Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176490 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irwan Rahmat Gumilar
"Salah satu upaya pemerintah dalam menindak lanjuti aspirasi ini adalah dengan mewujudkan reformasi birokrasi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean gaverment) serta kepemerintahan yang baik (good governance) dengan melakukan transparansi atau keterbukaan kepada masyamkat, untuk mengontrol hal tersebut perlu adanya kehumasan, maka Kementerian Hukum dan dalam hal ini Direktorat Jenderal pemasyarakatan pada tanggal 17 Desember tahun 2009 Ielah membuat kesepakatan bersarna dengan Persatuan Wartawan Indonesia yang salah satu Hngkupnya adalah pemberian akses bagi wartawan untuk meliput dan mendapatkan informasi di lingkungan pemasyarakatan (Lembaga Pemasyarakatan). Sejauh mana kesepakatan bersama antara Direktorat Jenderal Pemasayarakatan dan Persatuan wartawan Indonesia dalam pemberian akses bagi wartawan untuk meiiput dan mendapatkan informasi di Lapas dan akan dapat diimplementasikan dengan tetap mengindahkan hak hak dan tranparansi pelayanan Lapas disisi lain, serta terciptanya pemberitaan yang seimbang dan objektif. Oleh karenanya; pene1itian ini bertujuan dalam penelitian: ini adaJah untuk menganalisis Kesepakatan Bersama antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Persatuan Wartawan Indonesia dimana salah satu lingkupnya adalah mengacu pada transparansi kepada publik, dan disisi lain kesepakatan tersebut tidak mengganggu atau tetap rnemperhatikan hak-hak narapidana secara pribad. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan daftar dokumen.

One of the government's purpose in following up this aspiration is to achieve reform of government bureaucracy to create a clean and free of corruption (Clean Government) as well as good governance by taking the transparency or openness to the public, the role public relations is needed to control public open, so the Ministry of Justice and Human Rights in this regard Directorate General of the Corrections on December 17year 2009 has made a coHective agreement with the Indonesian Journalists Association which one of scope is the provision of access for journalists to cover and get lnformation on the correctional environment (Correctional Institution}. The extent of the agreement between the Directorate General of Corrections and Indonesian Journalists Association in the provision of access for journalists is to cover and get the information in prisons and will be implemented with due attention to the privacy rights of inmates in one side and the transparency of prison senĀ·ices on the other side, and the creation of a balanced and objective news. Therefore, this research has aim to analyze the Mutual Agreement between the Directorate General of Corrections and the Indonesian Journalists Association where one scope is based on transparency to the public, and on the other hand the agreement does not interfere with or due regard to the rights of prisoners in private. The method used in this research is descriptive research method with qualitative approaches. Data collected through interviews, observation and document lists."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T21050
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rahim
"Lembaga Pemasyarakatan Lapas akhir-akhir ini sering menjadi sorotan karenamasalah-masalah yang terjadi didalamnya, mulai dari masalah pembakaran Lapassampai masalah terpidana mati narkotika yang mendapatkan fasilitas istimewa.Persoalan utama di Lapas adalah potensi penyimpangan yang terjadi seperti adanyapungli pungutan liar . Contoh lain adalah warga binaan yang melebihi kapasitasLapas. Banyaknya jumlah narapidana dan tahanan di sebuah Lapas tanpa diimbangiSumber Daya Manusia dan sarana prasarana memadai rentan untuk menimbulkanpelanggaran. Jumlah petugas yang sedikit menyebabkan rendahnya tingkatpengamanan/pengawasan. Dengan penerapan sistem pengamanan fisik yang idealharapannya segala gangguan keamanan dan tindak pidana dapat diatasi, sertadengan pembenahan sistem pengamanan fisik sebuah lembaga pemasyarakatandapat memenuhi fungsinya, yaitu sebagai tempat yang ditujukan untuk menghukumorang-orang yang telah melakukan suatu tindak pidana yang telah mempunyaikekuatan hukum tetap, akan tetapi juga mempunyai fungsi pemasyarakatan, yaitulembaga pemasyarakatan tidak semata-mata untuk menghukum atau memenjarakanorang, namun lebih diutamakan kepada upaya pemasyarakatan narapidana artinyanarapidana sungguh-sungguh dipersiapkan dengan baik agar kelak dikemudian harisetelah masa hukumannya selesai akan kembali ke masyarakat dan dapat berperanaktif dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagaimana warga Negarayang baik dan bertanggungjawab pasal 1 ayat 1dan 2 Undang-undang Nomor 12Tahun 1995 tentang pemasyarakatan . Metode penelitian yang di gunakan olehpeneliti adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis manajerial dan metodepenulisan menggunakan diskriptif analisis. Lapas Klas 1 Cipinang memilikiberbagai SOP pengamanan tetapi tidak didukung oleh sarana prasarana yangmemadai. Demikian juga dengan penerapan sistem pengamanan fisik Lapas Klas 1Cipinang belum optimal. Petugas KPLP belum sepenuhnya menjalankan tugas dantanggungjawabnya, sehingga gangguan keamanan dan ketertiban baik berupakejahatan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh orang dalam maupun orangluar masih terjadi. Faktor - faktor yang mempengaruhi penerapan sistempengamanan Lapas Klas 1 Cipinang belum optimal adalah Sarana dan Prasaranayang masih kurang lengkap, Kualitas dan kuantitas petugas KPLP yang masihdibawah standar, kurangnya dukungan anggaran dan tidak adanya hubungankerjasama pengamanan resmi dengan pihak Kepolisian.

Correctional facility or prison is recently highlighted by the society due to itsexisting problems. It is started from the burning of prison to the special facility forthe inmates of narcotics who are sentenced to death. The first problem in the facilityinitially comes from the potential of diversion, such as illegal charges. Anotherexample is the overload number of inmates. The number of inmates and convicts incertain prison which are not handled by adequate human resources and facilities isprone to the increasing number of violation. Small number of workers causing thelow level of security monitoring in the facility. The application of physical securitysystem can solve the problem of security as well as the criminal inside of the prison,and it can maximize the natural function of prison as the place to punish people whoconducted criminal actions with permanent legal force. In addition, prison will alsobe able to maximize its function as a correctional facility, not only as a mere placeof punishment. It means that inmates are prepared to become a better person afterthey are released from the jail to the society. Later, they are able to activelycontribute to the development of the country. They can also become good andresponsible citizens Article 1 Section 1 and 2 Law Number 12 Year 1995 regardingcorrectional facility . This research used qualitative method with juridicalmanagerial approach. It also used descriptive analysis writing method. Class 1Correctional Facility of Cipinang has some SOP of security. However, it is notsupported by adequate facilities. Moreover, the application of physical securitysystem in the prison has not been optimum. Furthermore, the officers of Head ofSecurity of the Correctional Facility have not executed its task and responsibilitycompletely, that the disturbance of security and order, like crimes and violationsstill happen. The influencing factors to the application of security system in Class1 Correctional Facility of Cipinang are the inadequate and below standard qualityand quantity of infrastructure and facility of the officers of Head of Security of theCorrectional Facility KPLP, minimum budgeting supports, and the absent ofcooperative relation between security officers and police officers."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T49173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elviera Agustin
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem kemitraan kegiatan kerja antara Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang dengan PT. Ikezaki Tekindo Tama dalam bidang aerosol dan non aerosol tahun 2004-2006. Untuk membahas hal tersebut, pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan desain deskriptif yaitu menggambarkan kemitraan ditinjau dari teori sistem. Data diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap 10 informan yang terlibat dalam kegiatan kemitraan. Dari analisis terhadap basil wawancara disimpulkan bahwa : 1) Lingkungan kurang mendukung kemitraan, 2) Input kurang sesuai ketentuan, 3) Proses tidak optimal, 4) Output tidak sesuai target, 5) Impact kurang optimal, 6) Feedback, perlu adanya evaluasi terhadap input dan proses. Hasil penelitian menyarankan perk' adanya komitmen kalapas dalam pelaksanaan kemitraan dan model yang dapat dijadikan acuan pelaksanaan kemitraan di lembaga pemasyarakatan.

The purposes of this research is to analysis the partnership system between First Class Tangerang Correctional Institution with PT. Ikezaki Tekindo Tama in the prisoners autonomous program. Related with that case the research use qualitative descriptive interpretive to describe about the partnership that is observed by system theory. The number of informan are ten people consist of stakeholder that involve in the partnership program, aerosol and non aerosol production in 2004-2006. This research is qualitative descriptive interpretive. The data was collected by means of deep interview through 10 informans that involve in the partnership. The following are the research : I) Environment is not support enough, 2) Input is not sufficient to support the partnership, 3) Process is not optimal, 4) Output is not comfort with the target, 5) Impact is not optimal, 6) Feedback that clarify have to evaluate input and process. These research suggest that have to commitment of Chief to support the partnership and provide partnerships model which can help in partnership implementation."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ania
"Penelitian ini berjudul "Implementasi Aspek Keselamatan Standart Minimum Rules (SMR) Di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang". Latar belakang pemilihan judul ini didasarkan pada kajian empiris dan teoritis. Dalam Aspek keselamatan terdapat beberapa standar yakni tentang klasifikasi/pemisahan, disiplin, penggunaan kekerasan, penggunaan alat pembatas gerak dan pengaduan. Alasan kenapa penulis memilih aspek tersebut adalah karena keselamatan dan Hak Asasi Manusia berhubungan erat, keselamatan di Lapas merupakan kebutuhan utama baik untuk petugas maupun narapidana. Lokasi penelitian dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan implementasi aspek keselamatan Standart Minimum Rules (SMR) pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Cipinang dipengaruhi oleh pertama overkapasitas pada Lapas, dikarenakan meningkatnya jumlah narapidana/tahanan kasus narkoba, sehingga pemisahan kategori narapidana atau klasifikasi pada Lapas overkapasitas terbentur dengan masalah terbatasnya sarana dan prasarana yang terdapat didalam Lapas. Kedua disiplin dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan tergantung pada kepatuhan narapidana tersebut dan pengelolaannya dilakukan oleh pemuka atau tamping bukan oleh petugas. Ketiga Komunikasi keluar ataupun pengaduan yang akan dilakukan narapidana akan disensor terlebih dahulu atau atas seijin Kalapas.
Upaya-upaya yang dilakukan mengatasi hambatan implementasi aspek keselamatan SMR pada Lapas Narkotika Cipinang dengan menambah sarana blok hunian narapidana atau membangun gedung Lapas baru untuk hunian narapidana, dan membuat kebijakan Lapas tentang peraturan disiplin, kebijakan peran dan tanggung jawab masing-masing tamping dan pemuka di semua bidang, kebijakan mengenai mekanisme pengaduan.

The study is titled "Safety Aspect Implementation of the Standard Minimum Rules (SMR) at Class IIA Cipinang Narcotic Correctional Institution". The background of the title selection is based on empirical and theoretical studies. In the safety aspect that there are some standards on the classification / separation, discipline, use of force, the use of a limiting motion and complaint. The reason why the author chose this aspect is due to the safety and human rights are closely linked, safety in prisons is a major requirement for officers and inmates. Location of research done at Classs IIA Cipinang Narcotics Correctional Institution. The research method used in this research is using qualitative approach.
The results shows that safety aspect implementation of the standard minimum rules (SMR) in the Cipinang Narcotics Correctional Institution first affected by overcapacity, due to the increasing number of inmates / detainees drug case, so the separation of category or classification of inmates in Correctional Institution overcapacity collided with the problem of limited means and infrastructure that may be in Correctional Institution. Both discipline and order in the Correctional Institution inmates are dependent on compliance and managed by leaders or tamping not by officers. Third Communication complaints out or to be carried prisoners to be censored or for permission first from Kalapas.
Efforts were made to overcome barriers to the implementation of the safety aspects of SMR at Narcotics Prison Cipinang by adding residential block inmates or means of building new Correctional Institution for housing inmates, and make policy on Correctional Institution disciplinary rules, policies, roles and responsibilities of each tamping and leaders in all areas, the policy on complaints mechanism.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luay Ghozy Rizq
"Penelitian ini mengkaji tentang evaluasi kebijakan tour of duty dan tour of area pada pegawai Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Jakarta. Penelitian ini menggunakan enam dimensi dari Teori Evaluasi Kebijakan Publik oleh Dunn (2018) yang terdiri dari effectiveness, efficiency, adequacy, equity, responsiveness, dan appropriateness. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan campuran melalui survei, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan. Survei dilakukan secara langsung melalui penyebaran kuesioner dengan melibatkan 76 responden yang merupakan pegawai Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Jakarta, sementara itu wawancara mendalam dilaksanakan dengan melibatkan 13 informan. Analisis kuantitatif menunjukkan bahwa penerapan kebijakan tour of duty dan tour of area pada pegawai Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Jakarta telah sesuai dengan ukuran nilai efektivitas, efisiensi, kecukupan, keseteraan, responsivitas, dan ketepatan. Hasil uji statistik tersebut juga didukung oleh analisis kualitatif berdasarkan temuan di lapangan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penerapan tour of duty dan tour of area sebagai bentuk kebijakan pengelolaan sumber daya manusia terbukti mampu membawa banyak keunggulan kompetitif baik bagi para individu pegawai maupun entitas organisasi secara keseluruhan.

This study examines the evaluation of tour of duty and tour of area policies on employees of the Class IIA Jakarta Narcotics Correctional Institution. This research uses six dimensions of the Public Policy Evaluation Theory by Dunn (2018) consisting of effectiveness, efficiency, adequacy, equity, responsiveness, and appropriateness. This research uses a quantitative approach with mixed collection techniques through surveys, in-depth interviews, and literature studies. The survey was conducted directly through the distribution of questionnaires involving 76 respondents who were employees of the Class IIA Jakarta Narcotics Correctional Institution, while in-depth interviews were conducted involving 13 informants. Quantitative analysis shows that the implementation of tour of duty and tour of area policies for employees of the Class IIA Jakarta Narcotics Penitentiary is in accordance with the measures of effectiveness, efficiency, adequacy, equity, responsiveness, and accuracy. The statistical test results are also supported by qualitative analysis based on field findings. Therefore, it can be said that the application of tour of duty and tour of area as a form of human resource management policy has proven to be able to bring many competitive advantages to both individual employees and the organizational entity as a whole."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awaludin
"Pemeliharaan ketertiban dalam Lembaga Pemasyarakatan ditujukan untuk mengurangi kekerasan, meningkatkan keamanan penghuni dan petugas, dan meningkatkan keberbasilan program pembinaan. Cam terlmik untuk menjaga ketertiban di lapas dituntut adanya kernampuan petugas dalam menggunakan jenisĀ­-jenis kekuasaan terbadap narapidana yang dapat mempengaruhi cara pandang narapidana nntuk mematubi petugas dan peraturan serta tata tertib di dalam lapas. Dengan menggnnakan contoh narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba studi ini menggali mengapa narapidana bekerja sama dengan petugas dan selanjutnya menunjukan kepatuhannya selama berada dalam Lapas. Temuan menunjukkan bnhwa walaupnn tidak terlalu tinggi, kebanyakau narapidana melihat petugas mempunyai kekuasaan hadiah, kekuasaan syah, kekuasaan pemaksa, kekuasaan nhli, dan kekuasaan rujnkan serta memiliki kepatuhan terbadap petugas baik kepatuhan paksaan, kepatuhan kalkulatif, maupun kepatnhau normatif. Akan tetapi pada saat yang sama, sebagian mnepidana melihat mereka akan bekerjasama apabila dilakukan dengan melalui pemaksaan. Penemuan juga menunjukan bnhwa bagaimanapun kekuasaan petugas apabila digunakan secara bersama-sama dapat mempengaruhi kepatuhan narapidana sebesar 51,55%, akan tetapi apabila diuji secara parsial maka masing-masing variabel memiliki pengaruh yang sangat kecil, pengaruhnya terhadap kepatuban untuk kekuasaan hadiah 4,45%, kekuasaan syah 8,82%. kekuasaan pemaksa 0,0036%, kekuasaan nhli 0,36% dan kekuasaan rujukan 5,42%. Selain itu, pemahaman narapidana dan pandangannya terbadap penggunaan jenis-jenis kekuasaan yang dilakukan petugas: memberikan pemahaman mengenai prediksi tinggi rendahnya kepatuban narapidana. Meskipun penelitian memberikan gambaran awal dalam menjelaskan baguimana sikap-sikap narapidana dapat bekerjasama dengan petugas dan dampaknya terbadap perilaku narapidana yang lebih adaftif, penelitian masa depan diperlukan untuk memperbaiki langkah-langknh, menjelajahi distribusi kekuasaan dan kepatuhan di Lapas, dan baguimana jika sikapĀ­ sikap inl diterjemahkan dalam perilaku tertentu.

Maintaining order in correctional institutions aimed at reducing violence, improving occupant safety and workers, and increase the success of coaching programs. The best way to maintain order in prisons sued the ability of officers in using the kinds of powers to the inmates that could affect how inmates view officers to comply with rules and regulations as well as in prison. By using the example of inmates in Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba, study explores why prisoners cooperate with officers and then show its compliance during their slay in prison. Findings indicate that although not very high. most prisoners view officers have reward power legitimate power, coercive power expert power and referent power. and having a compliance to officer. But at the same time, some inmates seeing them would cooperate if done through coercion. Although partial, each bas a small effect. reward power 4,45%, legitimate power 8 82%, power 0.36%, and referent power 5,42% the findings also indicate that somehow the power of officers when used together can affect the compliance of prisoners in the amount of 51,55%. In addition, understanding of inmates and their view to the bases of power usage by officers provide a high predictive understanding of the compliance of prisoners. Although the study provides preliminary description in explaining how the attitudes of inmates to be working with officers and their impact on inmate behavior more adaptability, future research is needed to repair the steps, explore the distribution of power and obedience in prisoned how, if these attitudes translated into specific behavior."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T21043
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ramelan Suprihadi
"Salah satu tahap dalam pebinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan ialah tahap asimilasi dengan tujuan menyiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat. Untuk tujuan itulah maka narapidana memerlukan bekal berupa keterampilan yang akan mereka gunakan untuk mencapai sumber di masyarakat setelah mereka babas, hal ini dilakukan melalui kegiatan kerja. Pada kenyataannya, yang terjadi ialah masih banyaknya narapidana similasi yang tidak terserap dalam kegiatan kerja sehingga mereka mengisi waktunya hanya dengan bergerombol dan berbincang-bincang atau hanya sekedar membersihkan halaman lapas. Untuk menanggulangi hal ini perlu adanya suatu kegiatan kerja yang terencana secara sistematis. Hal inilah yang masih merupakan perrnasalahan di lembaga pemasyarakatan yaitu tidak adanya perencanaan yang baku tentang kegiatan kerja khususnya untuk narapidana asimilasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan perencanaan kegiatan kerja yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan dan memberikan gambaran mengenai perancanaan yang ideal berdasarkan tahapan sistematis dari sebuah perencanaan kegiatan kerja. Hasil penelitian, menunjukan bahwa perencanaan keg iatan kerja yang dilakukan belum berdasarkan tahapan ideal dari sebuah perencanaan yang mangakomodasi kegiatan dari mulai persiapan hingga evaluasi. Hal ini lah yang mengakibatkan suatu kegiatan kerja dilaksanakan berangkat dari adanya aturan dan pelambagaan yang sudah ada tanpa mempertimbangankan perubahan yang terjadi.

The assimilation is one step of prisoners coaching in correctional institution. it is preparing the prisoners to come back to community. Through the work plan, prisoners get skill to reach the source of earnings if they have freedom and come back to community. In fact, much more the Assimilation prisoners not absorb at work plan. Then they just make a group and chatting or just cleaned the prison. A Systematic work plan need to solve that problem. However, this problem still happened in the prison because no standard assimilation prisoners work plan. To described ideal planning based on systematic of the work plan at coorectional institution, this research was using descriptive research method with approach qualitative. The result of this research has showed that work plan preparing until evaluation in the correctional institution still not based of ideal step. The consequence, without consideration of the change, work plan at the correctional institutions always just based of the roles and institution."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sadi
"Lembaga pemasyarakatan (lapas) sebagai tempat pembinaan para narapidana tidak akan berjalan efektif apabila para narapidana tersebut menderita sakit. Salah satu penyakit tersebut adalah tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit yang menular melalui percikan dahak diudara. Dalam tiga tahun terakhir, angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta masih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menganalisis implementasi program dengan teori implementasi program Mary Ann Scheirer serta faktor-faktor yang menjadi kendala program penanggulangan tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan dokumentasi yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta.
Hasil penelitian menunjukan bahwa program penanggulangan tuberkulosis di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta telah dilaksanakan sesuai Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dan Rencana Aksi Nasional Program TB di Lapas, Rutan dan Bapas Tahun 2012-2014 meskipun belum seluruhnya efektif karena dalam proses implementasi program terdapat komponen, proses dan variabel yang belum terpenuhi. Selain itu, belum tercapainya getting to zero case tuberculosis, menandakan implementasi program belum efektif. Faktor-faktor yang menjadi kendala internal adalah faktor sumber daya manusia untuk dokter spesialis, perawat khusus, analist, apotecker dan administrator; fasilitas terbatas, seperti ruang isolasi, laboratorium, rontgen, ventilasi dan pembuangan limbah medis, termasuk kesulitan akses keluar lapas; tidak ada dukungan dana, norma kerja yang menghambat, tidak ada perencanaan, pengawasan dan pengorganisasian program yang baik, tidak ada SOP, kelompok beresiko dan perilaku beresiko warga binaan. Faktor eksternal meliputi keterlambatan pengiriman obat, keterbatasan kelompok pendukung, pengawasan yang kurang dari induk organisasi dan kebijakan merujuk pasien keluar Lapas.
Untuk itu direkomendasikan kepada pemerintah menyediakan fasilitas layanan kesehatan yang memadai untuk pengendalian infeksi di Lapas, menyediakan sumber daya manusia dan pelatihan, membuat perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan terhadap program penanggulangan tuberkulosis, menyediakan sumber daya termasuk pendanaan, meningkatkan upaya pencegahan tuberkulosis dan pendeteksian dini, mengendalikan infeksi, meningkatkan peran serta seluruh petugas dan narapidana.

Correctional Center is as place for inmates to develop character building. It will not run effectively if convict gets illness. One of the diseases is tuberculosis, the disease have been transfered by droplet nuklei. At three years ago, in high position of ill and death range in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center although tuberculosis coping program has held since 2005. This research aims to evaluate and investigate implementation program with implementing program Mary Ann Sheirer?s theory and the factors which relates to the problems of tuberculosis coped program in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center. The writer does a research using qualitative method and data collection procedures are interview and documentation that relates directly to the implementation of tuberculosis coped program in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center.
The result of this research is point out that tuberculosis coped program in Jakarta Class IIA Narcotic Correctional Center has been appropriate to Coped Tuberculosis National Directive and National Action Plan on TB Program in Prisons, Detention Centers, and Parole Offices in 2012 ? 2014 though it is not all of the program going effectively yet because the processes of implementing program are not completely in components, processes and variables. Than, not going to the goal getting to zero case tuberculosis, its sign that implementing program going effectively yet. Internal factors problem are humman resources for specialist docters, specialist nurses, analist, apoteker and administrator; inadequate facilities for isolation rooms, laboratory, x-ray, poor ventilations and medist rubbishes banishment, include dificultly acces to hospital facilities, not supported of budgeting, problem of work norms, lack of planning, controlling and organizing good program, no Standard Operational Procedure, risk group and beharvioral risk of inmates. External factors are lated delivery of tuberculosis medicine from government, less of supports group, lack of controlling from central organization and policy of hospitally inmates outside of prisons.
For those reasons, the writer suggest to Government to provide the best health facilities to control the infection in prison, provide the human sources for helping this program and hold training for inmate. The writer also suggest to official correctional center should arrange planning and controlling concern with tuberculosis coped program, provide the budget, give knowledge to prevent of tuberculosis, control the spread of infection, and increase the role of people in prison, the officials and inmates.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizanizarli
"Dalam alinea ketiga pembukaan Undang Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, di samping merupakan rahmat Allah Yang Maha Kuasa juga didorong oleh keinginan luhur bangsa Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas.
Keinginan yang luhur tersebut ingin dicapai dengan membentuk pemerintahan negara Indonesia yang disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar. Dengan demikian keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan itu, bukan hanya sekedar cita-cita untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, tetapi "berkehidupan yang bebas dalam keteraturan" atau kehidupan bebas dalam suasana tertib hukum.
Hal tersebut di atas, dapat berarti bahwa kemerdekaan seperti yang terungkap dalam Petabukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan juga usaha pembaharuan hukum di Indonesia.
Amanat untuk melakukan pembaharuan hukum itu akan lebih kongkrit bila kita menelaah ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang Undang Dasar 1945, antara lain membebankan bangsa Indonesia untuk melakukan pembaharuan terhadap peraturan-peraturan bekas pemerintahan jajahan (Hindia Belanda dan Bala Tentara Jepang) yang terpaksa masih diberlakukan pada periode transisi hukum.
Garis kebijaksanaan umum pembaharuan hukum tersebut secara operasional telah dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993) khususnya mengenai. Wawasan Nusantara (Bab II huruf f) pada butir bidang hukum.
Di dalam Pola Pembangunan Nasional, khususnya mengenai Wawasan Nasional ditegaskan antara lain bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Setyani
"Kemandirian klien pemasyarakatan dapat terwujud apabila klien mendapatkan pendampingan yang baik dari orang terdekatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku mandiri klien pemasyarakatan dalam proses pengembangan kemandirian, mengetahui bentuk pendampingan sosial yang diterima oleh klien pemasyarakatan guna pengembangan kemandirian serta pelaksanaan bimbingan kemandirian di Bapas Kelas I Jakarta Pusat guna mendukung pengembangan kemandirian klien pemasyarakatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif. Teknik pengumpulan data dengan studi literatur, wawancara mendalam dan observasi, sedangkan informan dalam penelitian ini adalah tujuh orang klien dewasa yang telah bekerja, dua orang anggota keluarga klien, satu orang tokoh masyarakat, dan tiga orang pembimbing kemasyarakatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada klien yang mendapatkan stigma negatif dari masyarakat, namun klien mampu mengembangkan kemandiriannya berkat pendampingan yang diberikan dari orang terdekatnya. Klien yang telah mandiri memiliki perilaku mampu mengidentifikasi dan memecahkan masalah, menguatkan diri untuk menjadi lebih baik, mampu mengembangkan potensi diri serta mampu mengakses lapangan pekerjaan sesuai keterampilan yang dimiliki. Selain itu, klien juga mendapatkan pendampingan dari keluarga dan pembimbing kemasyarakatannya berupa sikap menerima klien kembali, dukungan, saran serta informasi yang berhubungan dengan pengembangan potensi dirinya. Klien belum mendapatkan pendampingan sosial dari masyarakat karena ada rasa ketidakpedulian masyarakat terhadap upaya klien untuk mandiri. Masyarakat sekitar tempat tinggal klien hanya sebatas memenuhi hak sosial klien dengan menerima kembali keberadaan klien di lingkungan dan belum memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan kemandiriannya.
The self-reliance of correctional clients can be realized if the client gets good assistance from the people closest to him. This study aims to describe the self-reliance behavior of correctional clients in the process of developing self-reliance, to find out the forms of social assistance received by correctional clients for the development of self-reliance and the implementation of self-reliance guidance at Correctional Center in Central Jakarta for supporting correctional client independence development. This study uses a qualitative approach with a descriptive design. Data gathering techniques include literature and documentary search, in-depth interviews and observations, while the informants in this study were seven adult clients who had worked, two members of the clients family, one community leader, and three community counselors. This study result described that there are still clients who get a negatif stigma from the community, but clients are able to develop their self-reliance thanks to the assistance provided from their closest people.The client who has independent has a behavior able to identified and solved their problem, reinforced themselves to be better, be able to developing their potency and be able to has a job accessed which could appropriate with their skills. Moreover, the clients also got a good social assistance from their family and community mentors in the form of accepting returning clients, support, advices and information which connected with their potential development. The client has not received social assistance from the community because there is a sense of public indifference to the clients efforts to be independent.Their neighborhood society just fulfilled client social rights with reacceptance them in society and has not paid more attention to the development of its self-reliance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>