran: Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui reproducibilizjv dan rransporrability model prediksi renjatan yang diperoleh dalam penelitian ini.
Purpose: to investigate whether thrombocyte and other covariate such as sex, age, time before admission, bleeding, nutritional status, hepatomegali, haematocrit, and leukocyte, can be used to predict shock at children with dengue hemorrhagic fever (Di-IF). Design: Retrospective cohort with survival analysis. Cit off point for thrombocyte, leukocyte. and haematocrit according to day of sick were determined by receiver operating characteristic (ROC) curve. Magnitude of discrimination was assessed by area under curve (AUC). Subject: Children suspected with DH F, grade l and II at admission. Main outcome: to know association between thrombocyte with shock and to know prediction model to predict shock at admission and 24 hours after admission. Result: There were 525 subjects. Incident of shock was 6.l%. Cut off point for thrombocyte according to long of sick at 3, 4 and 5 day were 81.500/ul, 59.500/ul and 53,500/ul respectively. Cut olT point for thrombocyle at 24 hours aller admission ut 4, S, and 6 day were 59.500/ul, 53,500/ul, and 45,000/ul respectively. Both thrombocyte at admission and 24 hours after admission had association with shock with hazard ratio 3.5 (95%Cl l.5-8.4) and 3.3 (95Cl% i.4-7.5) respectively with magnitude of discrimination were 72.3% (95Cl% 63.1-8l.6) and 67.7% (95%Cl 58.2-77.3) respectively. Thrombocyte together with clinical characteristic of hospital, bleeding, nutritional status,interaction between time before admission and hepatomegali, interaction between time before admission and haematocrit were significant variables to include in to the prediction model for shock both for admission and 24 hours after. These models had good calibration and discrimination with magnitude of discrimination were 84.l%; lK95% 77.9-90.3 and 80.4% (95%Cl 72.4-88.4) respectively. Discrimination of tlicse models was higher than discrimination of thrombocyte alone. Conclusion: Thrombocyte is a predictor of shock but using prediction models consist of thrombocyte and other variables such as bleeding, nutritional status, hepatomegali, haematocrit is better to predict shock than thrombocyte alone. Suggestion: To conduct further research to investigate reproducibility and transportability of these prediction models."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Dwiyuli Setiani
"Selama tiga tahun terakhir, seluruh kelumhan di Kota Cirebon dinyatakan sebagai kelurahan endemis DBD. Kejadian penyakit DBD Kota Cirebon setiap tabun selalu meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 2006 sebanyak 507 kasus. Meakipun prosentase angka kematian DBD Kota Cirebon dari tahun ke tahun mengalami penurunan akan letapi masih diatas angka nasional (1%). Tujuan pene1itian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian penyalcit DBD dan po1a hubungan secara spasial antara faktor risiko lingkungan iklirn (saku udara, kelembaban, curah hujan), faktor kependudukan (kepadatan penduduk, kepadntan permukirnan, peududuk usia kurang dari 15 tahun) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) terhadap kejadian DBD di Kota Cirebon dari tahun 2005 - 2007. Hasil analisis spasial memperlihalkan bahwa kasus DBD (2005-2007) banyak menyebar di wilayah padat permukiman. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan DBD adalah: kelembaban (p=0,043) dan penduduk usia kurang dari 15 tahun (p=0,027) terjadi ditahun 2005. Tahun 2007 variabel yang berhubungan dengan DBD adalah curah hujan (p=0,008), sedangkan tahun 2006 tidak ada variabel yang berhubungan. Distribusi yang hampir merata disemua variabel memberikan hasil tidak berhubungan.

During the last three years, all sub-districs at Cirebon Clty finding expression as endemics area of dengue fever. The incident rate of dengue fever at Cirebon City is always increasing every years and reaches the top in 2006 with 507 cases. Although the death rate percentage at Cirebon City are decreasing every year but still above the national rate). Objectives of research to find out the image of the incident rate of dengue fever and model of relationships spatialy between environmental risk factor of climate (temperature, humidity. and rainfall), demographics factors (population density. residences density, population of age lowest than 15 years) and Larva Free Rate (LFR) ofDHF incident at Cirebon City from year2005 to 2007. Design of the study used ecology design of time trend studies. The incident rate of dengue fever for look according to the time diffusion every years per sub-districs as analysis unit with making the secondary data. The analysis data is variable with dengue fever is rainfall {p""'0,008). whereas in 2006 years no associate variable with dengue fever."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21062
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Hidayati
"ABSTRAK
Infeksi dengue merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia.
Perubahan manifestasi klinis yang cepat dari ringan hingga berat bahkan kematian
menyebabkan perlunya pendeteksian dini infeksi dengue. Salah satu metode
deteksi yang potensial untuk diterapkan sebagai pendeteksian dini adalah
pendeteksian antigen NS1 dengue. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
protein rekombinan NS1 dengue serotipe 4 strain Indonesia dengan menggunakan
sistem Pichia pastoris yang dapat digunakan untuk pembuatan antibodi anti-NS1.
Sampel yang digunakan adalah RNA virus dengue serotipe 4 strain Indonesia IDS
96/10. Metode penelitian adalah ekperimental yang meliputi pembuatan cDNA,
pengklonaan pada bakteri Escherichia coli, skrining sel transforman, sekuensing,
transformasi sel P. pastoris strain X-33, analisa fenotipe, dan ekspresi protein.
Diperoleh 6 koloni P. pastoris strain X-33 rekombinan dengan fenotipe Mut+ dan
terdeteksi protein rekombinan NS1 dengue serotipe 4 dengan ukuran antara 72
hingga 95 kDa pada protein standard, diperkirakan berukuran 80 kDa. Hasil
analisa nukleotida dan asam amino menunjukkan tidak terjadi mutasi pada gen
NS1 dan terletak pada in frame yang sesuai pada vektor pPICZαB. Protein NS1
yang diperoleh diharapkan dapat merangsang terbentuknya antibodi anti-NS1
yang selanjutnya dapat digunakan untuk mendeteksi antigen NS1 pada serum
pasien.

ABSTRACT
Dengue infection is a major health problem in Indonesia. Clinical manifestation
rapidly changing from mild to severe even death. Therefore early detection
becomes very important. One of potential detection methods to be applied as an
early detection is NS1 dengue antigen detection. The aim of this research was to
express NS1 recombinant protein of dengue virus serotype 4 strain Indonesia
using Pichia pastoris. Dengue virus RNA from infected pasien serum IDS 96/10
was used in this research. To get recombinant protein we constructed NS1
recombinant plasmid in vector P. pastoris. First, we amplified NS1 gene and
cloned it to Escherichia coli. We selected transformant cells and and recombinant
plasmid was transfected to yeast by electroporation. We selected yeast
transformants and analized the phenotype. Methanol was used to induce
expression recombinant protein. Protein expression was determined by SDSPAGE
and Western Blot. By Western Blot using antibody to dengue viruses, we
found protein recombinant with molecular weight around 72-95 kDa. This size
was similar with dimer of NS1 size. In the future, this recombinant protein can be
used to produce antibody anti-NS1 that able to detect NS1 antigen in patient sera."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latifa Aulia Esmananda
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk betina Aedes aegypti melalui gigitannnya. Pada penelitian ini, dikonstruksi model matematika host-vector untuk penyebaran penyakit DBD tanpa faktor mobilitas dan dengan faktor mobilitas. Pada model penyakit DBD dengan faktor mobilitas, dilakukan pembagian wilayah menjadi wilayah Jakarta Pusat dan Non-Jakarta Pusat. Pada kedua model, dihitung bilangan reproduksi dasar. Kemudian, pada model tanpa faktor mobilitas dilakukan perhitungan bilangan reproduksi efektif. Dalam menentukan nilai parameter dan kondisi nilai awal yang optimal pada model, dilakukan estimasi parameter menggunakan fmincon pada MATLAB dengan melakukan fitting model pada data kasus aktif penyakit DBD. Kemudian, dilakukan prediksi kasus aktif yang terjadi pada 1 tahun mendatang. Selanjutnya, dihitung tarif premi dengan memanfaatkan model host-vector dengan membentuk model hubungan antara asuransi dengan model matematika epidemiologi dalam bentuk sistem persamaan diferensial. Namun, dilakukan nondimensionalisasi populasi terlebih dahulu untuk membentuk model tanpa satuan pada kedua model. Hasil perhitungan tarif premi dari kedua model yang telah dikonstruksi memberikan hasil yang berbeda untuk setiap wilayah dan setiap model, dengan tarif premi tertinggi untuk setiap model diberikan oleh wilayah Non-Jakarta Pusat. Namun, perhitungan tarif premi dengan mempertimbangkan mobilitas manusia tidak selalu memberikan tarif premi yang lebih tinggi.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a infectious disease caused by dengue virus infection transmitted through the bite of female Aedes aegypti mosquitoes. This research constructs mathematical host-vector models for DHF transmission, considering both non-mobility and mobility factors. The mobility-based model divides the area into Central Jakarta and Non-Central Jakarta regions. Basic reproduction numbers are calculated for both models. Additionally, the model without mobility factors computes the effective reproduction number. Parameter values and initial conditions optimal to the model are estimated using fmincon in MATLAB, by fitting the model to active DHF case data. Predictions are made for active cases in the coming year. Furthermore, insurance premiums are calculated utilizing the host-vector model, establishing a relationship between insurance and epidemiological mathematical models in the form of differential equations. Population nondimensionalization is performed to develop unitless models for both scenarios. Results indicate differing premium calculations for each model and region, with the highest premiums consistently found in the Non-Central Jakarta region. However, factoring in human mobility does not invariably lead to higher premiums."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rezeki S. Harun Hadinegoro
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan nyamuk Aedes aegypti sebagai perantara Gejala klinis DBD yang penting adalah demam, manifestasi perdarahan, dan kecenderungan terjadi syok. Demam berdarah dengue bersifat endemis, terutama di daerah yang mempunyai transmisi nyamuk Aedes aegypti tinggi dan terdapat empat jenis serotipe virus dengue bersama-sama, keadaan tersebut dijumpai di Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
D197
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rossy Agus Mardani
"ABSTRAK
Latar belakang: Manifestasi klinis yang bervariasi, patogenesis yang kompleks, dan perbedaan serotipe virus membuat sulit memprediksi perjalanan penyakit dengue. Pencarian faktor-faktor prognosis sangat penting dalam memprediksi kasus yang mungkin berkembang menjadi sindrom syok dengue SSD . Anak yang dirawat di RS dapat mengalami syok. Angka kematian SSD 7,81 dan prevalens SSD 15,53 yang tinggi serta klasifikasi infeksi virus dengue terbaru menurut pedoman WHO 2011 merupakan alasan dilakukan penelitian ini. Tujuan: Mengetahui faktor-faktor prognosis demam berdarah dengue DBD yang berpotensi menjadi SSD. Metode: Studi retrospektif menggunakan data rekam medik pasien anak usia 0 sampai ABSTRACT Background Various clinical manifestations, complex pathogenesis and different virus serotypes make us difficult to predict course of dengue. Prognosis factors finding is important to predict cases progressing to become dengue shock syndrome DSS . Hospitalized children may sustain shock. High mortality rate 7,81 , prevalence of DSS 15,53 1 and new dengue virus infection classification according WHO 2011 guideline are reasons doing this research. Objective To know prognosis factors in Dengue Hemorrhagic Fever DHF which have potency to become DSS. Methods Retrospective study use medical records of children age 0 until "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Chandra
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, bersifat endemik di daerah tropis dan sub tropis, terutama di daerah perkotaan. Virus dengue yang ditransmisikan terutama oleh nyamuk Aedes aegypti juga merupakan penyakit arbovirus yang penting dalam ha[ morbiditas dan mortalitas. Di Indonesia, DBD pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Tahun-tahun selanjutnya kasus DBD berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cendenung meningkat. Faktor virus seperti variasi stereotipe dan genotipe virus dengue diyakini berperan menentukan derajat keparahan penyakit. Pada penelitian ini dilakukan analisis variasi genetik gen E dan NS I virus DEN-3 yang diisolasi dari pasien dengan manifestasi klinis yang berbeda, yaitu mulai clan yang ringan (DD) sampai yang terberat yaitu DBD dan DSS. Strain DS 002/06 (DD), DS 029/06 (DBD), DSA 02/06 (DSS) dan 17104 (DBD) diisolasi dan kasus dengue di Jakarta tahun 2004 dan 2006. Keempat strain tersebut kemudian dibandingkan dengan 11 strain DEN-3 yang berasal dan Indonesia dan Thailand. Homologi nukleotida gen E ditemukan berkisar antara 92,4 - 99.9%, sedangkan untuk asam amino E antara 96,5-100%. Sementara itu homologi gen NSI berkisar antara 92,1- 99,9% untuk nukleotida dan 97,1-100% untuk asam aminonya. Dijumpai berbagai variasi di sepanjang kedua gen tersebut, tetapi tidak ditemukan perbedaan yang spesifik yang bisa membedakan antara strain penyebab DD, DBD dan DSS. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa semua strain strain DEN-3 Indonesia yang disolasi pada tahun 2004 dan 2006 konsisten berada di subtype I."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T58486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatih Anfasa
"Latar belakang: Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi terpenting di berbagai negara tropis dan subtropis. Kebocoran plasma merupakan salah satu penanda infeksi dengue berat. Namun, beberapa metode diagnostik kebocoran plasma yang direkomendasikan oleh WHO memiliki berbagai kekurangan untuk digunakan dalam praktik klinis sehari-hari. Endokan merupakan proteoglikan yang diproduksi oleh sel endotel yang teraktivasi. Studi pada pasien sepsis dan Coronavirus Disease-19 (COVID-19) memperlihatkan bahwa kadar protein ini dapat digunakan sebagai penanda disfungsi endotel dan faktor prognostik infeksi berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi endokan sebagai penanda kebocoran plasma pada infeksi DBD. Metode: Penelitian ini dilakukan secara kohort retrospektif menggunakan data sekunder dari penelitian International Study on Biomarkers and Gene Expression Patterns in Patients with Dengue Virus Infection (INVEST) yang diambil pada tahun 2010-2011 di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Endokan diperiksa menggunakan teknik ELISA. Uji diagnostik kebocoran plasma dilakukan menggunakan ultrasonografi (USG) sebagai baku emas. Nilai titik potong endokan sebagai penanda kebocoran plasma dilakukan menggunakan kurva Receiver Operating Characteristic (ROC). Uji korelasi dilakukan terhadap nilai hematokrit, delta hematokrit, dan albumin dengan endokan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan GraphPad Prism versi 5.0 untuk Windows dan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 28. Hasil: Terdapat 64 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan terdiri atas 31 pasien demam dengue (DD) dan 33 pasien demam berdarah dengue (DBD). Terdapat perbedaan bermakna untuk parameter endokan, albumin, trombosit dan nilai delta hematokrit antara kelompok DD dan DBD. Didapatkan area under the curve (AUC) 0,83 (95% interval kepercayaan: 0,73-0,93). Endokan dengan nilai titik potong 1,63 ng/mL dapat digunakan sebagai penanda kebocoran plasma, dengan angka sensitivitas 66,7%, spesifisitas 90,3%, nilai prediksi positif (NPP) 88%, dan nilai prediksi negatif (NPN) 71,8%. Terdapat korelasi negatif antara nilai endokan dan albumin pada fase kritis infeksi dengue (r: -0,4; p: 0,001). Tidak terdapat korelasi antara kadar endokan fase kritis dengan hematokrit (r: 0,12; P=0,36) dan delta hematokrit (r: 0,16; P=0,21). Kesimpulan: Endokan dengan nilai titik potong 1,63 ng/mL memberikan angka sensitivitas 66,7%, spesifisitas 90,3%, NPP 88%, dan NPN 71,8 sebagai penanda kebocoran plasma. Terdapat korelasi negatif antara nilai endokan dan albumin pada fase kritis infeksi dengue.

Background: Dengue is one of the most important infectious diseases in tropical and subtropical countries. This disease is caused by dengue virus (DENV). Plasma leakage is one of the most important clinical manifestations of severe dengue. However, there are shortcomings of various diagnostic methods that have been recommended by WHO to be used in daily clinical practice. Endocan is a proteoglycan produced by activated endothelial cells. Studies in patients with sepsis and Coronavirus Disease-19 (COVID-19) showed that endocan levels can be used as a marker of endothelial cell dysfunction and prognostic factors for severe disease. This study aims to evaluate endocan as a marker of plasma leakage in dengue infection. Methods: The design of this study was retrospective cohort. Secondary data from the International Study on Biomarkers and Gene Expression Patterns in Patients with Dengue Virus Infection (INVEST) that was performed from 2010-2011 at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta were used. Endocan levels were determined with ELISA test. Plasma leakage diagnosis was performed with ultrasonography (USG) as the gold standard. Receiver Operating Characteristic (ROC) curve was performed to determine endocan cut-off level to detect plasma leakage. Correlation tests were performed on hematocrit, delta hematocrit, and albumin levels with endocan. Data analyses were performed with GraphPad Prism versi 5.0 for Windows and SPSS version 28. Results: 64 patients fulfilled the inclusion and exclusion criteria. There were 31 patients with dengue fever (DF) and 33 patients with dengue hemorrhagic fever (DHF). We observed significant differences of endocan, thrombocyte, hematocrit, delta hematocrit, and albumin levels between DF and DHF patients. The area under the curve (AUC) was 0.83 ((95% confidence interval (CI): 0.73-0.93). Endocan with a cut off value of 1.63 ng/mL can be used as a marker for plasma leakage with a sensitivity of 66.7%, a specificity of 90.3%, a positive predictive value (PPV) of 88%, and a negative predictive value (NPV) of 71.8%. There was a negative correlation between endocan and albumin levels in the critical phase of dengue (r: -0,4; p: 0,001). There was no significant correlation (r: 0.12; P=0.36) between the endocan and hematocrit values in the critical phase of dengue infection and the critical phase values of endocan with delta hematocrit (r: 0.16; P=0.21). Conclusion: Endocan with a cut point value of 1.63 ng/mL can be used as a marker for plasma leakage with a sensitivity value of 66.7%, a specificity of 90.3%, a PPV of 88%, and a NPV of 71.8%. There was a negative correlation between endocan and albumin values in the critical phase of dengue infection."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Virginia Dwiyandari
"Infeksi baik yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, atau penyebab infeksi dan keadaan non-infeksi lainnya dapat menimbulkan respon inflamasi sistemik tubuh. Respon inflamasi sistemik ini merupakan akibat dari kerusakan endotelial yang luas yang dapat mengakibatkan aktivasi sistem koagulasi baik secara langsung maupun akibat dilepaskannya mediator-mediator inflamasi.
Endotel normal adalah dalam keadaan anti trombotik, profibrinolitik. Kondisi tersebut terjadi akibat produksi penghambat koagulasi dan modulator fibrinolisis. Kerusakan endotel akan mengubah kondisi anti trombotik, profibrinolitik menjadi protrombotik, antifibrinolitik. Aktivasi sistem koagulasi akibat kerusakan endotel terjadi melalui pelepasan faktor jaringan atau tissue factor (TF) dan pembentukan trombus trombosit oleh faktor von willebrand (FvW) kemudian terjadi penghambatan fibrinolisis oleh plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1). Faktor von willebrand disintesis oleh endotel dan trombosit dan bersirkulasi sebagai multimer besar FvW. Bila terjadi kerusakan jaringan, multimer besar FvW akan terpapar dan menarik trombosit untuk membentuk trombus trombosit. Trombosit dan sel endotel kemudian akan mengeluarkan PAI yang menghambat aktivitas fibrinolisis. Aktivitas antikoagulan juga akan terhambat melalui berkurangnya ekspresi trombomodulin, antitrombin III (ATIII), dan sintesis tissue factor pathway inhibitor (TFPD. Kompleks tissue factor-faktor VII teraktivasi (TF-FVIIa) yang terbentuk akibat stimulasi mediator inflamasi kemudian akan mengaktivasi pembentukan trombin dan fibrin. Trombin yang terbentuk dapat menstimulasi kembali adhesi endotel dan agregasi trombosit dan menstimulasi sel endotel untuk melepaskan FvW dan tissue plasminogen activator (tPA).
Pada infeksi virus demam berdarah seperti virus dengue, keterlibatan endotel merupakan faktor yang penting dalam terjadinya manifestasi Minis. lnfeksi virus dengue dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis dengan manifestasi Minis yang terberat adalah demam berdarah dengue (DBD) yang disertai renjatan atau sindrom syok dengue (SSD). Demam berdarah dengue terutama yang bermanifestasi berat menimbulkan masalah kesehatan di kawasan Asia Tenggara termasuk di Indonesia akibat tingginya angka kematian. Pada awal tahun 2004 terjadi kejadian luar biasa di sebagian besar profinsi Indonesia dimana tercatat 52.013 kasus DBD yang dirawat dengan angka kematian pada 603 kasus.
Keterlibatan endotel pada infeksi virus dengue dapat menyebabkan gangguan hemostasis baik secara langsung akibat interaksi mikroorganisme dengan sel endotel maupun secara tidak langsung melalui ekspresi TF pada permukaan sel endotel yang diperantarai oleh pelepasan sitokin.
Penelitian van Gorp, dkk mendapatkan bahwa pada SSD yang bertahan hidup terjadi kondisi prokoagulan pada awal perjalanan penyakit dan menjadi antikoagulan pada face rekonvalesen yang ditandai dengan peningkatan kadar trombin antitrombin (TAT) pada awal perawatan dan semakin menurun sesuai perjalanan penyakit. Trombin antitrombin menunjukkan terdapatnya pembentukan trombin dan konsumsi antitrombin, Sedangkan pada pasien DBD berat yang tidak bertahan hidup tetap terjadi kondisi prokoagulan ditandai dengan kadar TAT yang tetap tinggi. Berkurangnya antikoagulan alamiah seperti ATIII, protein C, dan protein S merupakan salah satu penyebab menetapnya kondisi prokoagulan. Ekspresi antikoagulan alamiah seperti ATIII maupun protein C, protein S merupakan akibat dari terjadinya kerusakan endotel luas pada DBDISSD.
Penelitian Willis mendapatkan adanya penurunan kadar antikoagulan seperti protein C, S, dan ATIII pada pasien SSD yang sebanding dengan beratnya penyakit, demikian juga Van Gorp yang mendapatkan nilai protein C dan S yang lebih rendah pada pasien yang meninggal dibanding pasien yang hidup. Kondisi prokoagulan berupa pembentukan trombin dan penurunan antikoagulan terjadi akibat kerusakan endotel yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas vaskular. Peningkatan permeabilitas vaskular ini berhubungan dengan beratnya perembesan plasma yang dapat dinilai dari terjadinya gejala klinis syok.
Penelitian terdahulu mendapatkan pada DBD derajat II telah terjadi koagulasi intravaskular diseminata (KID) yang juga ditandai oleh penurunan kadar ATIII dan jumlah trombosit. Terjadinya penurunan ATIII pada DBD menimbulkan pertanyaan apakah penurunan ATIII hanya akibat pemakaian antitrombin mengiringi pembentukan trombin atau apakah ada faktor lain yang menyebabkan penurunan kadar ATIII seperti akibat dari pelepasan sitokin, akibat langsung dari kerusakan endotel, ataupun akibat gangguan hati yang menyertai DBD/SSD. Apabila pemakaian antitrombin sebagai penyebab utama penurunan antitrombin diduga akan terdapat hubungan yang kuat antara penurunan antitrombin dengan pembentukan trombin. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kasus yang fatal terjadi akibat menetapnya kondisi prokoagulan yang mengakibatkan terjadinya mikrotrombi pada berbagai organ tubuh dan menyebabkan kegagalan multi organ. Di lain pihak gangguan fungsi organ pada DBD dapat sebagai akibat langsung dari virus ataupun proses imunologis. Apabila didapatkan hubungan antara pembentukan trombin dengan gangguan fungsi organ yang dapat dinilai melalui skor PELOD (pediatric logistic organ dysfunction) maka diduga mikrotrombi sebagai penyebab utama gangguan fungsi organ yang terjadi."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58498
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyoning Rahayu
"Dengue adalah infeksi yang ditularkan melalui nyamuk yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Penyakit tersebut semula hanya di perkotaan sekarang sudah sampai di pedesaan. Wilayah binaan Puskesmas Sambungmacan I termasuk sporadic DBD, namun ada peningkatan kasus dari tahun 2011 sebanyak 2 kasus menjadi 19 kasus dengan 1 kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan (P2) DBD dan kejadian DBD di wilayah binaan Puskesmas Sambungmacan I.
Rancangan studi dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan teknik sampling stratified random sampling dan jumlah sampel 275 responden. Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan bermakna dengan kejadian DBD adalah fogging focus (p=0,00), penyelidikan epidemiologi (p=0,00), penemuan dan pertolongan penderita DBD (p=0,00) dan penyuluhan (p=0,00).
Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan DBD yang mencakup fogging focus, penyelidikan epidemiologi, penyuluhan, penemuan dan pertolongan penderita dengan kejadian DBD.

Dengue is a mosquito-borne infection found in tropical and subtropicalregions around the world. The disease was originally only in urban areas is now up in the countryside. I Sambungmacan target area health centers including sporadic DHF, but there is an increase in cases of the year 2011 as many as 2 cases to 19 cases with 1 death.
This study aims to determine the implementation of prevention and eradication (P2) DHF and dengue incidence in the target area Health Center of Sambugmacan I.
The design of this research study is crosssectional sampling with stratified random sampling technique and sample is 275 respondents. Data collection by interview using a questionnaire.
The results showed that the variables significantly associated with the incidence of dengue is fogging focus (p = 0.00), epidemiological investigation (p = 0.00), the discovery and rescue of DHF patients (p = 0.00) and education (p = 0 , 00).
It can be concluded that there is a significant correlation between the implementation of prevention and eradication of dengue include fogging focus, epidemiological investigations, lectures, inventions and patient help with the incidence of dengue.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S58728
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>