Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154294 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratih Virta Gayatri
"Waria merupakan salah satu kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi tertular IMS di mana profesi waria merupakan salah satu faktor yang mendorong timbulnya gka IMS. Anal merupakan media bagi waria dalam memberikan pelayanan seksual kepada pemakai waria.
Keberhasilan penanggulangan IMS tidak banya bergantung pada mutu pelayanan yang diterima tetapi juga bergantung Kepada perilaku perilaku pencegahan dan pencarian pengobatan. Oleh karena itu, kegiatan pencegahan dan penanggulangan IMS lebih dititikberatkan pada penemuan penderita secara dini dan-segera diobati.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran perilaku waria dalam pencarian pengobatan yang biasa mejeng atau melakukan transaksi seksual di Gelanggang Olahiaga Remaja Kota Bekasi. Penelitian didesain sebagai penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan grounded research theory."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20968
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Purwarini
"Infeksi Menular Seksual (IMS) masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan pada tahun 2008, 340 juta penduduk dunia terinfeksi IMS, dan di Asia Tenggara kasus IMS 40% dari kasus di dunia, hal ini karena pengendalian IMS yang lemah. Kasus IMS banyak terjadi pada pekerja seks komerial (PSK) dan LSL (laki-laki berhubungan Seks dengan laki-laki). Meningkatnya kasus IMS akan meningkatkan kasus HIV (WHO, 2009). Prevalensi IMS di Indonesia pada waria lebih tinggi (19,3%) daripada LSL (1,1%) (WHO, 2008), penelitian Pisani dkk di Jakarta tahun 2004 menunjukkan prevalensi HIV pada waria 22%, PSK laki-laki 36% dan LSL 2,5%. Banyaknya kasus IMS pada waria, dapat di intervensi melalui petugas kesehatan untuk mencegah penularan HIV/AIDS dengan melakukan seks aman. Intervensi ini diharapkan dapat mengubah perilaku PSK waria Namun bagi PSK waria yang mengobati sendiri/tidak mengobati belum pernah diketahui konsistensi penggunaan kondom.
Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pencarian pengobatan IMS dengan penggunaan kondom seminggu terakhir pada PSK waria dengan gejala IMS setahun terakhir. Penelitian ini menggunakan data STBP tahun 2007. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan sampel PSK waria yang mengalami gejala IMS setahun terakhir sejumlah 214 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PSK waria yang mencari pengobatan IMS kepada bukan tenaga kesehatan sebesar 28,5%, sedangkan yang berobat kepada petugas kesehatan sebesar 71,5%. PSK waria yang konsisten menggunakan kondom sebesar 25,2% dan yang tidak konsisten sebesar 74,8%. Hubungan pencarian pengobatan dengan penggunaan kondom menunjukkan bahwa PSK waria yang mencari pengobatan kepada bukan petugas kesehatan mempunyai peluang konsisten menggunakan kondom 1,57kali dibandingkan yang mencari pengobatan kepada petugas kesehatan (OR=1,57, 95% CI: 0,76-3,28). Hubungan tersebut secara statistik tidak bermakna (p=0,23).
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar dilakukan pelatihan komunikasi efektif bagi petugas kesehatan agar dapat melakukan konseling dengan baik, menyediakan kondom gratis, memeriksa anal dan oral waria yang berobat, menyediakan obat yang efektif untuk IMS/HIV, bekerjasama dengan kelompok waria untuk mengadakan penyuluhan tentang IMS/HIV, memberikan pendidikan moral dan seks bagi remaja baik secara formal maupun informal.

Sexually transmitted Infection (STI) still become a world health problem. Worldwide, an estimated 33.4 million people are living with HIV. In South East Asia region accounts for nearly 40% of world's burden of STI's, due to poor controlling. This mostly happened in sex workers and their clients, men who have sex with men . The increasing number of STI will increase the number of HIV (WHO, 2009).
The objection of this study is to know the association between health seeking behavior for STI and condom use for anal sex within last week in transvestites sexual commercial worker (SCW) that had been complaining STI's symptom during last year. This study uses data from HIV/STI Integrated Biological Behavioral Surveillance among Most-at-Risk Groups (MARG) in Indonesia, 2007. The study design is cross- sectional with 214 transvestites who had been complaining for STI's symptom within last year.
Result of this study shows that 28,5% of the transvestites SCW self medication/did not do anything for the STI's symptom and 71,5% seek to health worker. Only 25,2% of them constantly used condoms, and 74,8% were not. The association between health seeking behavior and condom use shows that transvestites SCW who did self medication/did not do anything for STI's symptom had opportunity consistently condom use 2,26 times than those who came to health worker (OR=2,26, 95% CI: 0,98-5,24). This association is statistically not significant (p=0,06).
Based on the results, we suggest doing some effective communication training for health care workers how to do a good counseling, to provide condom freely, to give anal and oral examination for treated transvestites, to provide effective drug for STI/HIV, to assist transvestites group in arranging seminar about STI/HIV, to give formal or informal moral and sex education to adolescence.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T30829
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Saptiani
"Meningkatnya jumlah penderita IMS dan banyaknya penderita IMS yang tidak di obati dari tahun ke tahun di Kota Bandar Lampung, dapat menimbulkan permasalahan kesehatan yang sangat serius dan berdampak besar pada masa yang akan datang apabila tidak mendapatkan perhatian dan penanganan yang intensif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pencarian pengobatan infeksi menular seksual pada wanita penjaja seks di Kecamatan Panjang Bandar Lampung.Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectionaldengan sampel penelitian sebanyak 114 wanita penjaja seks yang diambil secara acak sederhana(simple random sampling). Sebagian besar (60,5%) responden telah mencari pengobatan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan dan 39,5% mencari pengobatan sendiri untuk mengatasi keluhannya. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan bermakna antara faktor hambatan dalam pencarian pengobatan dengan perilaku pencarian pengobatan. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan adalah faktor tersedianya fasilitas kesehatan di lokalisasi dengan nilai OR=3,08 yang berarti responden yang terdapat fasilitas kesehatan di lokalisasi mencari pengobatan IMS 3 kali lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak mempunyai fasilitas kesehatan di lokalisasi.

The number of patients with sexually transmitted infection (STI)is increasingin Bandar Lampung, but not all of them obtain proper medical treatments. This can lead to serious health problems and can have major impacts in the future, if lacking intensive care and suitable handling environments.
This research aims to analyze sex workers? behaviors in seeking for the medication of STI. The respondents were 114 female sex workers, and they randomly interviewed in the District of Panjang Bandar Lampung. Quantitative method and cross-sectional design were used to analyze the data.The majority of respondents (i.e., 60,5%) have sought for the first aids to health services, whereas the minority (i.e., 39,5 %) have relied on independent treatments to solve their problems. The bivariate analysis shows that significant relationships exist between the impeding factors (in seeking for the medications) and medical-seeking behaviors. The most dominant factor associated with the medical seeking behaviors is the availability of health facility in the prostitution area with the value of OR is equal to 3,08. This means the respondents with a health facility in their working places are three times higher in seeking medication than those with no health facility."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Kurnia Sari
"Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terkait reproduksi yang sangat berbahaya, menular dan menyebar luas secara global di berbagai Negara. IMS memiliki dampak yang sangat buruk bagi kesehatan baik pada wanita hamil dan janin maupun wanita yang tidak hamil. Oleh sebab itu pencarian pengobatan yang benar diperlukan guna meminimalkan resiko penularan ibu ke bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor yang berhubungan dengan pencarian pengobatan infeksi menular seksual pada wanita usia subur 15 - 49 tahun di Indonesia berdasarkan data SDKI tahun 2017. Analisis dilakukan secara univariat dan diuji dengan chi square dan regresi logistik ganda dengan jumlah sampel 1963 responden. Hasil dari analisa Proporsi Pencarian Pengobatan IMS pada WUS di Indonesia masih rendah yaitu 30,4 %. Faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobtan IMS di Indonesia hanya pendidikan. Saran bagi pemerintah meningkatkan kebijakan mengenai pengetahuan IMS sesuai tingkat pendidikan.

Sexually transmitted infections (STIs) are one of the public health problems related to reproduction that is very dangerous, contagious and widespread globally in various countries. STI has a very bad impact on health both in pregnant women and fetuses and women who are not pregnant. Therefore the search for the right treatment is needed to minimize the risk of mother to baby transmission. This study aims to determine the description of factors associated with seeking treatment for sexually transmitted infections in women of childbearing age 15 - 49 years in Indonesia based on the 2017 IDHS data. The analysis was conducted univariately and tested with chi square and multiple logistic regression with a sample of 1963 respondents. The results of the analysis of the proportion of seeking treatment for STIs among female sex workers in Indonesia are still low 30.4%. The only factor related to the seeking behavior for STI treatment in Indonesia is education. Suggestions for the government to improve policies regarding STI knowledge according to education level."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riesparia Magi Awang
"Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk infeksi HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan dunia termasuk Indonesia. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999 di dunia terdapat 350 juta kasus baru seperti Sifilis, Gonore, Infeksi Chlamyda dan trikomoniasis. Sementara angka IMS di Indonesia sulit diketahui dengan pasti karena terbatasnya informasi yang ada. IMS diketahui dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi HIV dan juga menyebabkan morbiditas yang tinggi. IMS banyak menyerang golongan masyarakat yang mempunyai perilaku seksual dengan banyak mitra seperti pekerja seks komersial dan diantaranya adalah waria.
Penelitian ini dilakukan di Jakarta timur dengan mengambil lokasi di Kebon Singkong, Velbak dan Pejagalan pada bulan Juni - Agustus 2002. Pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam atau indeph interview. Jumlah informan sebanyak 12 orang, sedangkan informan kunci sebanyak 6 orang yang terdiri dari pemilik warung, pemilik toko obat dan petugas kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku waria dalam mencari pengobatan pada saat menderita IMS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan pada umumnya rendah terutama yang menyangkut penularan, pencegahan, jenis-jenis, gejala serta penyebabnya. Sikap yang ditunjukkan informan adalah negatif untuk penggunaan kondom, dan bersikap positif untuk mengobati sendiri dengan antibiotik yang tidak rasional, minum obat anti biotik secara teratur dan mencari pertolongan kesehatan kepada petugas kesehatan. Sumber utama informasi IMS dan HIV/AIDS adalah petugas kesehatan dan teman. Informan menganggap bahwa dirinya termasuk golongan yang rentan terhadap IMS dan juga mereka menganggap bahwa IMS adalah penyakit yang berbahaya. Kecuali biaya, maka waktu, jarak, perilaku petugas tidak menjadi hambatan informan dalam mencari pengobatan. Upaya mencari pengobatan IMS yang dilakukan dalam empat tahap yaitu mengobati dengan obat tradisional, minum obat-obatan antibiotik dengan dosis yang tidak rasional. Jika belum sembuh upaya lain yang ditempuh adalah mencari bantuan tenaga kesehatan modern baik yang swasta, pemerintah dan jika tidak ada perubahan akan kembali ke pengobatan tradisional.
Beberapa saran yang dianjurkan penulis adalah perlunya penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan tentang IMS, pelatihan untuk menumbuhkan dan meningkatkan sikap dan perilaku yang positif terhadap upaya mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan, perlunya pengembangan prorotipe media yang spesifik waria (transvestisme), membuat perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi secara terpadu dengan dana yang memadai, menyediakan kondom gratis dalam jangka waktu tertentu.

The Attitude of Transvestites in Seeking Medication for Sexually Transmitted Infections in East Jakarta in 2002Sexually Transmitted Infections such as HIV/AIDS infections constitute the world's health problem including Indonesia. Based on WHO's estimation of 1999 there are currently 350 millions cases of syphilis, gonorrhea, Chlamydia and Trikomoniasis infections. The figures of Sexually Transmitted Infections in Indonesia are not definitely known due to limited available information. Sexually Transmitted Infections can increase sensitivity to HIV infection and also raise morbidity rate. Sexually Transmitted Infections mostly affect certain type of community who have frequent sexual relation with commercial sex workers including transvestites.
The research was carried out in three districts in Jakarta namely Kebon Kacang, Velbak and Pejagalan in June-August 2002. Qualitative approach was implemented in data collecting process through in-depth interview. The number of informants was 12 with six key informants consisting of food stall owners, drugstore keepers, and health officer.
The research was aimed at obtaining information on transvestite's attitude in seeking medication when suffering from Sexually Transmitted Infections.
The result of the research revealed a low level of knowledge on the part of the informants regarding transmission, prevention, types, symptoms and cause of disease.
The informants showed negative attitude towards the use of condoms, positive attitude for self-medication by using irrational antibiotic, regular antibiotic take in and seeking medical help from physicians. The main resource of information for Sexually Transmitted Infections and H1V/AIDS was health officers and friends. The informants viewed that they were vulnerable to Sexually Transmitted Infections and that Sexually Transmitted Infections were dangerous. The use of condoms as a means to prevent Sexually Transmitted Infections was relatively rare. Factor hindering the informants in utilizing health services among others was cost and factor encouraging them to use health services was peer group and counseling by health officers exposed by media. Attempt to seek medication were divide into stages namely medication with traditional medicine, taking antibiotic with irrational dose, seeking medical help from modem state or private physicians and traditional medication.
The writer emphasizes the need of counseling to enhance knowledge on Sexually Transmitted Infections, training to generate and boost positive behavior and attitude in seeking medication from health services, the necessity to develop specific media for transvestites, planning, implementation, integrated monitoring and evaluation with sufficient fund, providing free condoms within a certain period of time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T12922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Rahmawati
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran keluhan sesuai Infeksi Menular Seksual (IMS), gambaran perilaku berisiko waria dalam penularan IMS dan hubungan antara keduanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan desain studi potonglintang. Partisipan penelitian sebanyak 48 waria binaan Puskesmas Kedung Badak Kota Bogor. Sebagian besar waria berada pada usia lebih dari 29 tahun, pendidikan terakhirnya SMA, belum menikah, dan homoseksual. Sebanyak 14,6% waria mengalami keluhan sesuai IMS. Berdasarkan hubungan keduanya, diketahui bahwa status pernikahan dan pemakaian NAPZA suntik memiliki hubungan yang signifikan dengan timbulnya keluhan sesuai IMS.

The purpose of this research is to overview symptoms in sexually transmitted infestions (STIs), risk behaviours in STI among Kedung Badak Health Cares patronage transvestities, and indicate the correlation between risk behaviour and the symptoms. This research uses quantitative method with crossectional design. The participants of this research consist of 48 Kedung Badak Health Cares patronage transvertism. The majority of transgender is more than 29 years old, the last education is SHS, unmarried, and homosexual. This research indicate that 14,6% transgender show the symptoms of STIs. The correlation has significant in marriage status and drug injections use.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47198
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eulis Mar`atul Kamilah
"Acquired Immune Deficiency Sindrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan menyebabkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi .Hubungan seks yang tidak aman, penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan secara bergantian,transfusi darah yang terinfeksi HIV,dan penularan ibu yang terinfeksi HIV ke anak yang dikandungnya merupakan faktor resiko yang dapat menularkan HIV dari satu orang ke orang lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pasien yang terdiri dari jenis kelamin, umur, status kawin, pendidikan, pekerjaan, dan perilaku beresiko serta IMS dengan kejadian HIV/AIDS di Klinik VCT Puskesmas Cikarang Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari data kunjungan pasien yang melakukan VCT ( Voluntary Counselling and Testing) dari bulan Januari - Desember 2013.
Desain penelitian menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dengan jumlah sampel sebanyak 587 orang. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran karakteristik pada setiap variabel yang diteliti. Sedangkan analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Adapun analisis multivariate digunakan untuk melihat faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan kejadian HIV/AIDS. Uji statistic yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-squre untuk bivariat dan regresi logistic ganda untuk multivariat.
Hasil analisis menunjukkan persentase pasien yang mengalami kejadian HIV positif di Klinik VCT Puskesmas Cikarang pada Tahun 2013 sebesar 12,4 %. Variabel yang berhubungan bermakna dengan dengan kejadian HIV adalah variabel status kawin (p= 0,012) dan status IMS (p=0,012). Variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian HIV adalah status bercerai dengan OR 5,3. Untuk mencegah terjadinya HIV/AIDS maka penulis menyarankan untuk selalu menggunakan kondom pada saat melakukan perilaku seks beresiko juga disarankan untuk melakukan pemeriksaan IMS untuk mencegah terjadinya penularan HIV/AIDS.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) is a collection of symptoms that are caused by the Human Immunodeficiency Virus (HIV). This virus damages the immune humans and cause a decrease or loss of endurance, so to infection and illness. Unsafe sex, use of unsterile needles and in turn, HIV-infected blood transfusions, and transmission of HIV-infected mother to child it contains a risk factor that can transmit HIV from one person to another.
This study aims to determine the relationship of patient characteristics consisting of gender, age, marital status, education, occupation, and risk behavior and STI incidence of HIV / AIDS in the health center VCT Clinic Cikarang Bekasi. The data used in this study is a secondary data derived from traffic data of patients undergoing VCT (Voluntary Counselling and Testing) of the month from January to December 2013.
Study design using cross-sectional design (cross-sectional) with a total sample of 587 people. The data were then analyzed using univariate, bivariate and multivariate analyzes. Univariate analysis was conducted to determine the characteristic features of each variable studied. While the bivariate analysis was conducted to determine the relationship between the independent variables and the dependent variable. The multivariate analysis is used to see the most dominant factors associated with the incidence of HIV / AIDS. Statistical tests used in this study is the chi-square test for bivariate and multiple logistic regression for multivariate analyzes.
The analysis showed the percentage of patients who experienced a positive HIV incidence in Cikarang VCT clinic at the health center in 2013 of 12.4%. Variables significantly associated with the incidence of HIV is variable marital status (p = 0.012) and the status of STI (p = 0.012). The most dominant variables associated with HIV incidence is divorced marital status with OR of 5.3. To prevent HIV / AIDS, the authors suggest to always use a condom when doing risky sexual behavior are also advised to check the IMS to prevent the transmission of HIV / AIDS.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55224
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Fachlaeli
"Prevalensi IMS tinggi pada WPSL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsistensi penggunaan kondom pada satu bulan terakhir dengan kejadian Infeksi Menular seksual pada wanita penjaja seks langsung (WPSL). Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Sumber data hasil Survey Terpadu Biologis dan Perilaku Tahun 2011. Populasi adalah wanita penjaja seks langsung (WPSL) di Provinsi Jawa Barat. Jumlah sampel adalah 500 responden. Hasil penelitian prevalensi IMS pada WPSL 21%, sebagian besar WPSL tidak konsisten menggunakan kondom 76 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan tidak bermakna antara konsistensi penggunaan kondom dengan kejadian IMS OR 1.14 (95%CI 0.66;2.3). Peningkatan konsistensi penggunaan kondom dan peningkatan peluang menggunakan kondom.

STDs prevalence is high in the WPSL. This study aims to determine the relationship the consistency of condom use in the last month with the incidence of sexually transmitted infections in female sex workers directly (WPSL). This study uses crosssectional study design. Data is collected secondary data results of Integrated Biological and Behavioral Survey in 2011. Population is female direct sex workers (WPSL) in West Java province. Number of sample is 500 respondents. The study found that the prevalence of sexually transmitted infections in female sex workers directly (WPSL) by 21% most of the WPSL is inconsistent use of condoms 76%. The results of bivariate analysis showed that there was no significant relationship between the consistency of condom use with the incidence of STI OR 1:14 (95% CI 0.66; 2.3). Increase particularly the consistent use of condoms and increased opportunities to use condoms.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T30753
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yulita Gani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku dengan kejadian Infeksi Menular Seksual pada ibu rumah tangga. Terdapat beberapa indikator pengetahuan Infeksi Menular Seksual menurut Kementerian Kesehatan, 2007 yaitu: cara penularan, cara pencegahan, dan stigma tentang IMS. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif pada 134 responden, semuanya adalah ibu rumah tangga yang berusia 15-35 tahun. Subjek yang dipilih adalah yang bersedia diwawancarai, tinggal di daerah penelitian minimal satu tahun terakhir.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Infeksi Menular Seksual. Faktor yang berhubungan dengan Infeksi Menular Seksual adalah perilaku. Faktor pendahulu dan perilaku suami juga mempengaruhi terjadinya Infeksi Menular Seksual. Responden dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, usia melakukan hubungan seksual lebih dewasa, perilaku seksual yang tidak berisio akan mampu menekan kejadian IMS.

The purpose of this study research was to find out the relationship between knowledge, the attitudes and behaviors of housewives with the incidence of sexually transmitted infections. According to the Ministry of Health, 2007 knowledge indicators of sexually transmitted infections namely: the mode of transmission and prevention, perception, and stigma about STIs. This research study used quantitative methods on 134 respondents, all of them are housewives aged 15-35 years. Subjects were selected that are willing to be interviewed, living in the study research area at least the past year.
The result of this study showed that there was no relationship between knowledge with the incidence of sexually transmitted infections. The significant factors influencing sexually transmitted infections were behavioral factors. Historical experience and husband behavioral factors also influence on the sexually transmitted infections. Respondents with higher levels of education, mature adult of sexual activity, and sexual behavior will be able to reduce the incidence of STIs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52674
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Widyastuti Palupy
"Informasi tentang besaran kasus infeksi menular seksual {IMS) yang te1jadi di populasi seringkali tidak diketahui. Meskipun surveilans pasif telah dilakukan dibeberapa negara, namun data yang ada sering tidak lengkap atau tidak akurat, sehingga cenderung untuk tidak dapat mengambarkan kendaan yang sebenamya (ViHO, 200!: 5). Ketidaklengkapan data ini dipengaruhi o1eh keberadaan IMS itu sendiri; beberapa diantaranya kasus IMS tidak bergejala, hanya sebagian orang deng:an gejaia IMS pergi ke pelayanan kesehatan karena ada stigma atau tekanan sosial, dan hanya sebagian kecit yang ditaporkan. Narnun informasi prevalensi IMS berguna sebagai awal sistem peringatan untuk HJV, meskipun di populasi belum ada kasus HIV yang di!apmkan atau ditemukan (WHO, 2000: !8-19), mengingat ada hubungan antara IMS dan H!V dilihat dari cara penularannya. Di Indonesia, ketersediaan data temang kasus IMS pun terbatas. Pengukuran kasus IMS masih bersifat sporadis dan angka prevalensi yang dilaporkan cendcrung tinggi pada sub populasi tertentu. Sistem informasi kesehatan (SIK) termasuk salah satu hal pendng dalam kegiatan kesehatan sebagai alat manajemen, salah satunya untuk pemantauan kegiatan. Pada Rencana Strn.tegis Kesehatan Kota Cirebon ditekankan untuk peduli dalam penggunaan data dan informasi yang sudah dikumpulkan sebagai salah satu sumber fa:kta dalam menentukan perencanaan program pengendaiian IMS. Saat ini, sistem data yang digunakan dalam sistem informasi kesehatan IMS berasa1 dari data yang sudah berjalan di Dinas Kesehatan Kota Cirebon, yaitu: data bulanan yang dibuat oleh pelayanan kesehatan di Kota Cirebon. Data tersebut berasal dari data kegiatan surveilans IMS pasif yang berasal dari kunjungan pasien dan tes sifilis pada ibu hamil, kegiatan VCT, dan kegiatan sero survei. Keterlambatan data dan tersebamya tempat penyimpanan data menjadi kendala dalam sistem infonnasi kesehatan lMS. Oleh karena itu. dalarn pengembangan sistem dirancang untuk mengelim.inasi keterlambatan data dengan membuat kemudahan akses bagi setiap bagian di Dinas Kesehatan untuk melihat data tersebuL Tempat penyimpanan data secara lunak berada pada satu server, sehingga akan memudahkan setiap bagian di Dinas Kesehatan Kota Cirebon untuk memasukkan dan melihat laporan. Inforrnasi yang dihasilkan dari aplikasi IMS ini adalah infonnasi kesakitan IMS (gonore, sifilis. klamidia, chancroid), cakupan pemeriksaan HIV besaran masalah HIV dan slf11is pada sub populasi berisko, dan cakupan perneriksaan sifilis pada ibu hamil. Infonnasi ini diperlukan untuk mengetahui kecenderungan pcnemuan kasus yang terjadi dan sebagai masukan dalam evauasi proses kegiatan. Sistem informasi Kcsehatan ini dibangun dengan memperhatikan kebutuhan intbrrnasi rnasa datang. Pengembanganjangka panjang dapat dilakukan cukup dengan penambahan atau penyesuain dengan kebutuhan yang diper1ukan di masa depan tanpa harus membongkar keseluruhan sistem yang ada.

The exact magnitude of the sexually transmitted infections (STls) in population is frequently unknown. Although passive STis surveillance system exists in some countries. the data is not always reliable or complete; as a result, report-based STI surveillance systems tends to underestimate substantially the total number of new cases (WHO, 200 I: 5), The completeness of the availability data depends is affected by the STis natural history, since a large number of infections are asymptomatic, only part of the symptomatic population seeks health care due to the social stigma and even a smatler number of cases are reported. However the prevalence of STis is useful as a warning system for HIV} even though there is no reported on HIV cases in population (WHO. 2000: 18-19), due to relation between STI and H!V by what means transmission of infection. In Indonesia, the availability of STis data is limited, detection of STI cases is sporadic and the prevalence is relative high at specific sub group population. Health information system (HIS) is one of important.part on health program as a management tool; which is to monitor the activities. [n Health Strateglc Planning of Kola Clrebon is emphasized to use data and information as one of source to determine the planning for controlling the STis program. Today, the health information system of the control STis in Kola Cirebon is included on the Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3), sistem Surveilans Terpadu Penyakit (STP) dan Sistem Informasi The challenges on the STI health information system are delay of submitting data and disperser of data storage. Therefore, on developing heallh information system wasdesigned to eliminate the data delay by creating simple access for every division on Dinas Kesehatan Kota Cirebon to get those data. The data is storage in server; therefore divisions on Dinas Kesehatan Kota Cirebon have access to entry and download the report. Information from this system is STis cases (gonorrhesyphilis, Chlamydia, and chancroid)coverage of HlV test, magnitude of HIV and syphilis at sub population at risk, and coverage of syphilis test among pregnant mother. That information is need for knowing the tendency of STis cases and input on activities' evaluation. This health information system was developed with attention to the information need in the future. Further developing can be done by adding or adapting with the information need without destroy the whole system."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21007
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>