Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138334 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
cover
Uyan Wiryadi
"Salah satu permasalahan yang mengemuka pasca runtuhnya kekuasaan pemerintahan Presiden Suharto adalah masalah penyelenggaraan pemerintahan daerah. Persoalan ini sebenarnya sudah berkembang sedemikian rupa pada pemerintahan Soekarno. Karena itu, reformasi penyelenggaraan pemerintahan daerah setelah runtuhnya rezim Suharto menjadi salah satu agenda reformasi yang harus diupayakan.
Kondisi tahun 1950-an sebenarnya awal gejolak politik nasional dewasa itu. Misalnya terdapat sejumiah pemberontakan daerah yang menuntut kemerdekaan, seperti Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan. Selain itu masih terdapat pemberontakan kecil yang antara lain terjadi di Jawa Barat di awal 1960-an yang terkait dengan isu etnis Cina. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam periode tersebut merupakan permasalahan politik yang pelik dari kedua pemerintahan tersebut.
Upaya untuk memperbaiki kondisi pemerintahan daerah era Suharto dimulai dengan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974. Secara teoritis undang-undang tersebut menganut model efisiensi struktural (Structural Efficiency Model) yang menekankan pada efisiensi penyelenggaraan pemerintah berupa uniformitas dan pengendalian sebagai pintu intervensi pemerintah dan pengendalian sebagai pintu intervensi pemerintah pusat. Berdasarkan kriterium ini, pemerintah pusat memangkas jumlah susunan daerah otonom, pembatasan peran dan partisipasi lembaga perwakilan rakyat. Selain itu juga ditandai oleh keengganan Pusat untuk menyerahkan wewenang dan diskresi yang lebih besar kepada daerah otonom. Cenderung mengutamakan dekonsentrasi daripada desentralisasi. Paradoks di antara efisiensi yang memerlukan wilayah daerah otonom yang luas agar tersedia sumber daya yang memadai dengan kekhawatiran separatisme jika daerah otonom terlalu luas.
Ekses dalam pengaturan pemerintahan daerah seperti tercermin dalam Undang-undang No. 5/1974 tersebut pasca pemerintahan Suharto mendapat reaksi untuk segera diubah. Karena itu muncul gagasan untuk reformasi pemerintahan daerah."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Susi Mirzawati
"Semua tanah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah tanah bersama Bangsa Indonesia dan penguasaannya ditugaskan kepada Negara, untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hak menguasai dari Negara merupakan kewenangan dibidang hukum publik dari Negara, yang sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria terdiri dari kewenangan pembentukan Hukum Tanah Nasional dan kewenangan melaksanakannya. Sejak semula kedua kewenangan tersebut dianggap sebagai tugas Pemerintah Pusat. Kalaupun ada pelimpahan kewenangan dalam pelaksanaannya, pelimpahan itu adalah dalam rangka dekonsentrasi kepada pejabat-pejabat Pemerintah Pusat yang ada di Daerah ataupun kepada Pemerintah Daerah dalam rangka medebewind, bukan otonomi. Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kewenangan Pemerintah Pusat dibidang pertanahan tersebut diserahkan kepada Daerah Kabupaten dan Kota berdasarkan asas desentralisasi (otonomi). Namun otonomi dibidang pertanahan ini tidak diartikan sebagai penyerahan pengaturan dan pengurusan segala masalah pertanahan sepenuhnya kepada Daerah Kabupaten dan Kota masing-masing. Sepanjang mengenai pengurusan pertanahan dari aspek yuridis dan politis tetap dipegang oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan pengurusan pertanahan dari aspek fisik merupakan kewenangan Pemerintah Daerah. Adapun pelaksana kebijakan pertanahan, sebelum diundangkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, ditugaskan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) beserta segenap jajarannya. Setelah diundangkan undang-undang dimaksud, maka melalui Keputusan Presiden Nomor 95 tahun 2000 tentang BPN, BPN ditugaskan melaksanakan kebijakan pertanahan hanya ditingkat pusat, sedangkan di Daerah diserahkan kepada Dinas Pertanahan Kabupaten/Kota. Karena dirasakan masih belum sempurna persiapan disegala bidang, maka diputuskan oleh Pemerintah, bahwa pelaksanaan otonomi dibidang pertanahan ini ditangguhkan sampai selambatlambatnya tanggal 31 Mei 2003."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T36523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
"Perbedoon pengaturan otonomi daerah pada
UU nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
adalah bahwa UU Nomor 22 Tahun 1999
prinsfp yang digunakan adalah otonomi
dengan memberikan kewenangan yang luas,
nyata dan bertanggung jowab, sedangkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1974 prinsip yang
digunakan adalah otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab. Perbedaon pengaturan
tersebut menyebabkan perbedaan pada asas
yang digunakan.
"
Hukum dan Pembangunan Vol. 30 No. 1 Januari-Maret 2000 : 35-45, 2000
HUPE-30-1-(Jan-Mar)2000-35
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>