Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211865 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jonathan Manuel
"Telah dilakukan penelitian terbadap pekerja industri logam informal di PIK. Jakarta. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prevalensi dermatitis kontak tangan pada pekerja industri logam infol1llal di PIK. Jakarta, dan mengetahui hubungau umur, tingkat pendidikan, masa kerja, frekuensi penggunaan alat pelindung diri, kebersihan tangan setelah kerja, riwayat atopi diri, dan riwayat atopi keluarga terbadap dermaatitis kontak tangan. Metnde penelilian ini menggnnakan studi cross-sectional dengan uji statistik chi kuadrat (bivariat) dan analisa multivariat daugan logistik regresi. Dari 51 subyek yang menderita dermatitis kontak sebanyak II oraug (21,56%). Faktor-faktor yang mempunyai hubungan be!1llakea dengan teljadinya dermatitis kontak adalah masa kelja (p9),021) dan :frekuensi penggunaan sarung tangan (p9),028), sedangkan umur, tingkat pendidikan, kebersihan Iangan setetah kelja, riwayat atnpi diri, dan riwayat atopi keluarga tidak ditemukan mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya d0!1llatitis kontak.

A study was held to informal metal industry workers at P!K, Jakarta. The objective was to identify the prevalence of hand contact dermatitis in informal metal industry workers and the related factors i.e: age, level of education, length of work, frequency of hand gloves usage, personal hygiene, history of personal atopy, and history of handly atopy. The design used in this study was cross sectional methnd. Descriptive and analytic statistics were chi square (bivariate) and multivariate analysis with logistic regression function. From 51 subjects, II person (21,56%) were found with band contact dermatitis. The results showed that length of work (p=0.021) and frequency of hand gloves usage (p=0.028) have a significant relationship with hand contact dermatitis, however related factors i.e: age, level of education, personal hygiene, history of personal atopy,and history of fumily atopy have no significant relationship with band contact dermatitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T21031
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anik Rustiyaningsih
"Ruam popok dapat meningkatkan ketidaknyamanan pada bayi baru lahir, bahkan bisa menjadi masalah yang serius. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktorfaktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ruam popok pada bayi baru lahir dan prevalensinya, di ruang perinatologi salah satu rumah sakit rujukan di Jakarta, Indonesia. Penelitian menggunakan metode survey dengan desain cross sectional restrospective study. Sampel (n=95) dipilih berdasarkan teknik consecutive sampling. Ruam popok ditentukan menggunakan instrumen DDSIS (Diaper Dermatitis Severity Intensity Score). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi ruam popok 26,3 %. Analisis multivariat regresi logistik menunjukkan dua faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ruam popok: infeksi mikroorganisme dan lama hari rawat.

Besides increasing infant's discomfort, diaper rash could cause other serious problems. This study aimed to investigate the risk factors of infant's diaper rash and its prevalence in a perinatology ward at a recommended hospital in Jakarta, Indonesia. This study used a survey method with cross-sectional retrospective design. The respondents (n=95) were chosen based on consecutive sampling. Diaper rash was identified using DDSIS (Diaper Dermatitis Severity Intensity Score). The results showed that the prevalence of diaper rash was 26.3%. The multivariate logistic regression analysis showed that there were two risk factors related to diaper rash prevalence: microorganism infection and inpatient time."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T34600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aisah Boediardja
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
616.5 SIT m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Isman Jafar
"Latar belakang: Dampak Dermatitis Atopik DA terhadap kualitas hidup seorang anak di Amerika dan Negara-negara eropa relatif telah dikenal dengan baik, namun belum pernah di evaluasi di Indonesia. Terlebih lagi hubungan antara derajat dermatitis atopik dan biaya obat belum pernah diteliti, walaupun beberapa penelitian mendeteksi perburukan dan biaya pengobatan yang lebih tinggi pada bayi/anak yang lebih muda dengan DA.
Tujuan: Mengetahui kualitas hidup dan biaya pengobatan pada bayi/anak dermatitis atopik DA .
Metode: Penelitian ini adalah penelitian cross sectional pada 60 bayi/anak berusia 0 ndash; 4 tahun menjalani pemeriksaan objective SCORAD dan orang tua mereka diwawancara dengan kuesioner kualitas hidup dermatologis bayi dan biaya pengobatan.
Hasil: Terdapat korelasi sedang antara keparahan SCORAD obyektif dengan IDQOL r = 0,431, p = 0,001 , sedangkan korelasi sedang juga terjadi antara SCORAD obyektif dan biaya pengobatan r = 0,367, P = 0,004 . Setelah diklasifikasikan menjadi dermatitis ringan, sedang, dan berat , hubungan antara beratnya DA dan rendahnya kualitas hidup serta tingginya biaya obat juga berkorelasi sedang r = 0,545, P = 0,01 .
Kesimpulan: Terdapat korelasi sedang antara keparahan DA dengan gangguan kualitas hidup, sesuai dengan yang ditampakkan oleh banyak literatur internasional dan terdapat korelasi sedang antara derajat dermatitis dengan biaya pengobatan dalam manajemen DA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Nirwana
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan keluhan penyakit kulit pada pekerja di bagian Sewing dan Cutting, Departemen Preparing/Upper Sole, perusahaan manufaktur sepatu di Kabupaten Sukabumi pada Bulan Mei 2016. Dari 1.350 responden, ditemukan 777 orang menderita keluhan penyakit kulit pada pekerja sedangkan573 orang lainnya tidak menderita keluhan ini. Menggunakan teknik systematic random sampling, diperoleh sample sebanyak 817 orang, dimana hasil penelitian menunjukkan sebesar 58% diantaranya menderita keluhan penyakit kulit pada pekerja. Secara statistik tidak terdapat hubungan signifikan antara paparan pelarut organik dengan keluhan penyakit kulit pada pekerja. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa pekerja yang terpapar debu organik berisiko 2,5 kali untuk menderita keluhan penyakit kulit pada pekerja. Pekerja dengan masa kerja ≤ 3 tahun memiliki risiko 2,4 kali untuk terkena keluhan penyakit kulit pada pekerja dibandingkan dengan pekerja dengan masa kerja > 3 tahun.Pekerja dengan kebiasaan tidak mencuci tangan memiliki resiko 2,6 kali untuk terkena keluhan penyakit kulit pada pekerja dibandingkan dengan pekerja dengan kebiasaan mencuci tangan yang baik. Pengaruh pemakaian sarung tangan menjadi faktor dominan dimana pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan memiliki risiko 4,7 kali terkena keluhan penyakit kulit dan pekerja dengan riwayat alergi memiliki risiko 6,7 kali berisiko menderita keluhan penyakit kulit pada pekerja. Upaya pengendalian dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan dan edukasi, serta kontrol administratif dan penyediaan sarana dalam upaya promotif dan prefentif yang optimal, seperti penyediaan wastafel, pemakaian APD yang sesuai, skrining serta pengobatan.

The aim of this study was to determine the factors that led to occupational skin disease complaints on Sewing and Cutting workers at the Preparing/ Upper Sole Department, one of the shoe manufacturing in Sukabumi, May 2016. Out of the 1.350 respondents, found that 777 workers suffering from occupational skin disease complaints, while 573 others do not suffer from this complaint. Using the systematic random sampling technique, obtained a sample of 817 workers, of which the result showed 58% of them suffer from occupational skin disease complaints. Statistically there was no significant association between exposures to organic solvents with occupational skin disease complaints in workers. Furthermore, the study result indicates that workers exposed to organic dust 2.5 times are at risk of suffering from occupational skin disease complaints. Workers with ≤ 3service years had 2.4 times the risk of developing occupational skin disease complaints compared to workers who have > 3 years of service. Workers who have the habit of not washing their hands have 2.6 times the risk of occupational skin disease complaints. Workers who do not wearing gloves are at risk 4.7 times of occupational skin disease complaints, and workers with a history of allergies had 6.7 times risk to occupational skin disease complaints. Control can be done by educating the workers and do the monitoring, as well as administrative control and provided the facilities in health promotion and optimum preventive, such as to provide a sink, use appropriate PPE, screening and do the treatment as well
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46413
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Taruli Olivia Agustina
"Latar belakang. Kulit kering merupakan keluhan yang sering dihadapi pasien kusta, akibat kerusakan saraf otonom atau terapi yang didapat.
Tujuan. Membandingkan efikasi vaselin album dengan urea 10% sebagai terapi kulit kering pasien kusta.
Metode. Uji klinis acak tersamar ganda. Subjek penelitian dibagi dua kelompok, yaitu kelompok urea 10% dan kelompok vaselin album. Evaluasi dilakukan dalam 2 dan 4 minggu terapi dengan mengukur transepidermal waterloss (TEWL) dan skor kulit kering (SRRC) pada tungkai bawah.
Hasil. Sebanyak 48 subjek penelitian (SP) mengikuti penelitian, 24 SP mendapat vaselin album dan 24 SP mendapat krim urea 10%. Nilai TEWL pada kedua kelompok menurun secara bermakna sebelum dan sesudah terapi. Penurunan tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok, (6,53 kelompok vaselin album versus 6,45 kelompok urea 10%). Skor SRRC menurun secara bermakna pada kedua kelompok sebelum dan sesudah terapi 2 dan 4 minggu. Penurunan skor SRRC tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok, (2,5 dan 3,5 pada kelompok vaselin album versus 3 dan 3 pada kelompok urea).
Kesimpulan. Kedua pelembab mampu menurunkan TEWL dan SRRC pasien kusta secara bermakna. Tetapi perubahan nilai tersebut tidak berbeda bermakna antara kelompok pengguna salap vaselin album ataupun krim urea 10%.

Background. Dry skin is a common problem in leprosy patient, due to destruction of autonom nerve or side effect of therapy.
Aim. Compare the efficacy of urea 10% cream versus petrolatum ointment on leprosy patient with dry skin.
Method. Double blinded randomnized controlled study participant were divided into two group, either received petrolatum ointment or urea 10% cream. Evaluation was done after 2 and 4 weeks treatment by measuring transepidermal waterloss (TEWL) and dry skin score (SRRC).
Result. 48 participant enrolled in the study, 24 received urea 10% cream while 24 received petrolatum.TEWL value in both groups were reduced significantly before and after medication. The difference was not significant in both groups (6.53 in vaselin group and 6.45 in urea group). SRRC score in both groups were reduced significantly before and after 2 and 4 weeks medication. The difference was also not significant in both groups (2,5 and 3,5 in vaselin group versus 3 and 3 in urea group).
Conclusion. Both moisturizers significantly reduce TEWL and dry skin score. There was no significantly difference in reduction between vaselin album ointment and urea 10% cream.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Roro Inge Ade Krisanty
"Gupta dkk (2000) melakukan uji in vitro suseptibilitas spesies Malassezia terhadap obat antijamur ketokonazol, itrakonazol, vorikonazol dan terbinafin. Hasil uji memperlihatkan adanya varfasi suseptibiilitas spesies Malassezia terhadap antijamur tersebut. Walaupun masih harus dibuktikan lebih lanjut dengan pengamatan in vivo, data ini mungkin dapat menjelaskan perbedaan rata-rata kesembuhan mikofogis pada pasien PV dengan terapi antijamur. Savin di New york dan Budimulja di Jakarta melakukan penelitian efektivitas pengobatan solusio terbinafin 1% yang digunakan 2 kali sehari seiama 1 minggu pada pasien PV. Budimulja dkk melaporkan angka kesembuhan sebesar 65%, sedangkan Savin 70-80%. Belum diketahui secara pasti apakah perbedaan ini semata-mata terkait dengan faktor geografik atau melibatkan faktor-faktor lain.
Selain menggunakan metode biomolekular, identifikasi spesies Malassezia dapat dilakukan dengan teknik biokimia. Guillot memperkenalkan metode biokimia praktis dengan memanfaatkan perbedaan morfologi, toleransi terhadap suhu tinggi, kemampuan aktivitas katalase, serta kemampuan tumbuh pada berbagai media Tweenn. Faergemann melakukan modifikasi metoda Guillot dengan cara menghilangkan tahapan biakan pada media Tween®, dan menggantikannya dengan pemeriksaan difusi Cremophor EL® dan pengamatan aktivitas 13 - g l u kos idase.
Sejauh pengetahuan peneliti, di Indonesia belum pernah dilakukan identifikasi spesies Malassezia pada pasien PV. Hal tersebut menjadikan dorongan bagi peneliti untuk melakukan penelitian
RUMUSAN MASALAH
Di antara tujuh spesies Malassezia, spesies manakah yang ditemukan pada Iesi PV di Poliklinik Divisi Dermatomikologi 1KKK FKUI 1 RSCM ?
TUJUAN PENELITIAN
Identifikasi spesies Malassezia pada pasien PV yang berobat di Poliklinik Divisi Dermatomikologi 1KKK FKUI 1 RSCM."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nedorost, Susan T.
"Management of generalized dermatitis in clinical practice translates the mechanisms of dermatitis from basic science evidence to practice based recommendations for clinical care. The role of allergic contact dermatitis in atopic dermatitis is explored in depth. Primary care physicians, allergists, and dermatologists will enjoy the fresh perspective that moves beyond treatment with corticosteroids and provides diagnostic and therapeutic algorithms for this complex condition."
London : Springer, 2012
e20426122
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Tanty Harjati
"Pelayanan kesehatan mengalami pergeseran fokus pelayanan dari pengobatan penyakit dan trauma kulit ke arah pencegahan melalui penilaian rutin. Peralatan perawatan dan kondisi neonatus, termasuk berat dan usia bayi, status klinis, dan penyakit yang mendasari memiliki hubungan yang kuat pada risiko terjadinya trauma kulit. Instrumen penilaian trauma kulit yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen SRAMT dan NSRAS plus. Penelitian ini menggunakan studi kohort prospektif, total responden 66 neonatus yang terdiri dari kelompok terpapar dan historical control. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan tingkat risiko trauma kulit pada penilaian awal dan penilaian akhir pada kelompok terpapar (p value 0.001), terdapat perbedaan tingkat risiko trauma kulit antara kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar (X2 29.505 > 5.991) dan terdapat hubungan yang sangat lemah antara usia gestasi dan berat badan lahir terhadap tingkat risiko trauma kulit pada neonatus (rs 0.077 dan 0.004). Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya melakukan penelitian yang mengintegrasikan pengetahuan perawat terhadap faktor penyebab trauma kulit dan pemantauan ulang sebagai upaya menurunkan tingkat risiko trauma kulit menggunakan instrumen SRAMT, memodifikasi instrumen sesuai dengan kondisi pelayanan yang ada di Indonesia sehingga instrumen ini dapat digunakan untuk menurunkan risiko trauma kulit pada neonatus khususnya bayi prematur.

Health services have shifted the focus of services from treating skin diseases and skin injury to prevention through routine assessments. Treatment equipment and neonatal conditions, including the weight and age of the baby, clinical status, and underlying disease have a strong association with the risk of skin injury. The skin injury assessment instruments used in this study were the SRAMT and NSRAS plus instruments. This study used a short cohort study, totaling 66 neonates consisting of the exposed group and unexposed group (historical control). The results showed that there were differences in the risk level of skin injury first assessment and last assessment in the exposed group with a value (p value 0.001), there were differences in the risk level of skin injury between the exposed group and unexposed group (p value 0.001) and there was no correlation between gestational age and birth weight on the level of skin injury risk (p value 0.446 and 0.821). The researchers suggest that researchers should integrates nurses' knowledge of the factors that cause skin injury and re-monitoring as an effort to reduce the risk level of skin injury using SRAMT instrument, modify the instrument according to the existing service conditions in Indonesia so that the instrument can be use to reduce skin injury in neonates especially preterm."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Siska Virgayanti
"Latar belakang. Rekomendasi Global Alliance dalam penanganan AVS meliput antibiotik, asam retinoat, dengan atau tanpa BPO. Resistensi obat menjadi perhatian utama pada penggunaan antibiotik jangka panjang dalam terapi akne vulgaris sedang. Kombinasi antibiotik dan BPO direkomendasikan untuk mengatasi masalah tersebut. Pada tipe kulit IV-V hiperpigmentasi pasca akne merupakan masalah yang sering dikeluhkan.
Tujuan. Membandingkan efektivitas, efek samping dan kejadian hiperpigmentasi pasca inflamasi penggunaan BPO sebagai paduan terapi lini pertama AVS pada tipe kulit IV-V Fitzpatrick.
Metode. Penelitian analitik dengan desaain uji klinis acak tersamar ganda membandingkan dua sisi wajah. Subyek diberikan paduan terapi lini pertama. Sisi wajah perlakuan diberikan gel BPO 2,5% sedangkan kelompok kontrol gel plasebo.
Hasil. Pada minggu ke-2,4,6,8 didapatkan penurunan persentase total lesi sebesar 51,47%, 71%, 75%, 82,84% pada kelompok BPO dan 30%, 53,75%, 62,28, 71% pada kelompok plasebo (p<0,001 .) Efek samping dan kejadian HPI pada minggu ke 2,4,6 dan 8 tidak berbeda bermakna.
Kesimpulan. Penggunaan BPO sebagai bagian dari paduan terapi lini pertama AVS lebih efektif, tidak meningkatkan efek samping ataupun kejadian HPI.

Background. Global alliance recommendation for moderate acne treatment are antibiotic, retinoic acid with or without benzoyl peroxide. Drug resistance become the most common problem due to longterm use of antibiotic in acne treatment. Combination of antibiotic and BPO is recommeded to overcome this problem. In patient with skin type IV-V post acne hyperpigmentation is one of the most significant complaint.
Aim. To compare efectivity, side effect and post inflammatory hyperpigmentation of BPO 2,5% gel as a part of first line therapy regiment in patient with skin type IV-V.
Method. This is an analytic study with randomized control trial design comparing both half-face (split-face). Subjects were given first line therapy regiment. Half-face was given BPO 2,5% gel twice daily while other half face with placebo.
Result. Total lesions reduction in BPO group on week 2,4,6,8 were 51,47%, 71%, 75%, 82,84% respectively and 30%, 53,75%, 62,28, 71% in placebo group respectively.
Conclusion. BPO as a part of first line therapy regiment for moderate acne is more effective, with no increase of side effect nor post inflammatory hyperpigmentation compared to placebo.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>