Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187342 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nani Iriyanti
"Biaya Kesehatan di Indonesia cenderung meningkat yang disebabkan oleh berbagai faktor. diantaranya adalah pola penyakit degeneratif. Orientasi pada pembiayaan kuratif, pembayaran out of pocket secara individual, service yang dilentukan oleh provider. teknologi canggih, perkembangan (sub) spesialisasi ilmu kedokteran, dan tidak lepas juga dari tingkat inflasi.
Jika dibandingkan dengan negara - negara tetangga di Asia Tenggara tingkat kesehatan penduduk Indonesia masih relatif rendah. Angka kernatian ibu masih sekitar 390 per 100,000 kelahiran hidup. sementara di Philipina 170, Vietnam 160, Thailand 44 dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dcngan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerinlah ataupun masyarakat untuk kesehatan dan besarnya cakupan asuransi kesehatan.
Komplikasi persalinan sangat berpengaruh dengan kematian maternal/perinatal. Kebuluhan akan pelayanan kesehatan bagi seorang wanita akan meningkat dan mencapai puncaknya pada saat kehamilan dan menjelang persalinan. Kelerkaitan nasib ibu dan bayi nienggambarkan suatu kesatuan yang dimulai pada masa kehamilan. persalinan, sampai dengan awal kehidupan pertama bayi sandal mernbutuhkan perhatian yang cukup besar. kejadian komplikasi obstetric terdapat pada sekitar 20% dari seluruh kehainilan, namun yang lerlangani masih kurang dari 10%, yang nmempengaruhi kematian maternal/perinatal adalah: terlambat mengenali bahaya dan mengambil keputusan merujuk, terlambat mencapai fasilitas rujukan, dan terlambat memperoleh fasilitas rujukan yang adekuat. (Litbang Depkes, 2003)
Upaya yang perlu dilakukan untuk mengendalikan biaya pelayanan kesehatan adalah peralihan dari bentuk FFS ke bentuk Prospective Payment System (PPS). System pembayaran prospektif makin banyak diterapkan. balk pada pelayanan rawat jalan berupa system pra-upaya yang berbentuk paket maupun pelayanan rawat inap yang menggunakan system pengelompokan penyakit berdasarkan diagnosa terkait.
(Diacrpnosis Related group?sl DRG?s). Cost of DRGs alau cost of treatment merupakan keseluruhan biaya mulai dari pasien masuk mclakukan pendaftaran. penegakan diagnosa. pre partus. partus. post partus. puking dan berohal jalan semuanva terangkum dalam suatu alur perawatan atau Integrated Clinical Pathway, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana clinical pathway dan cost of treatment Partus Pervaginam berdasarkan DRGs di RSIA Budiasih tahun 2007.

Health expense at Indonesia tending increase because of various factor, amongst those is degeneratif diseased pattern, orientation on kuratif's finances, payment out of pocket individual, service that prescribed by provider. sophisticated technology developing (sub) medical science specialization. and doesn't take down also of inflation rate.
In comparison with neighbouring states at healths level South-east Asia. Indonesia still low relative. Mother mortality is still around 390 about 100.000 natal live, while at Philipina 170. Vietnam 160, Thailand 44 and Malaysia 39 about 100.000 natal live. It gets straightforward bearing and also indirect with outgrows it cost that issued by government or society even for health and outgrows it health insurance range.
Complication about ascendant with maternal / perinatal's death. Requirement that take care of health for a woman will increase and peaks it upon pregnancy and drawing near about cope. Mothers fated relevance and baby figure an unity that started in by pregnancy term, about copy until with first life startup baby really need sizable attention. obstetric's complication instance exists on vicinity 20% of all pregnancies. but one most handles to be still less than 10%. one that regard death maternal 1 perinatal is: behind schedule recognize danger and taking a decision refers, behind schedule reach reference facility. and slowing to get reference facility that adekuat. ( Litbang Depkes. 2003 )
Effort that needs to be done to restrain health care cost is transition of Fee For Service form goes to to form Prospective Payment System (PPS), System is prospektifs payment gets a lot of be applied, well on roads nursed service as system pre effort which gets package form and also nurse service lodge that utilizes system disease agglomeration bases to diagnose relates( Related's diagnosis Group s / DRGs). Cost o/-DRGs or cost of treatment constitute entirely cost begins from input patient do registration. straightening of diagnosa, pre partus. partus. post partus, go home and get street drug every thing to hold in clinical pathway or Integrated Clinical Pathway . To the effect of observational it is subject to be know how clinical pathway and cost of treatment Vaginal delivery bases DRGs at RSIA Rudiasih year 2007."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T21010
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Julian
"Batu empedu /cholelithiawls' adalah suatu penyakit yang cukup banyak terjadi, di Indonesia dilaporkan ada 268 kasus dalam empat tahun (1991-l994). Dimana kasus ini mcmerlukan operasi. Dengan majunya téknologi alat kedokteran dan ilmu kedokteran serta pengetahuan kesehatan rnasyarakat yang terus berkembang, mcnambah keinginan doktcr untuk mernbcrikan pelayanan pembedahan minimal invasy seiring tuntutan pasien akan tindakan pembedahan yang lebih nyaman.
Tindakan bedah dengan tehnik Laparoscopic memberikan pilihan altematif bagi penderita karena tindakan pembedahan dengan can ini hanya diperlukan Iuka opcrasi yang minimal/ kwa. 'rmaakan ms memcrlukan biaya yang besar dan sangat bervariasi, tergautungjenis tindakan yang dilakukan.
Pada umumnya nnnah sakit di Indonesia mempunyai masalah mengenai informasi biaya yang disebabkan oleh sistem pembayaran langsung pexjasa pelayanan (pee jbr ser-vice).Biaya pelayanan kesehatan yang bervariasi dan scmakin meningkat dikarenakan belum adanya harga standar berdasarkan unit cost untuk berhagai pelayanan kesehatan yang dibedkan. Pengendalian biaya dari bentukfzejbr service ke Prospective Payment System (PPS) perlu dilakukan. Salah satu bentuk PPS adalah Diagnosis Related Grolgps (DRG’S).DRG’s adalah sistem pembayamn perkelompok pcnyakit tanpa melihat tindakan yang cljberikan atau lamanya perawatan di rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengelompokan, Clinical Pathway dan cost of treatment Cholelirhiasis dengan Laparoscopic Cholecysreclomy berdasarkan DRG’s di Rumah Sakit Gading Pluit tahun 2007.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan rancangan crossecrional retrospekryf Penelitian dilaksanaknn sejak awal Februari 2008 sampai dengan April 2000 dengan' mcnggunakan data sekunder dari kamar opcrasi dan rekam meaik pasien mwar inap dmgan aiggnosa chozezffhfasfr Salam tahun 2001. Unit cost dihitimg dengan manggunakan Activity Based Costing. Analisa data dilakukan secara univariat untuk melihat distribusi Bekuensi, nilai mean, median, modus, nilai minimum dan nilai maksimurn.
Pengelompokan Cfialelilhiasis dengan Lqpmoscopic Cholecyszecrorrrv berdasarkan DRG’s di Rumah Sakit Gading Pluit adalah : Laparoscopic Cholecysteclomy mumi, Laparoscopab Chnlecystectomy dengan Penyerta, Laparoscopxb Cholecystectomy dengan Penyulit dan Laparoscopic Cholecysteciomy dengan Penyerta dan Penyulit Berdasarkan basil penclitian diketahui clinical pathway Cholelfrhiasis dengan Laparoscopic Cholecysteciorny terdiri dari 9 tahapan yaitu : pendaiiaran poliklinik, penegakan diaguosa, Admision , penerimaan pasien, pm-oprasi, Operasi, post operasi, pulang dan Billing. Cost of treatment Cholelithiaais dengan Iaparoscopic ChoIecy.s-rectomy di Rumah Sakit Gading Pluit tahun 2007 adalah sebagai berikut : (1) Biaya Laparoscopic Cholecystectomy Rp.8.222.412.- (2) Biaya Laparoscopic Cholecysrectomy dengan Penyerta Rp.9.309.I64,- (3) Biaya Laparoscopic Cfrolecystectomy dengan Penyulit np.13.4a3_3o3,- (4) Biaya Laparoscopic Qliolecystecrorny aengan Pmyuliz can Penyertzi Rp.17.596.6o5,- Ijengan cost recovery rate rumah sdkit rata-rata nilainya 230%.
Dari hasil penelitian terlihat manfaatnya melakukan perhitungan biaya rawat ihap berdasarkan Diagnosis Related Groups sebagai dasar penetapan tarif rawat inap.

Gall-stone/ cholelithiasis is a commonly occurred disease. In Indonesia, there had been 2687 cases of this disease occurred for the last four years (1991 - 1994) that needed surgeries. The advancement of health instruments, medical knowledge, and continuously growing of health awareness in the society, motivate medical practitioner to give a minimally invasive surgery service, inlining with the patients needs ofa more convenient surgery.
The Laparoscopic surgery technique gives adds alternative choice to the patient, as this technique only needs a minimum surgical wound. This technique, however, require a large amount of costs; and it will vary according to the medical measure needed.
Generaly, Indonesian Hospitals will have a problem in providing infomration about the service fee, due to the direct fee for service payment system.The absence of standard unit costs for many medical services caused the costs of medical services varied and increasing.
Therefore, a change of cost control fiom fee per service to Prospective Payment System (PPS) is needed. One type of PPS is Diagnosis Related Groups (DRG’s) .DRG’s is a payment system per type of disease, without looking at the type of measurement given, or treatment dur°ation in the hospital. The objective of this research is to obtain the classification of Clinical Pathway and treatment cost of Cholelithiasis with Laparoscopic Cholecystectomy using DRG's at Gading Pluit Hospital in 2007.
This research is uses quantitative descriptive research with a cross-sectional retrospective method. The research was held from Febnrary - April 2008, by using a secondary data 'fiom one surgery room and inpatients medical records diagnosed with Cholclithiasis in 2007. The unit costs were measured by Activity Based Costing.
Univariate data analyses were used to see the iiequent distribution, means, median, modus, minimum and maximum value. The groupings of Cholelithiasis with Laparoscopic Cholecystectomy according to DRG's in Gading Pluit Hospital are: pure laparoscopic Cholecystectomy, Laparoscopic Cholccystectomy with complicating disease, Laparoscopic Cholecystectomy with associated condition and Laparoscopic Cholecystectomy with both complicating disease and associated condition.
According to the research, it is concluded that there are 9 steps in Cholelithiasis clinical pathway with laparoscopic Cholecystectomy: polyclinic registration, diagnosis, admission, patient acceptance, pre-surgery, surgery, post surgery, discharge and billing.
The Costs of Cholelithiasis treatment with Laparoscopic Cholecystectomy at Gading Pluit Hospital in 2007 are as foIlows:(l) Pune Laparoscopic Cholecystcctomy: Rp.8.222.4l2,-(2) Laparoscopic Cholecystectomy with complicating disease: Rp.9,309,l64,- (3)Laparoscopic Cholecystectomy with associated condition Rp.13.483.303,- (4)Laparoscopic Cholecystectomy with both complicating disease and associated condition :Rp. l'7.596.605,-.cost recovery rate for the hospital is approximately 230%. From the research, we can see the benefit of cost calculation using Diagnosis Related Groups as a way to dctcnnine the hospitalization costs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34434
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadjmi Laila
"Setiap tahun diperkirakan terdapat S00 ribu kasus kanker leher rahim baru di seluruh dunia dan sebanyak 240 ribu orang diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia ada I5 ribu kasus baru per tahun dengan angka kematian 8000 orang dan menduduki peringkat pertama dari seiuruh penderita kanker yang ada. Penyebab kanker leher rahim belum diketahui secara pasti, tetapi diduga bahwa sejenis virus HPV (Human Papiiloma Wrus) memegang peranan penljng atas kejadian penyakit ini. Menumt data Yayasan Kanker Indonesia (YKI), 95% tumor ganas ini disebabkan virus HPV.
Peningkatan biaya pelayanan kesehatan biasanya disebabkan karena bclum adanya harga standar yang berdasarkan unit cost. Hal ini perlu disikapi dengan membuat terobosan ataupun strategi penyusunan pqla tarifyang dikenal dengan perhitungan uni: cost. I-Iingga saat ini Departemen Kesehatan belum membuat pedoman tarif yang bersifat tetap per diagnosis penyakit atau per episode penyakit.
Upaya yang perlu dilakukan untuk mengendalikan biaya pelayanan kesehatan (cost containment) adalah dari bentuk fee for service ke bentuk Prospective Payment System (PPS). Salah satu bentuk dari PPS adalah Diagnosis Related Groups. Cos! of DRGS adalah kcsclumhan biaya mulai dari pasien masuk melakukan pendaliaran, penegakan diagnosis, terapi dan pulang yang semuanya teranglcum dalam suatu alur perawatan atap disebut dengan Inlegraled Clinical Pathway. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana cost of treatment Ca Cervix berdasarkan DRGS di Rumah Sakit Pertamina Jaya tahun 2005.
Dipilihnya Ca cervix dalam penelitian ini karena kanker adalah penyakit nomor 10 dari 10 besar penyakit terbanyak, diantara penderita kanker, Ca cervix mempakan penyakit kanker terbanyak yang melakukan rawat inap. Bersama-sama dengan gagal ginjal kronis, kanker merupalcan penyakit yang membumhkan biaya tidak sedikit.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan rancangan penelitian kuantitatif survey. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Mei 2007 dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosa Ca Cervix tahun 2005. Unit cos! dihitung dengan metode Activily Based Cosiing (ABC). Analisa data dilakukan secam univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel.
Pengelompokkan Ca cervix di Rumah Sakit Pertamina tidak dapat dikelompokkan dalam AR-DRG. Pengelompokan Ca Cervix di Rumah Sakit Pertamina Jaya adalah : Ca Cervix dengan penyerta dan penyulit dengan histerektomi, Ca cervix dengan penyakit penyerta dengan histerektomi dan Ca Cervix tanpa penyerta dan penyulit dengan histerektomi.
Berdasarkan dari hasil penelitian didapatkan bahwa tahap da.lam Clinical Paihway untuk Ca Cervix tefdiri dari 7 tahap, yaitu pendaflaran, penegal-Lkan diagnosa, pra operasi, operasi, post operasi, pulang dan rawat jalan. Cost of treatment Ca cervix dengan histerektomi di RS Pertamina Jaya tahun 2005 adalah : (1) Biaya rawat inap Ca cervix dengan penyerta dan penyulit dengan histcrcktomi Rp l3_009.563,-, dengan lama hari rawat 12 hari dan biaya rawat jalan Rp 3_956.498,- dengan rawat jalan 12 kali, total biaya Rp l6.983.47l,- (2) Biaya rawat inap Ca cervix clengan penyakit penyerta dengan histerektomi Rp ll_446_664,-, dengan lama hari rawat I2 hari dan biaya rawat jalan Rp 3.925.735,- dengan rawat jalan 12 kali, total biaya Rp 15_389_809,- (3) Biaya rawat inap Ca cervix tanpa penyerla dan penyulit dengan histerektomi Rp I0.048.274,-, dengan lama hari rawat ll hari dan biaya rawat jalan Rp 3.544.070,- dengan rawatjalan 12 kali, total biaya Rp 13.6097/54,-_Berdasarkan dari hasil penelitian maka. perlu dilakukan perhitungan biaya rawat inap berdasarkan Diagnosis Relafed Groups Sebagai dasar peneiapan tarif rawat inap.
Every year was predicted S00 thousand new carcinoma cervix occurred in all over the world and 240 thousand people in between did not survive. In Indonesia itself; there are 15 thousand new cases per year with 8000 people causing decease and stood first rank from suffering of cancer in the world. The major causing of Ca cervix is still unknown but was predicted that the HPV (Human Papilloma Wrus) hold important role for every cancer disease cases occurred. Based on Indonesian Cancer Foundation (YKI), 95 percent maligna tumor was affected by HPV virus.
Cost increasing in health services are usually cause by no standard unit cost available. This has to be done with new break through or even with designing strategy format tariff which lcnown as unit costs calculation. Until now Health Departement does not have fixed tariff book for every single diagnose or episode.
Things to be done to control health services cost containment are form tiom fee for service to be Prospective Payment System (PPS). One of' PPS form is Diagnosis Related Groups. Cost of DRGS are a total costs which start from patient entering registration, diagnosis, therapy to finally ending treatment or going home and all summarize in one record or knoum as Integrated Clinical Pathway. The purpose of this research is to overlook how cost of treatment Ca cervix works based on DRGs in Pertamina Jaya Hospital in year 2005. Ca cervix are chosen in this research because cancer disease is rank number I0 from top 10 disease in between cancer suitering. Ca cervix is the most cancer disease which end up in-patient together with chronic renal failure, cancer disease need higher amount to recovery.
This research is using case study methode with form of quantitative survey. This research conducted in moth of March to May 2007 using secondary data fiom medical record of in-patient which Ca cervix diagnosed in year 2005. Unit cost calculated using Activity Based Costing (ABC) methode. Data analysis were conducted in invariant to overlook frequent distribution ang proportion each variables. Ca cervix cannot be grouping based on AR-DRG at Pertamina Jaya Hospital. Ca cervix grouping at Pertamina Jaya Hospital are : Ca cervix with Contributing and Complicating disease with hysterectomy, Ca cervix with Contributing disease with hysterectomy, Ca cervix without Contributing and Complicating disease with hysterectomy.
Based on research is result that steps on Clinical Pathway for Ca cervix are contains 7 steps which are, registering, diagnosis, pre-operation, operation, post-operation, going home and out-patient treatment. Ca cervix costs of treatments following hysterectomy at Pcrtamina Jaya Hospital in year 2005 are 1 (I) Ca cervix with contributing and complicating disease with hysterectomy costs Rp l3_009.563,- , containing I2 days in-patent and 12 times out-patient visite costing in extra Rp 3.956_498,- with total cost Rp l6.983_47l,- (2) Ca cervix with contributing disease with hysterectomy cost Rp 1 l.446.664,- containing 12 days in-patent and 12 times out-patient visite costing in extra Rp 3925.73 5,- with total cost Rp l5.389.809,- (3) Ca cervix without Contributing and Complicating disease with hysterectomy cost Rp l0.048.274,- , containing ll days in-patent and 12 times out-patient visite costing in extra Rp 3.544.070,- with total cost Rp 13.609_754,-. In conclusion to the research resulted it is necessary to calculated in-patient cost based on Diagnosis Related Grozms as the based of in-patient fixed tariff.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T34548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Sastramaya Khayan
"Mutu pelayanan Rumah Sakit di Indonesia sangat bervariasi. Keadaan ini mendorong Pemerintah melalui Depkes Rl untuk menetapkan standar baku tarif dan mutu Rumah Sakit yang berlaku secara nasional melalui suatu sistem Case mix dengan nama INA DRG Depkes. Namun dalam kenyataan penempan tarif INA DRG Depkes menimbulkan polemik bagi pihak Rumah Sakit.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penetapan cost of treatment berbasis clinical pathway kasus kanker payudara dengan tindakan bedah masektomi radikal modifikasi dan kemoterapi FAC dengan tarif INA DRG Depkes di Rumah Sakit Kanker Dharmais tahun 2008.
Hasil penelilian menunjukkan adanya perbedaan pengelompokan kanker payudara menurut AR DRG versi 5.2 dimana ditemukan penyakit penyerta DM, asma, hipertensi, dan penyakit penyulil anemia. Lama hari rawat tidak berbede di setiap diagnosa. Perbedean hanya terletak pada jenis obat yang diberikan yang disesuaikan dengan penyakit yang menyertai. Pada tarif INA DRG Depkes penempan tarif melalui rata-rata data yang dikirimkan oleh 15 Rumah Sakit tanpa adanya clinical pathway dan cost of treatment. Tindakan bedah MRM payudara dan cost of treatment FAC berada lebih tinggi daripada tarifiNA DRG Depkes. Penelitian ini belum menggambarkan seluroh penatalaksanaan pada kanker payudara, sehingga disarankan untuk d.ilakukan penelitian Jebih lanjut khususnya untuk penetapan COT radiotherapi yang mengikuti tindekan bedah MRM dan kemoterapi.
Kami sarankan kepada Depkes Rl untuk melengkapi tarif INA DRG Depkes agar dapat membuat clinical pathway sebsgai standar utilisasi pelayanan kesebatan dan selalu melakukan revisi daftar tarif INA DRG Depkes setiap tahun agar dapat mempertahankan mutu pelayanan Rumah Sakit.

The Quality service of Hospital in Indonesia is highly varied. This situation make the Government through Depkes RI to specify the standard of the Hospital quality and tariff applied nationally through a Case mix system by the name of INA DRG DEPKES. But in reality of applying of tariff INA DRG DEPKES generate polemic for Hospital.
This research purpose is to know the cost of treatment based on clinical pathway breast cancer case with Modified Radical MMastectomy nd F AC Chemotherapy with INA DRG Depkes tariff at Dharmais Cancer Hospital year of2008.
Research result show the difference of breast cancer grouping according to AR DRG version of5.2 where found DM disease, asthma, hypertension, and anaemia. Every diagnosis have the same length of stay. Difference only in the given drug type based on disease accompanied. INA DRG Depkes tariff based on data delivered by 15 Hospital without existence of clinical pathway and cost of treatment. Surgery on MRM breast cancer and cost of treatment FAC higher than INA DRG Depkes tariff. This research not yet show the entire breast cancer surgery, we suggest to do a further research spceially on Cost of Treatment radiotherapy following the action operate on MRM and chemotherapy.
We suggest to Depkes RI to complete the INA DRG Dcpkes tariff so that they can make clinical pathway as standard service utility of health and always revise the INA DRG Depkes tariff list every year so that they can maintain the quality service of Hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T32503
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti A.P. Kono
"Penyelengaraan program kesehatan memerlukan pengembangan sistem pembiayaan yang bersumber dari pemerintah dan masyarakat termasuk swasta yang mampu menghasilkan tersedianya tlana yang memadai. Pembiayaan dari sektor sektor swasta utamanya pembelanjaan masyarakat merupakan porsi terbesar dari pembiayaan kesetiata. Kontribusi sektor swasta dan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan adalafi sekitar 65% dan sisanya seoesar 35% dari sektor publik, Dari kontribusi sektor swasta dan masyarakat yang sekitar 65% itu, pada anak di indonesia. Demikian pula di RSUD. Tarakan dan Budhi Asih, kasus diare/GE pada tahun 2006 berada pada posisi pertama dan kedua dari tiga penyakit terbanyak kedua RSUD tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif, dengan populasi pasien yang memiliki diagnosis diare dengan dan tanpa diagnosis penyerta dan diagnosis penyulit yang terjadi pada bulan januari 2007 sampai juni 2007. Sedangkan sampelnya adalah pada kelompok umur anak-anak. Data didapat dari catatan medik pasien di bagian rekam medik RSU. Budhi Asih dan RSUD. Tarakan, sedangkan data untuk mencari unit cost pelayanan diare didapat dari bagian keuangan serta unit-unit terkait dikedua RSUD tersebut.
Dari Pene1itian ini didapatkan adanya perbedaan aalam biaya di re pada clinica pathway yang pra standard dan standard. Dimana pada diagnose diare tanpa penyerta penyulit mengalami penurunan pada clinical pathway yang sudah ditandar"sasi. Sedangkan pada Diagnosa diare dengan penyerta, penyulit terjadi kenaikan biaya pada clinical patHway yang sudah di sta darisasi. Sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat terlihat bervariasinya biaya dari penyakit diare sebelum menggunakan clinical pathway dan terlihat penggunaan clinical pathway yang sudah distandadsasi dapat menjadi acuan sehingga terjadi keteraturan dalam penatalaksanaan peny:akit. Namun dari segi biaya, dihasilkan suatu continous improvement dalam segi pelayanan maupun segi biayanya. Dan juga datam perhitungan cost of treatment harus mempertimbangkan variabel harga-harga yang dapat berubah tergantung kondisi perekonomian.

Health program development needs support from government as well as society which includes budget from private sector. The cost from private sector is the main contributor to our health expenses. The contributions around 65 percent and the rest 35 percent comes from public sector. From that 65 percentage mostly still using mean of payment by paying for each service (fee for service), and only 14 percent of that society is covered By health insurance.
The method is quantitative, descriptive, using all patient with indication diarrhea with or without difficulties and complication from January 2007 to June 2007. The sample is children. The data is taken from medical record department and for the unit cost on diarrhea treatment is gathered from finance department and other related department at Budhi Asih and Tarakan Hospital.
The research found differences between cost of treatment inter-hospital, intra-hospital and between cost of treatment standard and pre standard based on clinical pathway standard an pre standard. In diarrhea with no complication there's a decrease in standardize clinical Path way's cost of treatment compare to pre-standard cost of treatment. In diarrhea with difficulties a d diarrhea with difficulties complications there's an i crease in standardize clinical pathway's cost of treatment compare to pre standard cost of treatment. Based on the result, it reveals there's a variation between cost of treatment pre-standard clinical pathway witn cost of treatment standard clinical pathway and also a variation in treatment in both kind of clinical pathway. Prom the result also found that clinical pathwa standarJ:J could be used as p ttem in terms of treatment resulting in maxima quality of care. Although in standard clinical pathway there's an increase in cost of treatment. But the point o clinical pathway is not only about the cost but mainly about patient focus.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20969
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Ika Kumala Dewi
"Biaya perawatan Cost Of Treatment adalah perhitungan biaya terkaitbiaya langsung dan biaya tidak langsung yang dibutuhkan untuk melakukanperawatan dan atau tindakan layanan kesehatan per layanan penyakit terhadappasien yang sesuai dengan clinical pathway dari penyakit tersebut. Rumah sakitsebagai penyelengara pelayanan kesehatan menjadi kewajiban untuk memberikanpelayanan yang adil dan bermutu bagi masyarakat. Menghitung unit cost layanankesehatan sangat sangat diperlukan untuk mengetahui besaran biaya riil yangdibutuhkan untuk suatu produk layanan. Dengan menghitung unit costberdasarkan clinical pathway adalah alat untuk mencapai pelayanan yangberkualitas dan efisien.Di Rumah Sakit Ari Canti kasus DHF merupakan kasus non bedahtertinggi dan merupakan 10 kasus terbanyak pada tahun 2016. Permasalahan yangterjadi sebelumnya adalah belum adanya unit cost berdasarkan data riil rumahsakit yang menyebabkan kendala dalam kebijakan yang membutuhkanperhitungan biaya dalam keputusan tersebut, antara lain penentuan tarif, negosiasidengan pihak ketiga dan lain sebagainya. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui cost of treatment DHF murni kelas III Di Rumah Sakit Ari Canti,serta lebih jauh mengetahui gambaran biaya di unit produksi maupun di unitpenunjang.Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan crosssectional. Metode analisis biaya adalah dengan metode Activity based costinguntuk unit produksi dan simple distribution untuk unit penunjang. Data yangdigunakan adalah data sekunder dari bagian unit produksi terkait dan unitixUniversitas Indonesiapenunjang ruah sakit tahun 2017. Dari hasil penelitian didapatkan COT adalahRp. 1,654,884.68. UC actual RP. 1,358,859.68 dan UC simple distribution Rp.296.025.COT adalah Rp. 1.654.884,68. Biaya Sumber daya di IGD yaitu perawatdan jasa dokter menghabiskan porsi biaya 73,77 dari keseluruhan sumber dayayang dibutuhkan di IGD, di laboratorium porsi biaya SDM sekitar 9 dan dirawat inap sebesar 40,9 untuk biasa jasa medis dokter dan perawat .Khususnya di IGD menggambarkan kondisi yang belum efisien antara jumlahpegawai yang harus dibiayai dengan beban kerja yang ditanggung atau outputyang dihasilkan sehingga biaya yang dibebankan kepada pasien menjadi tinggi.Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk rumahsakit dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan mengenai tarif dannegosiasi dengan pihak external lainnya.Kata Kunci : Cost Of treatment, DHF, biaya satuan

Cost of Treatment is a cost calculation of the direct and indirect costsrequired to perform the care of performing treatment and or health caremeasures per patient disease service in accordance with the clinical pathway ofthe disease. Hospitals as health service providers must be provide a righteous andquality service for the community. Calculating unit cost of health services is verynecessary to know the real cost value needed for a service product. By calculatingunit cost based on the clinical pathway is a tool to achieve quality and efficientservice.In Ari Canti Hospital, DHF case is the highest non surgical case and isthe top 10 cases in 2016. The problem that happened while the absence of unitcost based on real hospital data causing obstacles in the policy that require costcalculation in the decision, among others rate determination, negotiation withthird parties and others. The purpose of this research is to know the cost oftreatment of DHF class III At Ari Canti Hospital, and further to know thedescription of cost in production unit and in supporting unit.The type of this research is quantitative research with cross sectionalapproach. Cost analysis method is by Activity based costing method forproduction unit and simple distribution methode for supporting unit. The dataused are secondary data from parts of related production units and supportingunits in 2017. From the research results obtained COT is Rp. 1,654,884.68. UnitCost actual Rp. 1,358,859.68. Unit Cost by simple distribution methode Rp.296.025.xiUniversitas IndonesiaCOT is Rp. 1.662.60306. The cost of resources in the ER is the nurses andphysician services spent the cost of 73.77 of the total resources needed in theER, in the laboratory portion of the cost of human resources about 9 and inhospitalization of 40.9 for regular medical services physicians and nurse .Especially in the ER describes an inefficient condition between the number ofemployees to be financed with the workload borne or the resulting output so thatthe costs charged to the patient become high. It is expected that the results of thisstudy can be considered for the hospital in determining policy and decisionmaking on tariff and negotiation with other external partieKeywords Cost Of treatment, DHF, unit cost."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ujang Anwar
"Kerugian ekonomi akibat adanya gangguan kesehatan yaog dialami seseorang berdampak terhadap pembiayaan kesehatan pemerintah dao pengeluaran rumah tangga. Dalam periode tahun 2005-2006, jumlah kasus penyakit infeksi akut lain saluran pernafasao atas menempati posisi teratas dalam proporsi sepuluh penyakit terbesar di kota Jambi. Tahun 2005 sebaoyak 108.292 kasus (34,51 %) dao pada tahun 2006 sebaoyak 99.332 (32,75%). Untuk mencapai kesembuhan, seseorang yaog menderita sakit memerlukan tindakan pengobatan. Layaoao pengobatan yang dilakukan terhadap pasien, akao menimbulkao biaya pada provider selaku penyedia jasa layanan dan juga pada pasien yaog memanfaatkan jasa layanan. Biaya yang timbul pada sisi provider maupun pasien masing-masing diklasifikasikan sebagai biaya laogsung (drect cost) dan biaya tak langsung (indirect cost).
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang besarao biaya yaog ditimbulkan akibat sakit (cost of illness) untuk rawat jalao ISPA. Tujuao khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang : karakteristik responden dan pasien rawat jalao ISPA, besaran biaya langsung (direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost) pada sisi provider dan pasien yang melakukao kunjungan berobat untuk mencapai kesembuhan dalam satu periode sakit.
Penelitian ini menggunakao desain studi analisis biaya, yaog dilaksanakao di wilayah kerja Puskesmas Simpaog rv Sipin pada bulao Jaouari s/d. Maret 2007, dengao jumlah sampel penelitiao 96 responden. Data yaog digunakao dalam penelitiao ini adalah data sekunder yaog diperoleh dari lokasi penelitiao serta data primer yaog diperoleh dari basil interview kepada responden.
Hasil penelitian menunjukkao bahwa jumlah responden terbaoyak berusia kuraog dari atau sama dengao 31 tahun. Sebagiao besar responden berjenis kelamin perempuao dao berstatus sebagai ibu rumah tangga yaog tidak memiliki penghasilao. Berdasarkao jenis kelarnin, pasien terbaoyak adalah laki-laki. Jumlah pasien terbanyak pada kelompok umur 13 - 36 bulao.
Untuk mencapai kesembuhan dalam satu periode sakit, 80,21 % dari seluruh pasien masing-masing melakukan 1 kali kunjungan berobat, sisanya 19,79 % masing-masing melakukan 2 kali kunjlUlgan berobat. Jumlah klUljlUlgan berobat dalam satu periode sakit yang dilakukan oleh setiap pasien lUltuk mencapai kesembuhan, sangat berpengaruh terhadap besaran biaya yang menjadi tangglUlgan provider mauplUl biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien. Semakin banyak jumlah klUljlUlgan berobat yang di1akukan oleh pasien maka akan semakin besar biaya yang timbul pada sisi provider mauplUl pada sisi pasien. Opportunity cost tetap ada pada biaya yang dikeluarkan oleh repondenlpasien dalam memanfaatkan layanan rawat jalan ISPA.
Untuk kese1uruhan pasien, total biaya pada provider lebih besar dari total biaya pada pasien. Cost of illness pasien rawat jalan ISPA adalah Rp 2.316.259,45 dengan rata-rata Rp 24.127,70. Untuk pasien yang melakukan 1 kali kunjungan berobat, total biaya pada provider lebih besar dari total biaya pada pasien. Cost of illness pasien rawat jalan ISPA adalah Rp 1.597.144,85 dengan rata-rata Rp 20.742,14. Untuk pasien yang melakukan 2 kali kunjlUlgan berobat, total biaya pada provider lebih besar dari total biaya pada pasien. Cost of illness pasien rawat jalan ISPA adalah Rp 719.114,60 dengan rata-rata Rp 37.848,14.
Saran yang dapat disampaikan adalah : Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten serta sarana kesehatan pemerintah yang memberikan layanan pengobatanl perawatan perlu melakukan perhitlUlgan dan analisis biaya secara menyeluruh berdasarkan kegiatan dalam memberikan pelayanan. Puskesmas seyogyanya mempertahankan dan meningkatkan penerapan pola pelayanan pengobatan sesuai standar. Perlu dilakukan pengembangan model perhitlUlgan biaya ini ke dalam bentuk perangkat lunak komputer. Kepada peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian serupa terhadap jenis penyakit lainnya.

Economic loss due to health disorder experienced by patient have an impact to governmenthealth financing and household health expenditure. From 2005 to 2006 period, acute respiratory infection disease was in first place of top ten diseases in Jambi City. In 2005 there were 108.292 cases (34,51%) and in 2006 were 99.332 cases (32,75%). The patient needs medical care to recover from the illness. Medical service for patient will incur the cost upon the provider who provides the service and the patient who uses the service. The cost incurred upon both the provider and the patients are classified into direct cost and indirect cost.
The aim of this study was to describe the amount of the cost of illness for acute respiratory infection disease outpatient. The particular objectives were to describe characteristics of the participant and patient of acute respiratory infection disease outpatient, the amount of direct cost and indirect cost upon provider and the patient who performed medical visit to get recovery from the illness period.
This study used cost analysis design, carried out in Simpang IV Sipin Public Health Centre from January to March2007, with 96 participants. Datawere secondary data collected from study area and primary data obtained from interviewed participants.
The findings demonstrated that most patients were less or equal to 31 years old. Majority of them female and housewives. Base on gender the most patients were male. The most patients were in 13 -36 months age group.
To get recovery in one illness period, 80,21% of total patients performed once medical visit, the remaining patients did twice medical visit. The medical visit patient performs in one illness period to get recovery from the illness highly influence the amount of cost upon provider and the patient. The more visits patient has, the higher the cost required upon provider and the patient. Opportunity cost I remains upon the patients expenditures in using acute respiratory infection outpatient services.
For all patients, the total costs upon provider were higher than the total costs uponpatient. Cost of illness for acute respiratory infection out patient was. Rp 2.316.259,45 with Rp 24.127,70 on average. For the patients who did once medical visit, the total costs upon provider were higher than total costs upon patients. Cost of illness foracute respiratory infection out patient were Rp1.597.144,85withRp. 20.742,14 on average. For the patients who did twice medical visit, the total costs upon provider were higher than total costs upon patients. Cost of illness for acute respiratory infection outpatient were Rp 719.114,60 with Rp. 37.848,14 on average.
It is suggested that District Health and government health facilities that provide medical/nursing care are required to calculate and conduct cost analysis as a whole based on activities in providing services. Public Health Centre must maintain and improve medical service pattern application by standard. It is need to develop this cost calculation model into computer software. Further researchers are needed to do the similar study for other diseases.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T11511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Effendi
"Meningkatnya biaya kesehatan dapat mengakibatkan tidak teraksesnya pelayanan kesehatan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih membayar biaya pelayanan kesehatan dengan cara pembayaran tunai (Out of pocket).
Pembayaran secara out of pocket menyebabkan rumah sakit tidak kepastian tentang pendapatan dari pelayanan yang diberikan kepada pasien. Ketidakpastian tersebut disebabkan rumah sakit tidak bisa membuat proyeksi yang pasti tentang jumlah pasien yang akan dilayani.
Prospective Payment System (PPS) atau Sistem pembiayaan praupaya merupakan sistem pembayaran pada pemberi pelayanan kesehatan baik rurnah sakit maupun dokter dalam jumlah yang ditetapkan sebelum suatu pelayanan medik dilaksanakan, tanpa memperhatikan tindakan medik atau lamanya perawatan di rumah sakit. Salah satu bentuk dari sistem pembiayaan praupaya adalah Diagnosis Related Groups (DRG's) yang mengelompokkan diagnosis terkait.
Pengelompokkan penyakit berdasarkan DRG's yang menja.di objek penelitian ini adalah penyakit pneumonia yang berkontribusi cukup besar terhadap kematian anak dan balita dan ketertarikan untuk diteliti karena belum perah ada perhitungan unit cost biaya pengobatan penyakit pneumonia di RSUD. Kota Banjar berdasarkan DRG's.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cost of treatment pneumonia berdasarkan Diagnosis Related Groups di RSUD.Kota Banjar tahun 2006. Metode penelian ini adalah penelitian deskriptif yang di1aksanakan pada bulan april sampai mei 2007 dengan menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien rawat inap dengan diagnosa pneumonia tahun 2006 dan data primer dengan observasi serta wawancara dengan dokter spesialis, dokter umum, perawat, paramedik dan instalasi gizi serta bagian keuangan. Perhitungan unit cost dengan menggunakan Activity Based Costing.
Pengelompokkan penyakit Pneumonia berdasarkan AR-DRGis di RSUD. Kota Banjar, yaitu : 1) Pneumonia dengan penyerta dan penyulit (E62A), 2) Pneumonia dengan penyerta atau penyulit (E62B) dan 3) Pneumonia murni (Eec). Untuk pneumonia yang meninggal tidak bisa diterapkan karena menurut AR-DRG's tidak ada pneumonia yang mengakibatkan meninggal, hal ini perlu dikembangkan sebagai model lisTA-DRG's.
Clinical Pathway pnemonia di RSUD. Kota Banjar yang didapatkan terdiri atas 5 (lima) tahap, yaitu : pendaftaran, penegakan diagnosis, terapi, pulang dan rawat jalan. Diagnosis utama yang dipakai berdasarkan ICD-X merupakan hasil kesepakatan para dokter yaitu J18 terdiri atas J18.0 Bronchopneumonia dan J18.9 Pneumonia.
Cost of treatment pneumonia path anak di RSUD. Kota Banjar tahun 2006 yaitu cost of treatment kelompok E62B di kelas III sampai kelas I dengan median hari rawat 4 hari biayanya antara Rp. 891971,- sampai dengan Rp. 944.429,- sedangkan cost of treatment kelompok E62C di kelas III sampai ke/as 1 dengan median hari rawat 3 hari biayanya antara Rp, 725,559,- sampai dengan Rp. 817.659,- Cost of treatment pneumonia path dewasa di RSUD. Kota Banjar tahun 2006 yaitu cost of treatment kelompok E62A di kelas III sampai kelas VIP dengan median hari rawat 8 hari biayanya antara Rp. 1.691.669,- sampai dengan Rp. 1,853.874,- cost of treatment pada kelompok E62B di kelas III sampai kelas VIP dengan median hari rawat 5 had biayanya antara 1.258.120,- sampai dengan Rp. 1.359.498,- sedangkan cost of treatment kelompok E62C di kelas III sampai kelas VIP dengan median hari rawat 5 hari biayanya antara Rp. 1120.411,- sampai dengan Rp. 1_221.789,-.
Perlu ditetapkan cam perhitungan biaya perawatan pasien di rumah sakit secara nasional seperti perhitungan biaya berdasarkan Diagnosis Related Groups dan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penyakit lainnya dengan sampel dari berbagai rumah sakit sehingga diperoleh gambaran casemix setiap rumah sakit, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap upaya pengembangan INA-DRG's

Increasing of health cost is affecting health service become can not accessed by most of Indonesians. It happened because most of Indonesians still paying health service cost by cash (out of pocket).
Paying by out of pocket cause hospital does not have certainty toward income from given services to patients. It caused by inability of hospital making a certain projection toward total patients served.
Prospective Payment System (PPS) is payment system to health service giver whether hospital or doctor in decided amount before performed medical service, without concerning medical action or care length in hospital. One form of prospective payment system is Diagnosis Related Groups (DRG's) that group related diagnosis.
Disease grouping based on DRG's that become this research object is quite high contribution of pneumonia disease toward child death and toddlers and significance to research because no unit cost calculation of pneumonia disease medication at RSUD Banjar City based on DRWs.
This research purpose is to identify pneumonia cost of treatment based on Diagnosis Related Groups at RSUD Banjar City year 2006. This research method is descriptive research that performed in April to May 2007 by using secondary data from inpatient medical report with pneumonia diagnosis in 2006 and primary data with observation as well as interview with specialty doctor, public doctor, nurse, and paramedic and nutrition installation along with finance sector. Unit cost calculation is using Activity Based Costing.
Pneumonia disease grouping based on AR-DRG's at RSUD Banjar City, which are: 1). Pneumonia with accomplice and complication disease (E62A), 2). Pneumonia with accomplice or complication disease (E62B) and 3). Pure Pneumonia (E62C). For pneumonia, deaths not implemented because according to AR-DRG's there is no pneumonia caused death, it should improved as 11\IA-DRG's model.
Clinical Pathway of pneumonia disease at RSUD Bogor City obtained 5 steps, which are: registration, diagnosis maintenance, therapy, inpatient and outpatient. Used main diagnosis based on ICD-X is an agreed result of doctors that is J18 consist of J18.0 Bronchopneumonia and J18.9 Pneumonia.
Pneumonia cost of treatment in children at RSUD Banjar City year 2006 is E62B group cost of treatment in third class to first class with median of 4 days inpatient is Rp. 893,971 to Rp. 944.429 while E62C group cost of treatment in third class to first class with 4 days median is Rp. 725.559 to Rp. 817.659.
Pneumonia cost of treatment in adult at RSUD Banjar City year 2006 is E62A group cost of treatment in third class to VIP with median of 8 days inpatient is between Rp, 1.691.669 to Rp. 1.853.874, E62B group cost of treatment in third class to VIP with median of 5 days inpatient is Rp. 1.258.120 to RP. 1.359,498 while E62C group cost of treatment in third class to VIP with median of 5 days inpatient is Rp. 1.120.411 to Rp. 1.221.798.
Calculation of patient cost in hospital was need to be decided nationally as cost calculation based on Diagnosis Related Groups and require advanced research for other disease with samples from various hospital, so that obtained casernix description of every hospital, which expected to give contribution toward development effort of INA-DRG's.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan
"Perkembangan jaman merubah fungsi rumah sakit dari usaha sosial menjadi jasa produktif yang menhasilkan laba.
Tingginya laju inflasi dibidang kesehatan dibanding laju inflasi dibidang ekonomi dan belum adanya patokan biaya standar terhadap setiap jenis pelayanan kesehatan dan consumer Ignorance serta tidak adanya pengawasan dari Dinas Kesehatan menyebabkan terjadinya moral hazard yang tidak dapat dikendalikan. Untuk mengatasi hal ini diperlukan sistim pengendalian biaya dengan mengembangkan sistim pembayaran pra upaya antara lain dengan penetapan DRG's.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memperoleh sistem pembiayaan dengan Diagnosis Related Group untuk Apendektomi yang baik dan benar sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi rumah sakit.
Penelitian ini menggunakan studi ekplorasi dengan metode Cross Sectional dari sampel 344 pasien untuk mencari variasi pembiayaan dalam rangka menetapkan DRG' s Apendisitis di Rumah Sakit Sumber Waras tahun 2003.
Hasil penelitian menunjukkan lama hari rawat pada Apendisitis komplikasi tanpa penyakit penyerta adalah 5,4 hari, lama hari rawat apendisitis komplikasi dengan penyakit penyerta adalah 6,6 hari, lama hari rawat apendicitis tanpa komplikasi dan tanpa penyakit penyerta adalah 3,2 hari dan apendicitis tanpa komplikasi dengan penyakit penyerta adalah 3,8 hari.
Rata-rata biaya apendisitis di kelas III dengan komplikasi tanpa penyakit penyerta adalah Rp.5.126.624,- , dan dengan penyakit penyerta Rp. 5.561.593,-sedangkan rata-rata biaya apendisitis tanpa komplikasi dan tanpa penyakit penyerta adalah Rp. 3.938.800,- dan dengan penyakit penyerta adalah Rp_ 4.112.461,﷓
Kesimpulan penelitian bahwa langkah-langkah general logic Diagnostic Related Groups dapat diterapkan Namun batasan umur 69 tahun tidak dapat digunakan untuk penyakit penyerta karena secara empiris penyakit penyerta dibedakan antara usia dewasa muda dan dewasa tua. Penerapan DRG's ini dapat diterapkan bila batasan umur yang dipakai adalah 60 tahun yaitu batasan umur dewasa muda dan tua.
Daftar Pustaka: 30 (1986 - 2004)

Case Study of DRG's Appendicitis Financing in Sumber Waras Hospital of 2003 Period development has changes the hospital function from social exertion into productive service to make a profit.
The highly inflation rate in health area in contrasting to inflation rate in economy area and absence of standard cost criterion into every kind of health care and consumer ignorance as well as Health Official's monitoring has causes occurrence of uncontrollably moral hazard. To overcome the problem, we need a cost control system by develop the preoccupation cost system among others is by determination of DRG's.
The research purposed to obtain the appropriate financing system by Diagnosis Related Group for Appendectomy in order to be able to increase efficacy and efficiency of the hospital.
The research uses exploration study with study case method from sample of 344 patients to find the variation of financing in order to determine DRG's Appendicitis in Sumber Waras of Hospital of 2003.
The result shows that the nursing period for complicated Appendicitis without following disease is 5,4 days, nursing period for complicated Appendicitis with following disease is 6,6 days, nursing period for non-complicated Appendicitis without following disease is 3,2 days, and nursing period for non-complicated Appendicitis with following disease is 3,8 days.
The average of financing of the class III complicated appendicitis without following disease is Rp 5.126.624,-, with following disease is Rp 5.561.593,-. While average of financing of non-complicated appendicitis without following disease is Rp 3.938.800,- and with following disease is Rp 4.112.461.
The conclusion of the result is that general logic steps of Diagnostic Related Groups could be applied but age limitation of 69 year could not be used for following disease because empirically, the following disease was differentiated between young and old adult. The DRG's could be implemented if the usage of age limitation according to research age, that is, childhood, young and old adult. The variables related to the DRG's arrangement are main diagnosis, age characteristic, utility and secondary diagnosis. Cost of treatment was based to tariff of appendicitis in class III.
References: 30 (1986 - 2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aning Hastuti
"Peningkatan kasus HIV/AIDS di Kalimantan Barat sangat tinggi, dari 64 kasus tahun 2004 menjadi 231 kasus tahun 2005, sehingga diperlukan upaya penanggulangan termasuk perhitungan biaya pengobatan HIV/AIDS di rumah sakit dan pengendalian biaya pelayanan kesehatan dengan penetapan DRGs.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran variasi biaya pengobatan (cost of treatment) HIV/AIDS berdasarkan DRGs di RSU Dr. Soedarso Pontianak.
Penelitian ini adalah survei kuantitatif terhadap cost of treatment pasien HIV/AIDS di RSU Dokter Soedarso tahun 2005 pada rawat jalan dan rawat inap, berdasarkan Clinical Pathway dengan metode analisis biaya ABC (Activity Based Costing) dan Simple Distribution. Jumlah kasus yang diteliti 55 kasus, dikelompokkan berdasarkan Australian Refined Diagnosis Related Groups (AR-DRGs) Classification Version 4.1. Kasus HIV termasuk Major Diagnostic Categories (MDC) 18 Infectious and parasitic diseases, yaitu DRG S61Z HIV dengan CNS disease, S62Z HIV dengan malignancy, S63A HIV related infection dengan penyakit penyerta dan penyulit, S63B HIV related infection tanpa penyakit penyerta dan penyulit, S64A HIV lain dengan penyakit penyerta dan penyulit, S64B HIV lain tanpa penyakit penyerta dan penyulit.
Hasil penelitian menunjukkan Clinical Pathway HIV terdiri dari tahapan pendaftaran, penegakan diagnosis, terapi, pulang dan rawat jalan. Cost of treatment rawat inap Kelas III tertinggi S64A sebesar Rp. 6.363.402,- dan terendah S62Z sebesar Rp. 1.547.226,-, Kelas VIP tertinggi S64A sebesar Rp. 8.885.558,- dan terendah S62Z sebesar Rp. 1.871.795,-. Cost of treatment rawat jalan tertinggi S63A sebesar Rp. 431.898,- dan terendah S61Z sebesar Rp. 171.207.
Pengelompokan HIV berdasarkan AR-DRGs dapat dilakukan di RSU Dokter Soedarso Pontianak, dengan ditambah satu kelompok untuk pasien status keluar rumah sakit meninggal. Variabel yang digunakan untuk menentukan cost of treatment berdasarkan DRGs HIV di RSU Dokter Soedarso Pontianak tahun 2005 yaitu diagnosis utama, penyakit penyerta dan penyulit (casemix), lama hari rawat, dan pemanfaatan utilisasi. Dalam penyusunan DRGs agar didapatkan angka rata-rata biaya yang lebih stabil perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap diagnosis sejenis pada beberapa rumah sakit yang tipenya sama dengan jumlah sampel lebih besar. Perlu pengembangan Clinical Pathway yang baku dan penetapan biaya berdasarkan DRGs disesuaikan kondisi di Indonesia untuk mendapatkan Indonesian DRGs (INA-DRGs), sehingga ada kepastian biaya yang diperlukan bagi pihak rumah sakit, asuransi, konsumen dan pemerintah.

The increasing of HIV/AIDS cases in West Kalimantan in the year 2005 is very high; the cases increased from 64 cases in 2004 to 231 in 2005. Because HIV/AIDS cases increase in West Kalimantan need prevention program and health service, including HIV/AIDS medication cost account in hospital and the control of health services cost with DRGs's stipulating.
Main objectives of this research are to find HIV/AIDS cost of treatment based on DRGs in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak.
This research is quantitative survey toward HIV/AIDS patient cost of treatment in Dr. Soedarso General Hospital year 2005 of outpatient and inpatient, based on Clinical Pathway with cost analysis method using ABC method (Activity Based Costing) and Double Distribution. Total researched cases are 55 cases. Then grouped into Australian Refined Diagnosis Related Groups (AR- DRG) Classification Version 4.1, HIV is belong to Major Diagnostic Categories (MDC) 18 Infections and parasitic diseases, which is DRG S61Z HIV with CNS disease, S62Z HIV with malignancy, S63A HIV related infection with complicated diseases, other S64A HIV with complicated diseases, other S64B HIV without complicated diseases.
Research result shows that Clinical Pathway of HIV i.e.: admission, to get the main diagnosis, therapy, discharge and inpatient. One episode HIV/AIDS outpatient cost of treatment based on Clinical Pathway as according to AR-DRG grouping for the highest of ffl class was in S64A equal to Rp. 6,363,402,- and the lowest in S62Z equal to Rp. 1,547,226,-. The highest HIV cost of treatment for VIP class was in S64A equal to Rp. 8,885,558,- and the lowest in S61Z equal to Rp. 1,871,795,-. The highest cost of treatment in inpatient in S63A equal to Rp. 431,898,- and the lowest in S61Z equal to Rp. 171,207.
HIV grouping based on AR-DRG done in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak, with one group addition for patient with out from hospital status died. Variable that affect HIV DRGs settlement in Dr. Soedarso General Hospital Pontianak year 2005 i.e.: main diagnosis, patient characteristic, casemix disease, inpatient length, and utilization use.
In arranging DRG, to get more stabilize cost mean number need advanced research toward equal diagnose on some hospital with same type with larger number of samples. Need basic Clinical Pathway development and cost settlement based on DRGs that apropiate with condition in Indonesia and finally created Indonesia DRGs (INADRG). Therefore, there is cost certainty that needed by hospital, assurance, consumer, and government.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>