Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desi Isnayanti
"Latar belakang : Penalaran klinik merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang dokter. FK UMSU telah menerapkan metode problem based learning agar kemampuan berpikir kritis dan keterampilan penyelesaian masalah mahasiswa terbentuk. Sayangnya mahasiswa masih sering kesulitan untuk mengaplikasikan ilmunya saat berhadapan dengan pasien di pendidikan klinik. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan terhadap rancangan pengajaran penalaran klinik melalui uji coba metode pengajaran penalaran klinik dengan menggunakan pasien simulasi pada pendidikan kedokteran tahap preklinik.
Metode : Desain penelitian adalah eksperimental, dilakukan pada mahasiswa angkatan 2012 FK UMSU dengan jumlah sampel sebanyak 36 orang. Sampel dibagi menjadi dua kelompok melalui randomisasi sistematik. Kelompok intervensi diberi simulasi pengajaran penalaran klinik, sedangkan kelompok kontrol belajar mandiri. Kedua kelompok diberikan pretes dan postes dalam bentuk script concordance test. Persepsi kelompok intervensi terhadap pengajaran dinilai melalui focus group discussion (FGD). Perbedaan rerata pretes dan postes dianalisis secara kuantitatif dengan uji t, sedangkan data FGD dianalisis secara tematik.
Hasil : Hasil uji t tidak berpasangan data prestes dan postes menunjukkan bahwa kemampuan penalaran klinik kelompok intervensi tidak lebih baik atau sama dengan kelompok kontrol (perbandingan data pretes yaitu t=0,921; df=34; α=0,363, sedangkan perbandingan data postes yaitu t =-0,249; df=32; α= 0,805). Selain itu, hasil uji t berpasangan menunjukkan bahwa tidak didapatkan perbedaan rerata pretes dan postes antara kelompok intervensi dan kontrol (rerata pretes dan postes kelompok intervensi adalah t=-0,113; df =17; α=0,911, sedangan kelompok kontrol adalah t= -1,231; df= 17; α=0,235). Secara keseluruhan, melalui intervensi dalam penelitian ini tidak ada perbedaan bermakna peningkatan kemampuan penalaran klinik kelompok intervensi setelah diberikan pengajaran penalaran klinik dengan simulasi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil analisis FGD menunjukkan bahwa mahasiswa belum memahami konsep penalaran klinik dengan baik. Namun, mahasiswa berpendapat metode pengajaran ini bermanfaat untuk mengajarkan keterampilan penalaran klinik. Adapun hambatan atau kesulitan yang dihadapi saat aplikasi pengajaran adalah kurangnya pengetahuan mahasiswa dan peran pasien simulasi dan fasilitator yang belum maksimal. Secara keseluruhan, mahasiswa menyambut baik metode pengajaran penalaran klinik dengan menggunakan pasien simulasi.
Kesimpulan : Mahasiswa yang mendapatkan pengajaran penalaran klinik dengan menggunakan pasien simulasi tidak lebih baik kemampuan penalaran kliniknya dibandingkan dengan mahasiswa yang belajar mandiri. Hal ini dapat terjadi karena keterbatasan penelitian dalam proses simulasi pengajaran. Metode pengajaran penalaran klinik dengan pasien simulasi dapat dilakukan di FK UMSU dengan memperbaiki segala aspek terkait proses pembelajaran di pendidikan tahap preklinik.

Background: Clinical reasoning is one of the skills that must be achieved by a medical doctor. Faculty of Medicine (FM) UMSU has implemented problem based learning method to develop critical thinking and problem solving skills. Unfortunately, the students still often feel difficult to apply their knowledge when dealing with patients in clinical training. This study aims to provide feedback to the current design of clinical reasoning teaching by testing a method using simulated patients in preclinical phase.
Method: An experimental study was performed among year 2012 students of FM UMSU with the total sample of 36 students. They were divided into two groups through systematic random sampling. The intervention group was given a clinical reasoning teaching method using a simulated patient, while the control group conducted self directed learning. Both groups were given pretest and postest with script concordance test format. The perception toward the teaching method of the intervention group was collected through focus group discussion (FGD). The mean difference between pretest and posttest data was analyzed using the T test, while FGD data was analyzed based on themes emerged strongly and consistently.
Result: The clinical reasoning skills of intervention group was not better or equal to the control group (the comparative of pretest data is t=0,921; df=34; α=0,363, while postest data is t =-0,249; df=32; α= 0,805). There was no difference in the mean of pretest and posttest between intervention and control groups (mean difference between pretest and posttest data of intervention group is t=-0,113; df =17; α=0,911, while control group is t= -1,231; df= 17; α=0,235). Overall, there was no significant difference in increased clinical reasoning skills of intervention group after being given a clinical reasoning teaching using simulated patient compared to the control group. The FGD data showed that students did not understand the clinical reasoning concept well. However, students thought this teaching method was useful for teaching clinical reasoning skills. The barriers encountered during implementation was the lack of knowledge of students and that the role of patients simulated and facilitators are not yet adequate. Overall, students had good perceptions on the clinical reasoning teaching method using simulated patient.
Conclusion: Clinical reasoning skills of students who experienced the clinical reasoning teaching method by using patient simulation were not better than students who studied independently. This was probably due to limitations in the detailed processes of implemented teaching method. The clinical reasoning teaching method using patient simulation can be potentially conducted at FM UMSU by overcoming limitations related to the learning processes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurita Adha Dianti
"Mahasiswa kedokteran mengalami beberapa tahap transisi, salah satunya transisi dari tahap pendidikan preklinik ke klinik. Transisi ini memberikan tantangan, lingkungan, dan tekanan baru yang membutuh adaptasi mahasiswa. Apabila stressor tidak dapat diatasi dengan baik, maka akan terjadi distress yang menyebabkan depresi, burnout, kecemasan, dan lain sebagainya. Motivasi merupakan faktor yang penting bagi mahasiswa agar dapat mengelola emosi dan sumber daya dengan baik dan memiliki kemampuan belajar deep learning. Penelitian mengenai hubungan tipe motivasi terhadap burnout pada mahasiswa kedokteran belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan tipe motivasi dengan burnout pada mahasiswa di tahap transisi preklinik ke klinik. Penelitian ini dilakukan di FKUI dan menggunakan desain cross-sectional dengan melibatkan mahasiswa pada tahun pertama transisi dari preklinik ke klinik. Mahasiswa diklasifikasikan ke dalam empat tipe motivasi melalui analisis motivasi intrinsik dan ekstrinsik menggunakan kuesioner Skala Motivasi Akademik. Tipe motivasi mahasiswa merupakan variable independen yang dinilai hubungannya dengan komponen burnout selama proses pendidikan. Burnout dinilai menggunakan kuesioner Maslach Burnout Inventory HSS. Sejumlah 164 mahasiswa terlibat sebagai responden penelitian. Hasilnya didapatkan tipe motivasi paling banyak pada tahap ini ialah tipe termotivasi minat dan status 79,2% (N = 130), diikuti termotivasi minat 13,41% (N = 22), termotivasi rendah merupakan 6,09% ( N = 10), dan termotivasi status 1,2% dari populasi (N = 2). Siswa dengan tipe termotivasi minat memiliki komponen persepsi terhadap prestasi yang lebih tinggi (p=0,03) dan depersonalisasi yang lebih rendah (p <0,026) dibanding tipe termotivasi minat dan status.

Medical students should undergo several stages in their education, one of them is transition from preclinical to clinical year. This transition introduces new challenges, environments, and pressures that can cause stress. If stress cannot be overcome properly, it may cause depression, burnout, and anxiety. Motivation is important for student to study and cope from stress and burnout. This study hence aimed to assess the relationship between type of motivation and burnout in medical student during the transition period from preclinical to clinical phases. This study was cross-sectional and conducted in FMUI, among medical students in the first year of transition from preclinical to clinical year. Students were categorized into four subgroups through analysis of intrinsic and controlled motivation using Academic Motivation Scale. Group membership is used as an independent variable to assess burnout components. Burnout was measured using Maslach Burnout Inventory HSS. A total of 164 students participated in the study. Four groups were identified: students who are interest-status motivated constituted 79.2% of the population (N=130), interest-motivated students constituted 13.41% of the population (N=22), low motivated students constituted 6.09% of the population (N=10), statusmotivated student 1.2% of the population (N=2). Interest-motivated students had higher personal accomplishment (p = 0.03) and lower depersonalization (p = 0.026) than intereststatus motivated students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ragatama Riyanto
"Latar Belakang Pandemi COVID-19 telah menyebabkan perubahan besar dalam pendidikan kedokteran, dengan masuknya berbagai metode pembelajaran daring, termasuk simulasi virtual dan gamifikasi. Penggunaan kedua metode tersebut disebutkan cukup baik dalam meningkatkan pembelajaran pada berbagai topik. Inovasi tersebut juga muncul untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran seperti pada pembelajaran pengobatan rasional (POR). Penelitian ini bertujuan sebagai asesmen awal untuk menggambarkan persepsi mahasiswa preklinik FKUI terhadap pembelajaran daring menggunakan simulasi virtual berbasis web dan gamifikasi yang nantinya akan menjadi dasar perancangan pada pembelajaran POR. Metode Penelitian ini dilaksanakan dengan menyebarkan survei daring dengan consecutive sampling. Pengumpulan data berlangsung sejak bulan Agustus–Desember 2022. Analisis data menggunakan NVIVO 12 secara kualitatif dengan analisis tematik. Hasil Berdasarkan hasil analisis tematik 282 mahasiswa preklinik FKUI, didapatkan tiga tema besar, yakni optimisme, pesimisme, dan netralitas pada persepsi terhadap simulasi virtual berbasis web dan gamifikasi. Optimisme meliputi persepsi positif pada simulasi virtual, sementara pesimisme meliputi persepsi negatif. Terdapat subtema pada masing-masing tema, seperti kebermanfaatan simulasi virtual, output pembelajaran, motivasi mahasiswa, karakteristik pembelajaran, realisme simulasi virtual, sarana dan prasarana penyelenggaraan simulasi virtual serta impresi terhadap simulasi virtual. Pada tema netralisme didapatkan satu subtema berupa familiaritas mahasiswa terhadap simulasi virtual. Kesimpulan Persepsi mahasiswa kedokteran terhadap simulasi virtual, baik berbasis web dan berbasis gamifikasi dalam pembelajaran penggunaan obat rasional (POR), bervariasi. Meskipun begitu, optimisme terhadap manfaat teknologi tersebut besar. Dengan implementasi H5P dan pesatnya perkembangan teknologi, simulasi virtual berpotensi untuk diterapkan ke depannya dalam pendidikan kedokteran, khususnya pembelajaran POR.

Introduction The COVID-19 pandemic has caused major changes in medical education, with the introduction of various online learning methods, including virtual simulations and gamification. The use of these two methods is said to be quite good in improving learning on various topics. This innovation also appears to increase learning success, such as in rational drug use learning (RDU). This research aims as an initial assessment to describe FMUI pre-clinical students' perceptions of online learning using web-based virtual simulations and gamification which will later become the basis for designing RDU learning. Method This research was carried out by distributing an online survey with consecutive sampling. Data collection took place from August–December 2022. Data analysis used NVIVO 12 qualitatively with thematic analysis. Results Based on the results of the thematic analysis of 280 FMUI pre-clinical students, three major themes were obtained, namely optimism, pessimism and neutrality in perceptions of web-based virtual simulations and gamification. Optimism includes positive perceptions of the virtual simulation, while pessimism includes negative perceptions. There are subthemes in each theme, such as the usefulness of virtual simulations, learning output, student motivation, learning characteristics, realism of virtual simulations, facilities and infrastructure for organizing virtual simulations and impressions of virtual simulations. In the theme of neutralism, one sub-theme was found in the form of students' familiarity with virtual simulations Conclusion Medical students' perceptions of virtual simulations, both web-based and gamification-based in learning rational drug use (POR), vary. Even so, there is great optimism regarding the benefits of this technology. With the implementation of H5P and the rapid development of technology, virtual simulation has the potential to be applied in the future in medical education, especially POR learning."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldeka Kamilia Mufidah
"Pendahuluan: Pendidikan dokter terdiri dari dua tahap pembelajaran, yaitu tahap akademik (preklinik) dan tahap klinik. Dosen yang ideal merupakan komponen terpenting dalam proses pembelajaran tersebut. Kedua tahap pembelajaran tersebut memiliki metode dan lingkungan pembelajaran yang berbeda sehingga diperkirakan terdapat perbedaan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik. Penelitian ini bertujuan membandingkan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik menurut persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang (cross sectional) ini menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian mandiri kuesioner yang valid dan reliabel (Cronbachs alpha 0.950). Sampel diperoleh secara cluster random sampling dari populasi mahasiswa tingkat tiga dan lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebanyak 200 orang. Data yang diperoleh dianalisis bivariat.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa tahap akademik dengan klinik terhadap atribut dosen yang ideal yaitu atribut penuh persiapan (p 0.010), kompetensi klinis (p 0.028), bersikap tidak diskriminatif (p 0.001), pengajaran yang interaktif (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), dan memberikan tugas yang jelas dan sesuai topik (p0.005). Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa berjenis kelamin perempuan dengan laki-laki terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut profesionalisme (p 0.014) dan empati (p 0.010), serta terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dari Jabodetabek dengan luar Jabodetabek terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut role model (p 0.027). Hasil analisis peringkat menunjukkan atribut dosen kedokteran yang ideal pada tiga peringkat teratas pada tahap akademik ialah profesionalisme, pengetahuan, komitmen terhadap perkembangan peserta didik, kejelasan, bersikap jujur, respek, mampu membimbing mahasiswanya dalam proses pembelajaran, dan keterampilan komunikasi yang baik. Sedangkan pada tahap klinik ialah pengetahuan, kompetensi klinis, respek, profesionalisme, mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran, ketulusan hati, kejelasan, dan bersikap jujur.
Diskusi: Pada tahap akademik, pembelajaran cenderung lebih terstruktur dan dominan kuliah, dengan lingkungan belajar yang formal sehingga dosen yang penuh persiapan dipersepsi sebagai dosen yang ideal. Sementara di tahap klinik, pembelajaran lebih bersifat experiential, mahasiswa dominan memelajari keterampilan klinik dengan lingkungan belajar tidak formal berupa lingkungan pelayanan kesehatan, sehingga kompetensi klinik dan pengajaran yang interaktif menjadi atribut yang ideal. Baik mahasiswa tahap akademik maupun mahasiswa tahap klinik memandang atribut terpenting yang harus dimiliki seorang dosen ideal adalah penguasaan pengetahuan, profesionalisme, kejelasan dan kualitas personal seperti jujur dan respek.

Medical education consists of two stages of learning, preclinical and clinical. An ideal medical teacher needs attributes for supporting learning process. Both stages have different environments of learning and learning methods, so that the ideal medical teachers attributes in both stages are estimated to be different. This study aims to compare the attributes of ideal medical teacher between preclinical stage and clinical stage according to medical students view in faculty medicine of Universitas Indonesia.
Method: This cross-sectional study using primary data with questionnaire which is valid and reliable (Cronbachs alpha 0.950). The sample was obatained by cluster random sampling from two groups, medical students in third years and fifth years of Faculty Medicine of Universitas Indonesia. Total 200 data were analyzed by bivariate analysis.
Result: The results of bivariate analysis showed that there were differences in perceptions between preclinical and clinical students on the ideal attributes of medical teacher, such as well-prepared (p 0.010), clinical competence (p 0.028), non-discriminative (p 0.001), interactive teaching (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), and provide clear and on-topic assignment (p 0.005). There are differences in perceptions between female and male students on the ideal attributes of medical teacher, such as professionalism (p 0.014) and emphaty (p 0.010) and there are differences in perceptions between students from Jabodetabek and outside Jabodetabek on the ideal attributes of medical teacher, such as role model (p 0.027).  The results shown that the ideal attributes of medical teacher based on top three in preclinic stage are professionalism, knowledge, commitment to the development of students, clarity, honest, respect, guiding students in the learning process, and good communicator skill. Meanwhile in clinical stages are knowledge, clinical competence, respect, professionalism, creating conducive atmosphere to learning, sincerity, clarity, and honest.
Discussion: In the preclinical stage, learning methods are more structured such as lectures with a formal learning environment, so that the well-prepared attribute is considered as ideal attributes for medical teacher. While in the clinical stage, learning methods are more experiential and students tend to be more in learning clinical skills with a non-formal learning environment, so that the clinical competent and interactive teaching attributes are considered as important attribute for medical teacher. Both students at the preclinical and clinical stages considered the attributes of knowledge, professionalism, clarity, and personal attributes such as honest and respect as the important attributes for ideal medical teacher.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Ahmad Gamal Arigi
"Latar Belakang: Pendidikan kedokteran dianggap sebagai salah satu pendidikan yang memiliki stressor tinggi. Banyaknya sumber stressor dari mahasiswa tersebut apabila tidak sejalan dengan strategi coping yang baik maka berdampak terhadap keinginan untuk menunda menyelesaikan tugas akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan dan perbandingan jenis penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa kedokteran tahap preklinik. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dilakukan pada 202 mahasiswa semester 2, 4, 6 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram pada April 2023. Data didapatkan menggunakan instrument Brief Cope dan kuesioner Prokrastinasi akademik yang sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Hasil: Terdapat hubungan antara penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik mahasiswa kedokteran Preklinik dengan nilai p=0.002 (<0.05). Terdapat perbedaan nilai penggunaan strategi coping dan Prokrastinasi akademik pada mahasiswa semester 2, 4 dan 6 dengan nilai uji P pada nilai penggunaan strategi coping 0,008 (p<0,05) dan nilai prokrastinasi akademik sebesar 0,010 (p<0,05). Problem focused coping pada aspek planning dan jenis prokrastinasi akademik pada aspek penundaan dalam memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu 3.20 dan 2.55. Kesimpulan: Prokrastinasi akademik pada mahasiswa merupakan masalah yang sering terjadi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya yaitu strategi coping. Sehingga diperlukan pengembangan dan penerapan strategi coping yang efektif guna mengurangi prokrastinasi akademik dan meningkatkan prestasi akademik serta kesejahteraan mereka.

Background: Medical education is an education that has a high stressor. The many sources of stress for these students, if not accompanied by effective coping strategies, will have an impact on starting and delaying completing academic assignments. This study explores the relationship and comparison of coping strategies and academic procrastination in medical students at the preclinical stage. Methods: This study used a cross-sectional study design and was conducted on 202 students in grades 2, 4, and 6 of the Faculty of Medicine, University of Mataram, in April 2023. Data were obtained using the Brief Cope instrument and an academic procrastination questionnaire, which had been tested for validity and reliability. Results: There was a relationship between the use of coping strategies and academic procrastination in preclinical medical students, with p = 0.002 (<0.05). There are differences in scores using coping strategies and academic procrastination for students in grades 2, 4, and 6, with a P value of 0.008 (p<0.05) for coping strategies and 0.010 (p<0.05) for academic procrastination. Problem-focused coping on planning aspects and types of academic procrastination on aspects of delays in starting or completing assignments have the highest average scores of 3.20 and 2.55. Conclusion: Academic procrastination among students is a problem that often occurs. One of the factors that can influence it is the coping strategy. It is necessary to develop and implement effective coping strategies to reduce academic procrastination and increase academic achievement and welfare."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gladys Dwiani Tinovella Tubarad
"Latar Belakang : Pembelajaran keterampilan komunikasi pada tahap akademik seringkali tidak diterapkan di tahap klinik. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi proses komunikasi mahasiswa dalam melakukan anamnesis di Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta PSKD FKK UMJ secara mendalam.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan terhadap mahasiswa yang sedang melakukan anamnesis dengan pasien di klinik penyakit dalam, dan focus group discussion FGD dengan mahasiswa di stase penyakit dalam. Triangulasi data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dengan staf pengajar di stase penyakit dalam. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan The Calgary Cambridge Observation Guide. Hasil FGD dan wawancara dituliskan dalam bentuk transkrip verbatim lalu dilakukan analisis tematik dan koding. Selanjutnya dilakukan reduksi dan penyajian data.
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kekurangan dalam mengumpulkan informasi, membangun struktur anamnesis, membangun hubungan, dan mengakhiri anamnesis, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan mahasiswa seperti pelatihan keterampilan komunikasi yang meliputi pelatihan pada tahap klinik dan tahap akademik, faktor pesonal, role model, faktor kepercayaan diri, faktor pengetahuan, faktor psikologis, faktor waktu, dan faktor yang berhubungan dengan pasien. Hal ini juga disebabkan karena belum adanya panduan khusus yang digunakan untuk melakukan keterampilan komunikasi.
Kesimpulan : Pembelajaran keterampilan komunikasi di PSKD FKK UMJ sudah diberikan sejak awal pendidikan sampai tahap klinik dan terintegrasi dalam keterampilan anamnesis, namun masih banyak mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak melakukan proses komunikasi dengan baik, yang dipengaruhi oleh faktor mahasiswa dan faktor pasien.

Background: Learning communication skill in undergraduate medical student are not applied into the clinical phase. This study is aimed to explore of clinical clerkship student rsquo s communication process during the medical interview at Faculty of Medicine Muhammadiyah University of Jakarta.
Method: This study used qualitative research methods with phenomenological approach. Data was collected through observation to student clinical clerkship during the medical interview with patient rsquo s polyclinic in internal medicine and focus group discussion with students in internal medicine. Triangulation data through in depth interview with faculty polyclinic in internal medicine. Observation used The Calgary Cambridge Observation Guide. The result of FGD and interview were transcribed verbatim, analysed thematically and coded, to reduce and present the data.
Result: The results obtained in this study indicate that the student has some weakness in gathering information, providing structure, building relationship, and closing the session which can be caused doctor related factors such as communication skill training in academic phase and clinical phase, personality, role model, self confidence, knowladge factors, psychological factors, time factors, and patient related factors. It can also be caused due to the absence of spescific guidelines that are used to perform communication skills.
Conclusion: Communication skill learning in PSKD FKK UMJ were conducted since in undergraduate and clinical phase by integrated in medical interview skills, but students rsquo performance during clerkship showed that their communication skill still need improvement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alfatih
"Latar Belakang Pandemi COVID-19 membuat pendidikan kedokteran mengalami transformasi masif dengan masuknya berbagai elemen metode pembelajaran daring. Berbagai inovasi terus bermunculan untuk meningkatkan keberhasilan pembelajaran pada topik-topik tertentu. Salah satu contoh inovasi yang sudah pernah diterapkan di beberapa negara maju adalah penggunaan simulasi virtual dan gamifikasi pada pembelajaran pengobatan rasional/penggunaan obat rasional (POR). Hal ini memunculkan gagasan pengembangan hal serupa dalam pendidikan kedokteran Indonesia. Penelitian ini merupakan asesmen awal yang menggambarkan persepsi mahasiswa preklinik FKUI terhadap efektivitas metode pembelajaran daring dan faktor-faktor yang berhubungan untuk menjadi dasar perancangan pembelajaran POR sesuai preferensi mahasiswa preklinik FKUI. Metode Penelitian ini dilaksanakan menggunakan desain cross-sectional consecutive sampling. Pengumpulan data berlangsung sejak bulan Agustus–Desember 2022. Analisis data kuantitatif menggunakan SPSS-26. Uji statistiknya meliputi uji Chi-Square, Simple Logistic Regression, Multivariate Binary Logistic Regression, Multiple Correspondence Analysis dan Canonical Correlation.
Hasil Berdasarkan respon yang diberikan oleh 280 mahasiswa preklinik FKUI, metode simulasi virtual berbasis gamifikasi merupakan metode pembelajaran daring yang paling banyak dinilai efektif (90,4%), diikuti oleh video interaktif (86,1%), simulasi virtual berbasis web (78,9%), branching scenario (72,9%), video pembelajaran (72,5%) dan bahan bacaan (53,2%). Faktor-faktor memiliki hubungan dengan mayoritas metode pembelajaran daring adalah pernah tidaknya mempelajari POR, penting tidaknya pemahaman POR, usia dan tahun angkatan. Kesimpulan Ide pengembangan pembelajaran POR dengan metode simulasi virtual berbasis gamifikasi merupakan suatu inovasi yang dinilai efektif sehingga dapat diterapkan pada mahasiswa preklinik FKUI. Platform pembelajaran terkait nantinya harus dibuat dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap efektivitasnya.

Introduction COVID-19 pandemic has made medical education become massively transformed with the integration of online learning methods. Various innovations constantly emerge to enhance learning success. One example is virtual simulation and gamification for Rational Drug Use (RDU) education. It has inspired the development of similar approaches in Indonesian medical education. This study serves as an early assessment to describe the perceptions of preclinical medical students at FMUI regarding online learning methods and related factors. Method This study was conducted using cross-sectional consecutive sampling design. Data collection took place from August–December 2022. Data was analyzed using SPSS-26 that allows Chi-Square test, Simple Logistic Regression, Multivariate Binary Logistic Regression, Multiple Correspondence Analysis and Canonical Correlation being performed.
Results Based on the response from 280 students, gamification-based virtual simulation became the online learning method that was perceived as an effective online learning method by most of the students (90.4%), followed by interactive video (86.1%), web-based virtual simulation (78.9%), branching scenario (72.9%), educational video (72.5%) and reading texts (53,2%). Factors related to the majority of the online learning method, including RDU learning experience, perception toward the importance of understanding RDU, age and year of study. Conclusion The concept of enhancing RDU education through gamified virtual simulations was widely recognized as an effective innovation, making it suitable for integration into FMUI's preclinical medical education. Future designs of RDU education platforms should take into account the factors that affect how their effectiveness is perceived.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ansari Adista
"Latar Belakang:Presentasi kasus merupakan bagian dari experiential learning dalam Kolb's learning cylce yaitu dalam fase refleksi. Pelaksanaan presentasi kasus saat ini tidak optimal sehingga terjadi penurunan kualitas. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan persepsi antara peserta didik dan dosen klinik mengenai manfaat pelaksanaan presentasi kasus. Penelitian ini menggali secara mendalam proses pelaksanaan presentasi kasus dan mengidentifikasi kendala pelaksanaannya di rumah sakit pendidikan FK Unsyiah.
Metode: Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, dengan rancangan studi kasus. Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap 6 koordinator pendidikan dan 18 dosen klinik, Focus Group Discussion FGD terhadap 57 peserta didik, studi dokumen dan observasi dari 6 Bagian yang diteliti, yaitu Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Kesehatan Anak, Ilmu Bedah, Obstetri dan Ginekologi, Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Penyakit Saraf. Data dianalisis melalui tiga tahapan yang meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil: Presentasi kasus merupakan metode pembelajaran yang sangat bermanfaat bagi peserta didik dan dosen klinik. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat kendala yang dapat mempengaruhi kualitas presentasi kasus. Kendala utama yang teridentifikasi dari dosen klinik adalah kurangnya waktu yang dialokasikan untuk pelaksanaan presentasi kasus. kendala dari peserta didik yaitu kesungguhan dalam mengerjakan dan pemahaman mengenai manfaat terhadap presentasi kasus. Kendala sarana dan prasarana berupa ruangan diskusi yang masih kurang serta format penyusunan dan format penilaian belum dimiliki oleh seluruh Bagian. Kendala dari rumah sakit berupa variasi kasus yang kurang bervariasi karena sistem rujukan bertingkat.
Kesimpulan: Kendala dalam pelaksanaan presentasi kasus harus menjadi bahan evaluasi bagi pengelola program pendidikan profesi dokter, agar manfaat presentasi kasus dapat maksimal diraih oleh peserta didik tahap klinik.

Background: Case presentation is a part of reflection in experiential learning in Kolb rsquo s learning cycle. Literatures demonstrates many benefits that students can reach with a good case presentation. But, there is a mismatch between clinical educators rsquo expectation and students rsquo perceptions of case presentation, so that the students cannot obtain an optimum benefits of case presentation. This research was conducted to explore in depth process of case presentation implementation and also to identify its implementation barriers in teaching hospital of Unsyiah Medical School.
Methods: Qualitative research with case study design was used for this research. Study casetheme used is case presentation implementation in Dr.Zainoel Abidin teaching hospital Banda Aceh. Data were taken using in depth interview with 6 education coordinators and 18 clinical teachers, focus group discussions with 57 students, observation, and documentation studies, from six departments. Followed by analysis through three stages including data reduction, data presentation, and conclusions.
Results: Case presentation is an useful and effective teaching method in clinical eduation. But, there were various barriers from clinical teacher, students, teaching hospital and learning support that can influence the benefit of case presentation identified. Factors identified in the clinical teachers are lack of time allotted. Factors identified in the students are lack of preparations about case presentation, and also lack understanding about case presentation method. Factors identified in the teaching hospitals are less variation of patients in some cases. Means of learning support in the form of modules containing learning outcomes and objectives clearly, form of assessment and also comfortable rooms supporting case presentation is yet exist.
Conclussion: There are various barrier factors of case presentation implementation which have been identified in this qualitative study. This barriers must becoming parameters on monitoring and program evaluation to improve the quality of a case presentation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Difa Jazana Aqila
"Banyak mahasiswa kedokteran yang memiliki tingkat aktivitas fisik dalam kategori
ringan. Kurangnya waktu, malas, dan kelelahan karena kegiatan akademik diidentifikasi
sebagai faktor penghambat bagi mahasiswa kedokteran yang tidak berolahraga.
Sementara itu, sebagian besar mahasiswa kedokteran juga memiliki harga diri (selfesteem) yang rendah. Berbagai tekanan dalam bentuk beban akademik, keuangan, dan
tekanan sosial dapat memengaruhi tingkat harga diri (self-esteem) mahasiswa kedokteran.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik dengan tingkat
harga diri (self-esteem) pada mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik cross-sectional menggunakan
data primer dari survei kuesioner daring yang disebarkan kepada mahasiswa preklinik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada bulan Oktober 2023. Data tingkat
aktivitas fisik diperoleh dari pengisian International Physical Activity Questionnaire
Short Form (IPAQ-SF) dan data tingkat harga diri (self-esteem) diperoleh dari pengisian
Rosenberg Self Esteem Scale (RSES). Data dianalisis menggunakan SPSS, khususnya
dengan menggunakan uji Chi square.
Hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 62,6% subjek memiliki tingkat aktivitas fisik
sedang dan sebanyak 75,6% subjek memiliki tingkat harga diri (self-esteem) sedang.
Hasil uji analisis statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat
aktivitas fisik dengan tingkat harga diri (self-esteem) pada mahasiswa preklinik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (p=0,443).
Kesimpulan
Sebagian besar mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memiliki
tingkat aktivitas fisik sedang dan tingkat harga diri (self-esteem) sedang. Aktivitas fisik
tidak terbukti berhubungan dengan tingkat harga diri (self-esteem) pada mahasiswa
preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Introduction
Many medical students have physical activity levels in the low category. Lack of time,
laziness, and fatigue due to academic activities were identified as inhibiting factors for
medical students who do not exercise. Meanwhile, most medical students also have low
self-esteem. Various pressures in the form of academic, financial, and social pressures
can affect the level of self-esteem of medical students. This research was conducted to
determine the relationship between the level of physical activity and the level of selfesteem in pre-clinical students at the Faculty of Medicine, University of Indonesia.
Method
This study was an analytical observational cross-sectional study that used primary data
from the online questionnaire survey that was distributed in October 2023. Physical
activity level data was obtained from filling in the International Physical Activity
Questionnaire Short Form (IPAQ-SF) and self-esteem level data was obtained from
filling in the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). Data were analyzed using SPSS,
specifically using the Chi square test.
Results
The results of this study showed that 62.6% of subjects had a moderate level of physical
activity and 75.6% of subjects had a moderate level of self-esteem. The results of
statistical analysis tests showed that there was no significant relationship between the
level of physical activity and the level of self-esteem in pre-clinical students at the Faculty
of Medicine, University of Indonesia (p=0.443).
Conclusion
Most of the pre-clinical students at the Faculty of Medicine, University of Indonesia, had
a moderate level of physical activity and a moderate level of self-esteem. Physical activity
has not been proven to be related to the level of self-esteem among pre-clinical students
at the Faculty of Medicine, University of Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Ridwan Achmadi
"Latar belakang: Pendidikan kedokteran merupakan proses yang panjang dan memiliki banyak rintangan. Dalam menempuh pendidikan kedokteran yang menantang, mahasiswa kedokteran memerlukan suatu karakter yang disebut resilience sebagai suatu karakter yang dapat menentukan ketahanan seseorang terhadap suatu tekanan. Berdasarkan beberapa studi, resilience seseorang dikatakan memiliki hubungan dengan kepribadiannya.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar resilience dengan kepribadian sesuai dengan teori Big Five Personality pada mahasiswa kedokteran tingkat preklinik.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan sampel acak dari mahasiswa preklinik tingkat 1, 2, dan 3 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2019. Total sampel yang mengisi kuesioner CD-RISC dan Big Five Personality Test adalah 607 responden.
Hasil: Terdapat korelasi yang bermakna antara resilience dengan empat macam komponen kepribadian berdasarkan teori Big Five. Korelasi bermakna tersebut adalah ketika resilience dihubungkan dengan komponen extraversion (r=0,342, p<0,001), agreeableness (r=0,203, p<0,001), conscientiousness (r=0,251, p<0,001), dan openness (r=0,333, p<0,001). Sebaliknya, resilience tidak memiliki korelasi bermakna dengan satu komponen kepribadian berdasarkan teori Big Five, yaitu neuroticism (p>0,05).
Simpulan: Didapatkan hubungan antara resilience dengan kepribadian dengan konsep Big Five. Meski demikian, hubungan tersebut tidak seluruhnya merupakan korelasi yang signifikan. Korelasi signifikan didapatkan pada hubungan resilience dengan komponen kepribadian extraversion, agreeableness, dan conscientiousness. Sebaliknya, komponen kepribadian neuroticism tidak memiliki korelasi signifikan dengan resilience.

Background: Resilience is required for undergraduate medical students to bounce back from plausible adversities and to overcome challenges in their education. Studies show that resilience capacity is determined by multiple factors, including personality.
Aim: This study aims to assess relationship between resilience and students’ personality from the lens of Big Five Personality framework in preclinical year undergraduate medical students.
Methods: This was a cross-sectional study with total sampling approach. The study involved year 1-3 undergraduate medical students in Faculty of Medicine Universitas Indonesia. All respondents were required to complete CD-RISC and Big Five Personality questionnaires. The data collection was completed in January – February 2019. 607 responds are in this study.
Results: A total of 607 respondents voluntarily participated in the study (85,13% response rate). There were significant low correlations between resilience and four components of Big Five Personality: resilience and extraversion (r=0,342, p<0,001), agreeableness (r=0,203, p<0,001), conscientiousness (r=0,251, p<0,001), and openness (r=0,333, p<0,001). On the other hand, there was no significant correlation between neuroticism and resilience (p>0,05).
Conclusion: This study highlights that there is relationship between resilience and extraversion, agreeableness, conscientiousness and openness as part of Big Five Personality framework. The greater score of these personality aspects, the better the resilience. The low significant correlations suggest that personality is only one among multiple factors that may influence student’s resilience. Despite this, attention towards students’ personality and its relationship with resilience is relevant to optimize students’ adaptation and its support in medical schools.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>